Takhrij Al
Hadits
Muhammad Ilham Hidayatulloh
Avinda Azizatun Nisa
Muhammad Rasyidi
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas C
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang
Email : Hidilham@gmail.com
Abstract
This
article talks about takhrij al hadith as one of the methods in hadith reasearch. Takhrij al hadist is a search on the hadith as the original source
of hadith concerned, the inside source of purpose complete sanad and matan
concerned. The benefit is knowing the origin of sanad and matan hadith that
will be examined. There are several methodes to takhrij, ie (1) Throught the
introduction of the name of hadith
transmitters friends (2) Throught the
inroduction of early lafadz of matan
hadith (3) Throught the introduction of topics contained in matan hadith (4) Throught observation certain contained in
a hadith (5) Throught the
introduction of the word are part of matan
hadith. Takhrij can be done with 2 ways, that conventional way by using
kitab Al-Mu’jam al Mufahras li Alfaz
al-Hadis al-Nabawi by A.J Wensick and using the software Mansuat al hadith al Sharif: al kutub al
Tis’ah verse 2.
Keywords
: Hadis, Takhrij, Sanad, Matan
Abstrak
Artikel ini
berbicara tentang takrij Al hadis sebagai salah satu metode dalam
penelitian hadist. Takrij al hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab-kitab hadis sebagai sumber asli dari hadis yang
bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan
dan sanad yang bersangkutan. Manfaatnya
sendiri ialah mengetahui asal usul, sanad dan matan hadis yang akan diteliti.
Terdapat beberapa metode dalam mentakhrij diantaranya dengan yaitu (1)
melalui pengenalan nama Sahabat perawi hadits; (2) melalui pengenalan
awal lafadz atau matan suatu hadits; (3) melalui pengenalan topik
yang terkandung dalam matan hadits; (4) melalui pengamatan tertentu yang
terdapat dalam suatu hadits (5) melalui pengenalan kata-kata yang
merupakan bagian dari matan hadits. Takhrij dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
cara konvensional dengan menggunakan kitab Al-Mu’jam al Mufahras li Alfaz al-Hadis
al-Nabawi karya A.J Wensick dan
menggunakan Software Mansuat al hadith al Sharif: al kutub al Tis’ah versi 2.
Kata
Kunci : Hadis, Takhrij, Sanad, Matan
A.
Pendahuluan
Hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW baik
berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya. Hadis dijadikan sumber hukum
dalam agama Islam selain Al-Qur'an. Berbeda dengan Al-Qur’an yang semua
ayat-ayatnya diterima oleh para sahabat dari Rasulullah SAW secara mutawatir
dan telah ditulis dan dikumpulkan sejak zaman beliau masih hidup. Sebagian
besar hadis Nabi tidaklah diriwayatkan secara mutawatir, dan pembukuannya
pun secara resmi baru dilakukan pada zaman Khalifah ‘Umar Ibn ‘Abd al-‘Aziz.
Otentitas
dan validitas hadis diperlukan oleh karena hadis sampai kepada umat melalui
jalur periwayatan yang panjang, dan dalam perjalanannya yang disampaikan dari
generasi ke generasi itu memungkinkan adanya unsur-unsur yang masuk didalamnya.
Takhrij Hadis merupakan salah satu
metode (cara) yang digunakan untuk mengetahui jalannya sanad hadis,
sehingga kita dapat memahami dari mana hadis tersebut diriwayatkan. Dan cara ini dilakukan untuk memeriksa kualitas
hadis dan menguatkan keyakinan agar saat
mengamalkannya suatu hadis tidak ada keraguan didalamnya.
Oleh
sebab itu dalam artikel ini penulis akan
menjelaskan pengertian, manfaat dan metode takhrij al hadis dan kegiatan
takhrij al hadis secara konvensional dan melalui software beserta penerapannya.
B.
Pengertian Takhrij Al Hadist
Secara etimologi,
kata takhrij تخريج adalah bentuk masdar
dari fiil madhi خرّج – يخرّج –تخريجاyang secara
bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari tempat.[1] Dan
kata takhrij mempunyai beberapa arti; (1) al-istinbath
(mengeluarkan); (2) al-tadrib (melatih atau membiasakan); (3) al-tawjih
(memperhadapkan)[2];
kata
al-ikhraj (الإخرج) yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan al-makhraj(المخرج)
artinya tempat keluar; dan takhrijal-hadis
wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadis kepada orang
dengan menjelaskan tempat keluarnya.[3] Menurut
Dr. Mahmud Thahhan kata takhrij menurut bahasa ialah “berkumpulnya dua
perkara yang berlawanan dalam satu persoalan.”[4]
Secara terminologi, Takhrijul hadits
menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1.
Menurut Mahmud al-Thahhan:
Takhrij adalah (usaha) menunjukkan letak asal hadist pada sumber-sumbernya yang
asli yang didalamnya telah dicantumkan sanad hadist tersebut (secara lengkap),
serta menjelaskan kualitas hadist tersebut jika kolekter memandang perlu.[5]
2.
Menurut M. Syuhudi Isma’il:
Takhrij Hadis ialah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab
sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu
dikemukakan secara lengkap matan
dan sanad hadis.[6]
3.
Menurut Nawir Yuslem: Hakekat
takhrij adalah penelusuran atau pencaraian hadist pada berbagai kitab hadist
sebagai sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan secara lengkap matan
dan sanad Hadist.[7]
4.
Menurut Al-Manawi: Takhrij adalah
menisbatkan (menyandarkan) hadis pada para perawi yang meriwayatkan hadis-hadis
tersebut dalam kitab-kitab mereka dengan menyantumkan hukum dan kualitasnya.[8]
Pengertian
Takhrij menurut ahli hadis memiliki tiga macam pengertian, yaitu:
1.
Usaha mencari
sanad hadis yang terdapat dalam kitab hadis karya orang lain, yang tidak sama
dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut. Usaha semacam ini dinamakan
juga istikhraj. Misalnya seseorang mengambil sebuah hadis dari kitab Jamius
Sahih Muslim, kemudian ia mencari sanad hadis tersebut yang berbeda dengan
sanadyang telah ditetapkan oleh Imam Muslim.[9]
2.
Suatu
keterangan bahwa hadis yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat
dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun
hadis mengakhiri penulisan hadisnya dengan kata-kata: “Akhrajahul Bukhari”,
artinya bahwa hadis yang dinukil itu terdapat kitab Jamius Sahih Bukhari.
Bila ia mengakhirinya dengan kata Akhrajahul Muslim berarti hadis
tersebut terdapat dalam kitab Sahih Muslim[10].
3.
Suatu usaha
mencari derajat, sanad, dan rawi hadis yang tidak diterangkan oleh penyusun
atau pengarang suatu kitab. [11]
Misalnya:
1.
Takhrij
Ahadisil Kasysyaaf, karyanya Jamaluddin Al-Hanafi adalah suatu kitab yang mengusahakan
dan menerangkan derajat hadis yang terdapat dalam kitab Tafsir Al-Kasysyaaf,
yang oleh pengarangnya tidak diterangkan derajat hadisnya, apakah sahih, hasan,
atau lainnya.[12]
2.
AI Mugny An
Hamlil Asfar, karya Abdurrahim Al-lraqy, adalah kitab yang menjelaskan
derajat-derajat hadis yang terdapat dalam kitab Ihya Ulumuddin karya
Al-Ghazali.[13]
Jadi,
Takrij al hadis adalah penelusuran
atau pencarian hadis pada berbagai kitab-kitab hadis sebagai sumber asli dari hadis yang
bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan
dan sanad yang bersangkutan.
C. Manfaat Takhrij Al Hadis
1.
Mengetahui asal
usul riwayat hadis yang akan diteliti
Suatu hadis
akan sangat sulit diteliti
status dan kualitasnya
apabila tidak diketahui asal usul hadis. Tanpa
diketahui asal usulnya, maka
sanad dan matan hadis
yang bersangkutan sulit diketahui
susunannya menurut sumber pengambilannya. Tanpa diketahui susunan sanad dan
matannya secara benar, maka hadis yang
bersangkutan akan sulit diteliti secara cermat.
Untuk mengetahui
bagaimana asal-usul hadis
yang akan diteliti
itu maka kegiatan
takhrij perlu dilakukan terlebih
dahulu. Dengan demikian,
takhrij hadis sangat
diperlukan, yaitu untuk melacak
bagaimana sanad dan matan hadis dalam kitab sumber.[14]
2.
Mengetahui
Seluruh Rawi
Hadis yang akan
diteliti mungkin memiliki lebih dari satu sanad. Mungkin saja salah satu
sanad hadis itu
berkualitas da’if, sedang
yang lainnya berkualitas
sahih. Untuk dapat menentukan sanad
yang berkualitas da‟if
dan yang berkualitas
sahih, maka terlebih dahulu harus
diketahui seluruh riwayat
hadis yang bersangkutan.
Dalam hubungannya untuk mengetahui seluruh
riwayat hadis yang
akan diteliti, maka
kegiatan takhrij al-hadis
perlu dilakukan.[15]
3. Mengetahui Syahid dan Mutabi’ dalam Sanad
Ketika hadis
diteliti salah satu
sanadnya, mungkin ada
periwayat lain yang
sanadnya mendukung pada sanad yang diteliti. Dukungan (Corroboration)
itu bila terletak pada bagian periwayat
tingkat pertama, yakni
tingkat sahabat Nabi, disebut
sebagai syahid, sedang
bila terdapat dibagian bukan periwayat
tingkat sahabat, disebut sebagai mutabi’.[16]
Dalam
penelitian sanad, syahid yang didukung oleh sanad yang kuat dapat memperkokoh
sanad yang sedang diteliti. Begitu pula mutabi‟ yang memiliki sanad yang kuat
maka sanad yang diteliti mungkin
dapat ditingkatkan kekuatannya
oleh mutabi‟ tersebut.
Untuk mengetahui, apakah suatu
sanad memiliki syahid
atau mutabi‟, maka seluruh
sanad hadis harus dikemukakan.
Ini berarti, takhrij
al-hadis harus dilakukan
terlebih dahulu. Tanpa dilakukan takhrij al-hadis lebih
dahulu, maka tidak dapat diketahui secara pasti seluruh sanad untuk hadis yang
sedang diteliti.[17]
4.
Untuk
menentukan kualitas suatu Hadis
Memberikan
infomasi bahwa suatu hadis termasuk hadis sahih, hasan, ataupun dhaif, setelah
diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya.[18]
Ibnu Hajar al Asqolani menjelaskan bahwa khabar yang tidak Mutawatir dapat dipakai sebagai dasar
hukum apabila memenuhi kriteria
tertentu. Kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh para pakar
hadis ialah adanya kesahihan sanad dan
matan hadis, yakni segala syarat atau
kriteria yang harus
dipenuhi oleh sesuatu
sanad dan matan
hadis yang berkualitas sahih.
Adapun syarat atau
kriteria hadis yang
berkualitas sahih adalah:”Bersambung sanadnya, diriwayatkan
oleh rawi yang adil dan dabit sampai pada akhir sanad, dan tidak syaz dan
ber-‘illat. [19]
5.
Memberikan
kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadis adalah
hadis makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila
diketahui bahwa suatu hadis adalah mardud (tertolak).[20]
6.
Menguatkan
keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rasulullah SAW.
yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran
hadis tersebut, baik dan segi sanad maupun matan.[21]
7.
Dapat menetapkan muttashil
kepada hadits yang diriwayatkan dengan menggunakan ‘adawat
al-tahammulwaal-ada' (kata-kata yang dipakai dalam penerimaan dan
periwayatan hadits) dengan 'an'an (kata-kata 'an/ dari).[22]
8.
Takhrij dapat menambah
perbendaharaan sanad hadist-hadist melalui kitab-kitab yang ditunjukinya.
Semakin banyak kitab-kitab asal yang memuat suatu hadist, semakin banyak pula
perbendaharaan sanad yang dimiliki.[23]
9.
Takhrij dapat
menjelaskan sebab-sebab munculnya hadist, dengan cara membandingkan sanad-sanad
yang ada.[24]
10.
Mengetahui perbedaan lafad dan
tambah kurang kalimat dalam tiap hadis yang diriwayatkan.[25]
11.
Takhrij dapat menghilangkan
kemungkinan terjadinya percampuran periwayatan.[26]
12.
Menjelaskan makna yang dirasa
asing pada matan.[27]
D.
Metode Takrij Al Hadist
Ada beberapa
cara atau jalan yang dapat ditempuh untuk men-takhrij hadits, yaitu (1)
melalui pengenalan nama Sahabat perawi hadits; (2) melalui pengenalan
awal lafadz atau matan suatu hadits; (3) melalui pengenalan topik
yang terkandung dalam matan hadits; (4) melalui pengamatan tertentu yang
terdapat dalam suatu hadits (5) melalui pengenalan kata-kata yang
merupakan bagian dari matan hadits.[28]
Dari kelima cara
tersebut cara yang terakhir dianggap paling praktis (populer) dalam melakukan
kegiatan Takhrij hadits. Alat yang dipakai ialah al-Mu’jam al-Mufahras
li Alfazh al-Ahadits al-Nabawiyyah
oleh A. J. Wensink, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad
Fu'ad‘Abd al-Baqi. Kitab ini disusun dengan merujuk kepada sembilan kitab hadits
induk, yaitu al-Jami'al-Shahih karya al-Bukhari, al-Jami' al-Shahih karya
Muslim, Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud, Sunan al-Turmudzi karya
al-Turmudzi, Sunanal-Nasa'I karya al-Nasa'i, Sunan Ibn Majah karya Ibn Majah, Musnad
Ahmad karya Ahmad ibn Hanbal, al-Muwaththa' karya Imam Malik, dan Sunan
al-Darimi karya al-Darimi.[29]
Dengan melihat proses mentakhrij
yang digunakan oleh para muhadditsin dalam melacak
hadis, ditemukan paling tidak terdapat lima metode takhrij yang dapat kita
gunakan untuk mentakhrij hadis, yaitu:[30]
1.
takhrij melalui awal kata مطلع الحديث
2.
melalui salah satu kata dalam
hadis لفظ من الفاظ الحديث
3.
melalui perawi pertama الراوي الأعلى
4.
melalui tema pembahasan hadis
5.
melalui sifat atau jenis hadis
Metode pertama, takhrij dengan
menggunakan awal kata dari hadis
Takhrij dengan
menggunakan metode ini disyaratkan harus tahu awal kata dari hadis yang akan
dicari. Jika awal katanya tidak diketahui maka proses pencarian hadis dengan metode
ini tidak mungkin bisa dilakukan.[31]
Jika awal kata
sudah diketahui, maka langkah selanjutnya adalah melihat huruf pertama
dari kata tersebut, demikian pula dengan huruf ke dua dan ketiganya.[32]
Misalnya hadis
yang awal katanya berbunyi: من غشنا فليس منا Maka kita cari hadis itu pada
humf (entri) ”mim” dan ”nun" (من) kemudian ”ghoin”
, “syin” dan seterusnya seperti saat kita mencari
kosa kata dalam kamus bahasa.[33]
Metode kedua,
takhrij dengan cara mengetahui kata yang jarang digunakan dalam teks-teks hadis
(ghorib [asing])
Takhrij dengan
metode ini dapat dilakukan dengan memilih kosa kata mana yang akan kita
gunakan sebagai kunci atau alat bantu untuk mencari hadis. Bisa dicari melalui kosa
kata yang berbentuk isim, maupun fi’il dengan berbagai pecahan tashrifnya.
Adapun pencarian melalui huruf tidak dapat dilakukan. Proses pencariannya
seperti saat kita akan mencari ayat al-Qur’an dengan menggunakan kitab Fathu
ar-Rahman.[34]
Dalam pencarian
hadis dengan metode ini diupayakan agar menggunakan kosa kata yang jarang
dipakai dalam hadis agar pencarian dapat dilakukan dengan cepat dan fokus.
Misalnya hadis yang berbunyi: إن الملا ئكة لتضع
أجنحتها لطالب العلم رضى بما يصنع agar
pelacakan dapat dilakukan lebih cepat maka kita pilih kata "أجنحتها"
dalam entri "جنح" . Karena
kosa kata ini relatif lebih sedikit digunakan ketimbang kosa kata lain seperti "الملائكه“ atau “العلم“.[35]
Metode
Ketiga, takhrij dengan mengetahui perawi hadis pertama
Metode ini digunakan
jika kita mengetahui nama perawi pertama yang meriwayatkan hadis tersebut.
Perawi pertama bisa dari kalangan sahabat, jika hadisnya muttashil dan musnad,
bisa juga tabi’in jika hadisnya mursal. Namun jika nama perawi hadisnya tidak
diketahui maka metode ini tidak dapat digunakan untuk mentakhrij. Misalnya
hadis riwayat Imam Ahmad:[36]
حدثنا يونس بن محمد،ثنا عبدالواحد بن
زياد،ثنا محمد بن إسحاق عنداود بن الحصين عن واقد عبد الرحمن بن معاذ
عن جابر قال : فال رسولاللّه صلى اللّه عليه
وسلم إذا خطب أحدكم المرأة فإن استطاع أن ينظر منها ما يدعوه إلى
نكاحها فليفعل
Jika ditemukan
hadis dengan bentuk seperti ini, maka kita dapat melacak keberadaannya
melalui perawi pertama; yang dalam hadis di atas adalah Jabir. Pencariannya
melalui kitab-kitab takhrij yang disusun déngan susunan rawi, seperti kitab-kitab
musnad.[37]
Saat kita
membuka kitab musnad, misalnya kitab musnad imam Ahmad bin Hanbal akan kita
dapatkan kitab tersebut tersusun hadis-hadisnya sesuai dengan perawi-perawinya.
Jadi, tiap perawi di bawahnya terdapat hadis-hadis yang diriwayatkannya.
Tinggal kita mencari hadis yang dimaksud yang berada di bawah nama sahabat
tersebut.[38]
Kitab yang
digunakan untuk mentakhrij dengan metode ini adalah kitab: musanid (kitab
yang disusun berdasarkan perawi pertama) seperti musnad Imam Ahmad bin Hanbal. Kitab al Athraf.
Kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan
musnad-musnad para shahabat dengan urutan nama mereka sesuai susunan huruf
abjad. Iika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadis itu, maka dapat memjuk
pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian
mengambil hadis secara lengkap.[39]
Metode Keempat, takhrij dengan
cara mengetahui tema pembahasan hadis
Takhrij dengan
metode ini dituntut kecerdasan dan pengetahui tentang fiqh hadis. Seorang
pentakhrij diharuskan mampu memetakan hadis yang dicari sesuai dengan tema yang
berkaitan dengan hadis yang dicari.[40]
Jika telah
diketahui tema dan objek
pembahasan hadis, maka bisa dibantu dalam takhrij-nya dengan karya-karya
hadis yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini banyak
dibantu dengan menggunakan kitab Miftah Kunuz As Sunnah yang
berisi daftar isi hadis yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini
disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan Belanda yang bernama Prof. Dr. Arinjan
Vensink yang juga penyusus kitab Mu’jam al-Mufahras. Kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadis yang terkenal, yaitu: al kutub
at-tas’ah (sebagaimana yang
digunakan dalam al-Mu ’jam al Mufahras) ditambah dengan kitab Musnad Abu Dawud Ath Thayalisi, Musnad Zaid bin ’Ali, Sirah Ibnu Hisyam, Maghazi Al Waqidi, dan Thabaqat Ibnu
Sa’ad.[41]
Dalam
menyusun kitab ini, penyusun (Vensink) menghabiskan waktunya selama 10 tahun.
Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa arab dan diedarkan oleh Muhammaf Fuad Abdul Baqi yang
menghabiskan waktu untuk itu selama
4 tahun.[42]
Metode Kelima, takhrij dengan
mengetahui sifat dan jenis hadis
Saat akan
mentakhrij sebuah hadis, dapat kita gunakan salah satu dari metode- metode takhrij
di atas. Adapun metode kelima lima memberikan nuansa baru. Jika dalam hadis yang
akan kita cari nampak sifat yang jelas akan jenis hadis tersebut, maka sifat itu
dapat digunakan sebagai patokan dalam mencari hadis.[43]
Para ulama telah
mengklasifikasikan hadis-hadis Nabi dalam kelompok- kelompok
tertentu sesuai dengan jenisnya. Bagi peneliti tidak akan kesulitan tatkala hendak melacak
hadis jika sudah ditemukan jenis tersebut. Misalnya jika sudah diketahui bahwa
hadis yang akan kita cari masuk kategori hadis mutawatir, maka kita tinggal malacak
di kitab kumpulan hadis-hadis mutawatir. Jika kategori hadis maudhu’, maka dicari di kitab kumpulan
hadis-hadis maudhu’ dan jika hadis qudsi, maka
dilacak di kitab kumpulan hadis qudsi, dan demikian seterusnya.[44]
Kitab-kitab yang dapat
digunakan dalam metode ini cukup banyak sesuai dengan
sifatnya masing-masing, antara lain: al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al- mutawatirah (berisi kumpulan
hadis-hadis mutawatir) karya imam ash-Suyuthi, al Ithafat as-Saniyah fi al-Ahadits al-Qudsiyyah (kumpulan
hadis-hadis qudsi) disusun oleh
Majlis al-A’la bidang al-Qur’an dan Hadis, Tanzih asy-Syari’ah al-Marfu’ah ’an al-Akhbar asy-Syani’ah al Maudhu’ah
(kumpulan hadis maudhu’) karya ibn ’Iraq, dan lain
sebagainya.[45]
E.
Cara melakukan Takhrij Al Hadist secara Konvensional
Dalam
mentakhrij hadis secara konvensional atau menggunakan kitab. Kami menggunakan kitab
petunjuk : Al-Mu’jam al Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi. Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari
kalangan orientalis. Di antara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan
proses penyusunan ialah Dr. Arnold John Wensinck (W.j 939 m), seorang profesor
bahasa-bahasa Semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda
dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad ’Abdul Baqi.[46]
Kitab
ini dimaksudkan untuk mencari Hadits berdasarkan petunjuk lafazh matn Hadits.
Berbagai lafazh yang disajikan tidak dibatasi hanya lafazh-lafazh yang berada
di tengah dan bagianbagian lain dari matn Hadits. Dengan demikian, kitab Mu’jam
mampu memberikan informasi kepada pencari matn dan sanad Hadits, asal saja sebagian
dari lafazh matn yang dicarinya itu telah diketahuinya.[47]
Kitab
Mu ’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari
Hadits-Hadits yang terdapat dalam sembilan kitab Hadits yang menjadi rujukan
dari mu'jam ini, yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan
Turmuzi, Sunan Nasai, Summ Ibnu Majjah, Summ Daromi, Muwatta Malik, dan Musnad
Ahmad.[48]
Kitab-kitab
sumber yang dirujuk oleh kitab petunjuk ini ada 9 buah kitab hadis dengan kode
singkatan sebagai berikut:[49]
- ( خ ) = Bukhari, nama kitab dan nomor bab
- ( م ) = Muslim, nama kitab dan nomor hadis
- ( ت ) = Turmuzi, nama kitab dan nomor kitab
- ( د ) = Abu Daud, nama kitab dan nomor bab
- ( ن ) = Nasa‟i, nama kitab dan nomor bab
- ( جه ) = Ibn Majah, nama kitab dan nomor hadis
- ( ط ) = Muwatto‟ Malik, nama bab dan nomor hadis
- ( حم ) = Musnad Ahmad, nomor juz dan nomor halaman
- ( ى د ) = Al -Darimi, nama kitab dan nomor bab
Kitab ini
disusun mirip dengan
kamus Arab pada
umumnya. Oleh sebab
itu dalam penggunaannya perlu tahu sedikit tentang morfologi Arab,
khususnya tentang deriviasi
(tasrif) kata-kata.[50] Dalam
penggunaannya harus diingat
hal-hal sebagai berikut:
a.
Kata-kata diurutkan secara alfabetis (yang disusun berdasarkan huruf abjad[51]) berdasarkan deriviasi kata-katanya[52]
b.
Jika mencari kata
atau lapaz hadis,
hindari penggunaan kata
yang banyak terpakai, misalnya:
أو،كان،أن،من،قال . Demikian
juga jangan menggunakan lafal
huruf seperti: فى،عن،إلى،من
dan
yang sejenisnya.[53]
Karena
kata-kata itu sulit untuk menelusurinya secara cepat. Misalnya, kita ingin
mencari hadis dengan bunyi من لا يرحم لايرحم
. Lafal “من
“ dan “ لا “ sulit ditelusuri karena itu cukup banyak. Karena itu lebih baik menggunakan kata “يرحم“
satu
bentukan deriviasi kata: رحم Dengan mencarinya di bawah huruf:
ر،ح،م , hadis itu akan ditemukan.[54]
c.
Matan hadis selalu tidak dituliskan secara lengkap, tetapi ditunjukkan
pada kitab sumber mana hadis itu tertulis.[55]
Kitab
al-Mu‟jam ini sangat bermanfaat dan amat menolong peneliti hadis jika
dibandingkan dengan dua teknik terdahulu karena dengan metode ini kita tidak
perlu mengetahui nama sahabat perawinya atau awal lapaz hadis.
Cukup kita mengambil kata apa
saja yang kita ingat dari hadis yang hendak kita cari.[56]
Metode Kedua,
melalui pengenalan lafaz
atau kata-kata yang
merupakan bagian dari matan hadits
(al-takhnj bi ajfaz
al-hadits). Metode ini dipandang cara yang
paling mudah, karena peneliti
cukup mengambil satu atau
lebih dari matan hadits bisa
dengan cepat mendapatkan hadits
yang dimaksud.
Contoh Mentakhrij Hadis Dengan Kitab Mu’jam Al Mufahras
1.
siapkan Kitab Mu’jam Al Mufahras
2.
siapkan hadis yang mau ditakhrijkan
3.
di sini kami mencontohkan hadis
4.
kemudian buka Kitab Mu’jam Al Mufahras
tersebut, bab 2, karena kami mengambil huruf سلك dan yang dijadikan patokan adalah huruf س nya
5.
gambar di bawah ini adalah hasil pencarian dari huruf س dalam kata سلك
6. kemudian pada gambar di bawah ini dapat diketahui yang
sesuai dengan poin nomer 3 bahwa hadis
ini terdapat pada:
o Abu Daud kitab ilmu bab 1
o Bukhori kitab ilmu bab 10
o Turmidzi kitab ilmu bab 16
o Ibnu Majah kitab muqoddimah hadis ke 17
o Musnad Ahmad juz 6 halaman 252, 325,407
7. setelah itu carilah hadis pada masing-masing kitab
yang dirujuk pada gambar di atas
F.
Cara melakukan Takhrij Al Hadist melalui
Sofware
Cara untuk mengaplikasikan
software ini sebagai berikut:
klik Start → Hadith (berlaku saat software
aplikasi telah terinstal) sebagaimana gambar
berikut ini:
Gambar
berikut ini adalah tampilan software Mausuat al-Hadith al-Sharif: al- Kutub al-Tis’ah versi 2.
Dari tampilan di atas terlihat bahwa ada 8
(delapan) menu utama yang tersedia untuk aplikasi program ini, yaitu عرض(tampilan/tayangan), بحث(cari), معاجم
(kamus), تعر
يفات
(penjelasan), تذريبات
(ujian/latihan), المصاذر
(sumber), خيارات
(pilihan), dan مساعدة
(bantuan). Menu utama عرض (tampilan/tayangan)
dibagi kc dalam 7 (tujuh) sub menu sebagaimana gambar
berikut ini.[57]
Pertama, sub menu menampilkan hadith
berdasarkan nomor hadith, kedua, menampilkan hadith berdasarkan bab-bab
dalam kitab hadith, ketiga, menampilkan hadith dalam suatu kitab baik Yang khulasah,
mukhtasar, yang tidak diulang-ulang, maupun keseluruhan,
keempat, daftar sumber hadith tentang ayat-ayat al-Qur’an dan qiraat, kelima, pemberian catatan terhadap
hadith, keenam, proses pencetakan, dan ketujuh sub menu keluar. Menu utama بجث
(cari) juga memuat 7 (tujuh) sub menu:[58]
Pertama, orientasi atau arah percarian,
kedua, percarian hadith berdasarkan nama rawi, ketiga,
pencarian hadith berdasarkan kata-kata dalam matan hadith, keempat, percarian hadith berdasarkan
sumber dikeluarkannya hadith, kelima, pencarian hadith
berdasarkan topik-topik fiqhiyah, keenam, pencarian hadith berdasarkan gabungan cara pencarian
berdasarkan kata, sumber takhrij, dan topik fiqhiyah, dan ketujuh, pencetakan hasil pencarian.
Menu utama معاجم (kamus) berisi 4 (empat) menu:[59]
Pertama, kamus yang memuat kata-kata dalam
hadith. Menu pertama ini sama seperti menu pencarian hadith berdasarkan
kata-kata dalam hadith. Bedanya, menu di kamus ini kata-kata yang akan dicari sudah tersedia
sementara menu aplikasi pencarian hadith dengan mengetikkan
kata-kata yang akan kita cari. Kedua, kamus tentang kata-kata dalam hadith yang pengertiannya
dianggap sulit atau asing. Ketiga, kamus yang
menjelaskan kata-kata dalam hadith yang masih samar; dan keempat, menu pencetakan hasil pencarian melalui kamus. Menu utama تعريفات
(penjelasan) memuat 3 (tiga).[60]
Pertama tentang biografi akademik 9
(sembilan) mukharrij: al-Bukhari, Muslim,
al-Tirmidhi, al-Nasa’i, Abu Dawud, Ibn Majah, Ahmad, Malik, dan al- Darimiy; kedua tentang al-Kutub al-Tis‘ah, dan
ketiga menampilkan berbagai kitab yang dijadikan
referensi dalam pembuatan software Mausu‘ at al-Hadith al-Sharif: al- Kutub al-Tis‘ ah ini.[61]
Menu utama تدريبات
(ujian/latihan) memuat berbagai materi ujian tentang ilmu Mustalah al-Hadith, keutamaan para nabi dan
sahabat, dan flqh. Menu utama ini juga memuat materi untuk menghafalkan hadith,
sebagaimana terlihat di bawah ini.[62]
Menu utama المصادر
(sumber) digunakan untuk menentukan tempat percarian dari al-Kutub al-Tis‘ ah yang diaktifkan
sebagaimana terlihat di bawah ini.[63]
Pertama penentuan nomor hadith dari
berbagai edisi kitab dan kedua setting printer yang digunakan untuk mencetak hasil
pencarian dari software ini. Menu utama مساعدة (bantuan) memuat 3
(tiga) hal:[65]
Pertama, tentang penjelasan bagaimana
mengaplikasikan software ini, kedua, menjelaskan
berbagai definisi mustalah al-hadith dan terakhir menyajikan versi dari softwar e yang sedang diaplikasikan ini.[66]
Contoh Melakukan Takhrij Hadits Berdasarkan Nomornya:
Yang
pertama, klik ‘urudhu dan kemudian klik raqmu al ahadits
(berlaku jika hanya mencari hadis
berdasarkan nomornya).
Yang
kedua, akan muncul tampilan seperti di bawah ini, karena yang kami contohkan adalah pada hadis Muslim
nomor 1855, maka klik المسلم dan ketik nomor hadisnya
1855. Setelah itu, klik ikon buku yang terbuka.
Yang
ketiga, setelah itu akan muncul seperti ini. Dan ini adalah hadis Muslim
nomor 1855.
Yang
keempat, jika kita ingin mengetahui siapa saja periwayahnya, klik saja الرواة dan akan muncul nama-nama periwayahnya seperti
di bawah ini.
Yang
kelima, kita akan mencoba mentakhrijkan, yaitu dengan cara klik تخريج , maka akan muncul kotak dialog yang berada di
paling bawah. Di situ ditampilkan bahwa hadis
ini juga ada pada musnad al-Bukhori 1792, al-Bukhori 1793, at-Tirmidzi 659…dll.
G.
Penutup
Takrij al hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada
berbagai kitab-kitab hadis sebagai
sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut
dikemukakan secara lengkap matan dan sanad yang bersangkutan. Secara singkat
takhrij dapat mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah hadist serta mengumpulkan
berbagai redaksi dari sebuah matan hadist. Pencarian in dilakukan untuk
mengetahui asal-usul hadist, sanad dan matan agar dapat menentukan kualitas
hadis tersebut.
Dengan
melihat proses mentakhrij yang digunakan oleh para muhadditsin dalam melacak
hadis, ditemukan paling tidak terdapat lima metode takhrij yang dapat kita
gunakan untuk mentakhrij hadis, yaitu: 1. takhrij melalui awal kata مطلع الحديث
2. melalui salah satu kata dalam hadis لفظ من الفاظ الحديث 3. melalui perawi pertama الراوي
الأعلى 4. melalui tema
pembahasan hadis 5. melalui sifat atau jenis hadis.
Takhrij dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara konvensional
dengan menggunakan kitab Al-Mu’jam
al Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi karya A.J Wensick dengan metode
pengenalan kata-kata yang merupakan bagian dari matan hadits karena cara ini dianggap sangat praktis.
dan menggunakan Software Mansuat al hadith al Sharif: al kutub al Tis’ah versi
2, dalam software ini kita dapat mentakhrij dengan ke-5 metode yang ada.
Daftar
Pustaka
Anwar, Ali. 2011. Takhrij al-Hadith dengan Komputer: Cara Mudah Mencari Hadith dan Meneliti Kualitasnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ahmad, Muhammad. 2004. Ulumul Hadis.
Bandung: Pustaka Setia
Arifin,Zainul. Metode Pentarjihan Hadits
Ditinjau Dari Segi Sanad Dan
Matan.
Jurnal Online Metodologi Tarjih Muhammadiyah, Edisi
1, No. 1, 2012 (PSIF-UMM)
Bachtiar Fachrurozi, Masykur. 2009. Takhrij Al Hadits: Panduan Praktis Program Kutub Al
Tis’ah. Yogyakarta: Aditya Media.
Jumantoro,
Totok. 2002. Kamus Ilmu hadis.
Jakarta: Bumi Aksara
Kholis, Nur.
2009. Model Komputerisasi Hadis: Praktik Takhrijul Hadis. Yogyakarta: Universitas Ahmad
Dahlan.
Lubis, Askolan.
2016. Urgensi Metodologi Takhrij Hadis
Dalam Studi Keislaman. jurnal.uinsu.ac.id ilya’al’Arabiyah
Pamil, Jon.
2012. Takhrij Hadist: Langkah Awal Penelitian Hadist , Jurnal Pemikiran
Islam; Vol. 37, No. 1 Januari-Juni 2012
ejournal.uin-suska.ac.id
Sulaiman, M. Noor. 200.
Antologi Ilmu Hadist. Jakarta: Gaung Prasada Press
Wensinck, A.J.
1936-1989. Al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfaz al-Hadis al-Nabawi. Leiden: E.J.
Brill.
Zeid B Smeer,
2008. Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis. Malang: UIN Maliki Press.
Catatan:
Makalah
ini sudah cukup bagus.
[1]
Muhammad Ahmad, Ulumul
Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2004) hal 131 dan Totok
Jumantoro, Kamus Ilmu hadis,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2002) hal 244
[3]
Zeid B Smeer, Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis,
(Malang: UIN Maliki Press. 2008) hal 171
[4]
M.
Noor Sulaiman,Op.cit hal 155 dan Totok Jumantoro, Kamus Ilmu hadis. (Jakarta: Bumi Aksara,
2002) hal 244
[5]
Askolan Lubis. Urgensi Metodologi Takhrij Hadis Dalam Studi Keislaman. Jurnal ilya’al’Arabiyah: 2016 jurnal.uinsu.ac.id
dan Jon Pamil, Takhrij Hadist: Langkah Awal Penelitian Hadist. Jurnal Pemikiran
Islam; Vol. 37, No. 1 Januari-Juni 2012 ejournal.uin-suska.ac.id
[6]
Askolan Lubis. Ibid dan Jon Pamil, Ibid
[7]
Jon
Pamil. Ibid
[8]
Zeid
B Smeer, Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis, (Malang: UIN Maliki Press.
2008) hal 171
[9]
Muhammad Ahmad, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2004) hal 131
[14] Askolan Lubis, Urgensi Metodologi Takhrij Hadis Dalam Studi
Keislaman, Jurnal ilya’al’arabiyah uinsu.ac.id (Medan, 2016), hal 17
[15] Ibid,
hal 18
[17] Ibid, hal 18
[18]
Muhammad Ahmad. Ulumul Hadis. (Bandung: Pustaka Setia, 2004)
hal 132 dan Nur Kholis, Model Komputerisasi Hadis: Praktik Takhrijul Hadis.
(Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan, 2009)
[19]
Loc.cit, hal 18
[20]
Op.cit, hal 132
[21]
Ibid, hal 132
[23]
Jon
Pamil: Takhrij Hadist: Langkah Awal Penelitian Hadist , Jurnal Pemikiran
Islam; Vol. 37, No. 1 Januari-Juni 2012
[24]
Ibid
[25]
Zeid
B Smeer, Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis. (Malang: UIN
Maliki Press. 2008) hal 173
[26]
Jon
Pamli, Loc.cit
[28]
M
Noor Sulaiman, Antologi ilmu Hadis. (Jakarta: Gaung Prasada Press, 2008)
hal 158
[30]
Zeid B Smeer, Ulumul
Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis. (Malang: UIN Maliki Press. 2008) hal
173- 174
[45]
Ibid, hal 179
[46]
Masykur Bachtiar Fachrurozi, Takhrij Al Hadits: Panduan Praktis Program Kutub
Al Tis’ah. (Yogyakarta:
Aditya Media, 2009) hal 11
[48]
Ibid, hal 11
[49]
Askolan Lubis,hal 22
[50]
Ibid, hal 23
[51] Zainul Arifin,
Metode
Pentarjihan Hadits Ditinjau Dari Segi Sanad Dan Matan,
Jurnal Online
Metodologi Tarjih Muhammadiyah, Edisi 1, No. 1, 2012 (PSIF-UMM)
hal 25
[53] Ibid, hal 23
[54] Ibid, hal 23
[55] Ibid, hal 23
[56] Ibid, hal 24
[57]
Ali Anwar, Takhrij
al-Hadith dengan Komputer:
Cara Mudah Mencari Hadith dan Meneliti Kualitasnya. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2011)
hal 9
[58]
Ibid, hal 10
[59]
Ibid, hal 10
[60]
Ibid, hal 10-11
[61]
Ibid, hal 10
[62]
Ibid, hal 11
[63]
Ibid, hal 11
[64]
Ibid, hal 12
[65]
Ibid, hal 12
[66]
Ibid, hal 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar