Jumat, 03 Maret 2017

Sejarah Peradaban Islam pada masa Dinasti Abbasiyah (PBA A Semester Genap 2016/2017)




SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH

Achmad Fathorrozi, Wardah Toyibah, Naila Adiba, Atiqurrahman
Achmad.fathorrozi@yahoo.com

Abstrak
Dalam unsur bangsa terdapat perbedaan-perbedaan, tiap unsur bangsa mempunyai kelebihan dan kekurangan. Turunan yang lahir dari percampuran darah , menghasilkan unsur baru dalam tubuh bangsa, yang memiliki kelebihan-kelebihan dua unsur dan keaiban-keaiban dua darah.Demikianlah masa Abbasiyyah, berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan akal, yaitu kebudayaan Persia, Yunani, Hindi, dan Arab.

Poin poin kemunduran Abbasiyah setidaknya mempunyai kesamaan namun yang perlu dipahami bahwa kemunduran Islam dalam suatu dinasti lebih banyak didahului oleh faktor internal seperti yang pernah diperingatkan Nabi bahwa umat Islam tidak dapat dikalahkan oleh musuh kecuali kalua sesame mereka berselisih lalu mengundang musuh luar kedalam rumah tangga mereka untuk menghancurkan saudara seagamanya yang berlainan aliran.

Abstract
In the element of natiion there is a differences, every element of nation has aadvantages and disadvantages. Derivatives born from a mixing of blood, produce a new element of nation  which has advantages of two element and two shames of two blood. So, there is period of Abbasyiyah. Progress four element of culture which affect life of sense are culture of persia, yunani, hindi, and arab.
Points of decline of abbasyiyah at least has a similarity but we need understand that decline of islam in a dynasty more preceded by internal factors like has been warned of the prophet that islamic people can’t defeated by the enemy except their cheif dispute then they invite outside enemies into their household to destroy their religious brothers which a different flow.

Keyword : Transmisi, Pengetahuan, Kemunduran





A.    PENDAHULUAN
Setelah Dinasti Umayyah berserta segala kejayaannya hancur, dinasti Islam berikutnya yang berkuasa adalah Dinasti Abbasiyah.
            Dinasti Abbasiyah merupakan keturunan Abbas, yakni paman Nabi Muhammad saw., yang memerintah pada tahun 750-1258, dari Baghdad, tempat yang dipilih oleh kholifah Abbasiyah kedua pada tahun 762, dan dari samara pada abad ke-9
            Nama Abbasiyah diambilka dari nama salah seorang paman Nabi Muhammad saw., yakni Al-Abbas bin Abdul Muthallib bin Hasyim. Maka dari itu, Bani Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, karena mereka adalah cabang dari bani Hasyim yang secara nasab merupakan keturunan yang lebih dekat engan Nabi Muhammad saw. Adapun kholifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah ash-Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthallib.
            Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah, terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan, satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peran untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Nabi Muhammad saw., Abbas bin Abdul Muthallib. Dari nama al-Abbas inilah, nama itu disandarkan pada tiga tempat dipusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah, dan Khurasan.
            Secara resmi, Abdul Abbas ash-Shaffah mendirikan Dinasti Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M. kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung lama, yakni 5 abad, pada tahun 132-656 H (750-1258 M). berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dinyatakan oleh Bani Hasyim (Alawiyun), setelah meninggalkan Nabi Muhammad saw. Bagi mereka, yang berhak kuasa adalah keturunan Nabi Muhammad saw. dan anak-anak beliau.
            Proses beridirinya Dinasti Abbasiyah diawali dari tahap persiapan dan perencanaan yang dilakukan oleh Ali bin Abdullah bin Abbas, Zahid yang hidup pada masa Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). persiapan yang dilakukan oleh Ali adalah melakukan propaganda terhadap umat Islam (khususnya Bani Hasyim).
B.     TRANSMISI KEBUDAYAAN YUNANI KE DUNIA MUSLIM

Gerakan penerjemah

Meski kegiatan penerjemah sudah dimulai sejak masa Daulah Umayyah, upaya besar-besaran untuk menerjemahkan manuskrip-manuskrip berbahasa asing terutama berbahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Para ilmuan di utus ke daerah Byzantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai bidang ilmu terutama filsafat dan kedokteran. Sedangkan perbuatan manuskrip di daerah timur seperti Persia adalah terutama dalam bidang tata negara dan sastra. Para penerjemah tidak hanya dari kalangan Islam tetapi juga dari pemeluk Nasrani dari Syiria dan MAjusi dari Persia. Biasanya naskah berbahsa Yunani diterjemahkan kedalam bahasa Syiria kuno dulu sebelum ke bahasa Arab. Hal ini dikarenakan para penerjemah biasanya adalah para pendeta Kristen Syiria yang hanya memahami bahasa Yunani dan bahasa mereka sendiri yang berbeda dari bahasa Arab. Kemudian, para ilmuwan yang memahami Bahasa Syiria dan Arab menerjemahkan naskah tersebut ke dalam bahasa Arab.[1]

Peletak dasar gerakan penerjemah adalah Bani Umayyah. Namun, upaya menerjemahkan berbahasa asing,  terutama bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa pemerintahan Abbasiyah. Para ilmuan diutus kedaerah Byzantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai ilmu, khususnya Filsafat dan kedokteran[2]

Pada masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pragmatis, seperti kedokteran. Sebenarnya, naskah astronomi dan matematika juga di terjemahkan. Sedangkan karya-karya yang berupa puisi, drama, cerpen, dan sejarah jarang diterjemahkan Karena dianggap kurang bermanfaat. Sementara itu, dalam bidang berbahasa Arab, perkembangan ilmu di bidang-bidang tersebut sudah sangat maju.[3]

            Pelopor pergerakan penerjemah pada awal pemerintahan Daulah Abbasiyah adalah khalifah al-Mansur yang juga membangun ibu kota Baghdad. Dia memperkerjakan orang-orang Persia yang baru masuk Islam seperti Nawbaht, Ibrahim al-Fazari, dan Ali Ibn Isa  untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa Persia dalam bidang astrologi (ilmu perbintangan) yang sangat berguna bagi kafilah dagang baik melalui darat maupun laut. Buku tentang ketatanegaraan  dan politik serta moral seperti kalila wa dimma dan Shinbind dalam bahasa Persia diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Selain itu, manuskrip berbahasa Yunani seperti Logika karya aris toteles, Almagest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dari Gerasa, Geometri karya Euclid juga diterjemahkan. Manuskrip-manuskrip lain baik yang berbahasa Yunani klasik, Yunani Byzantium, Bahasa Pahlavi (Persia pertengahan), bahasa Neo-Persia dan Bahasa Syiria juga diterjemahkan.[4]

            Penerjemahan secara langsung dari bahasa Yunani kedalam bahasa Arab dipelopori oleh Hunayn Ibn Ishaq (w.873), seorang penganut Nasrani dari Syiria. Dia memperkenalkan metode penerjemah baru yaitu menterjemahkan kalimat, bukan menerjemahkan kata per kata. Metode ini lebih dapat memahami isi naskah Karena struktur kalimat dalam bahasa Yunani berbeda dengan struktur kalimat bahasa Arab. Selain itu, untuk memperoleh keakuratan dan keotentikan naskah, Hunayn juga menggunakan metode penerjemahan dengan memperbandingkan beberapa naskah untuk mendapat naskah yang paling otentik yang kini dikenal dengan metode filogi. Metode ini memerlukan beberapa naskah unutk diperbandingkan. Selain naskah berbahasa Yunani, naskah terjemahan dalam bahasa Syiria kuno juga dipakai sebagai bahan perbandingan dalam menerjemahkan naskah. Gerakan penerjemahan ini sangat didukung oleh Khalifah Al-Ma’mun yang membayar mahal hasl penerjemahan. Bahkan dia pernah membayar hasil penerjemahan secara bobot emas. Karena keinginannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai “super power” dunia ketika itu, al-Ma’mun membentuk tim penerjemah yang terdiri dari Hunayn Ibn Ishaq sendiri, dibantu oleh anaknya, Ishaq dan keponakannya, Hubaish, serta ilmuwan lain seperti Qusta Ibn Luqa, seorang yang beragama Kristen Jacobite, Abu Bisr Matta ibn Yunus, seorang Kristen Nestorian, Ibn “Adi, Yahya Ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan seperti kedokteran. Keberasilan penerjemahan juga didukung oleh fleksibilitas Bahasa Arab dalam menyerap bahasa asing dan kekayaan kosakata bahasa Arab.[5]

            Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian, naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang diterjemahkan kebanyakan tentang ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan. Namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerita pendek dan sejarah jarang diterjemahkan Karena bidang ini dianggap kurang bermanfaat dan dalam bahaa Arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju. Faham nasional Mu’tazilah menjadi tulang punggung penyerapan ilmu-ilmu “asing” agar kemajuan umat islam segera dapat dicapai. Gerakan penerjemahan mulai mundur setelah pemerintahan Abbasiyah dipengaruhi oleh ulama tradisional sejak zaman al-Mutawakkil, yang khawatir gerakan naskah dari bahasa asing ini akan membahayakan ajaran agama Islam. Kemurnian agama Islam dapat tercampur dengan faham Hellenistik dan Politeistik Yunani.[6]

            Pada masa ini, ada baitul hikmah, yaitu perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan pada masa Harun ar-Rasyid, diganti namanya menjadi khizanah al-hikmah (khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Sedangkan, pada masa Al-Makmun, khizanah al-Hikmah dikembangkan dan diubah namanya menjadi baitul hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju, yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang diperoleh dari Persia, Byzantium, bahkan Etiopian dan India.[7]

            Sementara itu, direktur perpustakannya adalah seorang nasionalis Persia, yakni Sahl bin Harun. Dibawah kekuasaan Al-Makmun, lembaga tersebut difungsikan sebagai perpustakaan sekaligus pusat kegiatan studi serta riset astronomi dan matematika.[8]

            Ilmu-ilmu umum masuk ke dalam Islam melalui terjemahan dari bahasa yunani dan persia ke dalam bahas Arab,di samapingbahasa India.Pada  masa pemerintahan Al-makmun,pengaruh yunani sangat kuat.Di anatara penerjemah yang masyhur adalah hunain bin ishaq,seorang kristen nesteoran yang banyak menerjemahkan buku-buku bahasa yunani ke bahasa arab.Ia menerjemahkan kitab republik dari plato,dan kitab katagori,metafisika,magna moralia dari aristotels.Al-Khawarizmi (w.850 M) menyusun ringkasan astronomi berdasarkan ilmu Yunani India.[9]
Terjadinya asimilasi bahasa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan,Pada pemerintahan bani Abbas,bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam.Asi,ilasi berlamngsung secara efektif dan bernilai guna.Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu  pengetahuan dalam islam.pengaruh Persia,sebagaimana sudah disebutkan sangat kuat di bidang pemerintaha.Di samping itu bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu,filsafat,dan sastra.Pengharuh india terluhat alam kedokteran,bidang matematika dan ekonomi .Sedangkan pengaruh yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan di berbagai biang ilmu,termasuk filsafat.[10]

C.     PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN DAN ILMU-ILMU RASIONAL

1.      Perkembangan Kebudayaan Bani Abbasiyah
   Dalam negara Islam dimasa Abbasiyyah, berkembang bermacam corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa, penyebabnya adalah :
1.      Warga negara terdiri dari berbagai unsur bangsa
2.      Pergaulan yang intim dan kawin campuran
3.      Berbagai bangsa memeluk Islam
4.      Meningkatnya kemajuan yang membutuhkan ilmu pengetahuan luas dalam segala bidang kehidupan.
Dalam unsur bangsa terdapat perbedaan-perbedaan, tiap unsur bangsa mempunyai kelebihan dan kekurangan. Turunan yang lahir dari percampuran darah , menghasilkan unsur baru dalam tubuh bangsa, yang memiliki kelebihan-kelebihan dua unsur dan keaiban-keaiban dua darah.[11] Demikianlah masa Abbasiyyah, berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan akal, yaitu kebudayaan Persia, Yunani, Hindi, dan Arab.
1.      Kebudayaan Persia
            Pesatnya perkembangan kebudayaan Persia karena dua faktor :
a.      Pembentukan Lembaga Wizarah
Yang menjadi wazir adalah orang-orang Persia. Kedudukan wazir sangat penting, karena mewakili khalifah dalam segala urusan negara.
b.      Pemindahan Ibukota Negara
            Pemindahan ibukota negara Damaskus ke Baghdad dihuni berbagai unsur bangsa. Adapun yang menyebabkan kebudayaan Persia menjadi salah satu unsur dari kebudayaan Islam, yaitu :
1.      Perbendaharaan kata
2.      Ilmu pengetahuan
3.      Para sarjana
4.      Jejak dalam kebudayaan Arab[12]

2.      Kebudayaaan Hindi
Sebagian India telah dapat dikuasai dalam tahun 91 H, dizaman Khalifah al-Walid, yaitu daerah Sind, berturut-turut dikuasainya Daibut, Nairangkut, Rawar dan Multan, yang dipimpin perwira muda berumur 20 tahun bernama Muhammad bin Kasim. Adanya peranan orang India dalam membentuk kebudayaan Islam ada dua segi, yaitu :
a.      Segi langsung              : yaitu kaum muslimin berhubungan langsung dengan orang-orang India, lewat perdangan dan penaklukan.
b.      Segi tak langsung        : penyaluran kebudayaan India ke dalam Kebudayaan Islam lewat kebudayaan Persia.[13]

3.      Kebudayaan Yunani
            Kemaharajaan Iskandar terdiri dari Yunani dan Makdoni di Eropa, Mesir, dan Lybia di Afrika, Syiria, Palestina, Irak, Persia, Tuerkistan, Afganistan, Bulukistan, dan sebagian India di Asia.
            Politik yang dijalankan Iskandar, yaitu mendekatkan negeri-negeri jajahan dengan negeri-negeri berbangsa Grik. Dia melakukan asmilasi unsur Grik dengan unsur Asia dan Afrika dalam pembinaan tamadun kemaharajaannya. Dia menganjurkan turunan Yunani mempergauli rakyat tanah jajahan, para pujangga dan sarjana disuruh memperkembangkan ilmu dan kebudayaan mereka. Itulah yang menyebabkan menjajarnya peradaban Yunani.[14] Sebelum dan sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa kota yang menjadi pusat kehidupan kebudayaan Yunani, yaitu :
a.      Jundaisabur     : terletak di Khuzistan, dibangun oleh Sabur I, yang dijadikan tempat pembuangan para Romawi.
b.      Harran             : kota yang dibangun di Utara Irak, yang menjadi pusat pertemuan segala macam kebudayaan.
c.      Iskandariyah    : ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani.[15]

4.      Kebudayaan Arab
            Masuknya kebudayaan Arab ke dalam kebudayaan Islam, terbagi dengan dua jalan utama, yaitu :
a.      Jalan Agama : islam mengharuskan mempelajari Qur’an, hadis, fiqh, yang semuanya dalam bahasa Arab.
b.      Jalan Bahasa : Jazirah Arabia adalah sumbernya bahasa Arab, bahasa terkaya diantara rumpun bahasa-bahasa Samy, dan tempat lahirnya Islam.
Empat kebudayaan diatas merupakan sungai-sungai kecil yang mengalir dari lembah-lembah daerah pegunungan, melalui dataran luas  menuju samudra raya, yaitu samudera kebudayaan Islam yang tiada bertepi.[16]
Kebangkitan ilmiah di zaman tersebut terbagi didalam tiga lapangan :
1.      Kegiatan menyusun buku-buku ilmiah
2.      Mengatur ilmu-ilmu islam
3.      Terjemahan dari bahasa asing[17]

a)      Kegiatan menyusun buku-buku ilmiah
Kegiatan menulis buku-buku berjalan menurut tiga tingkat yang masing-masing mempunyai keistimewaan sendiri.
            Tingkat pertama yang merupakan tingkat paling mudah dan rendah, ialah mencacat ide atau percakapan atau sebagainya disuatu halaman kertas yang berasingan atau dua rangkap, asli dan salimannya.
Tingkat kedua yaitu peringkat pertengahan merupakan pembukaan ide-ide yang serupa atau hadis-hadis rasul dalam satu buku. Ditingkat inilah hukum-hukum fiqih dihimpunkan dalam satu buku, ataupun sekumpulan hadis-hadis atau cerita-cerita sejarah, dan begitulah seterusnya.
Tingkat ketiga yaitu yang paling tinggi, ialah tingkat penyusunannya yang merupakan lebih halus dari pada kerja pembukuan, Karena ditingkat ini segala yang sudah dicatat diatur dan disusun dalam bagian-bagian dan bab-bab tertentu serta berbeda satu sama lain.[18]
b)     Penyusunan ilmu-ilmu Islam
Ilmu-ilmu Islam ialah ilmu-ilmu yang muncul ditengah-tengah suasana hidup  keIslaman berkaitan dengan agama dan bahasa Al-Qur’an. Sebagian dari penyusun menamakan ilmu Naqli (ilmu Salinan), Karena setiap penyelidik dilapangan ini bertugas menyalin dan meriwayatkan apa yang telah disalin itu. Ahli tafsir dan ahli hadis meriwayatkan apa yang diterimanya dari satu golongan yang menerimanya pula dari satu golongan lain, dan seterusnya sehingga sampai pada sumbernya yang pertama, yaitu Rasulullah SAW. Seorang ahli bahasa betugas manyalin bahasa dari orang-orang Arab asli tau dari siapa yang mendengarnya secara langsung, melalui perantaraan dari orang-orang Arab asli itu.[19]
c)      Terjemahan dari Bahasa Asing
Di antara penerjemah-penerjemah lainnya yang terkenal ialah seorang ahli kedokteran beragama Masehi yang bekerja dengan pemerintahan Abbasiyah bernama Jurjis Bakhtisyu’ (771 M). khalifah al-Mansur telah mengundangnya dari Jundisabur untuk menjadi dokter pribadinya. Yahya adalah seorang dokter yang Bergama Kristen dan murid dari Bakhtisyu’. Adalah diketahui bahwa Yahya telah menerjemahkan untuk Kholifah Harun ar-Rasyid sejumlah manuskrip kedokteran tulis tangan. Akademi tersebut telah meneruskan kegiantannya di bidang terjemahan sampai berakhirnya zaman pemerintahan Abbasiyah yang pertama.[20]


2.      Perkembangan Ilmu pada masa Abbasiyah
Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islamiyah dimana Dunia Islam, mulai dan Corvode di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami pembangunan disegala bidang terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dunia Islam pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya, makmur. Sebaliknya dunia barat masih dalam keadaan gelap, bodoh, dan primitif. Dunia Islam sudah sibuk mengadakan penyelidikan di laboratorium dan observatorium. Dunia barat masih asik dengan jampi-jampi dan dewa-dewa. Hal ini disebabkan agama yang dibawa Nabi Muhammad telah menimbulkan dorongan untuk kebudayaan islam. Dorongan itu mula-mula menggerakkan terciptanya ilmu-ilmu pengetahuan dalam lapangan agama (ilmu naqli), bermunculah ilmu-ilmu  agama dalam berbagai bidang. Kemudian, ketika ummat Islam keluar dari Jazirah Arab mereka menemukan perbendaharaan Yunani. Dorongan dari agama ditambah  pengaruh dari pembendaharaan Yunani menimbulkan dorongan untuk munculnya berbagai ilmu pengetahuan dibidang akal (ilmu aqli).[21]

a.      Perkembangan Ilmu Aqli
Ilmu aqli adalah ilmu yang didasarkan kepada pemikiran (rasio). Ilmu yang tergolong ilmu ini kebanyakan dikenal ummat Islam berasal dari tejemahan asing; dari Yunani, Persia, atau India. Memang dalam Al-Qur’an ada dasar-dasar ilmu ini tetapi ummat Islam mengenal ilmu ini setelah mempelajari dari luar. Yang termasuk ilmu ini antara lain kedokteran, kimia, filsafat, fisika, tata negara, musik, astronomi, dan ilmu hitung. Ummat islam mengenal ilmu ini ketika keluar dari Jazirah Arab. Mereka mendapatkan ilmu itu dengan cara mendatangi kota-kota pusat pengembangannya. Buku-bukunya, dan sarjana-sarjananya. Ketika ummat Islam menguasainya, tetap memelihara dan memanfaatkan, terutama pada masa daulah Abbasiyah. Kholifah-kholifahnya pecinta ilmu. Mereka mengadakan asimilasi ilmu-ilmu itu dengan agama Islam. Uasaha yang pertama adalah mengadakan penerjemahan secara benar-benaran. Sangat menarik untuk dikaji bahwa dalam menerjemahkan itu para penerjemahkan itu para penerjemah memasukkah buah pikirannya sehingga tak dapat dipisahkan dengan jelas. Ilmu yang pertama kali menari ummat Islam dan kholifahnya adalah ilmu kedokteran.[22]

1.      Abad Penerjemahan (750-900 M)
Usaha penerjemah dari bahasa Yunani ke bahasa Arab sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Umawiyah, tetapi usaha besar-besaran dimulai sejak al-Mansur dari Abbasiyah. Pusat penting tempat terjemahan adalah Yunde Sahpur. Meskipun Baghdad menjadi kota besar dan menjadi ibu kota daula Abbasiyah, namun Yunde Sahpur tetap sebagai kota ilmu pengetahuan pertama dalam Islam.
            Pada zaman Al-Ma’mun kemauan usaha penerjemahan mencapai puncaknya dengan didirikannya “Sekolah Tinggi terjemah” di Baghdad, dilengkapi dengan lembaga ilmu yang disebut Bait al-hikmah, suatu lembaga yang dilengkapi dengan observatorium, perpustakaan, dan badan penerjemahan. Disinilah orang dapat mengenal Hunain bin Ishaq (809-877 M) , penerjemhan buku kedokteran Yunani, termasuk buku ilmu kedokteran yang sekarang  terdapat diberbagai toko buku dengan nama “Materia Medika”. Hunain juga menerjemahkan buku Galen dalam lapangan ilmu pegobatan dan filsafat sebanyak 100 buah ke dalam bahsa Arab. Selain menerjemah ia juga mengarang sendiri. Buku karangannya dalam bahasa Arab dan Persia, banyak dijumpai, misalnya “Soal Pengobatan” disusun secara soal jawab. Bukunya yang ternama adalah “Sepuluh Soal Tentang Mata”  buku ini disusun secara sistematika untuk para pelarar ilmu mata (ophthalmology).[23]

2.      Abad Pembentukan Ilmu Aqli
Dengan kegiatan penerjemahan sebagian besar karangan Aristoteles bagian tertentu dari karangan Plato, karangan mengenai Neo Platonisme, sebagian besar karangan Galen, serta karangan dalam ilmu kedokteran lainnya dan juga karangan dari ilmu pengetahuan Yunani lainnya dapat dibaca pleh alim ulama Islam.
Bertolak dari buku yangditerjemahkan itu para ahli dikalangan kaum muslimin mengembangkan penelitian dan pemikiran mereka, menguasai semua ilmu dan pemikiran filsafat yang pernah berkembang masa itu serta melakukan penelitian secara empiris dengan mengadakan eksperimen dan pengamatan serta mengembangkan pemikiran spekulatif dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan kebenaran wahyu. Semenjak itu mulailah masa pembentukan ilmu-ilmu aqli, yang sering dinamakan abad keemasan yang berlangsung antara 900-1100 Masehi.
Dinamakan zaman keemasan, oleh karena masa itu adalah masa begitu memuncaknya kebudayaan Islam disegala bidang ilmu aqli. Memuncaknya kebudayaan ilmu Islam terlihat pada lahirnya ilmuwan yang mampu menciptakan ilmu dengan kemampuan diri-sendiri, bahkan sering membantah dan membatalkan teori ilmu Yunani. Sebelumnya hal ini tidak pernah terjadi masa ummatIslma menerjemahkan, mempelajari dan meneliti secarateliti kemuadian berusaha untuk mempraktikannya.
Suatu keanehan, masa keemasan bidang ilmu ini terjadi justru tatkala politik Abbasiyah mulai merosot. Merosotnya kekuasaan Abbasiyah menyebabkan politik tidak menentu karena kekuasaan telah terbagi-bagi oleh timbulnya daulah kecil di pinggiran. Ditambah lagi timbulnya pertentangan ideologi antara paham sunnah dan paham Syi’ah, seperti daula Gaznawiyah di Afghanistan dan bani Saljuk mempergunakan paham sunnah, sedangkan daulah Fathimiyah di Mesir pendiri kota Kairo dan Universitas Al-Azhar menganut faham Syiah. Namun dunia Islam dalam keporak porandaannya itu justru kegiatan intelektual dan ilmiah makin berkembang. Adapun sebabnya adalah kehidupan politik sangat tergantung kepada terlaksananya keadilan dan terjamin keamanan. Sedangkan kezaliman sering menyebabkan para sarjana dan ahli ilmu pengetahuan meninggalkan praktik polotik dan lari ke lapangan teoru dan ilmu pengetahuan.
Praktik politik menyeret mereka ke lembah kesukaran sedang ilmu hanya dapat dikembangkan dalam suasana tenang. Lagi pula jiwa para kholifah dan pembesar lainnya tetap menghormati ilmu asal tidak mencampuri soal politik praktis. Hal ini membuka kemungkinan bagi mereka untuk melakukan penyelidikan ilmiah dengan aman dan tentram.

Ø  Ilmu yang termasuk ke dalam ilmu aqli adalah:
1)      Ilmu kedokteran
Ilmu ini mulai mendapat perhatian ketika kholifah Al-Mansur dari bani
Abbas menderita sakit pada tahun 765 M. Atas nasehat menterinya, Kholid bin Barmak (seorang Persi), Kepala Rumah Sakit Yunde Sahpur yang bernama Girgis bin Buchtyishu dipanggil ke istana untuk mengobati. Semenjak itu, keturunan Girgis tetap menjadi dokter istana dan pemerintah, dan ilmu kedokteran mendapat perhatian. Kholifah ini memerintahakn untuk menerjemahkan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Ilmu kedokteran masa ini masih merupakan bagian dari ilmu filsafat dan berkembang bersama-sama ilmu filsafat. Oramg yang kemudian terkenal sebagai dokter Islam antara lain, Ar-Razi dan Bin Sina.
2)      Ilmu Filsafat
1.      Al Kindi
Abu Yusuf bin Ishaq dan terkenal dengan sebutan “Filosuf Arab” keturunan arab asli.[24] Berasal dari Kindah di Yaman, lahir di Kufah (Irak) tahun 796 M, ia menganut aliran Mu’tazilah.
Dalam risalahnya yang ditunjukkan kepada al-Mu’tashim, ia menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang terkemuka serta terbaik. Yang terbagi tiga bagian yaitu ilmu fisika (ilmu thibbiyat), ilmu matematika (ilmu riyadhi) dan ilmu ketuhanan (ilmu rububiyah. Pembagian ketiga ilmu tersebut, karena ilmu adakalanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat di indera, yaitu benda atau fisika adakalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud sendiri yaitu ilmu matematika yang terdiri dari ilmu hitung, teknik, astronomi, dan musik; atau berhubungan dengan benda sama sekali yaitu ilmu ketuhanan.[25]
2.      Al Farabi
Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Thankhan. Sebutan al Farabi diambil nama kota Farab tempat lahirnya tahun 257 H/870 M. Ayahnya seorang Iran, ibunya wanita Turkistan, yang pernah menjadi perwira tentara Turkistan. Farabi menguasai beberapa bahasa yaitu, Iran, Turkistan, dan Kurdistan, akan tetapi dia tidak mengenal bahasa Yunani dan Syiria, dimana kedua bahasa tersebut adalah bahasa ilmu pengetahuan dan filsafat.[26]
Di abad pertengahan al Farabi menjadi terkenal sehingga orang yahudi banyak yang mempelajari karangannya dan kemudian disalin ke bahasa Ibrani. Sebagian besar karangan al Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato, dan Galinus dalam bidang logika, fisika, etika dan matematika. Diantara karangannya adalah :
·         Aghradh ma ba’da al-Thabi’ah
·         Al-Jam’u baina Ra’yi al-Hakimain
·         Tahsil Al-Sa’adah
·         Uyun al-Masail
·         Ara’u ahli al-Madaniyah al-Fadhilah
·         Ihsha’u al-alum
Dalam buku terakhir al Farabi membicarakan macam-macam ilmu dan bagiannya, yaitu ilmu bahasa, ilmu mantik, ilmu kedokteran, ilmu fiqh, dan ilmu kalam.[27]


3.      Ibnu Sina
Mendapat panggilan “Bapak Dokter” oleh penulis barat karena pengaruhnya terhadap ilmu kedokteran dibarat berkat bukunya Al-Qanun fi al-Thib yang sampai penghujung 1500 masih tetap menjadi buku standar untuk universitas-universitas Eropa, dan juga dibidang filsafat dengan julukan al-Syaikh al-Rais.[28] Ia berhasil meninggalkan berpuluh-puluh karangannya. Kesuksesan hasil karangannya disebabkan :
a)      Ia pandai mengatur waktu , dimana siang disediakan untuk pekerjaan pemerintah dan malamnya untuk mengajar dan mengarang.
b)      Kecerdasan dan hafalan yang kuat.
Dan karangan Ibnu Sina yang terkenal adalah :
a)      Asy-Syifa, buku filsafat yang terdiri dari empat bagian yaitu logika, fisika, matematika, dan metafisika (ketuhanan). Bagian ketuhanan dan fisika dicetak dengan cetakan batu di Teheran. Tahun 1956 bagian fisika yang khusus mengenai ilmu jiwa dan terjemahannya ke dalam bahasa Prancis. Bagian logika diterbitkan di Kairo tahun 1954 dengan nama al-Burhan.[29]
b)      An-Najat, merupakan ringkasan buku Asy-Syifa tahun 1593 M di Roma dan tahun 1331 di Mesir.[30]
c)      Al-Isyarat wa Tanhibat, buku terakhir dan yang paling baik. Diterbitkan di Leiden tahun 1892, sebagian diterjemahkan ke bahasa Prancis yang kemudian diterbitkan di Kairo tahun 1947.[31]
d)     Al-Hikmat al-Masyriqiyyah, buku ini banyak dibicarakan orang karena ketidakjelasan maksud judul buku dan naskah.[32]
e)      Al-Qanun, buku yang pernah diterjemahkan ke dalam bahsa Latin dan pernah menjadi buku standar untuk universitas-universitas Eropa sapai akhir abad XVII M. Diterbitkan di Roma tahun 1593 M dan di India tahun 1323 H.[33]
4.      Al-Ghazali
Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali,w. 505 H/1111 M. Seorang guru besar Madrasah Nizhamiyah Baghdad pada masa khalifah al-Qaim dari Abbasiyyah dan Sultan Alp Arselan dari Bani Saljuk. Dalam sejarah filsafat Islam ia dikenal sebagai orang yang pada mulanya syak terhadap segala-galanya. Ia syak terhadap ilmu Kalam karena terdapat beberapa aliran yang saling bertentangan. Sesudah itu ia mempelajari filsafat, ternyata Al-Ghazali juga menemukan argumen-argumen yang bertentangan dengan ajaran Islam. Maka, ia mengarang buku Maqasid al-Falasifah yang menjelaskan pemikiran-pemikiran filsafat, terutama menurut Ibnu Sina, kemudian ia mengkritik dan menghancurkannya dengan buku Tahaf’ut Al-Falasifah.[34] Tidak merasa puas dengan ilmu kalam dan filsafat, ia meninggalkan kedudukannya yang tinggi di Madrasah Nizhamiyah Baghdad tahun 1905. Tujuan Al-Ghazali adalah ingin menggiatkan kembali kajian keagamaan sehingga karya utamanya yang berjudul Ihya Ulumuddin dan Tahafut al-Falasifah, dibuat karena berkecamuknya pemikiran bebas waktu itu yang membuat banyak orang-orang yang meninggalkan ibadah.[35]
5.      Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd dikatakan orang Besar Ilmu Filsafat. Yang telah membangun Eropa dengan pikiran-pikiran Islam dan mengantarkan dunia barat ke pintu gerbang renaisance. Di bidang kedokteran terdapat 16 jilid karangan, buku itu bernama “Kulliyat fi al-Thib”.
Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Abu al-Walid Muhammad bin Muhammad bin Rusyd, lahir di Cordova tahun 1126 M, dan berasal dari hakim-hakim Andalusia. Ia mempunyai pengaruh besar dikalangan istana, terutama di zaman Sultan Abu Yusuf Ya’kub al-Mansur. Sebagai filosof ia tidak disenangi oleh kaum ulama dan kaum fuqaha. Ia dituduh membawa filsafat yang menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam. Buku-bukunya dibakar kecuali yang murni bersifat ilmu pengetahuan seperti kedokteran, matematika, dunia astronomi. Ia dipindahkan ke Maroko dan meninggal disana usia 72 tahun pada 1198 M.[36] Ibnu Rusyd juga meninggalkan karangan dalam ilmu hukum misalnya Bidayat al-Mujtahid. Kalau bin Rusyd di Eropa dikenal sebagai komentator dari Aristoteles, ditimur atau dunia Islam ia dikenal sebagai orang yang membela kaum filosof dari serangan Al-Ghazali dengan buku karangannya yang berjudul Tahafut al-Tahafut. Sesungguhnya bin Rusyd juga membela pandangan bahwa kebenaran tertinggi selalu bersifat filosifis dan bagi yang mampu, agama haruslah diinterpretasikan secara demikian.[37]

3)      Ilmu Optik
Dalam ilmu ini yang terkenal namanya adalah Abu Ali al-Hasan bin al-Haytam (965 M). Orang Eropa menyebutnya Alhazen. Ia ilmuan basrah yang pindah ke Kairo menjadi pegawai pemerintahan kholifah al-Hakim daribani Fathimiyah. Ia ahli dalam ilmu mata (optik), cahaya, dan warna. Bukunya “Kitab al-Manazhir” mengenail ilmu cahaya diterjemahkan ke bahasa Latin di masa Gerard of Cremona dan disiarkan pada tahun 1572.
Nama Alhazen terkenal dalam bidang ilmu pengetahuan  sebab ia telah mewariskan ilmu pengetahuan penting yang tidsk dapat dilupakan orang, dimana orang Eropa menamakan teori Alhazen dengan  “Alhazen Problem”, diantaranya ialah “sebuah cekung bulat atausebuah cembung bundar dan sebuah kaca berbentuk silinder atau sebuah cermin tirus dapat dipergunakan untuk mencari dimana letak suatu benda. Dari kacaitu dapat diperoleh pengembalian pada cahaya pada mata yang tertentu letaknya”. Dengan usahanya itu ia dapat menambahkan ilmu khusu dalam lapangan ilmu mata, ilmu yang di Eropa dikenal dengansebutan Optics.
Memulai percobaan Alhazen kemudian menemukan lensa pembesar. Penemuannya itu timbul dari teori tentang cahaya dan sinar yang meninggalakan mata ketika memandang sesuatu, tetapi sosok benda itu sendir yang masuk ke dalam mata kemudian berganti dengan kebeningan. Alhazen juga menemukan kaca teleskop dan kaca mikroskop. Ia juga mengadakan percobaan tentang daya cahaya, tentang fokus (titik api).
            Menurut Nicholson dalam bukunya Literatul History of the Arabs, bahwa setelah lumpuhnya kebudayaan Yunani di daerah-daerah tersebut akibat pertentangan mazhab agama dan agama Kristen, maka sarjana-sarjana mereka lari ke Persia dan mendapat kedudukan terhormat di Istana Kisra Anusyarwan (531-578 M), dan Aliran filsafat Neo Plato yang mereka bawa diterima baik Kisra.[38]
1.      Falsafah

a.      Abu Ishak al-Kindy, yaitu Abu Ya’kub bin Ishak al-Kindy, yang terkenal dengan nama Failusuf Arab. Telah mengarang sebanyak 231 kitab tentang ilmu mantik, falsafah, handasah, hisab, musik, nujum, dan lainnya.
b.      Abu Nasr Faraby, yaitu Abu Nasr Muhammad bin Muhammad Tharkhan al-Faraby, failasuf keamanan setelah Kindy, ia memiliki karangan sebanyak 12 karangan.
c.      Ibnu Sina, yaitu ar-Rais Abu Ali Husain bin Abdullah, yang lebih terkenal dengan nama Ibnu Sina, ia menghidupkan jejak falsafah Aristoteles dan Plato.
d.     Ibnu Bajah, Abu Bakar Muhammad bin Yahya, karangannya bernilai tentang falsafah.
e.      Ibnu Thufail, yaitu Abu Bakar bin Abdul Malik Thufail, karangannya tentang falsafah dua karangan.
f.       Ibnu Rusyd, yaitu Abu Walid Muhammad bin Muhammad bin Rusydi, lahir tahun 520 di Kordoba. Beberapa karangannya yaitu tentang falsafah, thib, mantik, dan fiqh.
g.      Al-Abhary, yaitu Atsiruddin Mufadhdhal bin Umar al-Abhary, karangannya tentang filsafat, thib, dan mantik.[39]

2.      Ikhwanus Shafa
                  Di masa Abbasiyyah, lahirlah satu organisasi rahasia yang bernama Ikhwanus Safa, organisasi yang tersusun dari berbagai lapisan masyarakat. Bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama falsafah, juga dicampuri urusan politik. Organisasi ini telah meninggalkan satu pustaka yang berharga, yaitu Rasail Ikhwanis Safa, yang oleh dunia pengetahuan disebut sebagai ensiklopedia yang bernilai tinggi. Pengarangnya adalah para filosof dari organisasi Ikhwanus Safa sendiri, Rasail Ikhwanis Safa ini adalah kumpulan falsafah Islam, yang meliputi tjuan tentang, dasar-dasar maujudat, asal-usul kainat, susunan alam, rahasia alam, bumi, langit, ilmu bintang, ilmu hayat, ilmu jiwa, ilmu pasti, musik, mantik, akhlak, dan yang lainnya.[40]
Adapun ulama,filosof sekaligus pemuka mereka adalah :
a.       Abu Suleiman Muhammad bin Ma’syar al Basty
b.      Abu Hasan Ali bin Harun az-Zanjy
c.       Abu Ahmad al-Mihrajany
d.      Al-Aufy
e.       Zaid bin Rifa’ah.

3.      At-Thib
                  Dimasa Abbasiyah keseluruhannya, thib Islam telah mencapai puncak tertinggi dan telah melahirkan banyak dokter ternama. Diantaranya adalah :
a.       Ibnu Masiwaihi, yaitu Abu Zakaria Yuhana bin Masihawi
b.      Ibnu Sahal, yaitu Sabur bin Sahal
c.       Abu Bakar ar-Razy, yaitu Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razy
d.      Ali bin Abbas
e.       Ibnu Sina[41]

4.      Farmasi dan Kimia
                  Para ahli dalam bidang ini adalah :
a.       Ibnu Baithar, 3 buah karangan yang sangat penting yaitu al-Mughi, Jaami’ Mufradatul Adawiyah wal Aghziyah.
b.      Rasyiduddin, yaitu Rasyiduddin bin Shuwary, pengarang kitab al-Adwiyatul Mufradah
c.       Jubair bin Haiyah

5.      Ilmu Falak dan Nujum
                  Para sarjan bidang ilmu ini adalah :
a.       Abu Ma’syar al-Falaky, yaitu ja’far bin Umar al-Falaky, diantara karangannya adalah, Istanbul Ulum, Haiatul Falak.
b.      Jabir Bantany, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Jabir al-Bantany al-Hiranya ash-Shaby yang telah menetapkan letak bintang.
c.       Abu Hasan, yaitu Abu Hasan Ali bin Abi Abdillah harun Bin Ali.
d.      Raihan Bairuny, yaitu Muhammad bin Ahmad al-Bairuny, diantar karangannya adalah al-Atsarul Baqiyah ‘anil Qurunil Khaliyah, Tharikul Hind, At Tafhim Li Awwali Shana’atit Tanjim, al-Qanunul Mas’udi, Risalah fi Ustharlab, dan Istikhrajul Autad.[42]
5.      Ilmu Riyadhiyat
                  Yaitu ilmu pasti, dalam mengembangkan dan melanjutkan ilmu-ilmu ini, orang Islam berjasa besar. Karena orang Islam yang menyempurnakan ilmu hisab India, dan mereka juga yang menyusun dasar-dasar aljabar, dan imu handasah mereka tingkatkan.
                  Diantara sarjana yang terkenal diantaranya :
a.       Tsabit bin Qurrah al-Hirany, kitab karangannya yaitu, Hisabul Ahillah, Kitab Istakhrajil Masailil Handasiyah, Kitabul A’dad, Kitabu Syaklil Qitha’.
b.      Abdul Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin Abbas, lahir di Naisabur tahun 328 H. Kitab karangannya diantaranya, Ma Yahtaju Ilaihil ‘Ummal wal Kuttab min Shana’atil Hisab.
c.       Sinan Ali Muhammad bin Hasam bin Haitsam.
d.      Abu Ali Muhammad bin Hasan bin Haitsam.[43]

6.      Ilmu Tarikh
                  Kitab-kitabadab, tafsir, dan hadis yang dikarang merupakan sumber sejarah. Pengumpulan hadis dan qur’an serta penafsirannya, menghayati penyusunan sejarah nabi dan para sahabat.
                  Dimasa Abbasiyah I,disusun buku-buku sejarah di segala bidang, meliputi manusia, peristiwa, perkembangan ilmu dan kehidupan akal, suku dan golongan, sesuai dengan tamaddun tinggi yang telah dicapai kaum Muslimin. Pengarang sejarah yang terbesar di zaman Abbasiyyah yaitu :
a.       Abu Ismail al-Adzy, yaitu syekh Abu Ismail Muhammad bin Abdullah al-Adzy al-Basary, pengarang kitab Futuhusy Syam.
b.      Al-Waqidy, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Waqid, karangannya diantaranya : Kitab al-Maghazy, Futuhusy Syam, Fath Afrika, Fathul Ajam, Fath Misr wal Iskandariyah, Tafsir al-Qur’an.
c.       Ibnu Sa’ad, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Sa’ad bin Mani’uzzuhry, kitabnya yang terkenal yaitu Ath-Thabaqatul Kubra.
d.      Hisam al-Kalby, yaitu Abu Munzir Hisyam bin Muhammad bin Saib bin Basyar al-Kalby, diantara karangannya, Nasab Fuhul Khalil, Kitabul Ashnam.[44]

7.      Ilmu Jughrafia
                  Di zaman daulah Abbasiyyah, daerah perdagangan menjadi luas, hubungan kota Baghdad sebagai ibu kota negara dengan kota-kota lain, baik hubungan darat maupun laut.
Sarjana dan pengarang ilmu jughrafi, diantaranya :
a.       Ibnu Khardazabah, yaitu Abu Qasim Ubaidillah bin Ahmad bin Khardazabah, kitabnya yang terkenal yaitu Kitabul Masaalik wal Mamalik.
b.      Ibnu Haik, yaitu Abu Muhammad Hasan bin Ahmad bin Ya’kub bin Yusuf bin Daud al-Hamdany, karangannya diantaranya : Kitabu Shifati Jaziratil Arab, Kitabul Iklil.
c.       Ibnu Fadlan, nama lengkapnya Ahmad bin Fadhlan, karangannya yaitu, Rihlah Ibnu Fadhlan.
d.      Abu Ubaid al-Bakry, yaitu Abu Abdullah bin Abdul Aziz al-Bakry. Diantara karangannya : al-Mu’jam, al-Masalik wal Mamalik.[45]

8.      Al Mausu’at
                  Pada masa akhir masa Abbasiyyah, disusun kitab yang bernama al Mausu’at, yang didalamnya terkandung bermacam-macam ilmu, sejarah, riwayat hidup. Adapun pengarangnya diantaranya :
a.       Abu Haiyan at-Tauhidy, kitabnya : al-Muqasabat
b.      Abu Faraj al-Juzy, yaitu Abu Faraj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad al-Bakry, ia memiliki 25 karangan.
c.       Fakhrudin ar Razy, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Husin.[46]

D.    SEBAB-SEBAB KEMUNDURAN BANI ABBAS

Ø  Faktor-faktor Penyebab Kemunduran
a)      Faktor Intern
1)      Kemewahan hidup di kalangan penguasa
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyahpada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok ingin lebih mewah daripada pendahulunya, kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional asal Turki untuk mengambil ahli kendali pemerintahan.[47]

2)      Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
Perebutan kekuasaan dimulai sejak masa Al-Ma’mun dengan Al-Amin. Ditambah dengan masuknya unsur Turki dan Parsi. Setelah Al-Mutawakkil wafat, pergantian kholifah terjadi secara tidak wajar. Dari kedua belas kholifah pada periode kedua Dinasti Abbasiyah, hanya empat orang kholifah yang wafat dengan wajar. Selebihnya, para kholifah itu wafat karena dibunuh atau diracun dan diturunkan secara paksa.[48]

3)      Konflik keagamaan
Sejak terjadinya konflik antara Muawiyah dan Kholifah Ali yang berakhir dengan berakhirnya lahirnya tiga kelompok umat: pengikut Muawiyah, Syi’ah dan Khowarij, ketiga kelompok ini senantiasa berebut pengaruh. Yang senantiasa berpengaruh pada masa kekholifahan Abbasiyah adalah kelompok Sunni dan kelompok Syi’ah. Walaupun pada masa-masa tertentu antara kelompok Sunni dan kelompok Syi’ah saling mendukung, misalnya pada masa pemerintahan buwaihi, atara kedua kelompok tak pernah ada satu kesepakatan.[49]

Adapun Faktor internal yang bisa jadi penyebab kemunduran Abbasiyah sebagai pusat pemerinthan menurut Akbar S. Ahmed dalam buku citra muslim adalah sebagai berikut :
1.      Roda pemerintahan dijalankan dengan sistem keluarga.
2.      Tidak menerapkan Syari’ah, dalam artian mereka tidak lagi mengindahkan syari’at tentang kehidupan berfoya-foya dan lainnya.
3.      Adanya sistem komunikasi yang buruk sehingga tidak mampu mencakup wilayah yang luas.
4.      Adsministrasi keuangan yang kacau balau dikarenakan amanat baitul mal disepelekan.[50]

Sedangkan faktor internal kelemahan atau kemunduran umat islam menurut Ahmad Syalabi dalam bukunya masyarakat  Islam adalah sebagai berikut:
1.      Faktor politis sebagai akibat dari banyaknya aliran dalam Islam seperti Bani Hasyim dan lainnya. Dengan kata lain semangat ashabiyah muncul kembali.
2.      Faktor agama baik berkaitan dengan posisi agama dan negara atau adanya pertentangan akal dan wahyu yang itu semua terkejawantahkan dengan munculnya aliran keagamaan.[51]

b)     Faktor Ekstern
1)       Banyaknya pemberontakan
Banyaknya daerah yang tidak dikuasai oleh kholifah, akibat kebijakan yang lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam. Secara real, daerah-daerah itu berada di bawah  kekuasaan gubernur-gubernur yang bersangkutan. Akibatnya provinsi-provinsi tersebut melepaskan diri dari genggaman penguasa Bani Abbas. Adapun cara provinsi-provinsi tersebut melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad adalah: pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah Umayah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Kedua, seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh kholifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, kemudian melepaskan diri, seperti daulat Aglabiyah di Tunisia dan Thahiriyahdi Kurasan.[52]

2)      Dominasi Bangsa Turki
Sejak abad kesembilan, kekuasaan militer Abbasiyah mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang professional dibidang kemiliteran, khususnya tentara Turki, kemudian mengangkatnya menjadi panglima-panglima. Pengangkatan anggota militer inilah, dalam perkembangan selanjutnya, yang mengancam kekuasaan kholifah. Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Walaupun kholifah dipegang oleh Bani Abbas, di tangan mereka, kholifah bagaikan boneka yang tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan, merekalah yang memilih dan menjatuhkan kholifah yang sesuai dengan politik mereka.[53]
            Kholifah Dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada masa kekuasaan Bangsa Turki I, mulai kholifah ke-10, kholifah al-Mutawakkil (tahun 232 H.) hingga Kholifah ke-22, Kholifah Al-Mustaqfi Billah  (Abdullah Suni-Qasim tahun 334 H). Pada masa kekuasaan bangsa  Turki II (Bani Saljuk), mulai dari kholifah ke-27, kholifah muqtadie bin Muhammad (tahun 467 H.) hingga kholifah ke-37, kholifah Musta’shim bin Mustanshir (tahun 656 H.).[54]

3)      Dominasi Bangsa Persia
Masa kekuasaan Bangsa Parsi (Banu Buyah) berjalan lebih dari 150 tahun. Pada masa ini, kekuasaan pusat di Baghdad dilucuti dan di berbagai daerah muncul negara-negara baru yang berkuasa dan membuat kemajuan dan perkembangan baru.
Pada awal pemerintahanBani Abbasiyah, keturunan Parsi bekerja sama dalam mengelola pemerintahan dan Dinasti Abbasiyah mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam berbagai bidang. Pada periode kedua, saat khilafah Bani Abbasiyyah sedang mengadakan pergantian kholifah, yaitu dari kholifah Muttaqi (kholifah ke-22) kepada kholifah Muthie’ (kholifah ke-23) tahun 334 H. Banu Buyah (Parsi) berhasil merebut kekuasaan.
Pada mulanya mereka berkhidmat kepada pembesar-pembesar dari para kholifah, sehingga banyak dari mereka yang menjadi panglima tentara, diantaranya jadi panglima besar. Setelah mereka memiliki kedudukan yang kuat, para Khalifah Abbasiyah berada di bawah telunjuk mereka dan seluruh pemerintahan berada di tangan mereka. Khalifah Abbasiyah hanya tinggal nama saja, hanya disebut dalam doa-doa di atas mimbar, bertanda tangan di dalam peraturan dan pengumuman resmi dan nama mereka ditulis atas mata uang, dinar, dan dirham.[55]

Adapun faktor eksternal kemunduran Abbasiyah setidaknya di sebabkan oleh 2 serangan dari luar yaitu perang salib dan serbuan tantara mongol. Kemunduran Abbasiyah oleh Syekh Muhammad Al-Khudri, setidaknya disebabkan oleh :
1.      Semakin lemahnya tenaga pembela (ashabiyyah) yang mengawal dan mempertahankannya.
2.      Persaingan dan perbuatan yang tidak berhenti antara Abbasiya dengan Alawiyah.
3.      Jatuhnya nilai-nilai amanah dalam segala bentuknya.[56]

Poin poin kemunduran Abbasiyah seidaknya mempunyai kesamaan namun yang perlu dipahami bahwa kemunduran Islam dalam suatu dinasti lebih banyak didahului oleh faktor internal seperti yang pernah diperingatkan Nabi bahwa umat Islam tidak dapat dikalahkan oleh musuh kecuali kalua sesame mereka berselisih lalu mengundang musuh luar kedalam rumah tangga mereka untuk menghancurkan saudara seagamanya yang berlainan aliran.[57]

Ø  Faktor-faktor kehancuran Dinasti Abbasiyah

a.       Munculnya pemberotakan keagamaan seperti pemberontakan Zinj,gerakan Qoramithah,Hasyasyiyun,serta munculnya pemerintahan bani ubaidillah dangerakan kebatinan.
b.      Adanya dominasi militer atas khilafah dan kekuasaan mereka sehingga banyak menghinakan dan merenahkan para khalifah dan rakyat.
c.       Munculnya kesenangan terhadap meteri karena kemudahan hidup yang tersedia saat itu.
d.      Sesungguhnya faktor yang paling berbahaya yang menghancurkan bani Abbasiyah adalah karena mereka telah melupakan salah satu pilar terpenting dari rukun Islam,yakni Jihad.Andaikata mengarahkan potensi dan energi untuk melawan orang-orang salib,tidak akan mungkin muncul pemberontakan-pemberontakan yang muncul di dalam negeri yang ujungnya hanya menghancurkan pemerintahan Abbasiyah.
e.       Akhirnya muncul serangan orang-orang Mongolia yang mengakhiri semua perjalann pemerintahan Abbasiyah.[58]

a)        Faktor Intern
1.      Lemahnya semangat patriotisme negara, menyebabkan jiwa jihad yang diajarkan Islam tidak berdaya lagi menahan segala amukan yang datang, baik dari dalam maupun dariluar.
2.      Hilangnya sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga kerusakan moral dan kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang mendukung negara selama ini.
3.      Tidak percaya pada kekuatan sendiri. Dalam mengatasi dalam berbagai pemberontakan, kholifah mengundang kekuatan asing. Akibatnya, kekuatan asing tersebut memanfaatkan kelemahan kholifah.
4.      Fanatik madzhab bersaingan dan perebutan yang tiada henti antara Abbasiya dan Alamiyah menyebabkan kekuatan umat Islam menjadi lemah, bahkan hancur berkeping-keping[59]
Perang ideologi antara Syi’ah dan Fatimiyah melawan Ahlu Sunnah dari Abbasiyah, banyak menimbulkan korban. Aliran qaramithah yang sangat ekstrem dalam tindakan-tindakannya yang dapat menimbulkan bentrokan di masyarakat. Kelompok Hashshashin yang dipimpin oleh Hasan bin Shabah yang berasal dari Thus di Parsi merupakan aliran Ismailiyah, salah satu sekte Syi’ah adalah kelompok yang sangat terkenalkekejamannya, yang sering melakukan pembunuhan terhadap penguasa Bani Abbasiyah yang beralirah Sunni.
Pada saat terakhir dari hayatnya Abbasiyah, Tentara Tartar yang datang dari luar luar dibantu daridalamdan dibukakan jalannya oleh golongan  Awaliyin yang dipimpin oleh Alqomiy.[60]
5.      Kemorosotan ekonomi terjadi karena banyaknya biaya yang digunakan untuk anggaran tentara, banyaknya pemberontakan dan kebiasaan para penguasa untuk berfoya-foya, kehidupan para kholifahdan keluarganya serta pejabat-pejabat negara yang hidup mewah, jenis pengeluaran yang makin beragam, serta pejabat yang korupsi, dan semakin sempitnya wilayah kekuasaan kholifah karenatelah banyak provinsi yang telah memisahkan diri.[61]

b)     Faktor Ekstern
Disintegrasi, akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan pembinaan peradaban Islam daripada politik, provinsi-provinsi tertentu dipinggiran mulai melepaskan dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah. Mereka bukan sekedar memisahkan diri dari kekuasaan kholifah, tetapi memberontak dan berusaha merebut pusat kekuasaan di Baghdad. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak luar dan banyak mengorbankan umat, yang berarti juga menghancurkan Sumber Daya Manusia (SDM). (Provinsi-provinsi yang melepaskan diri dari Dinasti Abbasiyah, dijelaskan selanjutnya). Yang paling membahayakan adalah pemerintahan tandingan Fatimah di Mesir walaupun pemerintahan lainnya pun cukup menjadi perhitungan para kholifah di Baghdad, pada akhirnya pemerintah-pemerintahtandingan ini dapat ditaklukkan atas bantuan Bani Saljuk atau Buyah.[62]


Jatuhnya Bani Abbas

Lonceng kematian kekholifahan Abbasiyah dibunyikan dengan serbuan Halaqu Khan dan perampokan di Baghdad pada tahun 1258 M. Baghdad yang merupakan pusat kebudayaaan kedudukan kebudayaan, mata dan pusat dunia Serasen, dihancurkan untuk selama-lamanya. Jumlah penduduk sebelumperampokan itu lebih dari 2.000.000 jiwa menurut Ibnu Khaldun, “dalam pembantaian yang berlangsung selama enam minggu itu, 1.600.000 binasa. “Invasi bangsa Tar-Tar,” kata Ibnu Atsir, “merupakan bencana terbesar dan amukan yang paling mengerikan yang menimpa dunia umumnya dan Umat Islam khsususnya. Dengan kehancuran Baghdad, kekhalifahan bani Abbas runtuh. Kekhalifahan Abbasiyah, meskipun menghasilkan banyak kholifah yang menonjol, tidak bisa dibangun di atas landasan yang permanen.”[63]

Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran bani Abbas pada periode ini, Sehingga banyak daerah yang  memerdekakan diri adalah:
1.      Luasnya wilayah kekuasaan bani Abbasiyah sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan.Bersamaan dengan itu,tingkat saling percaya dikalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
2.      Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata,ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3.      Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang di keluarkan untuk tentara bayaran sangat besar.pada saat kekuatan militer menurun,khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.[64]
            Pada masa pemerintahan Bani Abbas,perebutan kekuasaan seperti itu juga terjadi,terutama di awal berdirinya.Akan tetapi pada masa-masa berikutnya,seperti terlihat padaperiode kedua dan seterusnya,meskipun khalifah tidak berdaya,tidak ada usaha untuk merebut jabatan khalifah dari tangan bani Abbas.Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaannya dengan membiarkan jabatan-jabatan khlifah tetap di pegang Bani Abbas.Hal ini terjadi  karena,Khalifah Khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamman yang sangat sakral dan tidak boleh di ganggu gugat lagi[65].
            Setelah kekuasaan berada di tangan orang-orang turki pada periode kedua,pada periode ketiga(334 H/945-447/1055 M).daulat Abbasyiah berada di bawah kekuasaan Bani Buwaih.[66]
            Kehadiran Bani Buwaih berasal dari tiga orang putra Abu Suja’ Buwaih,pencari ikan  yang tinggal di daerah Dailam,yaitu Ali,Hasan,Ahmad.Pada mulanya mereka,mereka bergabung dengan pasukan Makan ibn Khali,salah seorang panglima perang daerah dailam.Setelah pamor Makan ibn Khali memudar,mereka kemudian bergabung dengan panglima mardawij ibn Zayyar Al-Dailamy.karena prestasi mereka ,Mardawij mengangkat Ali menjadi gubernur Al-kharajitulah ekspansi kekuasaan Bani Buwaih bermula.Pertama-tama Ali berhasil menaklukkan daera-daerah di persia dan menjadikan Syiraz sebagai pusat pemerintahan.Ketika Mardawij meninggal,Bani Buwaih yang bermarkaz di Syiraz itu berhasil menaklukkan beberapa daerah di persia seperti Ray,Ishfahan,dan daerah-daerah Jabal.Kemudian,ia melakukan ekspensi ke Irak,Akhwaz,dan Wasith.Dari sini peerintahan Buwaith menuju Baghdad untuk merebut kekuasaan di pusat pemerintahan.Ketika itu Baghda sedang di timpa kekisruhan politik akibat perebutan jabatan amir al-umara antara Wazir dan pemimpin militer.[67]
            Setelah Baghdad dikuasai,Bani Buwaih memindahkan kekuasaan dari Syiraz ke Baghdad.Mereka membangun gedung sendiri di tengah kota dengan nama Dar al-Mamlakah.Meskipun demikian,kendali politik yang sebenarnya masih berada di Syiraz,tempat Ali ibn Buwaih (saudara tertua) bertahta.[68]
            Kekuatan politik Bani Buwaih tidak lama bertahan.Setelah generasi pertama,tiga bersaudara tersebut,kekuasaan menjadi ajang pertikaian di antara anak-anak mereka.Masing-masing merasa paling berhak atas kekuasaan pusat.Perebutan kekuasaan di kalangan keturunan Bani Buwaih ini merupakan salah satu faktor internal yang membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahan mereka.Faktor internal lainnya adalah pertentangan dalam tubuh militer,antara golongan yang berasal dari dailam dengan keturunan Turki.Ketika amir al-umara dijabat oleh Mu’izz Al-Daulah persoalan itu dapat diatasi,tetapi manakala jabatan itu diduduki oleh orang-orang yang lemah,masalah tersebut muncul ke permukaan,manggung stabilitas dan menjatuhkan wibawa pemerintah[69].

            Sebagaimana halnya keberadaan suatu pemerintahan,biasanya dimulai dari sejarah pembentukan,kemudioan di lanjutkan kepada kemajuan-kemajuan yang sempat di ukir dan di akhiri dengan kehancurannya.Termasuk dinasti Abbasiyah ini,setelah kemajuaan-kemajuan sudah diraih dalam banyak bidang,kemudian sampailah pada fase kemunduran dan kehancuran
Ada beberapa faktor penyebab kemunduran dan kehancuran  dinasti Abbasiyah ini.Biasanya sejarawan mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab ini ke dalam dua faktor,internal dan eksternal.[70]



1.      Faktor internal
Secara umum,Faktor interrnal ini ada dua hal,yaitu politik dan ekonomi.Kedua faktor ini ditengarai sebagai penyebab mundur dn jatuhnya Abbasiyah yang berkuasa 508 tahun itu.[71]
a)      Persoalan Politik
Setelah Harun Al-Rasyid(786-809)meninggal dunia,daulah bani Abbasiyah lambat laun mengalami kemunduran akibat banyaknya gejolak politik yang muncul.Belum lama dari meninggalnya Harun al-Rasyid,terjadi perang saudara antara Al-Amin dan Al-Ma’mun.Al-Amin yang merupakan saudara tiri Al-Ma’mun sudah di tunjuk oleh ayahnya,Al-Rasyid,sebagai khalifah  yang akan mengganti sedagkan Al-Ma’mun diberi kekuasaan din kurasan sdan di beri kesempatan untuk mengganti saudaranya sebagai khalifah pada kesempatan berikutnya.[72]
Akhirnya Al-Amin dapat di kalahkan dan dengan sendirinya Al-Ma’mun kemudian menjadi khalifah menggatikan Harun Al-Rasyid.Pada Zaman pemerintahan dipegang oleh Al-Ma’mun,ia banyak merekrut banyak orang-orang persia untuk menduduki jabatan di pemerintahan.Orang-orang persia diberikan posisi-posisi strategis.[73]
Sebagai efek dari ini semua muncullah persaingan politik antar etnis di pusat kekuasaan.Pada tahun 945-1055 itulah Abbasiyah ada di bawah kekuasaan bani buwaih yang berasal dari etnis persia.tahun 1055-1199 kekuasaan daulah Abbasiyah jatuh kepada bani saljuk yang merupakan etnis Turki.Dan tahun 1199-1258 Khalifah Abbasyiah tidak di bawah kekuasaan tertentu,mereka merdeka dan berkuasa tetapi kekuasaannya jauh dengan dahulu.Ia hanya berkuasa di sekitar wilayaah Baghdad sebelum kemudian jatuh ke tangan-tangan orang mongol  di bawah pemimpinan Hulagu Khan tahun 1258 M.
b)      Persoalan Ekonomi
Sebenarnya pengirian dana ke pusat pemerintahan Abbasyiah hingga tahun 919 M masih dalam jumlah besar,tetapi setelah itu,jumlaah yang dikiri selalu mengalami penurunan.Pada waktu itu biasanya pengumpulan uang pajak melalui sistem borongan oleh pemborongan pajak dan kadang-kadang juga di lakukan oleh tentara bayaran karena di anggap efisien.dan kekuatan militer merosot khalifah tidak sanggup memaksakan pengirian pajak ke Baghdad sehingga pemasukan pajak juga merosot.Akibatnya pemerintahan mengalami krisis sampai tingkat yang sangat memprihatinkan.Pemerintahan waktu itu bahkan tidak mampu membayar tentara dengan uang akhirnya diganti dengaan memberinya tanah.[74]
Penurunan pendapatan pemerintaha bani Abbasiyah selain dari faktor pajak,juga disebabkan rusaknyaa wilayah yang dulunya sangat subur,yaitu Sawad.[75]


2.      Faktor Eksternal
Kemunduran dinasti yang di sebabkan oleh faktor eksternal ini oleh sejarawan biasanya meliputi dua hal,yaitu karena perang salib dan yang kedua karena serangan-serang bangsa mongol.[76]
a.       Perang Salib
Perang merupakan reaksi orang-orang kristen Eropa terjadi terhadap orang-orang islam yang telah melakukan penaklukan-penaklukan sejak tahun 632M tidak saja di syiria dan Asia kecil tetapi juga di spanyol dan sisilia.disamping itu umat islam dianggap mengganggu kepentingan umat kristen seperti mempersuit peziarah Eropa yang akan melakukan ibadah di Jerussalem.[77]
b.      Serangan Pasuan Mongol
Pada saaat itu pasukan mongol merupakan pasukan yang tangguh.Ekspansinya sudah banyak ke banyak wilayah yang ada di sekitar bangasanya ,bahkan sudah menguasai sebagian yang di akasi umat islam.Mereka mamiliki perlengkapan perang,juga memiliki disipln yang tinggi.Orang-orang mongol menyerang bangsa Baghdad pada saat bangsa Baghdad dalam kondisi yang sangat lemah.Pasukan Hulagu Khan menghancurkan Baghdad rata dengan tanah dan membunuh orang-orangnya.[78]
E.     PENUTUP
Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW.Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas.
Pada mulanya ibu kota negera kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga  setabilitas Negara khalifah al-Mansyur memindahkan ibu kota Negara Bagdad.
Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia.Al-Mansyur melakukan memperkuat dan menertibkan pemerintahannya.Dia mengangkat sejumlah perorangan untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif.Khalifah abbasiyah menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir[79] sebagai koordinator departemen, dia juga membentuk protocol, sekertaris, dan kepolisian Negara disamping membenahi angkatan bersenjata. Jabatan di setiap pos keamanan yang sudah ada ditingkatkan peranannya dari mengatar surat sampai menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar.
Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam pada bani ummayyah. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abasiyah dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Dari penjelasan di atas tentunnya masih banyak kekuranagan dari kelompok kami.Tentunya saran dari tulisan kami sangat kami tunggu untuk menuju ke generasi ke emasan seperti di nasti abbasiyah yang mana umat Islam dapat mengambil pelajaran. Sebuah sistem yang terkondinir akan menghasilkan pencapaian tujuan yang maksimal, seperti kisah pendirian dinasti Abbasiyah. Mereka bisa mendirikan dinasti di dalam sebuah negara yang dikuasai tidak ada yang bisa menandingi kekuasaan mereka.Selain itu dari sejarah kekuasaan dinasti Abbasiyah ini kita juga bisa mengambil manfaat yang bisa kita rasakan sampai saat ini, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan.Seharusnya kita yang hidup pada zaman modern bisa meneruskan perjuangan para ilmuwan zaman daulah Abbasiyah dahulu.
Sebaliknya, kita juga dapat belajar dari kekurangan-kekurangan yang ada pada dinasti besar ini, agar tidak sampai terjadi pada diri kita dan anak cucu kita. Mereka telah dibutakan oleh kekuasaan, sehingga mereka tega membantai hampir seluruh keluarga dinasti Umayyah yang kebanyakan dari mereka adalah sesama umat Islam. Selain itu kecerobohan yang terjadi pada masa dinasti Umayyah terulang lagi pada masa dinasti Abbasiyah yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan dinasti Abbasiyah. Kebiasaan penguasa berfoya-foya menyebabkan runtuhnya kekuasaan yang telah susah payah mereka dirikan.  



DAFTAR PUSTAKA
Aizid,Rizem.2015.Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta:Diva Press
Abu Bakar,Istianah.2008.Sejarah peradaban Islam.Malang:UIN-Malang Press
Supriadi,Dedi.2016.Sejarah peradaban Islam.Bandung:CV. Pustaka Setia
Mahmudannasir,Syed.2005.Islam Konsepsi dan Sejarahnya.Bnadung:PT.Remaja Rosdakarya Offset
Yatim,Badri.2014.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada
Fu’adi,Imam.2011,Sejarah Peradaban Islam,Yogyakarta:SUKSES Offset
Hasjmy,A.Sejarah Kebudayaan Islam.Jakarta: PT Bulan Bintang Indonesia
Syalabi,Ahmad.1993.Sejarah dan Kebudayaan Islam 3.Jakarta:Pustaka Alhusna
Sunanto,Musyrifah.2011.Sejarah Islam Klasik.Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Al-Usairy,Ahmad.2010,Sejarah Islam,Jakarta:Akbar Media
Munir Amin,Samsul.2015,Sejarah Peradaban Islam,Jakarta:Amzah
Lesfi.Sejarah Peradaban Islam.

Catatan:
1.       Makalah ini sama sekali belum sesuai dengan format artikel yang menjadi rujukan. Tolong disesuaikan.
2.       Abstrak hanya satu paragraf, bahasa Inggris dulu baru Indonesia.
3.       Pendahuluan masih belum sesuai sebagaimana semestinya. Tolong dirubah.
4.       Ada beberapa footnote yang belum lengkap dan salah. Tolong dilengkapi dan diperbaiki.
5.       Menulis bukan hanya memindah data, tetapi membuat tulisan yang bisa dipahami oleh pembaca. Tulisan ini agak kacau dan banyak tulisan yang tumpang tindih. Tolong diperbaiki secara maksimal.

Tolong lebih belajar lagi mengenai bagaimana menulis yang baik!!!!



[1] Lesfi.Sejarah Peradaban Islam.hlm.103
[2] Rizem Aizid.2015.Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta:Diva Press.hlm.280
[3] Ibid.hlm.281
[4] Lesfi.Sejarah Peradaban Islam.hlm.104
[5] Ibid.hlm.104
[6] Ibid.hlm.104-105
[7] Rizem Aizid.2015.Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta:Diva Press.hlm.281
[8] Ibid.hlm.281
[9] Samsul Munir Amin,2015,Sejarah Peradaban Islam,Jakarta:Amzah,hal.145
[10] Ibid,hal.145-146
[11] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: PT Bulan Bintang Indonesia); hlm. 251
[12] Ibid, hlm. 253
[13] Ibid, hlm. 254
[14] Ibid, hlm. 255
[15] Ibid, hlm. 256
[16] Ibid, hlm. 257
[17] Ahmad,Syalabi.1993.Sejarah dan Kebudayaan Islam 3.Jakarta:Pustaka Alhusna. Hlm. 186
[18] Ibid.hlm.186-187
[19] Ibid.hlm.188
[20] Ibid.hlm.198-199
[21] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011); hlm. 54
[22]Ibid, hlm. 78
[23] Ibid. hlm. 78-79
[24] Ibid.hlm. 86
[25] Ibid,hlm. 87
[26] Ibid, hlm. 87
[27] Ibid, hlm. 91
[28] Ibid, hlm. 92
[29] Ibid, hlm. 93,94
[30] Ibid, hlm. 94
[31] Ibid, hlm. 94
[32] Ibid, hlm. 94
[33] Ibid hlm. 94
[34] Ibid, hlm. 95
[35] Ibid, hlm. 96
[36] Ibid, hlm. 100
[37] Ibid, hlm. 101
[38] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: PT Bulan Bintang Indonesia); hlm. 293
[39] Ibid, hlm. 295
[40] Ibid, hlm. 295
[41] Ibid, hlm. 296
[42] Ibid. Hlm. 298
[43] Ibid, hlm. 298
[44] Ibid, hlm. 299
[45] Ibid, hlm. 302,303
[46] Ibid, hlm. 304
[47] Dedi Supriadi.2016.Sejarah peradaban Islam.Bandung:CV. Pustaka Setia.hlm.137
[48] Ibid.hlm. 137
[49] Ibid.hlm138
[50] Istianah Abu Bakar.2008.Sejarah peradaban Islam.Malang:UIN-Malang Press.hlm.84
[51] Ibid.hlm.84-85
[52] Dedi Supriadi.2016.Sejarah peradaban Islam.Bandung:CV. Pustaka Setia.hlm.138
[53] Ibid.hlm.138
[54] Ibid.hlm.139
[55] Ibid.hlm.139
[56] Istianah Abu Bakar.2008.Sejarah peradaban Islam.Malang:UIN-Malang Press.hlm.85
[57] Ibid.hlm.85
[58] Ahmad Al-Usairy,2010,Sejarah Islam,Jakarta:Akbar Media,hal.259-260
[59] Dedi Supriadi.2016.Sejarah peradaban Islam.Bandung:CV. Pustaka Setia.hlm.140
[60] Ibid.hlm.140
[61] Ibid.hlm.140
[62] Ibid.hlm.140
[63] Syed,Mahmudannasir.2005.Islam Konsepsi dan Sejarahnya.Bnadung:PT.Remaja Rosdakarya Offset.hlm.238
[64] Badri Yatim,2014.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,hlm.66-67
[65] Ibid,hlm.68
[66] Ibid,hlm.69
[67] Ibid,hlm.69
[68] Ibid,hlm.70
[69] Ibid,hlm.71
[70]. Imam Fu’adi,2011,Sejarah Peradaban Islam,Yogyakarta:SUKSES Offset.hlm.142
[71] Ibid,hal 142
[72] Ibid,hal  142
[73] Ibid,hal 142-143
[74] Ibid,hal 146
[75] Ibid,hal 147
[76] Ibid,hal 148
[77] Ibid, hal 149
[78] Ibid,hlm 152
[79]Perdana mentri : lihat kbbi hlm 56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar