Kamis, 30 Maret 2017

Sejarah Peradaban Islam di India (PBA A Semester Genap 2016/2017)




SEJARAH ISLAM DI INDIA
Muh. Rifqi Halim, Nur Ayu Annisah, Iffah el-Azhari
Mahasiswa PBA UIN Maulana Malik Ibrahim Malang angkatan 2016


Abstract
               This article discusses the history of Islam in India. Start from the elaboration of socio-cultural conditions that exist in India before Arabs began to invasion of the region. It was also explained about how the origins of early residents in the territory of India. Islam began to be known in India since the time of Prophet Muhammad was still alive. During the era of the four khulafaurrosyidin, Muslims will continue monitoring the territory to India. And during thedynasty of Ghazni and dinasty of Ghuri, Islam began expanding in the region. Over the centuries, India became the empire of Islam. A wide variety of intellectual and cultural development in the heyday of Islam in the region of India. Until the time of the Mughal dynasty in 1858 had been destroyed and be the destruction of Islam in the region of India, due to the weak leadership of the leaders of Islam at that time and the increasing number of attacks from the outside already was dammed again

Abstrak
Artikel ini membahas tentang sejarah islam di India. Dimulai dengan penjabaran kondisi sosial budaya yang ada di India sebelum bangsa Arab mulai melakukan Invasi ke wilayah tersebut. Dijelaskan pula tentang bagaimana asal-usul penduduk awal di wilayah India. Islam mulai dikenal di India sejak zaman Rasulullah SAW masih hidup. Semasa kepemimpinan empat khulafaurrosyidin, umat islam terus melakukan pemantauan ke wilayah India. Dan pada masa dinasti Ghazni dan dinasti Ghuri, mulailah islam semakin meluas di wilayah tersebut. Selama berabad-abad lamanya India menjadi wilayah kerajaan islam. Berbagai macam perkembangan intelektual dan kebudayaan pada masa kejayaan islam di wilayah India. Sampai pada masa dinasti Mughal pada tahun 1858 mengalami kehancuran sekaligus jadi kehancuran bagi islam di wilayah india, karena lemahnya kepemimpinan para pemimpin islam pada waktu itu dan semakin banyaknya serangan dariluar yang sudah tak mampu dibendung  lagi.

Keywords : Islam, Invasi, Ghazni, Ghuri,  Mughal, India.




A.    Pendahuluan.

India sejak dahulu memiliki hubungan dengan dunia arab melalui perdagangan. Ketika nabi Muhammad SAW berhasil menyebarkan ajaran agam islam di seluruh wilayah Arab, maka para pedagang Arab yang datang ke India juga sudah memeluk agama islam dan sambil berdagang mereka berdakwah menyebarkan agama islam kepada penduduk India. Pada masa Bani Umayyah, pasukan islam dibawah pimpinan Muhammad Bin Qosim meanklukkan wilayah Sind dan berhasil membangun peradaban islam. Lalu pada masa Dinasti Ghazni, pasukan islam berhasil menaklukkan wilayah-wilayah India. Penaklukkan ini berhasil melemahkan kekuatan politik dan ekonomi kerajaan-kerajaan Hindu dan membuka pintu bagi berdirinya kekuasaan islam yang permanen di India semasa dinasti Ghuri. Sejak itulah islam memberikan pengaruh yang kuat di seluruh anak benua itu.
Awal masuknya islam ke India secara formal terbagi dalam empat tahap. Tahap pertama yaitu pada zaman Nabi Muhammad SAW, islam menyebar melalui media perdagangan, dan hanya sebagian kecil masyarakat India yang mendapatkan penagruh ajaran islam. Tahap berikutnya pad amasa kekhalifahan Umayah, islam berhasil membangun pranata sosial yang harmonis dan mulai terjalin asimilasi peradaban antara Arab dan India. Tahap ketiga semasa dinasti Ghazni, islam menyebar melalui penaklukkan-penaklukkan terutama yang dipimpin oleh Sultan Mahmud dengan berbagi motif. Tahap keempat semasa dinasti Ghuri, islam mulai berkuasa secara permanen.

B.     Sejarah Singkat India
Sekitar 5000-6000 SM, bangsa Dravida datang ke India dari Asia Barat dengan kepercayaan terhadap adanya Tuhan secara abstrakmereka inilah yang dianggap sebagai penduduk pribumi asli India. Kemudian di abad VI SM, bangsa Aria dari Persia datang menguasai Punjab dan Benaras (India Utara) dengan membawa kepercayaan adanya Tuhan secara nyata. Mereka menyembah api, bulan, matahari, angin topan, samudera, pohon, patung, serta dewa-dewa.[1]
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa di wilayah India pada saat itu sudah ada dua golongan yang berbeda kepercayaan. Dravida mempercayai Tuhan secara abstrak sedangkan Aria mempercaya Tuhan secara nyata. Sehingga terjadilah pertentangan kepercayaan dari dua kelompok tersebut. Namun karena Bangsa Dravida lemah, akhirnya bangsa Aria yang lebih kuat memaksa bangsa Dravida untuk menganut kepercayaannya. Dari kepercayaan inilah kemudian berkembang menjadi agama Brahmana  atau Budha seperti yang kita kenal saat ini.

Pada tahun 599 SM, lahirlah Mahawir yang menjadi pelopor lahirnya agam Jaina. Dasar agama ini adalah pertapaan dan meninggalkan kemewahan. Lama kelamaan ajaran ini melebur dalam agama hindu. Pada 557 SM, lahir Gautama Budha di Kapilabastu yang menjadi pelopor lahirnya agama Budha.[2]

Isi ajaran Budha adalah sebagai berikut :
o   Tidak ada sistem kasta
o   Tidak boleh hasad
o   Harus bersifat toleran
o   Dermawan
o   Berfikir yang baik
o   Sabar dengan penuh kesadaran
o   Pekerjaan yang baik
o   Menuerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.[3]


C.    Pertemuan Islam dan Budaya Lokal

1.      Kondisi Politik

Anak benua India menggambarkan suatu wilayah terpetak-petak yang terdiri atas dinasti-dinasti yang saling bermusuhan dan kerajaan-kerajaan kecil yang saling berperang satu sama lain pada awal invasi arab. Tidak ada pemerintahan di negeri tersebut semua negara-negara ini menikmati kemerdekaan dan kekuasaan seutuhnya.


2.      Kondisi Ekonomi

Kondisi ekonomi rakyat keseluruhan secara ekstrem dapat dikatakan makmur. Rakyat berada dalam kondisi sejahtera dan segala kebutuhan tercukupi. Pertanian merupakan pekerjaan utama rakyat setempat. Negara mendorong tumbuhnya industri. Bangla dan Gujarat terkenal sebagai produsen dan pengekspor barang-barang tekstil kapas. Tetapi kaum buruh tani harus bekerja keras untuk mendapatkan makanan, sedangkan rakyat kelas atas bergelimang harta dan kemewahan.


3.      Kondisi Agama

Terdapat tiga agama yang dominan yaitu Buddha, Jaina, dan Hindu pada awal penaklukkan Arab. Agama Jaina tidak populer dan agama Buddha sedang menurun agama Hindu adalah agama yang paling penting bagi rakyat India. Hampir semua raja menganut agama Hindu dan mengambil langkah-langkah untuk kepentingan agamnya. Tekanan yang besar dari kelompok Brahmana terhadap penganut agama Buddha menyebabkan mereka mengharapkan datang kekuatan lain untuk menghindari penguasaan Hindu.


4.      Kondisi Sosial

Masyarakat India terbagi dalam empat kasta. Masing-masing kasta tersbeut tidak terikat pada fungsinya sendiri. Ada Brahmana yang bekerja sebagai tentara, dan ksatria bekerja sebagai pedagang. Demikian pula orang-orang Waisya dan Sudra tertentu berperan sebagai pemimpin. Secara umum rakyat menikah diantara kastanya masing-masing dan perkawinan antar kasta sangat jarang terjadi. Poligami banyak diterapkan dalam masyarakat, tetapi kaum wanita tidak diperbolehkan menikah untuk kedua kalinya.[4]

D.    Tahap-Tahap Masuknya Islam Ke India
Sejarah awal masuknya islam ke India dapat dibagi dalam 4 tahap :
1)      Masa Nabi Muhammad SAW
2)      Masa Khulafaurrosyidin dan Dinasti Umayah
3)      Masa Dinasti Ghazni
4)      Masa Dinasti Ghuri
·         Masa Nabi Muhammad SAW
Rosulullah telah mengetahui tentang daerah India dari para pedagang yang telah lama berdagang di Arab. Pada zaman Nabi, banyak orang dari suku Jat (India) yang menetap di Arab dan salah satu dari mereka mengobati dan menyembuhka istri Rasulullah, kemudian menjadi Khadimah Aisyah. Di samping itu, salah satu istri beliau yang bernama HindberasaldariIndia.
Pada tahun 630-631 Masehi, Nabi mulai berhubungan dengan luar dengan cara mengirim utusan dan menerima kunjungan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pada masa ini, Cheraman Perumal, raja Kadanglur dari pantai Malabar yangtelah memeluk agam islamdatang mengunjungi Nabi.[5]

·         Masa Khulafaurrosyidin dan Dinasti Umayah
Pada zaman pemerintahan Khalifah Sayyidina Umar Bin Khottob pada tahun 637-638 Masehi, pemimpin perang Ustman bin Abi Ats-Tsaqofi telah membawa tentaranya menuju timur. Pada tahun 643-644 M, angkatan perangnya menyerang Sind, tetapi kemenangan ada di Pihak Sind. Kemudian pada tahun yang sama dibawah pimpinan Abdulloh bin Amar Rabbi berhasil menguasai Kirman, Sizistan, sampai ke Merkan untuk menyiarkan islam dan memperluas daerah kekuasaan.
Pada masa khalifah Ustman bin Affan, telah dikirim utusan yang dipimpin oleh Hakim bin Jabalah untuk meninjau keadaan wilayah India yang luas tersebut. Kemudia, pada tahun 660-661 M, khalifah Sayyidina Ali bin Abi Thalib telah mengirim utusan di bawah pimpinan Al-Harits bin Murrah Al-Abdi dengan tujuan untuk menyelidiki adat istiadat dan jalan-jalan yang mempermudah untuk menjangkaunya kelak.
Kemudian pada tahun 708 M, atas izin khalifah Al-Walid I, Hajjaj mengirim menantu dan keponakannya Muhammad bin Al-Qosim untuk memimpin pasuka menuju Sind. Mereka mempersiapkan bala tentara yang berjumlah 15.000 orang. Ketika memasuki Multan, tentara Arab mengalami kesulitan karena dinding benteng yang tinggi dan kuat. Dengan strategi yang brilian dari Muhammad bin Al-Qosim, akhirnya dalam waktu empat tahun lebih, India bagian barat laut (Sind dan Punjab) dapat ditaklukkan dan dikuasai.
Sebab-sebab keberhasilan Muhammad bin Qosim dalam penaklukkan Sind, diantaranya :
o   Kemahiran, kecepatan, dan keunggulan tentara Arab atas tentara Dahir
o   Kepemimpinan Bin Qosim yang sangat baik
o   Prajurit sangat patuh kepada perintah atasan
o   Perpecahan yang terjadi diantara orang-orang India dan Keterpurukan kepemimpinan Dahir

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa awal abad VIII M islam sudah masuk dan berkembang di India.[6]

·         Masa Dinasti Ghazni
Meskipun pada awal abad pertama hijriyah tanah Sind telah menjadi wilayah kerajaan islam, tetapi bagian terbesar dari tanah India belum takluk di bawah pemerintahan Islam. Pergerakan penaklukkanpun dilanjutkan dengan semngat yang baru pada abad ke-10 Masehi oleh bangsa Turki yang datang ke India. Setelah jatuhnya kekhalifhan Umayah, Abbasiyah naik berkuasa. Beberapa khalifah pertama dinasti ini memimpin dengan tegas, tetapi khalifah berikutnya lemah dan tidak cakap. Karena itu, beberapa gubernur povinsi yang posisinya jauh menyatakan memisahkan diri dan merdeka. Spanyol, Portugal, dan Mesir lepas dari kendali mereka, sedangkan di Irak, Persia dan Turkistan lahir sejumlah dinasti kecil yang menggerogoti kekuasaan khalifah.
Permulaan abad 10 M, berdiri dinasti Ghazni yang terkenal gagah berani dan perkasa berperang. Nama dinasti ini dinisbahkan ke Kota Ghaznah di Afghanistan sekarang.[7]Mulanya kerajaan itu hanyalah kerajaan kecil dalam wilayah kerajaan Bani Saman di Turki yang didirikan oleh seorang yang bernama Alptgin.
Para raja Hindu di India memandang naiknya kekuatan muslim mengancam keberadaan mereka. Jaipal, raja di Punjab dan penguasa Hindu lainnya bergabung untuk menyerang wilayah kekuasaan dinasti Ghazni, namun pasukan gabungan tersebut dapat dikalahkan oleh pasukan Ghazni dibawah pimpinan Sabuktgin. Pasukan Ghazni justru menyerang balik dan berhasil menaklukkan wilayah Peshawar yang menjadi kunci pintu masuk ke daerah India yang Luas.
Mulailah Sabuktgin memperteguh niatnya hendak menaklukkan tanah India. Dimulailah peperangan di Lahore, Delhi, Ajmir, Qanauj, dan Kaligar dengan angkatan perang bergajah dan 100.000 tentara berkuda. Para maharaja di negeri-negeri itu tidak dapat menahan kegigihan bangsa turki dan akhirnya takluk menjadi wilayah kekuasaan islam.[8]
·         Masa Dinasti Ghuri
Kerajaan Ghur terletak di daerah perbukitan antara Ghazni dan Herat. Dinamakan demikian karena dinisbahkan kepada tempat berdirinya kerajaan ini yaitu Ghaur.[9]Daerah ini ditaklukkan pada tahun 1010 M oleh Sultan Mahmud, salah satu pewaris tahta Dinasti Ghazni. Sejak saat itu daerah ini menjadi bagian kekuasaan Ghazni. Orang-orang ghuri melayani pemimpin Ghazni dengan setia pada masa Sultan Mahmud. Namun setelah penggantinya berkuasa, mereka kurang loyal terhadap pemrintahan ghaznawi. Puncaknya terjadi ketika Qutbuddin, salah satu pemimpin Ghur dihukum mati oleh Sultan Ghaznawi saat itu yang bernama Bahram. Orang-orang Ghaznipun geram dan melakukan pemberontakan yang dipimpin oleh Saifuddin, namun Bahram melawan dan membunuhnya. Rakyat Ghuri semakin geram dan Alauddin, saudara Saifuddin mulai memimpin pemberontakan. Pemimpin Ghaznipun dapat dilengserkan dan Alauddin naik tahta.
Setelah kematian Alauddin, tahta pimpinan Ghazni diwariskan ke anaknya yang bernama Saifuddin Muhammad. Lalu anaknya itu terbunuh di perang melawan suku Aghuz. Dengan kekosongan tahta itu, lalu sepupu dari Alauddin menunjuk Muizzudin Muhammad bin Sam atau yang lebih dikenal dengan nama Muhammad Ghuri.
Muhammad Ghuri menjadi penguasa Ghazni pada tahun 1173 M. ia adalah seorang raja yang ambisus terhadap penaklukkan dan kekuasaan. Setelah memperkuat dirinya di Ghazni ia mengalihkan perhatiannya ke tanah-tanah subur di anak bedua tersebut.penyerangan pertama Muhammad Ghuri diarahkan kepada Multan yang pada saat itu dipimpin oleh orang-orang suku Karamathi. Ia merebut kota itu dan menunjuk gubernurnya sendiri di sana.
Setelah itu, Muhammad Ghuri terus melakukan ekspansi perluasan wilayah. Hasilnya beliau berhasil menaklukkan Uch di Sind, Anhilwar, Peshawar, Tarain, Rajput, Qanauj, Jai Chandra, Benaras, dan yang paling menegaskan kekuatan Umat Muslim waktu itu adalah keberhasilannya menaklukkan Kota Delhi dan menjadikannya kerajaan islam.[10]
Setelah hancur gaznawi dan dinasti ghuri tampaknya  tidak mampu mengembangkan kekuasaannya. Himga akhirnya aybak secara independen, membentuk dinasti yang berpusat di Delhi dengan namaKesultanan Delhi. Kesultanan yang berisi para budak militer, menandai adanya periode tinggal dalam sejarah muslim India.
Namun kejayaan mulai menghilang ketika imprealisme barat mulai beradatangan yang memamndan bahwa pendirian wilayah kekuasan tidak perlu meminta ijin dan legistimasi dari siapa pun, kecuali rakyat yang mendukungnya. Setelah periode khalji (1290-1320 M.) dan tughluq (1320-1413 M.) mulai menurun dan di pegang oleh keluaraga budak sayyid turunan keluarga (1414-1451 M.) dan keluarga lodi (1451-1526 M.) sejak saat itu kesultanan Delhi hancur dan diganti dengan Kesultanan Mughal.[11]

E.     Perkembangan Intelektual dan Kebudayaan
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan syfawi. Jadi, diantara tiga kerajaan besar islam tersebut kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan islam pertama di anak benua India. Awal kekuasaan islam di wilayah India terjadi pada masa khalifah Al-Walid, dari dinasti Bani Umayyah. Penaklukkan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayah pimpinan Muhammad Ibnu Qosim (Syeikh Muhammad Natsir, T. Th. : 163)
Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur. Salah satu dari cucu Timur Lenk, (Syeikh Muhammad Natsir, T. Th. : 262). Kerajaan Mughal mulai berkuasa sejak tahun 1526 sampai tahun 1707,  (Mashal G. S. Hodson T. Th. : 59).  Kerajaan ini memiliki sultan-sultan yang besar dan terkenal pada abad ke-17. Yaitu Akbar (1556-1606) Jengahir (1605-1627), dengan permaisurinya Nurjannah, Syah Jehan (1628-1658), dan Auramzed (1659-1707). Masing- masing dari ketiga kerajaan ini mempunyai masa kejayaan sendiri baik di bidang ekonomi, budaya maupun arsitektur. [12]
Berikut para sultan yang memimpin pemerintahan Dinasti Mughal :
·         Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530)
·         Nashiruddin Humayun (1530-1556)
·         Akbar Syah I (1556-1605)
·         Jahangir (1605-1627)
·         Syah Jehan (1627-1658)
·         Aurangzeb (Alamgir I) (1658-1707)
·         Bahadur Syah I (1707-1712)
·         Jihandar Syah (1712-1713)
·         Farrukh Siyar (1713-1719)
·         Muhammad Syah (1719-1748)
·         Ahmad (1748-1754)
·         Alamgir II (1754-1759)
·         Alam II (1759-1806)
·         Akbar II (1806-1837)
·         Bahadur Syah II (1837-1858)[13]
Dimasa Akbar kerajaan tidak dijalankan dengan kekerasan, ia banyak menyatu dengan rakyat. Bahkan rakyat dari berbagai agama tidak dipandangnya sebgai orang lain, dan dirinyapun dibuatnya menjadi Hindustan sejati. Dalam urusan pemerintahan, dia menyusun pentadbiran secara teratur yang jarang taranya, sehingga Inggris satu setengah abad kemudian setelah menaklukan India, tidak memilih jalan lain, hanya meneruskan administrasi Sultan Akbar (Hamka, 1987: 50, 150).[14]
            Kemantapan stabilitas politik karena pemerintahan yang diterapkan Akbar membawa kemajuan dalam bidang-bidang yang lain. Dalam bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan.Akan tetapi, sumber keuangan negara lebuh banyak bertumpu pada sektor pertanian.Disektor pertanian ini, komunikasi antara pemerintahan dan petani diatur dengan baik. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila,dan buah-buahan celupan.[15]
Di bidang seni, Karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun berbahasa India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi yang menghadirkan karya besar berjudul padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia. Pada masa SultanAurangzeb, munculseorang sejarawan bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari, yang memaparakan sejarah kerjaan Mughal berdasarkan figur pemimpinnya.[16]
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, kerajaan Mughal pada abad ke-17, mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan, seni, dan budaya juga berkembang.Dibidang pengetahuan kebahasan Akbar telah menjadikan tiga bahasa nasional, yaitu bahasa arab sebagai  bahasa agama, bahasa Turki sebagai bangsawan dan bahasa Persia sebagai bahsa istana dan kesusastraan (Hamka, 1987: 152). Selain itu Akbar telah memodifikasi tiga bahasa tersebut ditambah dengan bahsa Hindu dan menjadi bahasa Urdu (Hamka, 1987: 152).
Dinasti Mughal juga memeberikan berbagai sumbangan di bidang ilmu pengetahuan. Banyak ilmuwan yang datang ke India guna menuntut ilmu pengetahuan. Bahkan, istana Mughalpun menjadi pusat kegiatan kebudayaan. Setiap masjid mempunyai lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh seorang guru. Pada masa Syah Jehan, didirikan sebuah perguruan tinggi di Delhi. Sedangkan di bidang ilmu agama dikodifikasikan hukum islam yang dikenal dengan sebutan Fatawa I-Alamgiri.[17]
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan.Pada masa Akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, Villa, dan masjidyangindah. Pada Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Tajmahal di Aqra, Masjid Raya Delhi dan Istana Indah di Lahore, (Yatim, 1997: 151).[18]
Masjid Quwwat  Al-Islam yang didirikan oleh Quthubuddin Aybak dan Quth Minar merupakan peninggalan Delhi terbaik. Masjid terkenal lainnya yakin Araidin Ka Jopra yang didirikan di Ajnor. Sedangkan, menara Husbug Shah yang didirikan pada masa dinasti Khalji dibangun dengan batu marmer.[19]
Gedung-gedung sejarah yang ditinggalkan periode ini (abad ke-17) adalah Tajmahal di Aqra, Benteng Merah, Jama Masjid, Istana-istana dan Gedung-gedung pemerintahan di Delhi.Sultan-sultan Mughal juga mendirikan makam-makam yang indah (Nasution, 1985: 86). Berdasarkan uraian diatas maka ilmu pengetahuan, seni, dan budaya  pada masa kerajaan Mughal cukup pesat, khususnya pada amasa Akbar dan Aurangzeb.

F.     Kemunduran Islam
            Setelah satu setengah abad dinasti mughal berada dei puncak kejayaan, para penerus Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah di bina sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M memasuki masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan sparatis hindu di India tengah, sikh di bealahan utara dan islam dibagian timur semakin mengancam. Para pedagang inggris pertama kalinya diizinkan oleh jehangir menanamkan modal di India, didukung kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.[20]
            Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat telah muncul, tetapi masih dapat diatasi. Pemberontakan bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya. Setelah auragzeb wafat penerusnya rata-rata lemah tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkan.Sepeninggal auragzeb 1707 M, tahta kerajaan di pegang oleh muazzam, putra tertua auragzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul. Putra auragzeb bergelar bahadur syah 1707-1712 M. ia menganut aliran syi’ah. Ia dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran syi’ah kepada mereka.[21]
            Setelah bahadur syah meninggal, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana. Bahadur syah diganti oleh anaknya, azimus syah. Tetapi pemerintahannya di tentang oleh zulfikar khan, putra dari azad khan,wazir auraghzeb. Azimus syah meninggal diganti oleh putranya, jihadur syah, yang mendapat tantangan dari farukh siyar tahun 1713 M.
            Farukh siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dukungan kelompok sayyid, tapi tewas ditangan para pendukungnya sendiri 1719 M. sebagai gantinya , diangkat Muhammad syah  1719-1748 M. ia dan pendukungnya terusir oleh suku asyfar di bawah pimpinan nadir syah yang sebelumnya berhasil melenyapkan kekuasaan safawi di Persia. Dua tahun setelah menguasai Persia ia menyerang kerajaan mughal. Muhammad syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada nadir syah. Muhammad syah kembali berkuasa di delhi setelah ia sedia member hadiah yang banyak kepada nadir syah. Kerajaan mughal baru dapat melakukan restorasi kembali, terutama setelah jabatan wazir dipegang chin qilinch khan bergelar nizam al-mulk 1722-1732 M. Mendapat dukungan dari Marathas. Tahun 1732 M, nizam al-mulk meninggalkan delhi menuju hiderabad dan menetap disana.[22]
            Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan kawasan daerah lemah. Hiderabad di kuasai nizam al-mulk, Marathas di kuasai shivaji, rajput menyelenggarakan pemerintahan sendiri di bawah pimpinan jai singh dari amber, Punjab dikuasai oleh sikh. Oudh dikuasai oleh sadat khan, Bengal dikuasai syuja’ al-din, menantu mursyid qulli, penguasa Bengal yang diangakat Aurangzeb. Sementara wilayah-wilayah pantai dikuasai para pedagang asing, terutama EIC dari inggris.[23]
            Setelah Muhammad syah meninggal, tahta kerajaan di pegang oleh ahmad syah 1748-1754, Kemudian, diteruskan oleh alamghir II 1754-1759 M, Kemudian dilanjutkan oleh syah alam 1761-1806 M. Pada tahun 1761 M, Kerajaan mughal diserang oleh ahmad khan durrani dari afghan. Syah alam membuat perjanjian damai dengan menyerahkan oudh, Bengal, dan orisa kepada inggris. Sementara itu, najib al-daula, wazir mughal dikalahkan oleh aliansi sikh-hindu, sehingga delhi dikuasai sindhia dari Marathas.
            Syah alam meninggal tahun 1806 M. Tahta kerajaan selanjutnya di pegang oleh akbar II 1806-1837 M. penerus akbar tidak menerima isi perjanjian antara EIC dengan ayahnya , sehingga terjadi konflik antara keduanya. Pihak EIC mengalami kerugian karena penyelenggara administrasi perusahaan yang kurang efisien, padahal mereka harus tetap menjamin kehiudpan istana. Untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat mereka ditekan, maka mereka, baik yang beragama hindu maupun islam bangkit mengadakan pemberontakan. Mereka meminta kepada bahadur Syah untuk menjadi lambing perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan kerajaan Mughal di India
            Ada beberapa factor penyebab kekuasaaan dinasti mughal itu mundur pada setengan abad terakhir dan membawa kehancuran pada tahun 1858 M ;
1.      Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera di pantau oleh kekuatan maritime mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan mughal sendiri.
2.      Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang Negara.
3.      Pendekatan Aurangzeb yang terlampau ‘’kasar’’ dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungannya aksetisnya, sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4.      Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[24]


Secara umum, faktor penyebab kehancuran islam adalah kerusakan akhlak (budi pekerti). Hal ini ditandai dengan hilangnya nilai-nilai yang digalkkan Al-Quran dan lenyapnya tekad membara para pendahulu mereka yang telah menghantarkan mereka pada kejayaan. Juga menjadi faktor kehancuran islam pada waktu itu adalah dekdensi moral para pemimpinnya secara khusus. Para pemimpin itu beranggapam nahwa umat diciptakan bagi mereka sehingga mereka beranggapan bahwa mereka bisa berbuat apa saja terhadapnya. Hanya pemimpin yang dirahmati oleh Allah saja yang tidak beranggapan demikian. Pemikiran ini sudah berurat akar dalam diri mereka, sampai-sampai jika ada yang berani meluruskan, pastilah mereka tindak dengan keras agar menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak melakukan hal yang sama dalam menentangnya selaku pemerintah.[25]
M. syarif menyebutkaan beberapa sebab pokok kemunduran peradaban islam. Pertama, pemimpin yang melalaikan ilmu pengetahuan dan peradaban. Ilmu pengetahuan dianggap satu pihak sebagai kemewahan pribadi, sementara orang lain menganggapnya sebagi kebutuhan negara. Sehingga orang-orang dianggap tidak perlu untuk memperoleh kesenangan atau dorongan menghasilkan ilmu pengetahuan. Yang kedua, dunia islam ditimpa berbagai pemberontakan. Selain serangan politik intern, terdapat pula serangan dari luar. Pada saat serangan dari dalam dan luar terjadi secara bersamaan, maka terjadilah penyembelihan-penyembelihan di kalangan rakyat. Inilah yang menajdi penyebab kemunduran islam.[26]


G.    Penutup

Pada zaman Nabi SAW, islam masuk ke India melalui hubungan perdagangan di kota-kota pesisir pantai barat dan selatan.  Pada waktu itu kondisi sosila dan politik India sedang rapuh dengan terjadinya penindasan kaum kasta Brahmana, terhadapa kasta yang lebih rendah dan orang-orang buddha juga terjadinya perebutan kekuasaan diantara raja-raja hindu. Hubungan politik antara Arab dengan India sedang rapuh. Dalam kondisi yang demikian, pasukan islam dibawah pimpinan Muhamman Bin Qosim, datang membawa harapan bagi keselamatan orang-orang yang tertindas. Sejak saat itu agama islam tersiar di India terus berlangsung sampai terbentuknya kesultanan Delhi.
Motif agama, politik, dan ekonomi mendorong Sultan Mahmud untuk menyerang ke India. Hal ini juga sama dengan Muhammad Ghuri. Hanya saja Ghuri lebih condong pada motif politik dan agama. Perbedaan mereka yang menonjol adalah Mahmud tidak pernah tinggal di India sedangkan Ghuri membangun kekuasaan permanen di tanah tersebut.
Sejka kesultanan Ghazni, perkembangan peradaban semakin pesat seiring dengan semakin banyaknya para sufi, ulama, ilmuwan, dan para ahli di berbagai bidang masuk ke India. Pertukaran budaya terjadi saling menguntungkan baik dipihak islam maupun India, bahkan muncul peradaban baru yang merupakan hasil percampuran kedua budaya antara lain ialah lahirnya bahasa-bahasa yang baru.
Kedatangan islam ke anka benua India tidak berdasarkan kekerasan, tetapi merupakan kebutuhan masyarakat pada masa itu. Keberhasilan islam di India terjadi karena banyak faktor tetapi yang terutama adalah karena adanya rasa persaudaraan yang kuat, solidaritas yang sejati dan keadilan yang ditegakkan. Islam membangun pranata sosial dan administrasi yang baik. Hubungan peradaban islam dan India terjadi saling memberi dan menerima dalam berbagai ilmu pengethauan, politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Pengaruh islam di India sangatlah besar dalam berbagai bidang diantaranya muali dilarangnya adat Sati Daho sampai akhirnya dilarang secara resmi. Islam masih bertahan di India meskipun mereka minoritas (hasil sensus 2001 jumlah muslim India modern menunjukkan angka 180 juta), bahkan di beberapa wilayah India Utara masyarakat mayoritas. Paskistan membentuk negara islam dan islam menjadi agama resmi di Bangladesh.


Daftar Pustaka

Aizid, Rizem. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Yogyakarta : Diva Press, 2015.
Al-Azizi, Abdul Syukur. Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Yogyakarta : Saufa, 2014
Arslan, Syaikh Syakib. Kenapa Umat Muslim Tertinggal. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2013.
As-Sirjani, Raghib. Ensiklopedi SejarahIslam. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2013.
Karim, Abdul. Sejarah Islam di India. Yogyakarta : Bunga Grafies Production, 2003.
Supriadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : CV. Pustaka Setia, 2006.
SJ, Fadil. Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Malang : UIN-Malang PRESS, 2008
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada,2011.

Catatan:
1.      Pendahuluan tolong diperbaiki.
2.      Daftar pustaka masih kurang.
3.      Tolong footnote diteliti lagi. Banyak penulisan yang salah.
4.      Buku terjemahan harus dicantumkan nama penterjemahnya.
5.      Jika di buku yang dikutip ada innote, maka tidak usah dicantumkan. Di tulisan ini banyak yang mencantumkan.





[1]Abdul Karim, Sejarah Islam di India (Yogyakarta : Bunga Grafies Production, 2003), hlm 3.
[2]Ibid : hlm. 3-4
[3]Abdul Karim, Sejarah Islam di India (Yogyakarta : Bunga Grafies Production, 2003), hlm. 4
[4]Ibid : hlm 4-6
[5]Abdul Karim, Sejarah Islam di India (Yogyakarta : Bunga Grafies Production, 2003), hlm 6-8.
[6]Ibid:hlm. 8-11.
[7]Tim Riset dan Studi Islam Mesir dan Raghib As-Sirjani, Ensiklopedi Sejarah Islam ( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 359
[8]Abdul Karim, Sejarah Islam diIndia (Yogyakarta : Bunga Grafies Production, 2003), hlm 12-15
[9]Tim Riset dan Studi Islam Mesir dan Raghib As-Sirjani, Ensiklopedi Sejarah Islam ( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 362
[10]Abdul Karim, Sejarah Islam di India (Yogyakarta : Bunga Grafies Production, 2003), hlm 30-34.
[11] Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia, Cetakan ke-8, 2016), hlm. 258
[12]Ibid : hlm 261.
[13]Abdul Syukur Al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta : Saufa, 2014), hlm 362. Lihat juga Tim Editor, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, Tanpa Tahun), hlm. 290.
[14]Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia, Cetakan ke-8, 2016), : hlm 261-262
[15]  Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta : PT. Rajagrafindo Persahada, Cetakan ke-23, 2011), hlm 150
[16]Ibid : hlm. 151
[17]Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, ( Yogyakarta : Diva Press, 2015), : hlm. 458
[18]Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia, Cetakan ke-8, 2016),  : hlm. 262
[19]Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, ( Yogyakarta : Diva Press, 2015), : hlm. 455
[20] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta : PT. Rajagrafindo Persahada, Cetakan ke-23, 2011), hlm 159
[21]Ibid : hlm 159-160
[22]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persahada, Cetakan ke-23, 2011): hlm 160
[23]Ibid: hlm 160-161
[24]Syaikh Syakib Arslan, Kenapa Umat Muslim Tertinggal (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm 162-163
[25]Ibid : hlm. 66-67
[26]Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah ( Malang : UIN-Malang PRESS, 2008), hlm. 234-236

Tidak ada komentar:

Posting Komentar