Senin, 13 Maret 2017

Sejarah Peradaban Islam di Andalusia (PBA B Semester Genap 2016/2017)




PERKEMBANGAN ISLAM DI ANDALUSIA (UMAYYAH II)


Hasanul Mutawakkilin, Moh. Nashiruddin, Ahmad Tibbil Qulub, Anik Zakiyatul Muniroh
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Angkatan 2016
Abstract
This article discusses about the history of Islamic expansion in Andalusia in dinasty of Umayyah II era, which at the time, the expansion of Islam’s area went trought nort Australia to western part of Spain and it was pioneered by three commanders; Tahrif ibn Malik, Thariq bin Ziyad, and musa bin nushair. Andalusian came into the Dynasti of umayyah since Thariq bin Ziyad became a subordinate of Musa bin Nushair. At the time, Spain was successfully dominated by Islam when the government era of Al-Walid (705-715  M ) and Bani Umayyah was centered in Damascus. Moreover, the intellectual knowledge was very influential toward Islamic civilization in Europe, especially in Andalusia (Spain). Such as philosophy, science, languistics and literatures, musics, and also arts, howefer, during the circulation of era, the Islamic civilation in Spain went up and down slowly because of several internal and external factors, those factors are like an Islamic factors. Those factors are like an Islamic factor which was signed by the emergence of some weak doctrines, the conflict between the Islamic leaders and Cristians, the emergence of MulkAt-Thawaf economical decadences, unclear authoritical transformational system, and isolationism. While cultural and scientific transmission which happened at the time were gone by three ways; first was from Andalusia, second was from Sicilian, and third was from Crucivic War.
Abstrak
Dalam artikel ini membahas tentang sejarah perkembangan Islam di Andalusia pada masa Dinasti Umayyah II, yang mana pada saat itu penyebaran wilayah Islam melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol bagian Barat yang dipelopori oleh tiga panglima, yaitu Tharif ibn Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nushair. Andalusia masuk ke dalam kekuasaan Dinasti Bani Umayyah semenjak Thariq bin Ziyad menjadi bawahan Musa bin Nushair. Spanyol dikuasai umat Islam pada saat itu, ketika masa khalifah Al-Walid (705-715 M) dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pengetahuan intelektual pada masa ini sangat berpengaruh pada kemajuan peradaban Islam di  Eropa khususnya Andalusia ( Spanyol).  Seperti ilmu filsafat, sains, bahasa dan sastra, serta musik, dan kesenian. Namun seiring dengan berputarnya roda lambat laun peradaban islam di Spanyol mengalami pasang surut dikarenakan faktor internal mupun faktor eskternal. Factor-faktor tersebut seperti konflik islam dengan munculnya khalifah-khalifah yang lemah, konflik sesama penguasa Islam dan dengan kaum Nasrani, munculnya Muluk Ath- Thawaif, kemerosotan ekonomi, sistem peralihan kekuasaan yang tidak jelas, keterpencilan. Adapun transmisi budaya dan ilmu pengetahuan yang terjadi pada saat itu melalui tiga jalur, yang pertama melalui jalur Andalusia, kedua jalur Sicilia, dan yangterakhir melaui jalur Perang Salib.
Keyword : Ekspansi, kemajuan, kemunduran, transmisi
A.  Pendahuluan
      Di awal abad ke-7 Masehi, ketika Nabi Muhammad SAW memulai misinya di negeri Arab, seluruh pantai laut tengah merupakan bagian dari dunia masyarakat Kristen sepanjang Eropa, Asia, dan pantai Afrika utara ditinggali penduduk yang beragama Kristen dari berbagai sekte. Hanya dua agama lain di dunia Romawi-Yunani, yakni Yahudi dan Manichaisme yang bertahan dan dianut oleh sebagian kecil penduduk di sana.
     Setelah berakhirnya periode klasik, ketika islam memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kemajuan-kemajuan islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekniologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak dapat dipisahkan dari pemerintahan islam di Spanyol. Dari Spanyol islam-lah Eropa banyak menimba ilmu.
     Maka dengan begitu, tanpa adanya Islam di Spanyol peradaban di Eropa tidak akan maju seperti saat ini. Pada intinya Islam menjadi guru bagi orang Eropa. Sejarah pun pernah mencatat bahwa peradaban islam mencapai puncak kejayaannya berkat adanya ketekunan umat Islam dalam mencari dan menyebarkan ilmu pengetahuannya.
            Hal itu  dikarenakan berkat adanya ketekunan pemeluk islam dalam mencari dan menyebarkan ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari dorongan yang kuat dari ajaran Islam itu sendiri, yang dapat membuat pemeluknya lebih giat dalam menggali dan mememukan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi umat manusia.
     Sementara itu, keadaan sebaliknya terjadi di dunia barat, sebelum abad ke X dunia barat bagaikan dunia yang tanahnya gersang dan tandus akan ilmu pengetahuan. Mereka bahkan belum sama sekali mengetahui akan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat manusia, berbanding terbalik dengan keadaan umat Islam pada waktu itu yang semakin intensif dalam mempelajari kitab-kitab ataupun menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam dunia ilmu pengetahuan.
Namun akhirnya, masyarakat  Eropa itu sadar atas pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia terutama bagi kehidupan perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa. Lalu mereka menerjemahkan buku-buku atau kitab-kitab berbahasa Arab hasil karya pemikiran tokoh-tokoh Islam ke dalam bahasa Eropa.

B.  Sejarah Ekspansi Ke Barat

Andalusia adalah nama bagi Semenanjung Iberia pada zaman kejayaan Umayyah. Andalusia berasal dari Vandal, yang berarti negeri bangsa Vandal; karena Semenanjung Iberia pernah dikuasai oleh bangsa Vandal sebelum terusir oleh bangsa Ghotia Barat ( abad ke-5 M). Umat Islam mulai menakhlukkan Semenanjung Iberia pada zaman Khalifah Al-Walid Ibn Abd Al-Malik (86-96 H./705-715 M).[1]
Kerajaan Ghotia merupakan kerajaan terkuat yang pernah ada di Spanyol saat itu. Pejabat wilayah kerajaan tersebut banyak yang hidup dalam kemewahan, sementara rakyatnya hidup dalam kemelaratan, bahkan orang-orang yahudi di wilayah Semenanjung Iberia tersebut dikejar- kejar agar masuk kedalam agama Nasrani. Dengan sangat terpaksa akhirnya orang-orang Yahudi saat itu pun memluk agama Nasrani. Karena tidak ada kekuatan untuk melawan, maka mereka hanya bisa berdiam diri walaupun merasa sangat menderita atas perlakuan para pejabat terhadap rakyatnya saat itu.
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah Al- Walid (705 – 715 M), yaitu salah seorang khalifah dari Bani Umayyah di Damaskus. Sebelum Penakhlukaan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikan salah satu provinsi dari Dinasti Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik. (685 – 705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu’man Al – Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan bin Nu’man digantikan oleh Musa bin Nushair. Di zaman Al- Walid itu, Musa bin Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.[2]
Terdapat 3 pahlawan yang berjasa dalam proses penakhlukan wilayah Spanyol, yaitu Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nushair.
Tharif bin Malik melakukan pengintaian pada bulan Juli 710 M, dimana saat itu Tharif sebagai orang yang dipercayai oleh Musa bin Nushair menyebrangi selat yang berada diantara Maroko dan Benua Eropa dan mendarat di Semenanjung kecil dengan membawa balatentara sejumlah 500 orang pasukan berkuda, 100 diantaranya merupakan pasukan kavaleri dan 400 diantaranya merupakan pasukan infareri. Tharif menang dalam penyerbuan ini dan langsung kembali ke Afrika Utara dengan membawa hasil rampasan perang yang tidak sedikit jumlahnya terdorong oleh keberhasilan Tharif dan melihat adanya konflik penguasa di Kerajaan Spanyol Ghotik Barat, juga didorong oleh hasrat untuk memperoleh barang rampasan, bukan hasrat untuk menakhlukan, Musa mengutus seorang budak Barbar yang sudah dibebaskan Thariq bin Ziyad pada tahun 711 M. Ke Spanyol memimpin 7000 pasukan, yang sebagian besar terdiri atas orang-orang Barbar. Thariq mendarat dekat dengan gunung batu besar yang kelak mengabadikan namanya, Jabal ( gunung) Thariq (Gibraltar). Kapal-kapal mereka, menurut sejumlah riwayat, disediakan oleh Julian, pangeran Ceuta, yang namanya cukup melegenda, meskipun lebar selat itu hanya sekitar tiga belas mil.
Andalus dimasuki Thariq tepatnya pada tahun 91 H (711 M), dan sekitar tahun 934 M telah menerima upeti dari Paus yang berkedudukan di Roma. Masuknya islam di Andalusia adalah atas undangan dan permintaan Count Julian – Gubernur Spanyol – untuk membnatunya menghalau Panglima Roderick yang merampas kekuasaan Raja Ghotia pada tahun 710 M.[3]
Sorak-sorai pasukan yang berkekuatan 12.000 orang pada tahun 93H/711 M, yang memilih maju kedepan , telah meninggalkan jejak beras di dalam sejarah Islam. King Roderick maju dengan pasukan berkekuatan 100.000 orang. Jumlah pasukannya besar, tetapi semangat tempurnya telah dikalahkan oleh kemewahan hidup selama ini. Pertempuran Guadalete pada tahun 711 M di pinggir sungaai Guadalquivir, telah menentukan nasib kerajaan Visigoths. King Roderick tewas di tempat itu. Sikap penduduk yang apatis, karena dihisap dan diperas dengan beban-beban pajak yang berat, dan bantuan aktif dari pihak Yahudi, yang menderita siksaan dan penindasan selama ini, sekaligus telah menyebabkan pasuakan panglima Thariq bin Ziyad bagaikan berlari – lari layaknya ke berbagai penjuru Semenanjung Iberia. Sebuah faktor lainnya sangat menentukan bagi mempercepat kemenangan itu ialah disiplin yang ketat dari pasukan besar tersebut, memperlakukan penduduk dengan baik pada setiap wilayah yang dikuasai, memperlihatkan ketaatan dan kepatuhan menjalankan kebaktian-kebaktian keagamaan setiap harinya.[4]
Dengan dikuasainya daerah ini maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari sini Thariq dan pasukannya terus menakhlukan kota-kota penting seperti Cordova, Granada, dan Toledo ( ibu kota kerajaan Ghotik ketika itu).[5]
Setelah mendengar riwayat kemenangan Thariq di Spanyol pada tahun 93 H/712 M Musa dengan sejumlah pasukan Barbar dan Arab sebanyak 18.000 menuju Spanyol untuk ambil bagian. Setelah merampas Carmona, ekspansi Musa meluas sampai ke Barcelona di sebelah timur, Narbone, Cadiz di sebelah tenggara dan Calica di sebelah barat laut. Dia memutuskan untuk meneruskan ekspansinya ke sebelah selatan Perancis. Akan tetapi karena kekhawatiran Walid I atas pengaruh Musa yang mungkin akan memproklamirkan seluruh negara yang ia tundukkan, maka khalifah memerintahkan untuk mengakhiri ekspansi ke Eropa dan memanggil kembali Musa dan Thariq  ke Damaskus. Serangan ke Perancis dilanjutkan oleh Abdurrahman al-Ghafiqi yang terbunuh oleh pasukan Charles Martel.[6]
Sesudah itu masih juga terdapat berbagai penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah Mallorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di Zaman Bani Umayyah

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir disana, Islam memainkan peranan yang sangat besar, masa itu berlangsung lebih dari 7,5 abad.
Menurut Prof. Dr. Hamka, kekuasaan Islam di Spanyol itu dibagi kepada tiga masa berikut.
1.      Suatu provinsi dari kerajaan Umayyah di Damaskus (Damsik) diperintah oleh wakil khalifah  yang dikirim kesana mulai tahun 93 H sampai 138 H.
2.      Diperintah oleh para amir yang berdiri sendiri, terpisah dari khalifah Bani Abbas di Baghdad, dimulai oleh Amir Abdurrahman Ad-Dakhil pada tahun 138 H sampai 315 H.
3.      Abdurrahman An-Nashir memaklumkan dirinya menjadi Khalifah di Andalusia, yaitu mulai tahun 315 H sampai 422 H.

Selama Islam berkuasa di Spanyol, banyak penguasa negeri yang memerintah, diantaranya :
1.      Amir-Amir Bani Umayyah
2.      Khalifah-khalifah Bani Umayyah
3.      Daulah Ziriyah di Granada
4.      Daulah Bani Hamud di Malaga
5.      Daulah Bani Daniyah
6.      Daulah Bani Najib dan Bani Hud di Saragosa
7.      Daulah Aniriyah di Valensia
8.      Daulah Bani Ubbad di Sevilla
9.      Daulah Jahuriyah di Cordova
10.  Daulah Bani Zin Nun di Toledo, dan
11.  Daulah Bani Ahmar di Spanyol[7]




Ekspansi yang dilakukan umat Islam di Spanyol dapat dilakukan dengan mudah dalam kurun waktu yang relatif singkat karena adanya beberapa faktor yang mendukung. Faktor –faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Faktor Eksternal
Adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penakhlukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi ke dalam beberapa negeri kecil.[8]
Adapun sikap penguasa Ghotic –sebutan lazim kerajaan Visighotie – yang tidak toleran terhadap aliran agama yang berkembang saat itu. Penguasa Visighotie memaksakan aliran agamanya kepada masyarakat. Penganut agama Yahudi yang merupakan komunitas terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen, dan mereka tidak bersedia akan disiksa dan dibunuh.
Perselisihan antara Raja Roderick dengan Witiza (walikota Toledo) di satu pihak dan Ratu Julian di pihak lain. Oppas dan Achila, kakek dan anak Witeza, menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick, bahkan berkoalisi dengan kaum muslimin di Afrika Utara.[9] Dengan demikian, Ratu Julian memberi pinjaman 4 buah kapal kepada Tharif, Thariq dan juga Musa.
2.      Faktor Internal
Adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, beberapa tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penakhlukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong.[10]
Faktor lain yang tak kalah pentingnya adalah bahwa tentara Roderick tidak mempunyai semangat perang.

C.  Kemajuan Peradaban
Kemajuan peradaban Islam di Spanyol tidak terlepas dari ajaran Islam yang selalu mengagungkan ilmu pengetahuan yang seakan memberi pencerahan pada semuanya, salah satunya Spanyol. Kemajuan Spanyol memang tidak dipisahkan dari konstribusi Islam seperti yang diungkapkan beberapa ilmuwan Barat yang dikutip Razak. Thatcher dan Chawel – misalnya – secara tegas mengatakan bahwa bangsa Eropa sangat beruntung dengan kedatangan Islam. Banyak ilmu yang dapat ditemukan sehingga dapat diadopsinya.[11]
1.         Kemajuan Intelektual
a.       Filsafat
Perkembangan filsafat di Andalusia dimulai sejak abad ke-8 hingga abad ke-10. Manuskrip – manuskrip Yunani juga diteliti dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada masa Khalifah Abbasiyah, Al-Manshur (754 – 755 M) telah dimulai aktivitas penerjemahan hingga masa khalifah Al – Makmun (813 – 833 M). Pada masanya banyak filsafat karya Aristoteles yang diterjemahkan.
Tokoh-tokoh filsafat yang lahir pada masa itu, antara lain Abu Bakri Muhammad Ibn As-Sayiqh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajah sebagaimana Al-Farabi dan Ibn Sina, Ibn Bajah melalui pemikirannya sering mengembangkan berbagai permasalahan yang bersifat eyis dan eksatologis. Filosof selanjutnya adalah Abu Bakar Ibn Thufail. Melalui berbagai karyanya, ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang masyhur berjudul Hay Ibn Yaqzhan. Para filosof lainnya adalah Ibn Maimun, Ibn Arabi, Sulaiman Ibn Yahya, juga Ibn Rusyd yang juga dikenal ahli fiqh.[12]
Luthfi Abd al-Badi’ mengemukakan, bahwa Muhammad Ibn Abdillah Ibn Misarrah al-Bathini (269 – 319 H)dari Cordova dikenal sebagai orang pertama yang menekuni filsafat di Andalusia. Hal ini berarti, filsafat sudah dikenal di semenanjung ini sebelum munculnya al – Jabali. Ilmu tersebut berkembang pesat pada masa al – Nashir dan mencapai puncaknya pada masa al – Mustanshir. Sewaktu paar filosuf dikutuk pada masa daulah Amiriyah, ilmu ini mengalami kemunduran drastis, tetapi kemudian muncul kembali dan mengalami kemajuan pesat pada masa Muluk al – Thawaif.[13]
b.      Sains
Spanyol Islam banyak melahirkan tokoh dalam lapangan sains. Dalam bidang matematika, pakar yang sangat terkenal adalah Ibn Sina. Selain ahli dalam bidang tersebut, ia juga terkenal sebagai seorang teknokrat dan ahli ekologi. Bidang matematika juga melahirkan nama Ibn Saffat dan Al-Kimmy, keduanya juga ahli dalam bidang teknik[14].
Astronomi berkaitan erat dengan ilmu pasti. Astronomer Andalusia yang terkenal antara lain, Abu al-Qosim Abbas ibn Farnas. Tokoh legendaris ini juga menekuni ilmu pengetahuan alam dan kimia. Percobaan-percobaan yang spektakuler pada masa itu, telah menyebabkan ia dituduh sebagai orang yang tidak waras.[15]
Adapun beberapa tokoh sains dalam bidang Astronomi, yaitu Abbas bin Farnas, Ibrahin bin Yahya An-Naqqash, Ibnu Safar, Al-Bitruji.[16]
Dalam bidang kedokteran, muslimin Andalusia tidak ketinggalan oleh saudara-saudaranya di Timur. Dokter-dokter Andalusia kenamaan diantaranya adalah Ahmad ibn Iyas al-Qurthubi dan al-Harrani pada masa Muhammad I ibn Abd al-Rahman II al-Ausath, Yahya ibn Ishaq pada masa Abdullah ibn Mundzir yang kemudian diangkat menjadi menteri oleh al-Nashir, al-Majriti sebagaimana telah disebut pada masa al-Mustanshir, dan Abu Daud Sulaiman ibn Hasan pada masa al-Mu’ayyad. Selain nama-nama tersebut, Abu al-Qasim al-Zahrawi yang di Barat dikenal dengan Abulcasis, memberi kesan terdiri dalam dunia kedokteran. Ia dikenal sebagai sebagai dokter bedah, perintis ilmu penyakit telinga dan pelopor ilmu penyakit kulit.[17] Adapun tokoh-tokoh di bidang kedokteran yang  lain yaitu, Ummul Hasan binti Abi Ja’far, seorang tokoh dokter wanita.[18] Mungkin beliau adalah satu-satunya dokter perempuan  yang ada saat itu.
Sedangkan dalm bidang geografi, yaitu, Ibn Jubar dari Valencia (1145 – 1228 M), Ibn Bathutah dari Tangier (1304 – 1377 M) pengeliling dunia sampai Samudera Pasai (Sumatera) dan Cina.[19]
c.       Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab dengan ketinggian sastra dan tata bahasanya telah mendorong lahirnya minat yang besar masyarakat Spanyol. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya bahsa ini menjadi resmi, bahasa pengantar, bahasa ilu pengetahuan, dan administrasi.[20]
Bahasa Arab masuk ke Andalusia bersamaan dengan masuknya Islam ke daratan itu. Sejalan dengan kemajuan yang diraih oleh umat Islam, bahasa Arab dipelajari oleh berbagai kelompok pendudukan dan lapisan sosial, sehingga menggeser peran bahasa lokal dan menembus batas-batas keagamaan. Kemenangan bahasa Arab atas bahasa penduduk asli yang ditakhlukkan, menurut Philip K. Hitti, didahului oleh kemenangan bangsa Arab dalam bidang kemiliteran, politik, dan keagamaan. Sebelum menjadi bahasa pergaulan sehari-hari, bahasa Arab lebih dahulu mencapai kemenangan sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Berbicara tentang perkembangan bahasa Arab di Andalusia, tidak mungkin melupakan tokoh besar Ali al-Qali. Ia dibesarkan dan menimba ilmu Hadits, bahasa, sastra, Nahwu, dan Sharaf dari ulama-ulama terkenal di Baghdad.[21] Salah satu karya tulisnya yang terkenal dan bernilai tinggi adalah al-Amali dan al-Nawadir.
Adapun tokoh-tokoh lain yang ahli dan mahir dalam bidang Bahasa Arab, diantaranya: Ibnu Sayyidih, Muhammad bin Malik, pengarang alfiyah (tata bahasa Arab), Ibnu Khuruf, Ibnu Al- Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan bin Usfur dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.[22]
Sejalan dengan perkembangan bahasa Arab, berkembang pula kesustraan Arab yang dalam arti sempit disebut adab, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Diantara jenis prosa adalah Khithabah, tarassul maupun karya fiksi lainnya. Di antara Sastrawan yang terkemukan Andalusia adalah Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih, lahir di Cordova 246/860. Ia menekuni ilmu kedokteran dan musik, tetapi kecenderungannya lebih banyak kepada sastra dan sejarah.[23] Adapun tokoh sastra lain diantaranya, Ibnu Bassam,  Al-Fath bin Khaqan, dan lain-lain.

d.      Musik dan kesenian
Musik dan kesenian pada Islam di Spanyol sangat mashur. Musik dan seni banyak memperoleh apresiasi dari para tokoh penguasa istana. Dalam bidang seni, indikasi kemajuannya adalah berdirinya sekolah musik di Cordova oleh Zaryab (Ahmad Syalabi, jilid IV, 1979;88). Zariyab adalah artis terbesar pada zamannya, sistem sekolah musik ishak Al-Mausuli dari Baghdad. Sekolah tersebut kemudian menjadi model bagi sekolah musik lainnya yang bermunculan belakangan di Villa, Toledo, Valencia, Granada.[24]
Tokoh seni dan musik antara lain; Al-Hasan bin Nafi yang mendapat gelar Zaryab. Zaryab juga terkenal sebagai pencipta lagu-lagu.

2.         Bidang Ilmu Keagamaan
a.    Tafsir
Salah satu mufassir yang terkenal dari Andalusia adalah Al-Qurtubi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh Al-Ansori Al-Andalusi (wafat 1273 M). Adapun karyanya dalam bidang tafsir adalah Al-Jamiu Li Ahkam Al-Quran, kitab tafsir yang terdiri dari 20 Jilid ini dikenla dengan nama Tafsir Al-Qurtubi.
b.    Fiqh
Dalam bidang fiqh, Spanyol islam dikenal sebagai penganut madzhab Maliki. Adapun yang memperkenalkan madzhab ini di Spanyol adalah Ziyad bin Abd Ar-Rahman . perkembangan selanjutnya di tentukan oleh Ibnu Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam bin Abdurrahman. Para ahli fiqh lainnya adalah Abu Bakr bin Al-Quthiyah, Munis bin Said Al-Baluthi dan Ibnu Rusyd yang meciptakan kitab Bidayatul Mujtahid.
3.         Kemajuan di bidang arsutektur pembangunan
Kemegahan bangunan fisik islam Spanyol sangat maju, dan mendapat perhatian umat dan pengusaha. Umumnya bangunan-bangunan di Andalusia memiliki nilai arsitektur yang tinggi. Jalan-jalan sebagai alat transportasi dibangun, pasar-pasar dibangun untuk membangun ekonomi. Demikian pula, dam-dam, kanal-kanal, saluran air, dan jembatan-jembatan.
a.    Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum islam yang kemudian diambil alih oleh Dinasty Umayyah. Kota Cordova oleh penguasa muslim dibangun  dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol islam itu. Pohon-pohon yang megah diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istan-istana yang megah yang semakin mempercantik pandangan. Setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik. Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Kota Cordova memiliki 491 masjid.
b.      Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat islam di Spanyol. Di sini berkumpul sisa-sisa kekuatan arab dan pemikir islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal do seluruh Eropa. Istana Al-Hambra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol islam. Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana Al-Zahra, istana Al-Gazr, dan menara Girilda.
c.       Sevilla
Kota Sevilla dibangun pada masa pemerintahan Al-Muwahidin. Sevilla pernah menjadi ibu kota yang indah dan bersejarah. Semual kota ini adalah rawa-rawa. Pada masa Romawi kota ini bernama Romula Agusta, kemudian diubah menjadi Asyibiliyah (Sevilla). Sevilla telah berada dibawah kekuasaan islam selam lebih kurang 500 tahun. Salah satu bangunan masjid yang didirikan pada tahun 1171 pada masa pemerintahan sultan Yusuf Abu Ya’kub, kini telah berubah dari masjid menjadi gereja dengan nam Santa Maria Dela Sede. Kota Sevilla jatuh ke tangan Raja Ferdinand pada tahun 1248 M.
d.      Toledo
Toledo merupakan kota penting di Andalusia sebelum dikuasai islam. Ketika romawi menguasai kota Toledo, kota ini dijadikan ibu kota kerajaan. Dan ketika Thoriq bin Ziyad menguasai Toledo tahun 712 M, kota ini dijadikan pusat kegiatan umat islam, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan penerjemahan. Toledo jatuh dari tangan umat islam setelah direbut oleh raja Alfonso dari Castilia. Beberapa peninggalan bangunan masjid di Toledo kini di jadikan gereja oleh umat Kristen.[25]

D.      Kemunduran Islam di Spanyol
Suatu kebudayaan tentu akan mengalami pasang surut sebagaimana berputarnya sebuah roda, kadang di atas kadang ada di bawah. Hal ini tentu telah menjadi hukum alam. Demikian juga dengan kekuasaan sebuah imperium, suatu saat dia muncul, berkembang pesat, lalu jatuh dan hilang.[26]
Beberapa abad, islam menguasai Spanyol terbukti dengan banyaknya dinasti islam yang memerintah di Spanyol meskipun merupakan pemerintahan yang terpecah-pecah. Dikarenakan konflik internal dan eksternal, lambat laun kekuasaan islam Spanyol memudar yang didahului dengan terhentinya usaha ekspansi karena disibukkan mengatasi konflik internal. Adapun  penyebab terhentinya usaha ekspansi adalah :
1.      Posisi Andalusia yang tidak menguntungkan karena berdekatan dengan musuh daripada pendukung.
2.      Semakin lemahnya jiwa jihad dan berkurangnya minat untuk menyebarkan islam.
3.      Kebiasaan para penguasa untuk hidup berfoya-foya sehingga mereka malas berjuang dan merasa cukup dengan apa yang sudah ada.
4.      Perselisihan dan perang saudara yang terjadi antar penguasa.
5.      Persatuan dan kebangkitan kembali kaum Nasrani.[27]
Ekspansi merupakan hal yang mampu mengokohkan pemerintahan. Bila ekspansi mulai terhenti maka stabilitas pemerintahan akan goyah dan pudar eksistensinya. Hal ini dapat dipahami dari faktor penyebab lenyapnya pengaruh Islam di Spanyol, yaitu:
1.         Munculnya khalifah-khalifah yang lemah
Masa kejayaan Islam di Spanyol dimulai dari periode Abd. Rahman III yang kemudian dilanjutkan oleh putranya yaitu Hakam. Sang penguasa yang cinta ilmu pengetahuan dan kolektor buku serta pendiri perpustakaan. Pada masa kedua penguasa tersebut, keadaan politik dan ekonomi mengalami puncak kejayaan dan kestabilan.
Keadaan negara yang stabil dan penuh kemajuan ini tidak dapat bertahanlagi setelah Hakam II wafat dan digantikan Hisyam II yang baru berusia 11 tahun. Dalam usia yang sangat muda ini, ia diharuskan memikul tanggung jawab yang amat besar. Karena tidak mampu mengendalikan roda pemerintahan, jalannya pemerintahan dikendaliakan oleh ibunya dengan dibantu oleh Muhammad ibn Abi Umar yang bergelar Hajib Al-Mansur yang ambisius dan haus kekuasaan. Sejak saat itu khalifah hanya dijadikan sebagai boneka oleh Al-Mansur dan para penggantinya.[28]
Meskipun begitu siasat yang telah dilakukannya, namun mulut rakyat telah dapat disumbatnya dengan kebaikan dan jasa-jasanya, kegagahan, kebesaran, peperangan-peperangan yang senantiasa dimenangkan. Dia pergi ke medan perang dan membawa tentaranya sendiri, mashur namanya ke mana-mana, sedang khalifah hanya tinggal terkurung di dalam pekarangan istana. Manshur ibn Abi Amir itu wafat pada tahun 392 H. di dalam satu medan peperangan, dikuburkan di negeri Salem, yaitu suatu kota yang sekarang telah menjadi sebuah stasiun kecil di antara kota Madrid dengan Saracosta.[29]
2.         Konflik sesama penguasa Islam dan dengan kaum Nasrani
Para penguas Islam cukup puas dengan menerima upeti dan tidak melakukan Islamisasi secara sempurna, bahkan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat kebiasaan kaum Nasrani. Sementara kehadiran bangsa Arab menimbulkan rasa iri dan membnagkitkan rasa kebnagsaan bangsa Spanyol yang Kristen. Disamping itu, sebagai mana dikemukakan dimuka, loyalitas militer Islam sebagai tentara bayaran sangat diragukan karena kedisiplinan mereka mengikuti perintah atasan diseuaikan dengan siapa yang membayar lebih tinggi sehingga perpercahan sesama umat Islam baik sebagai anggota masyarakat maupun sebagai penguasa tidak dapat dihindarkan.[30]
3.         Munculnya Muluk Ath- Thawaif
Munculnya Muluk Ath- Thawaif (dinasti-dinasti kecil), secara politis telah menjadi indikasi akan kemunduran Islam di Spanyol, karena dengan terpecahnya kekuasaan khalifah menjadi dinasti- dinasti kecil, kekuatan pun terpecah-pecah dan lemah. Keadaan ini membuka peluang bagi penguasa provinsi pusat untuk mempertahankan eksistensinya. Masing-masing dinasti menggerakkan segala daya upaya termasuk meminta bantuan orang-orang Kristen.
Melemahnya kekuasaan Islam secara politis telah dibaca oleh orang-orang Kristen dan tak disia-siakan oleh pihak musuh untuk menyerang imperium tersebut. Pada tahun 1080 M Alfonso dengan 3 kerajaan Kristen (Galicia, Leon, Castile) berhasil menguasai Toledodan Bani Dzu An-Nur. Demikian juga, kerajaan Kristen Aragon berhasil merebut Huesea, Saragosa, Tyortosa, dan Kenida.
Pada pertengahann abad ke-13, satu-satunya kota penting yang masih dikuasai Islam adalah Granada di bawah pemerintahan Gani Ahmar. Awalnya, orang-oarng Kristen membiarkan Dinasti Ahmar menjadi gelap. Di pihak lain terjadi konflik internal di tubuh Ahmar, yakni perebutan kekuasaan yang berakhir perang saudara dan dinasti menjadi terpecah. Sejak saat itu, kekuatan Islam semakin melemah dan semakin mempercepat tamatnya riwayah umat Islam Spanyol. Pada tahun 1492, satu-satunya wilayah Islam di Spanyol akhirnya jetuh ke tangan Kristen.


4.         Kemerosotan ekonomi
Di paruh kedua masa Islam Spanyol, para penguasa mementingkan pembangunan fisik denagn mendirikan bangunan-bangunan megah dan monumental. Demikian juga, bidang IPTEK. Pemerintah dengan giat mengembangkan bidang ini, sehingga bidang perekonomian kurang mendapat perhatian. Selain itu, banyak anggaran negara yang tersearp untuk membiayai tentara bayaran demi keamanan negara.[31]
Islamnya penduduk pribumi Spanyol tidak menjadikan dirinya sederajat dengan bangsa Arab, tetapi tetap diperlakukan sebagai ibad dan muwalladun sehingga dianggap merendahkan. Oleh karena itu beragama Islam tidak menjadi daya tarik begi bangsa Spanyol sebagai dasar pemersatu ideologi. Bahkan etnis non Arab sering menjadi perusak dan menggerogoti perdamaian sehingga mempengaruhi terhadap kondisi perekonomian negara. Sementara pembangunan bidang fisik untuk keindahan kota dan peningkatan ilmu pengetahuan yang terlalu serius melalaikann pembangunan bidang perekonomian menjadi pendukung persatuan dan kesatuan.[32]
5.         Sistem peralihan kekuasaan yang tidak jelas
Salah satu penyebab kemunduran dan kehancuran suatu dinasti adalah perebutan kekuasaan antara elit penguasa maupun antarputra mahkota. Terjadinya perebutan kekuasaan ini menyebabkan perang antar elit atau keluarga yang pada akhirnya dapat menggerogoti kekuatan dan stabilitas negara.[33]
Peralihan kekuasaan yang tidak jelas mengakibatkan sering terjadi perebuatan kekuasaan sesama ahli waris, sehingga melemahkan dan hilangnya wibawa pemerintah bahkan  mengakibatkan runtuhnay kekuasaan bani Umayyah dan Muluk Al-Tawaif muncul, tetapi tetap pula terjadi perebutan kekuasaan diantara mereka
6.         Keterpencilan
          Pemerintahan Islam di Spanyol yang jauh dari daerah islam lain mengakibatkan jauhnya dukungan dari daerah lain kecuali dari Afrika Utara yang dibatasi oleh laut, sementara daerah sekitar adalah daerah yang dikuasai kaum Nasrani yang selalu iri dan meras direndahkan oleh etnis Arab.[34]

E.       Transmisi Budaya Islam Ke Eropa
Telah diterangkan terdahulu bahwa semenjak abad XI umat Islam mendapat serangan dari segala jurusan. Di Andalusia umat Kristen, semenjak raja Ferdinand I (1035 – 1065 M) mempersatukan kekuatan membentuk kerajaan Leon yang kuat, mulai menyerang kekuasaan Islam guna merebut kembali daerah-daerah mereka sehingga penyatuan kekuatan mereka itu merupakan awal dari pengusiran umat Islam dari Andalus.[35]
Umat Islam kehilangan segala sesuatu yang pernah dimiliki. Namun, terjadi sesuatu di luar dugaan manusia, ternyata bangsa yang menghancurkan daulah Islamiyah yang terpusat di Baghdad itu, keturunannya justru menjadi pembangun dan pembela agama Islam dan kebudayaannya yang gigih sehingga agama Islam menjadi tumbuh dan mekar kembali.[36]
Transmisi ilmu pengetahuan mengalir ke Eropa melalui beberapa jalur. Jalur-jalur tersebut antara lain:
1.         Melalui Andalusia

Semasa Islam di Andalausia, ada sejumlah perguruan tinggi terkenal disana. Perguruan-perguruan tinggi itu antara lain Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada. Di kota Cordova di samping memiliki universitas, juga memiliki gedung perpustakaan terbesar dan terindah pada masanya dengan bukunya lebih kurang 400.000 jilid dengan katalognya 44 jilid. Banyak peminat yang belajar ke universitas itu dari berbagai penjuru.
Pelajaran yang diberikan di Universitas Granada antara lain ilmu ketuhanan, yurisprudensi, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi. Terdapat pula gedung-gedung perpustakaan, ruang untuk diskusi dan rumah sakit. Setelah Granada jatuh pada tanggal 2 Januari 1492 ke tangan Ferdinand  dan istrinya Isabella, buku-buku yang berbahasa Arab dibakar atas perintahya.[37]
Di Andalusia sedikit demi sedikit umat Islam kehilangan daerah kekuasaanya. Mula-mula kota Toledo direbut oleh Kristen pada tahun 1085 M, hilangnya pusat sekolah tinggi dan pusat ilmu pengetahuan Islam beserta segala isinya yang terdiri dari perpustakaan beserta ilmuwan-ilmuwannya. Tahun 1236 M menyusul Cordova dirampas oleh raja Alfonso VII dari Castillia, maka hilang pula pusat kebudayaan dunia di sebelah Barat beserta masjid raya Cordova ang didirikan oleh amir-amir Amawiyah Andalusia, Kutubul Hannah yang didirikan oleh Hakam II dengan buku-bukunya dari segala cabang ilmu, jembatan yang hebat Wadil kabir ( Guadal Quivir) yang menghubungkan tepi tebing yang sebelah dengan yang lain. Kehilangan itu terus berlanjut kota demi kota, menyusul Sevilla, Malaga dan Granada.[38]
Untuk mempermudah penyerapan ilmu-ilmu Arab, di Toledo didirikan Sekolah Tinggi Terjemah. Pekerjaan ini dipimpin oleh Raymond. Buku-buku yang disalin adalah buku-buku bahasa Arab yang masih tersisa dari pembakaran. Penerjemah-penerjemah Baghdad banyak pindah ke Toledo, terutama yang berasal dari bangsa Yunani. Mereka rata-rata dapat menguasai bahasa Arab, Yahudi, Spanyol, dan Latin. Diantara penerjemah yang terkenal adalah Avendeath dan Johannes dari Seville (Johannes Hispalensis).[39] Avendeath adalah seorang Yahudi yang sudah masuk Kristen.keduanya hampir dapat dipastikan sebagai berbeda dari – dan tak satu pun di antara keduanya yang dapat diindentifikasikan sebagai – Juan Hispano yeng dtang belakangan. Gundisalvi kemungkinan memilih karya yang akan diterjemahkan dan memberikan bentuk akhir pada teks Latinnya. Sebagian besar terjemahan pada abad ke-12  tampaknya dikerjakan dalam cara ini, oleh dua orang sarjan yang bekerja bersama-sama. Penerjemah besar lainnya adalah Gerard dari Cremona, seorang Italia yang datang ke Toledo dan bekerja disana untuk beberapa tahun sampai wafatnya pada tahun 1187.[40]
Demikianlah, kemudian Toledo menjadi pusat perkembangan ilmu Islam ke Dunia Barat. Peranan Toledo bertambah lengkap setelah umat Islam terusir dari Andalusia. Buku-buku yang tersisa dari kota-kota lain seperti Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada dapat mereka manfaatkan. Bangsa barat benvi kepeda Islam tetpi haus kepada ketinggian kebudayaannya.
2.    Melalui negeri sicilia
Satu lagi jembatan mengalirnya ilmu pengetahuan Islam ke  Eropa yaitu pulau Sisilia (Siqiliah). Penguasaan Islam atas pulau ini dimulai oleh Muawiyah pada tahun 652 M, kemudian disempurnakan tahun 827 M oleh amir bani Aghlab masa Al- Ma’mun. Selanjutnya selama 189 tahun merupakan satu provinsi daulah bani Aghlab, Ibukotanya palermo. Penguasa bani Aghlab sampai ke semenanjung Italia, kota Nopels  (Napoli), Venesia, Vatikan, demikian juga ibukota Roma, sehingga Paus Johans VIII M menganggap perlu untuk mengadakan pembayaran upeti selama 2 tahun.
Sesudah Italia direbut kembali oleh orang Kristen, di kota Salerno dekat Nepals didirikan sekolah kedokteran oleh Costantin African. Sekolah Tinggi kesokteran inilah yang pertama di Eropa, pengembangan ilmu kedokteran Islam. Constantin juga mendirikan badan penerjemah dan dia bertindak sebagai pemimpinnya. Buku yang diterjemahkan adalah buku-buku ilmu kedokteran karangan Hunain bin Ishaq, Ali Abbas, dan ar-Razi. Buku Hunain “Sepuluh Msalah Mata” menjadikan nama Constantin menjadi Masyhur. Karangan Ali Abbas “Liber Regalis” dan karangan Ar-Razi “Experimenterum” diterjemahkan juga.[41]
Dimulai oleh Roger I, pulau Sicilia selanjutnya mejadi markas kebudayaan Islam. Sesungguhnya Roger I adalah orang Kristen tetapi pengetahuan Islam dilindungi, ahli-ahli filsafat , asronomi, dan tabib Timur banyak berada disekelilingnya. Kepada mereka diperkenankan menjalankan ibadah agamanya dengan leluasa. Istananya di Oalermo lebih cenderung kepada gaya Timur dari pada Barat. Lebih dari seabad sesudah masa itu, Sicilia masih tetap meskipun satu kerajaan Kristen yang unik di mana beberapa jabatan tinggi dipegang oleh umat Islam.[42]
Pada awal abad ke-8 M, bnayak orang-orang Arab yang mencoba untuk singgah di Sicilia, tetapi gagal. Ini dimulai bersamaan dengan usaha masuk ke Andalusia. Pada tahun 727 M, kekuatan tentara di bawah pimpinan Bisyr bin Safwan telah mencapi Sicilia, semula ia penguasa di Maroko.penyerangan ke Sicilia kembali diusahakan pada tahun itu juga di bawah pimpinan Usman bin Abu Ubaida dan di bawah pimpinan Mustari bin Haris, meskipun kduanya gagal.[43]
Bebrap disiplin ilmu deperkenalkan dan dikembangkan di Siscilia, diantara tokoh-tokoh yang mengembangkan ilmu di Sicilia adalah:
1.      Hamzah Al-Basri, ahli fisiologi dan perawi dan penyair-penyair besar Arab Al-Mutanabbi. Ia hijrah ke Sicilia, hingga meninggal dunia di sana pada tahun 985 M.
2.      Muhammad bi Khurasan, ahli stutus Al-Qur’an (sejarah hermenetik dan sejarah perkembangan huruf-huruf Al-Qur’an), ia berasal dari Mesir lalu ke Irak, dan terakhir ke Sicilia. Hingga meninggal di sana tahun 996 M. tokoh ilmu Al-Qur’an yag lain seperti Ismail bin Khalaf (w. 1063 M) yang belajar di Mesir dan pernah menjadi imigran di Andalus. Karyanya terbesar yang masih berupa manuskrip adalah Kitab Al-Unwan fi Al-Qur’an terdapat di museum perpustakaan Berlin, Istanbul, dan Bankipor.
3.      Para dokter sicilia antara lain, Abu Said bin Ibrahim, Abu Bark As-Siqli salah seorang guru besar dan para dokter; Ibnu Abi Usaibia. Abu Abbas  Ahmad bin Abdussalam menulis tentang salah satu komentar terhadap karay Ibnu Sina.
4.      Masih banyak lagi yang bergerak dalam berbagai bidang, antara lain dalam bidang bahasa dan sastra. Termasuk yang menarik adalah karya Dante. Dante memang banyak tau tentang Islam. Menurut Muguel Asin Lapacious ia menduga bahwa karya Dante, Divine Comedy, banyak terpengaruh karya Abul A’la Al-Ma’ari, Risalat Al-Ghufran, dan Ibnu Arabi dalam Al-Futuhat Al-Makiyyah, serta karya-karya yang lain.[44]


3.    Melalui Perang Salib
Perang Salib, suatu peperangan yang dilancarkan oleh orang-orang Kristen Barat terhadap kaum Muslimin di Asia Barat dan Mesir, yang dimulai pada akhir abad ke-11 sampai akhir abad ke-13.[45] Sekitar tahun 1096 – 1273 M / 489 – 666 H. Perang ini disebut dengan Perang Salib karena orang Kristen memakai tanda salib dalam peperangan tersebut.
Peperangan ini dilatarbelakangi oleh bebrapa faktor. Philip K. Hitti berpendapat bahwa latar belakang terjadinya Perang Salib karena reaksi dunia Kristen  di Eropa terhadap Dunia Islam di Asia, yang sejak tahun 632 melakukan ekspansi, bukan saja ke Syiria dan Asia Kecil, tetapi juga Spanyol dan Sicilia. Faktor lain adalah keinginan menggembara dan bakat kemiliteran suku Teutonia yang telah mengubah peta Eropa sejak mereka memasuki sembaran sejarah penghancuran gereja, Holy Sepulchre adalah sebuah gereja yang didirikan di atas makam Yesus dikubur, pembangunannya dilakukan oleh Khalifah Tathimiyah al-Hakim pada tahun 1009, sedangkan gereja merupakan tujuan dari beribu-ribu jamaah Eropa, perlakuan tidak wajar terhadap jamaah Kristen yang akan ke Palestina melalui Asia Kecil oleh penguasa Saljuk.[46]
Semula tentara Salib datang ke Tanah Suci dengan anggapan bahwa derajat mereka jauh lebih tinggi dari rakyat setempat dan memandangnya sebagai orang-orang penyembah berhala yang memuja Muhammad sebagai Tuhan.tetapi setelah berhadapan untuk pertama kali ternyata kebalikannya yang mereka temui. Mereka menyaksikan betapa maju dan makmurnya negeri Timur. Setelah penyerbuan selesai dan dalam waktu dua abad mereka hidup di daerah itu, mereka mulai menyesuaikan diri. Mereka melihat ketinggian kebudayaan Islam dalam segala aspek kehidupan dan mereka menirunya.[47]
Ketika perang Salib dilancarkan oleh orang-orang Kristen Eropa terhadap orang-orang Islam di Asia Barat dan Mesir, umat Islam di Spanyol mendapat serangan dari negara Kristen tetangganya dari utara. Ada dua faktor utama yang mengawali penyerbuan Kristen terhadap Spanyol Islam. Pertama, timbulnya perpecahan yang sering dikalangan umat Islam ditandai oleh lahirnya imarat-imarat kecil, sesudah masa khalifah Umayyah di Spanyol. Masa ini disebut dengan “mulk al-thawaif” (raja-raja golongan); kedua, bersatunya umat Kristen di utara Spanyol, terutama di daerah Perancis. Setelah tentara-tentara salib Kristen berhasil merebut satu demi satu kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol, mak pada tahun 898 H (1492 M) menegpung satu-satunya kerajaan Islam Bani Ahmar. Setelah kota Grenada dipertahankan bebrapa lama, maka pada tanggal 2 Januari 1492 raja terakhir Abi Abdillah menyerah kepada raja Ferdinand dengan perjanjian sebagai berikut: Raja Ferdinand akan melindungi umat Islam baik jiwanya, harta bendanya maupun agamanya. Raja Ferdinand akan membiarkan masjid-masjid dan harta wakaf dalam keadaan seperti biasa. Setelah perjanjian ditanda tangani berangkatlah Abu Abdillah beserat keluarganya menyeberang ke benua Afrikadan tinggal di Maroko dan setelah itu berakhir kekuasaan Islam di Spanyol.[48]


































Daftar Pustaka

Sunanto,Musyrifah. 2011. Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam).Jakarta: Prenada Media Group
Munthoha dkk.2009.Pemikiran dan Peradaban Islam.Yogyakarta: UII Press Yogyakarta
Hamka.1981.Sejarah Umat Islam.Jakarta: Bulan Bintang

Susmihara dan Rahmat.2013. Sejarah Islam Klasik.Yogyakarta: Ombak

Sj,fadil.2008. Pasang Surut Peradaban Islam Dalam Lintasan sejarah.Malang: UIN Malang Press

Bakar, Istianah Abu.2008.Sejarah Peradaban Islam.Malang: UIN Malang Press

Watt,W.Montgomery.1995.Islam dan Peradaban Dunia (Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan).Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Amin, Samsul Munir.2009. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:Amzah

Maryam, Siti. 2002. Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern).Yogyakarta: LESFI

Supriyadi, Dedi. 2016.Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia

Catatan:
1.      Tolong pendahuluan diperbaiki.
2.      Penutup/kesimpulan belum ada.
3.      Penulisan footnote tolong diperbaiki, sebab ada beberapa yang salah.
4.      Nama-nama pemimpin dinasti Umayyah II belum ada.







[1] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), ( Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 79
[2] Ibid, hlm. 161
[3] Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, ( Malang: UIN Malang Press,2008), hlm. 108
[4] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 163
[5] Ibid, hlm 163-164
[6] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), ( Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 73
[7] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 165-166
[8] Ibid, hlm. 166
[9] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 119
[10] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 168
[11] Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, ( Malang: UIN Malang Press,2008), hlm. 117
[12] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 172
[13] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), ( Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 92-93
[14] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 121
[15] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), ( Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 93
[16] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 173
[17] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), ( Yogyakarta: LESFI,2002), hlm.
[18] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 173
[19] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 173
[20] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 121
[21] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), ( Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 88
[22] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 173
[23] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), ( Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 89
[24] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 122
[25] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 173-176
[26] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 123
[27] Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, (Malang: UIN-Malang Press), hlm. 117
[28] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 124
[29] Hamka, Sejarah Umat Islam II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hlm. 141-142
[30] Munthoha dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm. 78
[31] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 125-126
[32] Munthoha dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm. 79
[33] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 126
[34] Munthoha dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm. 79
[35] Hj. Musyrifah Susanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hlm. 222
[36] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 179
[37] Ibid, hlm. 183-184
[38] Hj. Musyrifah Susanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hlm. 223
[39] Ibid, hlm. 226
[40] W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia (Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm. 89
[41] Hj. Musyrifah Susanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hlm. 227-228
[42] Ibid, hlm. 230
[43] Samsul Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 181
[44] Ibid, hlm. 183
[45] Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 221-222
[46]Susmihara dan Rahmat, Sejarah Islam Klasik,( Yogyakarta: Ombak), hlm. 367
[47] Hj. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam),( Jakarta: Prenada Media Group), hlm. 234
[48] Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam Dalam Lintasan sejarah,( Malang: UIN Malang Press), hlm. 223

Tidak ada komentar:

Posting Komentar