Senin, 06 Maret 2017

Asbabun Nuzul (P-IPS C Semester Genap 2016/2017)




ASBAB AL-NUZUL
Rizki Shara Imandriana, Kiki Fauziah, dan Faniyatul Mazaya
Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas C Angkatan 2015
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
email: efmazaya@gmail.com
Abstract
In his discussion of this article contains about asbab al-nuzul which includes about understanding,  the fuction of learning, as well as sharing in the context of micro (special) and macro (general). Asbab al-nuzul is a discussion of the causes of the decline in verses of the Al-Qur’an. Asbab al-nuzul or causes decline in paragraph limited to two terms. Firstly emerged without an incident and fell as the Prophet was asked about something, then the Al-Qur’anexplained the law. As for the way to tell because the decline in the verses, the scholars lean towards truth history of the Prophet or from His friends. Among the many fuction that by knowing the causes of the decline in the verses of the Al-Qur’an we will steadily give meaning and eliminate difficulties or doubts interpret. In the context of the macro and micro itself, namely: in the context of micro means special causes that precede decline in verse or in other words, the text preceded by a decline in particular because it has a history and an authentic sharih to explain the reasons why a paragraph down. For macro or general cause accompanying drop in a paragraph, referring to the situation and conditions in the broader scope both in terms of social, geographical, political and cultural. By knowing the understanding, usability study, and the type of late asbab al-nuzul in the context of micro and macro-one can know the people involved in an event that preceded the fall of the Al-Qur’an and one can determine whether a paragraph containing specific or general messages and in a state how paragraph it should be applied.
Abstrak
Dalam pembahasannya artikel ini memuat tentang asbab al-nuzul yang mencakup tentang pengertian, kegunaaan mempelajarinya, serta pembagian dalam konteks mikro (khusus) maupun makro (umum). Asbab al-nuzul adalah pembahasan sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an. Asbab al-nuzul atau sebab-sebab turunnya ayat terbatas pada dua hal. Pertama muncultanpa suatu kejadian dan turun karena sebab seperti saat Rasulullah SAW ditanya tentang sesuatu, kemudian Al-Qur’an menjelaskan hukumnya. Adapaun cara untuk mengetahui sebab turunnya ayat-ayat, para ulama bersandar kepada keshohihan riwayat dari Rasulullah SAW atau dari sahabat. Diantara sekian banyak faidah bahwa dengan mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an kita akan mantap memberi makna dan menghilangkan kesulitan atau keraguan menafsirkannya. Dalam konteks makro dan mikro sendiri, yaitu: dalam konteks mikro berarti sebab-sebab khusus yang mendahului turunnya ayat atau dengan kata lain, ayat yang turunnya didahului oleh sebab yang khusus itu memiliki riwayat sharih dan shahih untuk menjelaskan sebab mengapa suatu ayat turun. Sebab makro atau sebab umum yang menyertai turunnya suatu ayat, maksudnya adalah situasi dan kondisi dalam lingkup yang lebih luas baik dalam hal sosial, geografis, politik dan budaya. Dengan mengetahui pengertian, kegunaan mempelajari, dan jenis asbab al-nuzul dalam konteks mikro dan makro seseorang dapat mengetahui orang yang terlibat dalam suatu peristiwa yang mendahului turunnya Al-Qur’an dan seseorang dapat menentukan apakah suatu ayat mengandung pesan khusus atau umum dan dalam keadaan bagaimana ayat itu harus diterapkan.
Keywords: asbab al-nuzul, makro, mikro
A.    PENDAHULUAN
Al-Qur’an menerangkan aqidah Islam secara mudah dan jelas bagi setiap orang dari berbagai latar belakang dan tingkat kecerdasan. Al-Qur’an dalam menyampaikan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah yaitu dengan menerangkan manfaat, kerugian, perintah, larangan, kesunnahannya, halal dan haram, serta seluruh hukum-hukum yang ada. Al-Qur’an mengandung banyak bukti kebenaran dan dalil. Beberapa argument, dalil, sumpah, dan peringatan yang dikemukakan selalu sesuai kadar pengetahuan dan pemikiran manusia. Pada dasarnya dalil Al-Qur’an mampu dipahami oleh banyak orang. Sebagai seorang muslim kita wakib untuk mempelajari Al-Qur’an beserta artinya agar kita dapat mengetahui perintah Allah yang harus dikerjakan dan larangan yang harus ditinggalkan.

Asbab al-nuzul secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata yaitu: Asbab yang merupakan bentuk jama’ dari sabab yang berarti sebab atau alasan dan kata nuzul yang berarti turun. Dan secara terminology asbab al-nuzul adalah sebab-sebab yang melatar belakangi turunnya suatu ayat sebagai jawaban terhadap suatu peristiwa atau hukum ataupun hukum yang terdapat dalam peristiwa tersebut. Ada juga beberapa faedah asbab al-nuzul lainnya sebagaimana yang dikemukakan para ulama’, yaitu: pertamaa, seseorang dapat mengetahui hikmah dibalik syariat yang diturunkan. kedua, seseorang dapat mengetahui pelaku yang terlibat dalam peristiwa yang terjadi sebelum Al-Qur’an diturunkan.

Keistimewaan gaya bahasa Al-Qur’an, yaitu sangat serasi susunannya, terpadu kalimat-kalimatnya, fasih dan sangat indah. Kesempurnaan Al-Qur’an terjalin dalam ayat-ayatnya yang saling menguatkan dan sesuai pada setiap keadaan. Orang yang mengingkari Al-Qur’an tidak akan berhenti untuk melecehkan dan mencari-cari apa saja yang mereka anggap sebagai kelemahann Al-Qur’an. Dendam ini tumbuh karna mereka menganggap bahwa Al-Qur’an telah memporak porandakan kehidupan masa depan dan menghina tuhan-tuhan mereka. Maka sudah sepantasnya kita sebagai umat muslim mencintai Al-Qur’an.

Al-Qur’an menceritakan beberapa kejadian masa lalu, tentang umat-umat masa lalu dan syariat-syariatnya yang terhapus. Orang-orang hampir tidak ada yang mengetahui kisah-kisah tersebut, kecuali hanya sebagian kecil ahli kitab yang pernah mempelajinya. Adapun Nabi Muhammad menyampaikan kisah-kisah terdahulu kepada kaum muslimin dari wahyu, bukan melalui proses belajar. Orang-orang awam terdahulu yang membaca Al-Qur’an, mereka mampu merasakan dan meneguk kemanisannya. Mampu memahaminya sesuai tingkatan akal dan latar belakang masing-masing. Bahkan orang asing (non arab) yang tidak mengetahui bahasa Arab, apabila mendengar Al-Qur’an dibacakan maka jiwanya mampu merasakan kemanisannya, padahal yang didengar tergolong sesuatu yang tidak dapat diucapkan. Al-Qur’an mudah merasuk kedalam setiap jiwa merupakan keajaiban yang tidak mungkin dicapai oleh  kalimat atau syair lain.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa setiap ayat yang turun mempunyai sebab-sebab tertentu. Sudah semestinya kita sebagai umat muslim tidak hanya sekedar membaca ayat Al-Qur’an. Namun, alangkah baiknya juga mengerti dan memahami apa itu arti juga pengertian asbab al-nuzul. Oleh sebab itu dalam artikel ini penulis akan berusaha untuk memberi penjelasan tentang asbab al-nuzul, kegunaan mempelajarinya, serta membahas asbab al-nuzul dalam konteks mikro maupun makro. Sehingga diharapkan kita dapat memahami makna Al-Qur’an dan menambah keimanan serta ketakwaan kepada Allah SWT.

B.  PENGERTIAN ASBAB AL- NUZUL

Al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam yang diturunkan oleh Allah SWT untuk menyempurnakan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya seperti kitab Taurat dan Zabur. Al-Qur’an merupakan salah satu mu’jizat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk berdakwah kepada orang-orang kafir dan musyrik agar memeluk agama Islam dan mengakui keesaan Allah SWT. Membaca Al-Qur’an dinilai sebagai salah satu ibadah. Maka sudah sepatutnya bagi seluruh umat Islam untuk senantiasa membaca Al-Qur’an agar mendapat petunjuk serta hidayah dari Allah SWT. Tidak hanya sekedar membaca Al-Qur’an saja namun kita harus mengerti isi dan juga mengamalkan apa yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah SWT menurunkan Al-Qur’an secara berangsur-angsur dan tidak dalam suatu waktu tertentu, namun memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 23 sesuai dengan peristiwa yang terjadi sampai Nabi Muhammad SAW wafat, Turunnya Al-Qur’an selalu terjadi dengan suatu alasan tertentu, hal itulah yang kemudian akan dibahas penulis.

Materi Ulumu Al-Qur’an yang tidak kalah penting dipelajari dalam rangka mengkaji dan memahami Al-Qur’an adalah pengetahuan tentang asbab al-nuzul. Secara etimologi, asbab al-nuzul terdiri dari dua kata, yaitu asbab jamak dari sabab yang berarti sebab-sebab atau latar belakang; dan juga nuzul yang berarti turun. Apabila dikaitkan dengan Al-Qur’an, maka asbab al-nuzul merupakan pengetahuan mengenai sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya surat, ayat atau Al-Qur’an secara keseluruhan.[1]

Para ulama ahli Ulum Al-Qur’an misalnya Syekh Abdu al-Adhim al-Zarqani, dalam Manahil al-Irfannya mendefinisikan asbab al-nuzul atau sebab nuzul sebagai kasusu atau sesuatu yang terjadi yang ada hubungannya dengan turunnya ayat, atau ayat Al-Qur’an sebagai penjelasan hukum saat tejadinya kasus. Kasus yang dimaksud dalam definisi di atas, tentu saja terjadi pada zaman Rasulullah SAW, demikian juga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan setelah terjadinya kasus tertentu atau pertanyaan tertentu yang diajukan kepada Rasulullah SAW. Hakikatnya Rasulullah hanyalah pembawa risalah, beliau tidak memegang otoritas untuk menetapkan suatu hukum syariat. Hukum itu sendiri datang dari Allah SWT melalui wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril.[2]

Beberapa definisi lain dari para ulama tentang asbab al-nuzul yaitu; menurut Az-Zarqani, asbab al-nuzul maerupakan keterangan mengenai suatu ayat atau rangkaian ayat yang berisi tentang sebab-sebab turunnya atau menjelaskan hukum suatu kasus pada waktu kejadiannya.[3] Sementara itu Subhi Shalih berpendapat bahwa asbab al-nuzul sangat berkenaan dengan sesuatu yang menjadi sebab turunnya ayat atau beberapa ayat. Di samping itu, asbab al-nuzul juga berkaitan dengan munculnya suatu pertanyaan sehingga ayat yang turun itu sekaligus menjadi jawaban. Atau bisa juga sebagai penjelasan atas peristiwa yang diturunkan terutama ketika perkara itu terjadi.[4] Menurut Manna’ Al-Qattan, dari beberapa definisi para ulama mengenai asbab al-nuzul tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Asbab Al-Nuzul Terkait dengan Suatu Peristiwa
Asbab Al-Nuzul yang terkait dengan peristiwa terbagi menjadi tiga, yaitu :
a.         Peristiwa berupa pertengkaran
Disebutkan dalam surat Ali Imron ayat 100 yang artinya:

ياَأيّها الذيْنَ امَنوا انْ تُطِيعوا فَريْقاً مِنَ الّذِ ينَ اوتوا الكِتابَ يَردّوكمْ بَعدَ ايْمانِكمْ كَفرين

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al-kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman” (Q.S. Ali Imran: 100)
Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika suku Auz dan suku Khazraj sedang duduk-duduk, mereka bercerita tentang permusuhannya dizaman jahiliyah, sehingga bangkitlah amarahnya, sehingga masing-masing memegang senjatanya. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa seorang Yahudi yang bernama Syash bin Qais, lalu dihadapan kaum Auz dan Khazraj yang sedang ngobrol dengan riang, Yahudi tersebut mereasa benci melihat keakraban mereka, padahal asalanya bermusuhan. Ia menyuruh seorang pemuda untuk ikut ngobrol dengan mereka dan membangkitkan cerita di zaman Jahiliyahwaktu perang Bu’ats. Mulailah kaum Auz dan Khazraj berselisih dan menyombongkan kegagahan masing-masing. Tampillah Aus bin Qaizi dari kaum Auz dan jabbar bin Skhr dari Khazraj, caci maki menimbulkan amarah kedua belah pihak berloncat untuk berperng. Hal ini sampai kepada Rasulullah Saw sehingga beliau datang dan member nasihat serta mendamaikannya. Mereka tunduk dan taat kepada nasihat Rasulullah Saw.Peristiwa tersebut menyebabkan turun ayat dari surat Ali Imran di atas.
b.      Peristiwa itu kesalahan yang fatal
Salah satu contohnya yaitu pada surat An-Nisaa ayat 43, yaitu :
يأ يّهاَ الذينَ أمَنوا لاَ تقْرَبوا الصّلوةَ و أنْتُمْ سُكرى حَتّى تَعْلَمُوماَ تقُوْلوْن
Yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan” (Q.S. An Nisa: 43)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Abdurrahman bin Auf mengundang makan Ali dan kawan-kawannya, kemudian dihidangkan minuman khamar (arak, minuman keras), sehingga terganggu otak mereka. Saattibawaktushalat, orang-orang menyuruh Ali menjadiimam, danpadawaktuitubeliaumembacaayatkeliru.
c.       Peristiwa itu berupa cita-cita dan keinginan
Misalnya persesuaian (muwafaqat) Umar Ibn Khatab dengan ketentuan ayat-ayat al-Qur’an. dalam sejarah ada beberapa harapan Umar yang dikemukakannya kapada Nabi. Kemudian turun ayat-ayat yang kandungannya sesuai dengan harapan Umar. Sebagai contoh, Imam Bukhari dan lain meriwayatkan dari Anas r.a bahwa Umar berkata: “Aku sepakat dengan Tuhan dalam tiga hal: Aku katakan kepada Rasul, bagaimana sekiranya kita jadikan Maqam Ibrahim tempat shalat, maka turunlah surat Al-Baqarah ayat 125 yang berbunyi :


وَ إذْ جَعَلْنَا البَيتَ مَثَبَةً للناّسِ و أَمناً وَ اتّخِذوا مِنْ مقَامِ إبْرَاهيم مُصَلىّ...

Yang artinya :
Dan (ingatlah), ketika kami menjadikan rumah (Ka’bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat solat...” [5]

2.      Asbab Al-Nuzul Tentang suatu Pertanyaan kepada Rasulullah SAW
a.       Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu seperti dalam Surat Al-Kahfi ayat86:

وَ يَسْئلوْنَكَ عَنْ ذِي القَرْنَيْنِ قُلْ سأَتْوا علَيْكُمْ مِنْهُ ذكرَاً
Yang artinya :
“Dan mereka bertanya padamu (Muhammad) tentang Zul Karnain. Katakanlah, “Akan kubacakan kepadamu kisahnya”
b.      Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu lalu, seperti Surat Al-Israa ayat 85 :
c.        
وَ يَسْئلوْنَكَ عَنْ الرُّوْحِ قُل الرُوْحِ مِنْ أمْر رَبيِ وَ ماَ أُوْتِيتم مِنَ العِلم إلاّ قَليلاً
Artinya:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (Q.S. Al Isra: 85)
d.      Pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan datang, seperti Surat An-Naziat ayat 42:

يَسْئلوْنَكَ عَن السَاعَةِ أيّنا مُرْسها
“(orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya? ( Qs. An Nazi’at: 42)
Dari beberapa uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum Al-Qur’an –sebagaimana disampaikan oleh As-Suyuthi- diturunkan dalam dua kategori, yaitu turun tanpa sebab, dan yang kedua turun karena suatu sebab berupa peristiwa maupun pertanyaan.[6] Menurut Muhammad Chirzin, keberadaan asbab al-nuzul merupakan bukti kongkrit yang menegaskan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an memiliki hubungan yang dialektis dengan fenomena sosial-kultural masyarakat. Namun demikian, perlu ditegaskan, asbab al-nuzul tidak berhubungan secara kausaldengan materi yang bersangkutan. Artinya, tidak bisa diterima suatu kenyataan bahwa jika sebab tidak ada, maka ayat itu tidak akan turun.[7]
Hal yang berhubungan dengan peristiwa turunnya Al-Qur’an (asbab al-nuzul) terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, untuk mengetahui peristiwa tersebut tidak ada jalan lain selain mengambil dari sumber dari orang yang menyaksikannya. Dalam hal lain, riwayat para sahabat Rasulullah SAW yang mendengar dan menyaksikan kejadian yang berhubungan dengan turunnya ayat tertentu menjadi rujukan utama. Dengan demikian, dalam membahas asbab al-nuzul, pendapat ataupun penafsiran tidak mempunyai peran yang berarti. Syekh Imam Abi Hasan bin Ahmad Al-Wahidy Al-Nisabury dalam kitab asbab al-nuzulnya mengatakan, “Di dalam pembahasan asbab al-nuzul Al-Qur’an, tidak dibenarkan kecuali dengan riwayat dan mendengar dari mereka yang secara langsung menyaksikan peristiwa nuzul, dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya.”[8]


C.  KEGUNAAN MEMPELAJARI ASBAB AL-NUZUL
Mempelajari asbab al-nuzul memberi banyak faedah bagi kita sebagai umat muslim. Beberapa ulama’ menyatakan faedah mempelajari asbab al-nuzul antara lain dinyatakan oleh:
1.      Adz-Dzahabi berpendapat bahwa dengan mempelajari asbab al-nuzul kita dapat mempelajari hikamah dibalik syariat yang diturunkan melalui sebab tertentu.[9] Dengan memahami hikmah an pesan tersirat dibalik turunnya syariat oleh suatu sebab, seseorang dapat memosisikan sebuah ayat dengan adil.
2.      Menurutut M. Ali ash Shabuni, melalui asbab al-nuzul seseorang dapat mengetahui pelaku atau orang yang terlibat dalam peristiwa yang mendahului turunya suatu ayat.[10] Dengan demikian, asbab al-nuzul secara tidak langsung merupakan pintu yang dapat digunakan untuk memahami sejarah yang berkaitan dengan waktu, peristiwa, maupun pelaku kejadian yang menjadi sebab turunnya ayat.
3.      Nur Cholis Majid, sebagai mana dikutip oleh Budhy Munawar Rahman, mengemukakan bahwa dengan mempelajari asbab al-nuzul seseorang dapat menentukan apakah suatu ayat mengandung pesan khusus atau umum. Setelah itu, pengetahuan asbab al-nuzul akan membuat mufassir mampu memahami keadaan ayat tersebut mesti diterapkan.[11]
4.      Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa mengetahui asbab al-nuzul akan membantu seseorang dalam memahami suatu ayat, sebab pengetahuan asbab al-nuzul akan melahirkan pengetahuan tentang akibat.[12]
Faedah mempelajari asbab al-nuzul selain yang telah dikemukakan para ulama’ sebagaimana yang tersebut diatas juga ada beberapa manfaat lain yang akan diuraikan berikut ini :
a.       Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian didalam menangkap ayat-ayat Al-Qur’an. Untuk itu simaklah firman Allah berikut ini.
وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ


Yang artinya:
“Dan kepunyaan Allah AWT ialah timur dan barat. Maka kemanapun kamu menghadap, disitulah wajah Allah SWT.” (Surat Al-Baqarah ayat 115)

Menurut dhahir ayat ini, orang yang shalat boleh menghadap kearah mana saja, sesuai kehendak hatinya. Ia seakan-akan tidak berkewajiban menghadap ka’bah saat sholat, dan dhahir ayat ini membolehkan orang mengahadap arah mana saja, baik ketika bermukim maupun dalam perjalanan. Akan tetapi, setelah memahami Asbab An Nuzul ayat diatas, mengahadap arah mana saja hanyalah orang yang tidak tahu arah kiblat dan kemudian dia berijtihad. Dalilnya, hadist dari Ibnu Umar (lihat Manahil Al-Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Jilid I, hlm. 110)[13]
b.      Memberi batasan hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi, jika hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum. Ini bagi mereka yang berpendapat al-‘ibrah bikhushus as-sabab la bi ‘umum al-lafzhi (yang menjadi pegangan adalah sebab yang khusus, bukan lafazh yang umum). Masalah ini sebenarnya merupakan masalah khilafiah yang akan kami jelaskan nanti. Sebagai contoh dugaan Marwan bin Al-Hakam dalam surat Ali Imran ayat 188 adalah ancaman bagi semua orang mukmin. Ayat tersebut berbunyi :

لَا تَحْسَبَنَّ آلَّذِيْنَ يَفْرَحُوْنَ بَمآ أَتَواْ وَّيُحِبُّوْنَ أَن يُحْمَدُوْا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوْا فَلاَ تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مٍّنَ آلْعَذَابِ وَلهُمْ عَذَاب اَلِيْمٌ
Yang artinya :
“Jangan sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah meraka kerjakan dan mereka suka dipuji dengan perbuatan yang belum mereka kerjakan; janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa; padahal bagi mereka siksaan yang pedih” (Ali Imran: 188)

Diriwayatkan bahwa Marwan berkata kepada penjaga pintunya, “Pergilah, hai Rafi’, kepada Ibnu Abbas dan katakan kepadanya, sekiranya setiap orang di antara kita bergembira dengan apa yang telah dikerjakan dan ingin dipuji dengan perbuatan yang belum dikerjakan itu akan disiksa, niscaya kita semua akan disiksa. “Ibnu Abbas berkata, “Mengapa kamu berpendapat demikian mengenai ayat ini? Ayat ini turun berkenaan dengan Ahli Kitab. Kemudian ia membaca ayat, “dan ingatlah ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab...” (Ali Imran: 187)[14] lalu Ibnu Abbas melanjutkan, “Rasulullah menanyakan kepada mereka tentang sesuatu, tetapi mereka menyembunyikannya, dengan mengalihkan kepada persoalan lain. Itulah yang mereka tunjukkan kepada beliau. Kemudian mereka pergi, mereka menganggap bahwa mereka telah memberitahukan kepada Rasulullah apa yang ditanyakan kepada meraka. Dengan perbuatan itu mereka ingin dipuji oleh Rasulullah dan mereka gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan, yaitu menyembunyikan apa yang ditanyakan kepada meraka itu.[15]
c.       Apabila lafazh yang diturunkan itu bersifat umum dan ada dalil yang menunjukkan pengkhususannya, maka adanya asbab al-nuzul akan membatasi takhsish (pengkhususan) itu hanya terhadap selain bentuk sebab. Dan tidak dibenarkan mengeluarkannya (dari cakupan lafazh yang umum itu), karna masuknya bentuk sebab ke dalam lafazh yang umum bersifat qath’i (pasti, tidak bisa diubah). Maka, ia tidak boleh dikeluarkan melalui ijtihad, karna ijtihad itu bersifat zhanni (dugaan). Pendapat ini dijadikan pegangan oleh ulama umumnya. Contohnya yang demikian digambarkan dalam firman-Nya surat An-Nur ayat 23 yang berbunyi :

إنَّ الّذِيْنَ يَرْمونَ المُحْصنتِ الغَفلتِ المُؤْمنتِ لُعِنُ في الدُنْيا وَ الأخِرَةِ وَ لَهُمْ
عَذاَبٌ عَظِيم ...
Yang artinya :
“ Sesungguhnya orang yang menuduh (berzina) perempuan baik-baik yang lalai dan beriman, mereka kena laknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar

Ayat ini turun berkenaan dengan Aisyah secara khusus[16], atau bahkan istri-istri Nabi lainnya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang ayat, “Sesungguhnya orang yang menuduh perempuan yang baik-baik,” itu berkenaan dengan Aisyah secara khusus[17]. Juga dari Ibnu Abbas, masih berkenaan dengan ayat tersebut, “Ayat itu berkenaan dengan Aisyah dan istri-istri Nabi. Allah tidak menerima taubat orang yang melakukan hal itu, tetapi menerima taubat orang yang menuduh seorang perempuan diantara perempuan-perempuan yang beriman selain istri-istri Nabi. “Kemudian Ibnu Abbas membacakan, ”dan orang yang menuduh perempuan baik-baik..” sampai dengan.. kecuali orang-orang yang bertaubat.” (An-Nur:4-5)[18]
Atas dasar ini, maka penerimaan taubat orang yang menuduh zina dalam surat (An-Nur 4-5) ini, sekalipun merupakan pengkhususan dari keumuman ayat “Sesungguhnya orang yang menuduh perempuan baik-baik yang lalai lagi beriman,” tidak mencakup takhshish orang yang menuduh Aisyah atau istri-istri Nabi yang lain. Karna yang ini tidak ada taubatnya, sebab masuknya sebab (yakni, orang yang menuduh Aisyah atau istri-istri Nabi) kedalam cakupan makna lafazh yang umum itu bersifat qath’i (pasti).
d.      Mengetahui sebab turunnya ayat adalah cara terbaik untuk memahami Al-Qur’an dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa pengetahuan sebab turun-Nya. Al-Wahidi menjelaskan, “tidak mungkin mengetahui tafsir ayat tanpa mengetahui sejarah dan penjelasan sebab turunnya. “Ibnu Daqiq Al-Id berpendapat, “keterangan tentang sebab turunnya ayat adalah cara yang tepat untuk memahami makna Al-Qur’an. Menurut Ibnu Taimiyah, mengetahui sebab turunya ayat akan membantu dalam memahami ayat, karna mengetahui sebab akan mengantarkan pengetahuan ayat, karna mengetahui sebab akan mengantarkan pengetahuan kepada mesababnya (akibat).
e.       Sebab turunya ayat dapat menerangkan tentang kepada siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karna dorongan permusuhan dan perselisihan. Seperti disebutkan ayat, “dan (sebaliknya amatlah durhakanya) orang yang berkata kepada ibu bapaknya (ketika mereka mengajaknya beriman), ‘ah, bosan perasaanku terhadap kamu berdua. Patutkah kamu menjanjikan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan keluar dari kubur, padahal berbagai umat sebelumku telah berlalu (masih lagi belum kembali)?’ Sambil mendengar kata-katanya itu ibu bapaknya memohon pertolongan Allah (menyelamatkan anak mereka) serta berkata (kepada anaknya yang ingkar itu), Selamatkanlah dirimu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah tetap benar.’ Lalu ia menjawab (dengan angkuhnya), ‘Semuanya itu hanyalah cerita-cerita dongeng orang-orang dahulu kala’. (surat Al-Ahqaf: 17)[19]. Untuk meluruskan persoalan tersebut Aisyah mengatakan kepada Marwan yang menuduh Abdurrahman :
وَالله ماَ هُوَ بِهِ وَ لَوْ شِئْتُ أنْ اسَميَ الّذِي نُزِلَتْ لَسَمّيْتُه

     Yang Artinya:

“Demi Allah, bukan dia maksudnya bukan Abdurrahman bin Abu Bakar. Dan jika aku mau menyebut namya (orang yang menjadi sabab al-nuzul sebenarnya), maka aku mampu menyebutnya”
Dengan mengetahui Asbab Al-nuzul persoalan dapat didudukkan pada proposisi yang sebenarnya. Seperti pada kasus tuduhan Marwan terhadap Abdurrahman. Nama Abdurrahman bisa tercemar sepanjang sejarah kalau tidak ada keterangan yang meluruskan dari Aisyah.[20]
f.         Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan sebab-akibat (musabbab), hukum, peristiwa, dan pelaku, masa, dan tempat merupakan satu jalinan yang bisa mengikat hati.[21]


D.  ASBAB AL-NUZUL DALAM KONTEKS MIKRO DAN MAKRO
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami bahwa sebagian ayat-ayat Al-Qur’an ada yang turun dengan didahului oleh satu peristiwa atau pertanyaan tertentu, tetapi tidak sedikit juga yang turun dengan tidak didahului dengan sebab khusus. Dalam pembahasan kali ini penulis akan memaparkan tentang asbab al-nuzul dalam konteks mikro dan makro. Ada beberapa versi untuk pembahasan asbab Al-nuzul berdasarkan mikro (khusus) ataupun makro (umum).
a.       Mikro (khusus)
Yaitu ayat-ayat yang turun didahului dengan suatu sebab, dalam hal ini ayat-ayat Tasri’iyyah atau ayat-ayat hukum yang merupakan ayat-ayat yang pada umumnya mempunyai sebab turunnya. Jarang (sedikit sekali) ayat-ayat hukum yang turun tanpa suatu sebab. Dan sebab turunnya ayat itu ada kalanya berupa peristiwa yang terjadi di masyarakat islam dan adakalanya berupa pertanyaan dari kalangan islam atau dari kalangan lainnya yang ditunjukkan kepada Nabi. Contoh ayat-ayat yang turun ada pertanyaan yang diajukan kepada nabi, yaitu surat Al-Baqarah ayat 219, yang berbunyi :[22]
يَسْئَلُونَكَ عَنِ الخَمْروَالمَيْسِيرِ قُل فِيهمَا إثمٌ كَبْيْرٌ ومَنَافِعُ للنّاس و اثْمهُمَا          اكبرَ من نَفْعِهِماَ
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah:’pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari keduanya”
Ayat ini dalam melarang minum arak dan berjudi masih bersifat halus, sesuai dengan perkembangan iman orang-orang pada waktu itu. Jadi tidak sekaligus dikatakan bahwa minum arak dan berjudi itu haram; hanya disebutkan bahwa bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya, yakni manfaat menurut perhitungan mereka. Dengan turunnya ayat ini, maka orang-orang mukmin pada waktu itu ada yang menghentikan kebiasaannya minum arak dan berjudi, dan ada yang tidak. Kemudian setelah iman mereka itu kuat Allah melarang sama sekali perbuatan itu dengan menurunkan ayat 91 surat Al-Maidah, dimana diterangkan dimana kedua perbuatan itu haram.[23]
b.      Makro (umum)
Yaitu ayat yang turun tanpa didahului dengan suatu sebab. Misalnyaayat-ayat yang mengisahkan hal ihwal umat-umat terdahulu beserta para nabinya, menerangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dimasa lalu, atau menceritakan hal-hal yang gaib, yang akan terjadi, atau menggambarkan keadaan hari kiamat beserta nikmat surga dan siksaan neraka. Ayat-ayat demikian diturunkan oleh Allah bukan untuk memberi tanggapan terhadap suatu pertanyaan atau suatu peristiwa yang terjadi pada waktu itu, melainkan semata-mata untuk memberi petunjuk kepada manusia untuk menempuh jalan yang lurus. Allah menjadikan ayat-ayat ini mempunyai hubungan menurut konteks Qur’ani dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Seperti dalam surat Al-‘Araf ayat 31 yang berbunyi :
ياَ بنيَ ءادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كلّ مسْجدٍ ...
Yang artinya :
“Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid...”
Asbab al-nuzul ayat tersebut yaitu pada saat zaman jahiliyah ada seorang perempuan melakukan thawaf atau berkeliling ka’bah di Baitullah dengan telanjang, hanya megenakan celana dalam. Didalam thawafnya dia berteriak-teriak “Pada hari ini aku halalkan seluruh tubuh, kecuali yang aku tutupi (kemaluan) ini “. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke 31 yang memeritahkan agar mengenakan pakaian apabila masuk ke Baitullah maupun masjid-masjid yang lain.[24]
Hal yang berhubungan dengan peristiwa turunnya Al-Qur’an (asbab al-nuzul) terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, untuk mengetahui peristiwa tersebut tidak ada jalan lain selain mengambil sumber dari orang yang menyaksikannya. Dalam hal ini, para sahabat Rasulullah SAW yang mendengar dan menyaksikan kejadian yang berhubungan dengan turunnya ayat tertentu menjadi rujukan utama. Dengan demikian peran hadist sangat penting dalam memahami asbab al-nuzul.

E.     PENUTUP
Secara etimologi, asbab al-nuzul terdiri dari dua kata, yaitu asbab jamak dari sabab yang berarti sebab-sebab atau latar belakang; dan juga nuzul yang berarti turun. Apabila dikaitkan dengan Al-Qur’an, maka asbab al-nuzul merupakan pengetahuan mengenai sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya surat, ayat atau Al-Qur’an secara keseluruhan. Definisi lain dari para ulama tentang asbab al-nuzul yaitu; menurut Az-Zarqani, asbab al-nuzul maerupakan keterangan mengenai suatu ayat atau rangkaian ayat yang berisi tentang sebab-sebab turunnya atau menjelaskan hukum suatu kasus pada waktu kejadiannya. Manfaat memperlajarinya juga sangat banyak antara lain untuk memahami Al-Qur’an dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa pengetahuan sebab turun-Nya dan memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat. Asbab al-nuzul terbagi menjadi dua konteks yaitu makro (umum) dan juga mikro (khusus).



















DAFTAR PUSTAKA

Affandie Bachtiar, Hikmah Wahyu Ilahi Turunnya Ayat Suci Al-Qur’an Disertai Penjelasan, (Jakarta : CV Jasana, 1972)
Al-Qaththan, Syaikh Manna. Pengantar studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta:Pusaka Al-Kautsar, 2005)
Anwar, Rosihon, Ulum Al-Qur’an(Bandung : CV Pustaka Setia, 2013)
Anwar, Rusydie. Pengantar UlumulAl-Qur’an dan Ulumul Hadist; Teori dan Metodologi, (Yogyakarta:IRCiSoD, 2015)
Hermawan, Acep. ‘Ulumul Quran Ilmu untuk Memahami Wahyu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013)
HR. Al-Bukhari dan Muslim serta lainnya dalam Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2013)
HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawih, dan disahkan oleh Al-Hakim.
HR. Ibnu Abi Hatim, dan disahkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Mardawih
HR. Said bin Manshur, Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Ibnu Mardawih (lihat Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir).
Mahali, Al Mudjab, Asbabun Nuzul Studi Pendalamn Al-Qur’an 2 Al-Maidah-Al-Israa, (Yogyakarta : Rajawali Pers, 1988)
Manaul, Quthan, ( Pembahasan Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Rineka Ilmu, 1992)
Sumbulah, Umi. dkk, Studi Al-Qur’an dan Hadist, (Malang: UIN Maliki Press, 2014)
Wahidy, Ridhoul.Asbabun Nuzul Sebagai Cabang UlumulAl-Qur’an, 2015, Jurnal Syahadah Volume. III, Nomer. 1,April 2015
Zuhdi, Masyfuk, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya : CV Karya Abditama, 1997)

Catatan:
1.      Tolong pendahuluannya diperbaiki.
2.      Penulisan daftar pustaka berbeda dengan penulisan footnote.
3.      Penjelasan mengenai asbabun nuzul mikro dan makro salah.


[1]Rusydie Anwar, PengantarUlumulAl-Qur’andanUlumulHadist; TeoridanMetodologi, (Yogyakarta:IRCiSoD, 2015), hlm. 61-62
[2]Umi Sumbulah, dkk, Studi Al-Qur’an danHadist (Malang: UIN Maliki Press, 2014), hlm. 163-164
[3]Az-Zarqani, Manahilul ‘Irfan fi ‘UlumilAl-Qur’an, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), hlm 106 dalam ibid, Rusydie Anwar, hlm 63
[4]SubhiShalih, MembahasIlmu-Ilmu…, hlm.160 dalam ibid, Rusydie Anwar, hlm, 64
[5]Ridhoul Wahidy, Asbabun Nuzul Sebagai Cabang UlumulAl-Qur’an, 2015, Jurnal Syahadah Volume. III, Nomer. 1,April 2015, hlm. 57-59
[6] As-Suyuti, Al-Itqan fi Ulumi Al-Qur’an, jilid 1 (Kairo : Musthafa al-Babi al Halabi, 1951), hlm. 28 dalamOp.Cit, Rusydie Anwar, hlm 67
[7] Muhammad Chirzin, Al-Qur’an danUlumulAl-Qur’an…hlm. 31 dalam ibid
[8]Acep, UlumulAl-Qur’an…41, dalam Op.Cit, UmiSumbulahdkk, hal. 175
[9]M.H Adz-Dzahabi, Al-Tafsir wal Mufassirun tanpa kota: 1976), hlm. 109. Dalam Opcit, Rusydie Anwar, hlm. 73
[10]M.Ali ash-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumi..., hlm.20. Dalam Ibid
[11]Budhy Munawar Rahman (ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Yayasan Paradina, 1994), hlm. 24. Dalam Ibid
[12]M.Ali ash-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumi..., hlm.21. Dalam Ibid, hlm. 74
[13] Acep Hermawan, ‘Ulumul Quran Ilmu untuk Memahami Wahyu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 38
[14]Quthan, Manaul, (Pembahasan Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Rineka Ilmu, 1992), hlm. 66-67
[15]HR. Al-Bukhari dan Muslim serta lainnya dalam Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 97
[16]HR. Ibnu Abi Hatim, dan disahkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Mardawih dalam Ibid, hlm.98
[17]HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawih, dan disahkan oleh Al-Hakim. ibid
[18]HR. Said bin Manshur, Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Ibnu Mardawih (lihat Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir). Ibid
[19]Syaikh, Manna Al-Qaththan, Op.Cit, hlm.100
[20]Acep Hermawan, Op.Cit. hlm. 40
[21]Anwar, Rosihon,Ulum Qur’an,  (Bandung : CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 65
[22]Zuhdi, Masyfuk, Pengantar Ulumul Qur’an (Surabaya : Karya Abditama, 1997), hlm. 36-37
[23]Bachtiar Affandie, Hikmah Wahyu Ilahi Turunnya Ayat Suci Al-Qur’an Disertai Penjelasan, (Jakarta : CV Jasana, 1972), hlm. 106
[24]Al Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalamn Al-Qur’an 2 Al-Maidah-Al-Israa, (Yogyakarta : Rajawali Pers, 1988), hlm. 113

Tidak ada komentar:

Posting Komentar