Rabu, 02 November 2016

Kitab-Kitab Hadis (PAI B Semester III)





KITAB-KITAB HADIS

Yuyun Rohmawati dan Triana Handayani
Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri Malauna
Malik Ibrahim, Malang


Abstract: The Al-Qur’an and Hadist are resource of islamic lesson. The inside to be found studies of islamic, we must study Al-qur’an and Hadist with good. So that we not fall into a trap. Al-Qur’an is holy book of Muslim, it have some many peculiar feature in the language. So, we are as Muslim, sometime  we will difficulty for learning of contents. Because of, we need a something that can your help for to know meaning of the contained in Al-Qur’an, that is Hadist. Total of the Hadist is so many. But, the most popular and be familiar in society just several of Hadist. That is Kutub al-Sittah and Kutub al-Tis’ah. The counted of Kutub al-Sittah is Shahih al-Bukhari, Shohih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan at-Turmuzi, Sunan an-Nasa’i, and Sunan Ibn Majah. Although Hadist are content on Kutub al-Sittah plus two Hadist on Muatta’ Malik and Musnad Ahmad, called Kutub al-Tis’ah.

Keywords: Qur’an, Hadist, Kutub al-Sittah, Kutub al-Tis’ah.

Pendahuluan
            Seseorang yang ingin mengkaji ajaran Islam secara baik, benar, dan mendalam tidak dapat dapat menghindarkan diri dari keharusan mempelajari Al-Qur’an dan hadis Nabi. Dinyatakan demikian, karena Al-Qur’an dan hadis Nabi merupakan sumber ajaran Islam.[1]
            Para penghimpun hadis, yang jumlahnya banyak dan masa hidup mereka tidak semuanya sezaman itu, telah berusaha menghimpun hadis dari para periwayatnya langsung. Kriteria dan metode penghimpunan hadis ditentukan oleh para penghimpun masing-masing. Dengan demikian kitab-kitab hadis yang menghimpun hadis dari para periwayatnya langsung itu menjadi beragam, baik dilihat dari kriterianya, metodenya maupun jumlah hadis yang dimuatnya. Jadi, kitab himpunan hadis menjadi banyak, sebanyak jumlah para penghimpun hadis. Dalam sejarah, ulama’ periwayat hadis yang telah melakukan penghimpunan hadis tidak hanya berjumlah puluhanorang saja, tetapi mencapai jumlah ratusan orang, dan bahkan mungkin ribuan orang. [2] Tapi, diantara kitab riwayat dan musnad yang penting dan dikenal di masayarakat yaitu: jami’, musnad, muwatha’, sunan dan lain-lain.
            Sejak ulama mutaakhirin, antara lain Al-Hazimi mulai termashur di kalangan masyarakat, adanya sebutan terhadap kitab hadis ini “Al-Kutubul Khamsah” (Lima Kitab Induk) atau Al-Ushulul Khamsah (Lima Kitab Pokok). Kitab yang termasuk kelompok Al-Ushulul Khamsah ini ialah: Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Jami at-Turmudzi, dan Sunan an-Nasa’i. Kemudian, diantara ulama mutaakhirin lainnya, yaitu Sunan Ibn Majah menjadi kitab pokok, sehingga sebutannya ditambah satu lagi menjadi “Al-Kutubus Sittah”. Ulama yang menambahkan menjadi Al-Kutubus Sittah ini adalah Abu Al Fadl Ibn Thahir Abdul Ghani Al-Maqdisi, dan selanjutnya dipopulerkan Al-Mizi Al-Khajraji dan Ibn Hajar Asqalani. Namun, walaupun ulama sepakat menambah satu kitab lagi sehingga menjadi Al-Kutubus Sittah, mereka berbeda pendapat mengenai kitab yang cocok menjadi kitab yang keenam itu.[3]
            Memang masing-masing pemilik keenam kitab sunnah tersebut memilki kelebihan tersendiri yang bisa dikenali. Siapa ingin memperdalam pemahaman, dia harus membaca Shahih Al-Bukhari. Siapa ingin menghindari hal-hal bersifat ta’lik hendaknya mempelajari Shahih Muslim. Yang hendak menambah pengetahuan dalam ilmu hadis, dia harus meneladani koleksi-koleksi Imam Tirmidzi. Yang menginginkan ikhtisar hadis-hadis hukum, sebaiknya membaca Sunan-Sunan Imam Abu Daud. Dan siapa yang menghendaki pembahasan fiqh yang sistematik merujuklah pada karya Ibnu Majah. Akan halnya Imam Nasa’i, keistimewaannya tidak perlu diasingkan.[4]
            Sedangkan yang termasuk dalam Al-Kutubu Al-Tis’ah adalah enam kitab yang ada dalam Al-Kutubus Sittah ditambah dengan 3 kitab lagi, yaitu: Sunan Ad-Darimi, Muatta’ Malik, dan Musnad Ahmad.

Pengertian Kitab-kitab Hadis
1.    Kitab Al-Jami’u
Kitab jami’ menurut istilah para muhadditsin adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab dan mencakup hadis-hadis berbagai sendi ajaran Islam dan sub-subnya yang secara garis besar terdiri atas delapan bab, yaitu akidah, hukum, perilaku para tokoh agama, adab, tafsir, fitan, tanda-tanda kiamat, dan manaqib.
Kitab jami’ itu sangat banyak, yang termasyhur di antaranya adalah berikut ini:
a.    Al-Jami’ al-Sahih karya Al-Bukhari.
b.    Al-Jami’ al-Sahih karya Imam Muslim.
c.     Al-Jami’ karya Imam at-Turmudzi yang dikenal dengan Sunan at-Turmudzi. Kitab ini disebut sunan karena ia lebih menonjolkan hadis-hadis hukum.[5]
2.    Kitab Al-Musnad
Yaitu kitab yang berisi hadis-hadis yang urutannya disusun sesuai dengan urutan rawi yang paling atas (thabaqat sahabat). Ciri-ciri kitab al-Musnad di antaranya adalah:
1.    Disusun sesuai urutan rawi yang paling atas yaitu sahabat atau tabiin jika hadisnya mursal.
2.    Susunan sahabat atau tabiin tersebut berdasarkan huruf hijaiyah, awal masuk Islam, atau berdasarkan kabilah.
3.    Matan hadis-hadisnya yang ditulis setelah nama sahabat atau tabiin tidak diurutkan.
4.    Hadis-hadisnya ada yang Sahih, Hasan dan daif.
5.    Tidak dimaksudkan untuk mempelajari para periwayatnya, tetapi untuk mengetahui berapa banyak hadis yang diriwayatkan oleh sahabat.
Adapun faidah kitab al-Musnad yaitu:
1.    Menoleksi banyak hadis, banyak riwayat, banyak sanad.
2.    Cara yang mudah bagi orang yang menghafalkan hadis.
3.    Cara untuk mencari hadis yang dimaksud. [6]
Jumlah kitab al-Musnad ini sangat banyak, yang paling masyhur dan paling tinggi martabatnya adalah al-Musnad karya al-Imam Ahmad bin Hanbal, kemudian Musnad Abi Ya’la al-Mushili.[7]
3.    Kitab Al-Muwatha’
Kitab al-Muwatha’ ini ditulis oleh Abdul Malik bin Anas. Kitab ini dinilai dengan banyak ahli bukan sebagai kitab hadis, melainkan kitab fiqh. Sekalipun demikian, al-Muwatha’ sesungguhnya kitab hadist, dan bahkan sebagai kitab yang paling tua dibanding kitab hadist lainnya. Hannya, catatan para ahli, tidak memasukkan kitab ini dalam jajaran kitab sahih, seperti halnya kitab hadis Shahih al-Bukhari, mengingat kitab ini nuansa kitab fiqhnya lebih kuat dibanding sebagai kitab hadis.[8]
4.    Kitab Al-Sunan
Kitab sunan adalah kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis hukum yang marfuk dan disusun berdasarkan bab fiqh.[9] Dan tidak menyebutkan khabar dan atsar.[10]
Kitab-kitab sunan yang masyhur adalah Sunan Abu Dawud, Sunan at-Turmudzi, Sunan al-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah. Keempat kitab ini masyhur dengan sebutan al-Sunan al-Arba’ah.
Apabila dikatakan al-Sunan al-Tsalatsah,  maka maksudnya adalah ketiga sunan yang pertama, yakni selain Sunan Ibnu Majah. Apabila dikatakan Al-Khamsah, maka yang dimaksud adalah al-Sunan al-Arba’ah dan Musnad Ahmad. Apabila dikatakan al-Sittah,  maka yang dimaksud adalah Sahihahain dan al-Sunan al-Araba’ah.[11]

Komposisi Enam Kitab Hadis Primer (Kutub al-Sittah)
1.    Shahih Al-Bukhari
Penyusun kitab Shahih Al-Bukhari ialah al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il bin al-Mugirah bin Bardizbah al-Bukhari, yang lebih dikenal dengan sebutan al-Bukhari (wafat 256 H = 870 M).
Judul kitab tersebut secara lengkap menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalani (wafat 852 H = 1449) ialah:
الجامع الصيح المسند من حديث رسول الله صلى اللهعليه وسلم وسننه وايا مه
Di masyarakat, judul yang lebih dikenal ialah:
صحيح البخارى atau اجامع الصحيح للبخارى [12]
Jumhur ulama’ telah sepakat bahwa kitab shahih Bukhari adalah merupakan kitab yang paling shahih setelah Al-Qur’an dan merupakan kitab pokok yang pertama dari kitab hadis. Imam Syafi’i telah berkata:
ما على وجه الارض كتا ب بعد كتا ب الله اصح من كتا ب مالك
Tidak ada suatu kitab di muka bumi ini, setalah Al-Qur’an yang lebih shahih dari pada kitab Imam Malik (Al Muwaththa’).
Ucapan tersebut diucapkan oleh Imam Asy-Syafi’i tatkala Imam Bukhori belum menulis kitab shahihnya. Setelah Imam Bukhari menulis kitab Jami’ush shahihnya, maka Jumhur ulama’ berpendapat bahwa shahoh Bukhori adalah yang paling tinggi nilainya.
Hadis-hadis yang ditulisnya adalah merupakan saringan dari beribu-ribu hadis yang ada padanya. Setiap beliau menulis hadis dalam kitabnya beliau sholat istiharah lebih dahulu. Ia berkata:
ما كتبت فى كتا ب الصخيح حد يثا الا اغتسلت قبل ذلك وصليت ر كعتين
Tidaklah aku menulis satu hadis ke dalam kitab shahih kecuali aku mandi sebelumnya dan aku sholat dua rokaat lebih dahulu”
Tidak ada satu hadispun yang tidak dapat dipakai sebagai hujjah hanya diperselisihkan apakah hadis-hadis yang ada di dalamnya itu memberikan faedah qath’i ataukah memberikan faedah dhanny.[13]
Adapun alasan ulama menetapkan kitab shahih Al-Bukhari ini lebih tinggi martabatnya dari pada kitab hadis lain, karena persayaratan yang dilakukan oleh Al-Bukhari lebih cermat dan teliti dalam menentukan hadis sahih.
Sebenarnya hadis yang beliau ketahui sangat banyak, malahan beliau hafal sampai sertus ribu hadis, yang menurutnya shahih. Namun yang beliau pilih dan catat dalam kitab shahihnya hannya sekitar 9092 hadis; itipun dalam keadaan berulang-ulang. Menurut penelitian Al-Ustadz Muhammad Fuad Abdul Baqi, Shahih al-Bukhari menghimpun 7563 hadis dengan dikecualikan hadis mu’allaq, muttabi’, mauquf, dan maqthu. Dengan dibuang hadis yang diulang Shahih Al-Bukhari menghimpun 2067 hadis saja. Menurut penelitian Ibn Shalah dalam Shahih al-Bukhori  ada 7275 hadis dengan yang diulang dan 400 hadis tanpa diulang. Dalam Shahih al-Bukhari ada 3451 bab dengan 97 judul.[14]
Syarah dari kitab Shahih al-Bukhari ada 82 buah diantaranya:
a.    At Tanqieh karangan Badruddin Az Zarkasyi.
b.    At Tausyieh karangan Jalaluddin As Sayuthy.
c.     ‘Umdatul qaari karangan Badruddin Al ‘Ainy.
d.    Fathul Baari karangan Syihabuddin Al ‘As qalany.
e.    A’lamus Sunan karangan Al Khaththaby.
f.      Al Kawakibud Daraarie karangan Muhammad bin Yusuf Al Kirmany dan lain-lainnya.
Yang merupakan raja dari syarah Bukhari ialah Fathul Baari karangan Syihabuddin Al ‘As qalany. Dan sebaik-baiknya mukhtashar dari shahih Bukhari ialah At Tajriedush shahih susunan Husain Ibnu Mabarak.[15]
2.    Shahih Muslim
Penyusun kitab tersebut ialah Al-Imam Abul Huasin Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, yang lebih dikenal dengan sebutan Muslim (wafat 216 H = 875 M).[16]
Kitab Shahih Muslim merupakan kitab yang kedua setelah Shahih Bukhari. Kitab Shahih Muslim lebih bagus susunannya dibandingkan kitab Shahih Bukhari, sehingga mencari hadis-hadis dalam Shahih Muslim  lebih mudah, karena beliau tidak mentaqthi’ suatu hadis, beliau meletakkan hadis-hadis tentang wudlu umpamanya, di bagian wudlu tidak berserak seperti dalam Shahih Bukhari.
Jumlah hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Shahih Muslim sebanyak 7273 termasuk hadis-hadis yang mukarrar, kalau tidak dimasukkan hadis-hadis yang mukarrar maka jumlahnya 4000 hadis.
Kitab yang memberikan syarah ada 15 buah antara lain:
a.    Al Mu’allim bi Fawaa-idi Muslim, karangan Al Maazary.
b.    Al Ikmaal karangan Al Qadli Al ‘Iyad.
c.     Minhajul Muhadditsin karangan An Nawawi.
d.    Ikmaalul Ikmaal karangan Az Zawawi.
e.    Ikmalu Ikmalil Mu’allim karangan Abu Abdillah Muhammad Al Abiyi Al Maliki.[17]
3.    Sunan Abi Daud
Penyusun kitab tersebut ialah al-Imam Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’as al-Azdi as-Sijistani, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Daud al-Sijistani, atau Abu Daud (wafat 275 H = 889 M).[18] Abu Daud sebenarnya dapat menghimpun dan menghafal sampai 500.000 hadis, tetapi hannya memilih 4800 hadis dalam karyanya. Jika dihitung dengan hadis yang disebut beberapa kali; dalam kitab sunan ini terdapat 5274 hadis. [19]
Cara penulisan hadis-hadis dalam kitabnya ialah kalau hadis yang ditulis itu terdapat kelemahan maka ia menjelaskan di mana letak kelemahannya itu, sedang kalau hadis itu hadis yang shalih, maka beliau tidak memberikan komentar sesuatu.[20]
4.    Sunan at-Turmudzi
Penuyusun kitab tersebut ialah Imam Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahak as-Salmi at-Turmudzi, yang lebih dikenal dengan sebuatan at-Turmudzi (wafat 279 H = 892 M).[21]
Jumhur ulama’ mengakui Sunan at-Turmudzi ini tinggi nilainya dan besar sekali manfaatnya serta isinya jarang berulang-ulang. Adapun alasan utama menempatkan Sunan at-Turmudzi pada martabat keempat ini karena beberapa persyaratan yang dilakukan oleh Imam ini dalam menyusun sunannya yaitu:
a.    Hadis yang sudah disepakati oleh Bukhori dan Muslim.
b.    Hadis yang mengikuti persayaratan al-Bukhori dan Muslim, tetapi beliau berdua tidak men-takhrij-kannya.
c.     Hadis yang kesahihannya belum pasti dengan diterangkan illat-nya.
d.    Hadis yang telah diamalkan oleh fuqaha, walaupun kenyataannya hadis itu lemah.[22]
Diantara yang memberikan syarah terhadap kitab ini ialah: Ibnu ‘Araby Al Maliky dalam kitab ‘Aridlatul Ahwadzy, sedangkan yang memberikan ikhtishar ialah Najamuddin Ibnu ‘Aqiel dalam kitab Al Jami’. [23]
5.    Sunan an-Nasa’i
Penyusun kitab tersebut ialah al-Imam Abu ‘Abdir-Rahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali bin Sunan bin Bahr an-Nasa’i, yang lebih dikenal dengan sebutan an-Nasa’i (wafat 303 H = 915 M).[24] Beliau menyusun kitabnya semula bernama al-Sunan al-Kubra. Kemudian beliau meringkas kitabnya dan mengambil hadis yang menurut penilaiannya sahih. Karyanya bernama al-Sunan al-Shugra setelah diringkas, sebagaimana perintah Amir Ramlah. Al-Sunan al-Shugra inilah yang banyak terbanyak tersebar luas dikalangan masyarakat Islam sekarang; yang lebih terkenal dengan Sunan Al-Nasa’i. Dalam kitab sunan ini terdapat 5761 hadis, yang menurut para peneliti sedikit sekali hadis dhaif dan rijal yang tercela. Imam al-Suyuthi mensyarahkan kitab ini dengan nama Syarh al-Sanadi ala Sunan Al-Nasa’i. [25]
6.    Sunan Ibnu Majah
Penyusun kitab Sunan Ibni Majah ialah al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid Ibni Majah al-Qazwini, dan dalam masyarakat dikenal dengan sebutan Ibnu Majah (wafat 273 H = 887 M).[26] Menurut perhitungan Abu Hasan Al Qaththan, dalam sunan Ibnu Majah ada 150 bab memuat 4000 hadis. Menutur adz Dzahabi dari sebanyak itu ada kurang lebih 1000 hadis yang dlaif dan ada yang sampai tingkat maudlu’ sejumlah 20. Sedang yang pertama kali memasukkan Ibnu Majah dalam lingkungan kutubus Sittah ialah Muhammad bin Thahir Al Maqdisi kemudian disusul oleh Abdul Ghani dan disambut oleh Ulama’ Mutaakhkhirin lainnya, dengan alasan dimenangkannya sunan Ibnu Majah atas Al Muwaththa’ dan Sunan Ad Darimy karena di dalam Sunan Ibnu Majah terdapat banyak zawaid/tambahan-tambahan/tafsiran-tafsiran yang tidak terdapat dalam kutubul-khamsah, walaupun zawaid tersebut ada yang shahih dan ada yang dlaif. Diantara kitab yang memberikan syarah ialah: kitab Mishbahuz Zujajah ‘ala sunani Ibni Majah.

Komposisi Sembilan Kitab Hadis Primer (Kutub al-Tis’ah)
            Yang termasuk sembilan kitab hadis primer (Kutub al-Tis’ah) adalah enam kitab yang ada dalam kutub at-sittah ditambah dengan tiga kitab hadis lagi, antara lain:
7.    Sunan ad-Darimi
Penyusunnya: Abu Muhammad Abdullah Ibn Abdir Rahman ad Darimy As Samarkandy (lahir th: 181 H dan wafat th: 225 H).
Kitab ini lebih banyak mengandung hadist-hadist shahih jika dibandingkan dengan kitab Sunan Ibnu Majah, hanya sedikit saja hadits yang tidak shahih karena itu sebagian ulama’ hadist menjadikan kitab ini sebagai kitab pokok yang keenam menggeser kitab Sunan Ibnu Majah. [27]
8.    Muatta’ Malik
Penyusun kitab tersebut adalah al-Imam ‘Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir al-Asbahi, yang lebih dikenal dengan sebutan Malik bin Anas (wafat 179 H = 795 M), pengulu mazhab fiqh Maliki.
Kitab hadis susunan Imam Malik itu berjudul: الموطأ dan di masyarakat biasa disebut sebagai kitab: موطأمالك.
9.    Musnad Ahmad
Penyusun kitab tersebut ialah al-Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal asy-Syaibani al-Marwazi, yang lebih dikenal dengan nama Ahmad bin Hambal (wafat 241 H = 855 M), penghulu mazhab fiqh Hambali.
Kitab hadis susunan Imam Ahmad tersebut berjudul: المسند dan di masyarakat, kitab tersebut dikenal sebagai: مسند أحمد بن حنبل atau: مسند احمد .
Musnad Ahmad tersusun berdasarkan nama-nama sahabat periwayat hadis dan bukan berdasarkan topik masalah.
Kesembilan kitab hadis di atas dikenal luas di masyarakat dan banyak pihak yang memilikinya.
Selain dari kesembilan kitab hadis tersebut, ada pula sejumlah kitab hadis yang juga cukup dikenal di masayarakat, namun kitab-kitab dimaksud tidak banyak beredar. Sebagian dari kitab-kitab itu dapat disebutkan namanya berikut ini:
1.                                                                             مسند احميدي                     5. المعجم ا لصغيرللطبرانى
2.                                                                             مسند أبى عوانة      6. المستد رك للحاكم
3.                                                                             صحيح ابن ماجه     7. السنن الكبرى للبيهقى [28]

Kesimpulan
Kitab-kitab hadist yang terkenal yaitu kitab al-Jami’u, kitab al-Musnad, kitab al-Muwatha’, kitab Sunan dan lain-lain.
Dengan begitu banyaknya kitab-kitab hadis yang ada, namun yang menjadi hadis primer yaitu yang dikenal dengan sebutan Kutubu al-Sittah (terdiri dari Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Turmuzi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibn Majah). Selain itu juga ada hadis primer yang namanya Kutubu al-Tis’a (terdiri dari enam hadis primer yang ada di kelompok Kutubu al-Sittah ditambah dengan tiga kitab hadis lagi yaitu: Sunan ad-Darimi, Muatta’ Malik, Musnad Ahmad).

Daftar Rujukan
Khaeruman, Badri. 2010. Ulumul Al-Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Anwar, Moh. 1981. Ilmu Mushthalah Hadits. Surabaya: Al Ikhlas.
Ismail, M. Syuhudi. 1991. Cara Praktis Mencari Hadis. Jakarta: Bulan Bintang.
‘Itr, Nuruddin. 2012. Ulumul Hadis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
As-shalih, Subhi. 1995. Membahas Ilmu-ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus.
TIM Guru MGPK Provinsi Jawa Timur. 2012. Hadis Madrasah Aliyah Kelas XI Program Keagamaan. Mojokerto: CV. Mutiara Ilmu.


Format makalah ini bagus, sebab sudah sesuai dengan arahan saya pada pertemuan pertama. Namun ada beberapa hal yang perlu dibenahi:
  1. Kuantitas halaman makalah ini masih belum mencukupi. Ada banyak aspek yang bisa ditambahkan supaya bisa menambah lagi kuantitas halaman, seperti biografi masing-masing pengarang kitab yang dapat ditulis dua atau tiga paragraf.
  2. Penjelasan al-kutub al-sittah dan al-kutub al-tis’ah terasa tidak seimbang. Kajian pada tiga kitab penambah tidak dipaparkan serupa dengan enam kitab sebelumnya.
  3. Penulisan footnote berupa referensi yang sama dengan sebelumnya perlu dipelajari lagi, sehingga tidak ditulis semuanya seperti yang tercantum dalam makalah ini.



[1] M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), 3.
[2] M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), 5.
[3] Abdurrahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), 232.
[4] Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), 110.
[5] Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2012), 192.
[6] TIM Guru MGPK Provinsi Jawa Timur, Hadis Madrasah Aliyah Kelas XI Program Keagamaan, (Mojokerto: CV. Mutiara Ilmu, 2012), 126-127.
[7] Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2012), 194
[8] Badri Khaeruman, Ulumul Al-Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 244.
[9] Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2012), 192
[10] TIM Guru MGPK Provinsi Jawa Timur, Hadis Madrasah Aliyah Kelas XI Program Keagamaan, (Mojokerto: CV. Mutiara Ilmu, 2012), 124
[11] Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2012), 192.
[12] M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), 6.
[13] Moh. Anwar, Ilmu Mushthalah Hadis, (Surabaya: Al Ikhlas, cet. 2, 1981), 79-80.
[14] Abdurrahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), 233.
[15] Moh. Anwar, Ilmu Mushthalah Hadis, (Surabaya: Al Ikhlas, cet. 2, 1981), 80-81.
[16] M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), 7.
[17] Moh. Anwar, Ilmu Mushthalah Hadis, (Surabaya: Al Ikhlas, cet. 2, 1981), 81-83.
[18] M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), 7.
[19] Abdurrahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), 236.
[20] Moh. Anwar, Ilmu Mushthalah Hadis, (Surabaya: Al Ikhlas, cet. 2, 1981), 86.
[21] M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), 8.
[22] Abdurrahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), 239.
[23] Moh. Anwar, Ilmu Mushthalah Hadis, (Surabaya: Al Ikhlas, cet. 2, 1981), 90.
[24] M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), 9.
[25] Abdurrahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), 241.
[26] M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), 10.
[27] Moh. Anwar, Ilmu Mushthalah Hadis, (Surabaya: Al Ikhlas, cet. 2, 1981), 90-92.
[28] M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), 12-13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar