Selasa, 02 Agustus 2016

Belajar dari Kyai Youtube dan Tuntutan di Akhirat



Dahulu, ada seorang teman yang bertanya pada saya mengenai bagaimana hukumnya belajar dari Youtube? Saya jawab saja bahwa jika belajar dari Youtube dan saudara-saudaranya sebagai perbandingan atau tambahnya wawasan setelah mengaji langsung pada kyai atau ustadz dan mengkaji langsung pada kitab kuning sich barangkali tidak ada masalah, tetapi apabila sebelumnya belum pernah belajar pada kyai atau ustadz dan langsung belajar dari Youtube itu barangkali yang menjadi  masalah. Lantas kemudian ia pun menceritakan hal yang menarik sebagai berikut yang saya coba ceritakan ulang dengan periwayatan secara maknawi:

Kemarin ada seorang yang berjenggot lumayan lebat dan berjubah di atas mata kaki dipersilahkan oleh teman saya menjadi imam. Maklum, teman saya tersebut terbiasa mempersilahkan orang lain untuk menjadi imam agar dapat mengetahui kualitas bacaan orang-orang. Hal ini berfungsi layaknya sebagai “alat detektor” bagi imam-imam yang layak di masjidnya.

Bacaan orang tersebut “agak bagus” (saya sengaja memakai kata “agak bagus” karena bacaannya dikatakan bagus ya tidak dan bila disebut jelek juga tidak, ya pertengahan lah). Nah, tapi yang menarik adalah ketika orang tersebut membaca al-Fatihah ternyata tidak membaca “basmalah”, tidak dibaca dengan jahr atau sirr. Jadi, ia langsung membaca al-hamdulillahi rabbil alamin. Karena teman saya tidak pernah mengetahui ada cara membaca seperti itu, maka usai shalat ia pun lalu bertanya pada orang tersebut:

“Mas, tadi ketika membaca al-Fatihah kok tidak ada basmalahnya? Jenengan ngajinya di mana?” Tanya teman saya penasaran.

“Saya belajar dari Youtube mas” jawab orang tersebut dengan jujur

“*$&%#@*&%” dalam pikiran teman saya.

“Dasarnya apa mas?” tanya lagi teman saya.

“Saya tidak tahu mas” jawab orang tersebut dengan jujur pula.

“$%^%$#&*@” pikir lagi teman saya.

“Begini mas, mending jenengan belajar pada kyai atau ustadz yang jenengan anggap mampu di bidang agama, bukan pada Youtube. Jika misalnya di akhirat disalahkan, maka jenengan bisa menuntut kyai atau ustadz tersebut. Namun, apabila belajar pada Youtube, masak jenengan mau menuntut pada Youtube?” kata teman saya.
  
Mendengar cerita tersebut, saya hanya bisa ketawa-ketiwi saja. Setelah itu, saya pun menjelaskan perbedaan pendapat terkait apakah basmalah termasuk bagian surat al-Fatihah atau tidak antara Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam Abu Hanifah, yang nantinya berdampak pada cara membacanya dalam shalat. Namun yang jelas, tidak membaca basmalah dalam al-Fatihah ketika shalat (sebagaimana bacaan orang tersebut yang mengikuti madzhab Maliki)  tidak populer dalam konteks keindonesiaan. Pendapat yang populer adalah dengan membacanya secara jahr (dan inilah yang biasa dilakukan imam-imam di masjidnya) atau dengan sirr, bukan dengan tidak membacanya.

Saya menceritakan peristiwa ini supaya menjadi ibrah bagi kita semua, termasuk pada diri saya pribadi. Kisah di atas pun tidak saya ceritakan semuanya agar tidak menjadi kebohongan dan saya mubhamkan agar tidak menjadi ghibah. Mohon ditafsirkan sendiri yach kisahnya hehe..
     
Allahumma sholli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar