Selasa, 05 April 2016

Apakah Minum Kopi Haram?



Dalam tatanan masyarakat kita, muncul beberapa kalangan yang mengutarakan pendapat bahwa kopi (al-qahwah) adalah salah satu jenis minuman yang haram. Biasanya mereka juga menyertainya dengan keharaman rokok (al-dukhaan), meskipun ada pula kalangan yang hanya mengharamkan rokok saja. Jika perbuatan minum kopi dihukumi haram, maka melakukan perbuatan itu berarti telah melakukan dosa. Maka dari sini, praktek mengkonsumsi kopi seyogyanya dijauhi dan lebih baik memilih jenis minuman lainnya. Pendapat seperti ini pada umumnya dianggap sebagai pendapat yang syadz, sebab menyalahi pendapat yang dipegang oleh mayoritas masyarakat kita yang tentu saja membolehkan minum kopi (saya juga suka ngopi hehe).
Kajian mengenai kopi memang terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama, baik ulama dulu maupun sekarang. Dengan demikian, sejak dahulu kala para ulama sudah berselisih pendapat terkait status hukum yang disematkan pada kopi. Bila merujuk pada sejarah, perdebatan mengenai hukum kopi sendiri menghangat pada abad kesepuluh hijriyah. Pada masa itu, status hukum kopi menjadi polemik di kalangan para ulama dan diperdebatkan status hukumnya. Perdebatan ini wajar-wajar saja mengingat persoalan kopi memang tidak dicantumkan secara eksplisit dalam al-Qur’an dan Hadis sehingga memancing perbedaan pendapat (la wong yang sudah tertera saja acapkali masih terjadi perdebatan, apalagi yang tidak ada).
Terkait dengan status hukum kopi, terdapat banyak ulama pada zaman dahulu yang mengharamkan kopi. Mereka biasanya berargumentasi bahwa di dalam kopi terdapat madharat (bahaya) tertentu bagi tubuh manusia yang meminumnya. Dengan alasan bahaya inilah mereka menganggap kopi sebagai barang yang haram dan kemudian menjauhinya. Beberapa ulama yang berpendapat seperti ini, misalnya Syaikh Abtawi dari Syiria, Syaikh Ibnu Sulthan, dan Syaikh Ahmad bin Ahmad bin Abd al-Haq al-Sanbathi dari Mesir yang mengikuti pendapat ayahnya (Syaikh Ahmad bin Abd al-Haq).
Meskipun demikian, argumentasi dan pendapat yang diusung oleh banyak ulama yang mengharamkan kopi tersebut dinilai oleh al-Ramli dalam kitab Hasyiyah al-Asybah sebagai pendapat yang kosong, atau kalaupun memiliki argumentasi maka argumentasi mereka adalah agumentasi yang tidak jelas. Mayoritas ulama pun menghukumi kopi sebagai minuman yang mubah, artinya tidak menjadi masalah bila dikonsumsi. Bahkan setelah itu, terjadilah ijma’ (konsensus) ulama yang menyatakan bolehnya meminum kopi. Dalam kerangka berpikir sumber hukum Islam yang banyak diadopsi dari pemikiran Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i, konsensus ulama menempati sumber hukum ketiga setelah al-Qur’an dan Sunnah. Ia mampu menjadi sumber hukum yang punya otoritas yang serupa dengan al-Qur’an maupun Sunnah. Dengan demikian, adanya konsensus ulama mengenai hukum mubah kopi seyogyanya harus menjadi perhatian serius bagi orang yang tetap kekeuh mengharamkan kopi.
Kopi sendiri memiliki banyak sekali khasiat dan manfaat. Faktor inilah yang menyebabkan ia tidak masuk kategori haram, bahkan makruh pun tidak. Ia lebih cocok dihukumi dengan status hukum mubah (mungkin bahkan bagi penikmat kopi menjadi sunnah hehe). Beberapa ulama pun menyebutkan manfaat yang dimiliki oleh kopi, misalnya saja Syaikh Muhammad Tharabisyi al-Halabi dalam kitab Tabshirah al-Ikhwan. Beliau menuturkan ada tiga khasiat yang terkandung dalam kopi; pertama, kopi mempunyai manfaat untuk membangkitkan kinerja otak dan meningkatkan kerja pikiran. Kopi juga dapat membangkitkan dan menguatkan memori atau ingatan. Dengan minum kopi, stamina pikiran, kekuatan mata, pendengaran, dan lima panca indera yang lain akan terjaga; kedua, kopi dapat mengurangi tidur; dan ketiga, kopi memiliki pengaruh terhadap otot-otot dan urat syaraf, sehingga aliran darah di dalamnya menjadi lancar. Namun, bukan berarti dengan segenap khasiat kopi tersebut lantas ia boleh diminum dalam berbagai kondisi. Ketika seseorang mengidap penyakit empedu, penyakit kuning, terlebih lagi komplikasi dengan penyakit darah tinggi, maka minum kopi dilarang sebab bisa membahayakan badannya.
Lebih lanjutnya, disebutkan bahwa minum kopi sebelum makan bermanfaat untuk mengurangi proses pencernaan makanan sehingga bisa menghilangkan kegemukan (obesitas). Apabila diminum setelah makan,  maka bisa menguatkan perut dan pencernaan menurut sebagian pendapat ahli, dan pendapat sebagian ahli lainnya menyatakan sebaliknya. Pendapat pertamalah yang tampaknya bisa diterima bagi Syaikh al-Halabi.  
Dari penjelasan singkat di atas, dapat ditarik kesimpulan secara ringkas bahwa minum kopi ada dasarnya mubah, tetapi bisa berubah tatkala dengan meminum kopi malah membahayakan tubuhnya. Inilah yang dimaksud dengan salah satu kaidah yang menyebutkan bahwa hukum tidak pernah statis dan selalu terkait dengan konteks dan illat (alasan) yang ada, “al-Hukmu yaduuru ma’a ‘illatihi wujuudan wa ‘adaman.” Walaupun begitu, secara umum, bagi tubuh manusia normal, minum kopi tidak menimbulkan bahaya dan malah cenderung memberikan berbagai dampak positif sebagaimana disebutkan oleh Syaikh al-Halabi di atas. Khasiat kopi sendiri tampak jelas pada orang yang terbiasa menggunakan pikiran tingkat tinggi, seperti penyair, penulis buku, pengajar, dan lain sebagainya. Kopi dapat membangkitkan ide-ide brilian yang keluar dari pikiran-pikiran mereka.
Oleh sebab itu, bagi Anda yang kekeuh untuk mengharamkan kopi dipersilahkan tidak minum kopi selamanya (monggo), terlebih lagi bagi orang yang memiliki penyakit dan dimungkinkan bertambah parah dengan minum kopi maka jangan sekali-kali mencoba untuk mendekati kopi (wa laa taqrobu al-qahwah) lantaran memiliki bahaya. Namun bagi orang yang memubahkan (termasuk saya hehe) dan mempunyai badan yang sehat bugar, minum kopi merupakan kebutuhan (bahkan kewajiban hehe) dalam menemai aktifitas yang sangat padat dan memerlukan kerja otak yang maksimal. Maka jika muncul pertanyaan, apakah minum kopi itu haram? Ya tergantung Anda mau pilih pendapat yang mana, yang paling enak tentu saja pendapat yang menghukumi mubah, la wong minuman penuh manfaat kok dikatakan haram hehe.. Wallahu a’lam.        
     
Allahumma sholli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad

NB: Tulisan ini terinspirasi oleh buku Kitab Kopi dan Rokok (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010) yang merupakan terjemahan dari kitab Irsyaad al-Ikhwaan fii Bayaan al-Hukm al-Qahwah wa al-Dukhaan karangan Syaikh Ihsan Jampes, seorang Ulama Nusantara yang lahir pada 1901 dan wafat pada tahun 1952. Beberapa data dalam tulisan ringan ini pun merujuk pada buku ini tanpa mencantumkan referensi secara jelas. Semoga Syaikh Ihsan Jampes diberikan balasan pahala jariyah atas ilmu yang diberikan pada kita semua. Amin.

1 komentar: