Azura Nur
Azlin (16110103) & Susila Yuli Rahmawati (16110105)
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama
Islam
Kelas F Angkatan 2016
Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang
E-mail :
Abstract
The law of
conducting polygamy is a controversy, there are some parties who advocate
because textually the recommendations are contained in the Qur'an Al-Nisa verse
3 which states that men can marry more than one wife and give a limit of four
wives , for some groups who reject this opinion because for them interpreting
the Qur'an cannot be done with textual only, we also need to pay attention to
several aspects such as the socio-historical, the purpose of the revelation,etc.
But in
practice polygamy is now the reason for a husband to be able to fulfill his
desires, without putting forward the attitude of justice in his household. then
it becomes a debate how could the Qur'an fight for slaves and equalize the
position of men and women but on the other hand advocate the practice of
polygamy, which in polygamy women feel they are not as equal as promised?
Fazlur
Rahman is an Islamic reformer who lives in Pakistan, in expressing his ideas,
Rahman has been a liberal by classical scholars so he gets a strong resistance
from his own country, without Rahman starting to despise his career in Chicago,
where Rahman can pour his thoughts in several of his works so that Rahman can
strive so that historical Islam can be practiced by Muslims so that a moral
society is created.
Abstrak
Hukum melakukan
poligami menuai kontrovensi, ada beberapa pihak yang menganjurkan karena secara
tekstual anjuran tersebut tertuang dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 3 yang di
dalamnya menyebutkan bahwasannya laki-laki dapat menikahi lebih dari satu istri
dan memberi batasan sebanyak empat orang istri, adapun beberapa golongan yang
menolak pendapat tersebut karena bagi mereka menafsirkan Al-Qur’an tidak dapat
dilakukan dengan tekstual saja kita juga perlu memperhatikan beberapa aspek
seperti sosio historis, tujuan diturunkannya ayat tersebut dll.
Namun dalam
prakteknya poligami kini menjadi alasan seorang suami agar dapat memenuhi hawa
nafsunya, tanpa mengedepankan sikap keadilan di dalam rumah tangganya. lantas
yang menjadi perdebatan bagaimana mungkin Al-Qur’an yang memperjuangkan budak
serta menyetarakan kedudukan antara laki-laki dengan perempuan namun di sisi
lain menganjurkan praktek poligami, yang mana dalam poligami wanita merasa
tidak mendapatkan kedudukan yang setara seperti yang dijanjikan tersebut ?
Fazlur Rahman merupakan seorang
tokoh pembaharu Islam yang hidup di Pakistan, dalam mengemukakan gagasannya,
Rahman diniali telah menjadi seorang yang liberal oleh ulama klasik sehingga
mendapatkan perlawanan yang cukup keras dari negaranya sendiri, tanpa putus asa
Rahman mulai menitih karirnya di Chicago, disinilah Rahman dapat menuangkan
pemikirannya dalam beberapa karyanya shingga Rahman dapat mengupayakan agar
Islam historis dapat dipraktekkan umat Islam sehingga terciptalah masyarakat
yang bermoral.
A. Pendahuluan
Memiliki
istri lebih dari satu merupakan sebuah realita yang terjadi di masa sekarang.
Bahkan di zaman dahulu jauh sebelum Islam datang poligami menjadi adat
kebiasaan masyarakat. Poligami masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh kalangan
ahli fikih. Ada beberapa kelompok yang memperbolehkannya dan ada juga kelompok
yang menolak dengan alasan yang mereka pegang masing-masing.
Di Indonesia
sendiri poligami mendapat legalitas dari perundang-undangan, namun tidak
sedikit tokoh wanita yang menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap poligami.
Banyak wanita yang memilih untuk bercerai daripada harus dipoligami oleh
suaminya. Berdasarkan fakta yang ada, poligami menjadi suatu kontroversi dalam
masyarakat khususnya masyarakat muslim.
Sebagian dari masyarakat menginginkan agar poligami dihapuskan tetapi
sebagian yang lain ingin mempertahankan karena poligami merupakan salah satu
ajaran syariat Islam.
Hukum
poligami pada dasarnya adalah mubah seperti yang dijelaskan Al-Qur’an pada
surat An-Nisa’ ayat 3 yang menjelaskan bahwa poligami boleh dijalankan apabila
ia mampu berlaku adil. Maka jika syarat ini tidak dapat terpenuhi suami bisa
menyakiti istrinya dan ia dihukumi menjadi seorang yang dzalim terhadap hak-hak
istrinya. Pendapat golongan mengenai hukum poligami secara garis besar dibagi
menjadi 3 bagian yakni, yang pertama adalah mereka yang membolehkan poligami
secara mutlak. Kedua, mereka yang melarang poligami secara mutlak. Dan yang
ketiga adalah mereka yang membolehkan poligami dengan syarat dan ketentuan.
Fazlur
Rahman merupakan salah satu tokoh yang membahas konsep poligami. Ia merupakan
sosok pemikir Islam abad modern yang menawarkan suatu metode yang logis, kritis
dan komperhesif, yaitu hermeneutika double movement. Rahman mencoba memahami
bahwa sikap adil itu mustahil untuk dilakukan oleh seorang suami terhadap para
istrinya. Sedangkan tuntutan berlaku adail merupakan salah satu tuntutan dasar
pengajaran yang ada didalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, Fazlur Rahman
berpendapat yang dimaksud dari ayat poligami yakni menganjurkan umat muslim
untuk monogami.
B. Fazlur Rahman dan Pemikirannya
1. Biografi Fazlur Rahman
Fazlur
Rahman lahir pada 21 September tahun 1919 dan wafat pada tanggal 26 Juli 1988.
Rahman dibesarkan oleh keluarga yang bermahdzab Hanafi yakni, salah satu
mahdzab sunni yang identik dengan pemikiran rasionalnya. Seperti masyarakat
muslim pada umumnya, Rahman mempelajari ilmu-ilmu agama di madrasah hingga ia
tamat pendidikan menengah. Selain menempuh Pendidikan formal, Rahman juga
mempelajari ilmu agama dari ayahnya, Maulana Shihabuddin yang merupakan ulama’
dari salah satu lembaga yang terkenal di India yakni Deoband. Pada tahun 1942,
Rahman melanjutkan pendidikannya dalam bidang sastra arab di Departemen
Ketimuran Universitas Punjab.[1]
Rahman
merupakan seorang yang memiliki pemikiran kritis, hal ini membuat ia berbeda
dengan alumni madrasah pada umumnya. Meskipun ia menempuh pelajaran di sekolah
tradisional, tetapi Rahman memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikannya
di barat yakni tepatnya di Oxvord University, Inggris. Keinginan Rahman
melanjutkan studi di barat merupakan awal dari sikapnya yang menunjukkan
kontroversi. Karena pada masa itu ulama’-ulama’ Pakistan memandang seorang yang
menempuh pendidikan di barat dengan pandangan yang negatif.
Pada masa
itu, pendidikan tingkat tinggi di Pakistan belum memiliki guru pengampu riset
yang memadai sehingga perkembangan ilmiah tidak dapat berkembang. Sedangkan di
barat pemikiran intelektual dalam bidang sains dan filsafat sedang tumbuh dan
berkembang. Kemajuan lembaga pendidikan tinggi di barat melahirkan guru-guru
yang profesional dalam bidang kajian agama Islam. Inilah salah satu alasan
mengapa Rahman mengambil keputusan untuk melanjutkan studi di barat.
Akhirnya di
tahun 1946, Rahman berangkat ke Oxvord University. Disana, selain belajar di
kelas Rahman juga mempelajari beberapa bahasa asing diantaranya bahasa Latin,
Inggris, Jerman, Perancis dan juga Yunani. Penguasaan bahasa asing ini
bertujuan agar Rahman lebih mudah dalam menguasai dan memperdalam ilmu
pengetahuannya karena kebanyakan referensi buku keislaman ditulis dalam bahasa
yang sedang dipelajarinya.[2]
Program
doctor ia selesaikan di tahun 1950 dengan mengangkat disertasi mengenai Ibnu
Sina. Rahman juga mampu menulis buku yang berjudul “Avisena Psychology”
yang diterbitkan di Oxvord University.
Kemudian Rahman mengabdi sebagai dosen setelah menempuh program doktornya
sehingga pada masa ini ia menciptakan beberapa karya ilmiah. Perjalanan
pendidikan Fazlur Rahman tidak terhenti di Inggris. Rahman pergi ke kanada
sebagai Associate Professor dalam bidang Kajian Islam di Institute of
Islamic Studies Mc. Gill University Kanada.
Fazlur
Rahman kembali ke Pakistan setelah 3 tahun di Kanada. Ia bersama jenderal Ayyub
Khan mencoba untuk memperbarui bentuk negara dengan cara memperkenalkan
perubahan-perubahan politik dan hukum. Oleh karena itu Fazlur Rahman
beranggapan bahwa pendidikan merupakan faktor utama yang mampu membawa
pembaharuan, pernyataan inilah yang menjadikan Rahman kritis terhadap sistem pendidikan
Islam yang sedang berkembang pada periode kemunduran dan periode awal
pembaharuan. Pusat Lembaga Riset Islam mulai dibentuk dan Rahman ditunjuk
sebagai Profesor tamu yang kemudian ia ditunjuk sebagai direktur. Selain
menjadi direktur Rahman juga menjadi dewan penasihat ideologi Islam, badan
pembuat kebijakan yang tertinggi. Inilah kesempatan Rahman untuk melihat
kondisi pemerintahan dan kekuasaan secara lebih rinci.[3]
Di dalam
usahanya untuk memperbarui sistem pemeritahan, Rahman mendapatkan ancaman
politik dan kekuasaan. Partai politik dan kelompok agama yang tidak sejalan
dengan pemerintahan Ayyub Khan mempunyai jalan untuk menggagalkan orientasi
reformis pemerintah dengan menyerang Fazlur Rahman dengan cara mengkritik,
menghujat dan juga mengecam beberapa isu
agama dan fikih yang mengenai status bunga bank, zakat, hukum kekeluargaan dan
lain-lain.
2.
Pemikiran Fazlur Rahman
Melalui beberapa karyanya, Fazlur
rahman menunjukkan bahwa sangat perlu mempertimbangkan adanya upaya
reinterpretasi yang sesuai dengan kondisi
masyarakat pada masa kini. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan
mempelajari secara mendalam tentang hadits tersebut sehingga dapat mengetahui
latar belakang situasi munculnya hadits tersebut.
a.
Evolusi Pemikiran Fazlur Rahman
1. Periode Awal
(tahun 1950-an)
Pada era ini
pemikiran Rahman lebih terfokus pada konteks historis daripada normatif. Rahman
melakukan survey terhadap pemikiran filosofis yang beliau fokuskan pada
pemikiran Muhammad Iqbal, menurut Rahman Iqbal satu-satunya filsuf muslim di
era modern yang telah berhasil merumuskan metafisika Islam, namun Rahman juga
memberi kritikan kepada Iqbal, karena menurutnya Iqbal tidak siap untuk
menerima tujuan yang sesungguhnya dalam sebuah realitas sehingga dapat
mengancam seseorang untuk melakukan aktivitas secara bebas.
Fazlur Rahman
sepakat dengan gagasan Iqbal yang ingin menghidupkan kembali tradisi fisafat
dalam masyarakat Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwasannya pada periode ini
pemikiran Rahman berkaitan dengan filsafat.[4]
2.
Periode Tengah (Tahun 1960-an)
Pada periode ini Rahman muali
terfokus pada Islam normatif, dimana tujuannya yakni memberi interpretasi baru
terhadap Al-Qur’an menggunakan metode yang baru, akan tetapi masyarakat masih
belum dapat menerima pemikiran Rahman tersebut. Akibatnya, gagasan tersebut
ditolak dengan keras oleh ulama klasik.
Maka Rahman mulai menyimpulkan
bahwasannya Islam normatif sangat berbeda dengan Islam historis, menurut Rahman
Islam normatif ialah nilai-nilai umum yang bersifat lebih idealis, sedangkan Islam
historis ialah Islam yang lama menyejarah dan sifatnya empiris. Lalu Rahman
mengatakan bahwasannya keduanya perlu dikaji secara seimbang agar Islam
historis ini dapat dipraktikkan oleh umat muslim sehingga tercipta masyarakat
yang bermoral di dalamnya.[5]
3.
Periode Akhir (tahun 1970-an)
Karena ancaman yang jelas dari ulama
klasik di Pakistan, akhirnya Rahman memutuskan untuk hijrah ke chicago,
disanalah beliau mulai menulis tentang kajian islam normatif dan historis.
Karya beliau yang pertama ialah The
Philosophy of Mulla Shadra (1975), dalam karyanya ini Rahman menyangkal
gagasan para sarjana barat modern yang mengemukakan bahwa tradisi filsafat
Islam telah punah setelah mendapatkan penyerangan dari Al-Ghazali.
Karya Rahman yang kedua berjudul Major
Themes of The Qur’an (1980), yang berisi kumpulan artikel-artikel Rahman
sewaku di Pakistan yang menawarkan penafsiran yang komprehensif dan holistik
(berpikir dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin mempengaruhi
tingkah laku manusia). Buku ini membahas enam tema antara lain ialah :
a.
Tuhan
b.
Manusia sebagai individu
c.
Manusia sebagai anggota masyarakat
d.
Alam semesta
e.
Kenabian
f.
Wahyu
Menurut Rahman selama ini ahli
tafsir menafsirkan Al-Quran tanpa memperhatikan ayat-ayat lain yang terkait,
selain itu juga penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan ulama tafsir menurut Rahman
dilakukan untuk membela golongan tertentu, maka penulisan buku ini memiliki
tujuan yakni mengurangi penilaian yang bersifat subjektifitas dalam penafsiran
Al-Qur’an.
Karya Rahman yang selanjutnya
berjudul Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition (1982).
Karya ini merupakan riset yang dilakukan Rahman di Universitas Chicago, buku
ini membahas upaya Rahman dalam menafsirkan Al-Qur’an terutama teori
hermeneutika double movement.[6]
b.
Metode Pemikiran Hukum Fazlur Rahman
Perlu bagi kita untuk memahami
istilah hermeneutika dalam pemikiran Fazlur Rahman. Kata Hermeneutika berasal
dari bahas Yunani yang berarti menafsirkan, sedangkan dari segi istilah
hermeneutika memiliki makna penafsiran suatu teks yang berasal dari masyarakat
dan latar belakang yang berbeda dengan lingkungan pembaca.[7]
Menurut Fazlur Rahman hermeneutika
ini sangat penting karena jika kita memaknai Al-Qur’an tanpa memperhatikan
latar belakang sosio historisnya maka kemungkinan besar kita dapat salah
tangkap akan makna Al-Qur’an[8]
Fazlur Rahman memiliki pandangan
yang hampir sama dengan Muhammad Syahrur tentang makna tafsir, yang memaknai
bahwasannya tafsir ialah hasil ijtihad manusia terhadap teks Al-Qur’an yang mana
tidak memandang bahwa teks Al-Qur’an bukan suatu hal yang final dalam penetapan
hukum, jadi sangat perlu adanya pengkajian ulang sesuai perkembangan zaman.[9]
Hal ini sangat mempengaruhi
metodologi yang digunakan Rahman dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam
hermeneutikanya Rahman memiliki pandangan
sebagai berikut :
1.
Al-Qur’an merupakan respon Allah SWT terhadap berbagai situasi
seperti moral, sosial, dan sejarah pada masa Nabi.
2.
Al-Qur’an merupakan ajaran yang membutuhkan pemahaman secara komprehensif
sebagai satu kesatuan yang padu aturan-aturan dan nilai-nilai.
3.
Al-Qur’an merupakan landasan moral yang di dalamnya menekankan pada
mnontheisme dan keadilan sosial.
4.
Al-Qur’an merupakan seruan bagi manusia serta mampu menjadi petunju
bagi manusia agar dapat memperbaik tingkah lakunya.
Lebih lanjut Rahman menjelaskan
hakikat tafsir menggunakan dua kategori :
1.
Tafsir sebagai proses
Rahman berpendapat bahwasannya Al-Qur’an senantiasa dijadikan
sebagai landasan moral dalam menjawab masalah sosial keagamaan sepanjang waktu,
hal ini beracuan pada pendapat bahwa Al-Qur’an bersifat sholihun likulli
zaman wa makan. Dari sinilah kreatifitas mufassir diperlukan dalam
mengupayakan penafsiran Al-Qur’an yang dapat menjawab berbagai permasalahan
yang ada, mengingat tidak semua permasalahan jawabannya berada di dalam teks
Al-Qur’an.
Rahman meyakini bahwa Al-Qur’an akan selalu mampu menjawab
tantangan zaman jika saja dimaknai dengan kontekstual, beliau beracuan pada
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 185, yang memiliki arti bahwa Al-Quran
merupakan kitab suci yang dijadikan sebagai petunjuk hidup manusia. Menurut
Rahman, jika Al-Qur’an dipahami secara komprehensif, holistik dan kontekstual
maka permasalahan yang berkembang dapat terjawab.
2.
Tafsir sebagai Produk
Dalam hal ini, Rahman berpendapat bahwa tafsir merupakan sebuah
produk pemikiran mufassir, yang mana sah-sah saja jika dikaji ulang. Rahman
menggunakan tolok ukur yakni mufassir mampu menangkap makna yang tersirat dalam
teks Al-Qur’an serta gagasan moral yang terwujud dalam masyarakat.[10]
Rahman mengemukakan metode dalam menafsirkan AlQur’an yang
tergolong menarik yakni metode Double Movement (gerak ganda). Metode ini
terumus dalam kalimat dari situasi masa kini ke masa Al-Qur’an diturunkan
dan kembali lagi pada masa kini.
Pada metode double movement ini ada dua gerakan yang
dilakukan, pada gerak pertama terdiri dari dua langkah yaitu :
1.
Tahap pemahaman
Pada
tahap ini suatu ayat dimaknai dengan melakukan kajian situasi atau memahami
asbabun nuzulnya.
2.
Tahapan generalisasi
Tahapan
ini dilakukan dengan jawaban-jawaban yang spesifik dan menyatakan sebagai
sebuah pernyataan yang mempunyai tujuan moral.
Sedangkan pada gerak kedua yaitu dari
masa Al-Qur’an diturunkan ke masa kini, hal ini dapat dipahami bahwasannya
ajaran yang masih bersifat umum harus dispesifikasikan dalam konteks historis
masyarakat masa kini. Jadi, jika saja pada gerak pertama terjadi hal-hal yang
spesifik dalam Al-Quran menuju pada penggalian prinsip hukum, serta nilai dan
tujuan dalam jangka panjang, maka pada gerakan kedua pandangan yang umum ini
harus di spesifikasikan dan direalisasikan pada masa kini, namun pada gerak
kedua ini tidak hanya memasukkan hal-hal yang kekinian namun juga dijadikan
pengoreksi atas hasil penafsiran pada gerak pertama.[11]
Dari keterangan diatas dapat
diketahui bahwasannya gerak pertama akan membawa pada gerak kedua dan pada
penerapan metode ini mufassir harussenantiasa memperhatikan setiap
makna, hukum dan tujuan dari ayat yang berkaitan sehingga tidak tumpang tindih
antara satu ayat dengan ayat yang lain.[12]
Dalam melakukan hermeneutika, Rahman
memiliki dasar pemahaman yang hampir sama dengan beberapa tokoh seperti :
1.
Yusuf al-Qardawiy, dalam memahami hadits terdapat beberapa langkah
antara lain:
a.
menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam memahami sunnah, atas
dasar bahwasannya Al-Qur’an menjadi sumber rujukan yang menempati posisi
tertinggi.
b.
Menghimpun beberapa hadits yang memiliki kesamaan topik atau
bahasan dengan tujuan hadits dapat dipahami secara menyeluruh.
c.
Memahami latar belakang serta tujuan hadits tersebut sehingga
makna-makna tersirat dalam hadits tersebut dapat dipahami
2.
Syuhudi Ismail, dalam memahami hadits lebih menekankan pada
perbedaan antara makna tekstual dan kontekstual. Makna tekstual yakni pemahaman
hadits yang dilakukan dengan memerhatikan teks hadits yang tertulis sedangkan
makna kontekstual ialah pemahaman hadits yang dilakukan dengan memperhatikan
asbabul wurudnya dan menemukan makna yang tersirat dalam teks hadits tersebut.
3.
Mohammad Iqbal, dalam memahami hadits beliau lebih menitikberatkan
pada pemahaman secara kontekstual yang mana hadits harus ditiliki dari segi
sosio-historisnya dan situasi pada masa kini. Beliau tidak memandang hadits
sebagai dasar hukum yang fleksibel namun beliau lebih memandang hadits sebagai
landasan hukum yang dinamis .
Dari beberapa
pemahaman tokoh di atas dapat kita ketahui bahwasannya Rahman memiliki
pemikiran yang tidak jauh berbeda dengan mereka, namunRahman lebih mampu
memberi penekanan baru pemikiran beliau, karena beliau mendalami tradisi Islam
klasik juga tradisi intelektual barat.[13]
Rahman memiliki
tujuan tertentu dalam mengemukakan metodenya, tujuan yang ingin ia capai ialah
dapat mengungkap kembali prinsip masyarakat islam yang unggul sepanjang
sejarah. Maka dari itu, kalam Allah SWT harus dipahami dengan makna yang
mendasar bukan sepotong-seporong. Hanya melalui langkah inilah masyarakat masa
kini bisa membebaskan diri mereka dari kebodohan yang membelenggu mereka.[14]
Dalam menafsirkan
ayat Al-Qur’an, Rahman berusaha membahas pesan Al-Qur’an dengan memperhatikan
budaya dan peristiwa sejarahnya. Di sini Rahman mengambil tiga tema pokok dalam
tafsirannya yaitu : Tuhan, manusia, dan masyarakat. Beliau mulai menjelaskan
tentang tujuan utama Al-Qur’an adalah menegakkan tatanan masyarakat yang adil
dan bermoral. Rahman menuturkan bahwasannya Al-Qur’an berusaha melakukan
perubahan sosial dengan menguatkan pihak-pihak lemah dalam sebuah masyarakat
seperti, orang miskin, anak yatim, budak, dan kaum wanita. Dalam hal ini poligami
menjadi salah satu perubahan sosial yang diungkapkan oleh Al-Qur’an.[15]
C. Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Poligami
1. Makna poligami
Kata poligami memiliki arti pria yang memiliki istri lebih dari
satu orang Dalam Al-Qur’an dijelaskan kebolehan dalam melakukan poligami yang
tertuang dalam QS. An-Nisa’ ayat 3 :
وَاِن
خِفتُم أَلاَّ تُقۡسِطُوا فِى الۡيَتٰمَى فَاَنۡكِحُوا مَا طَابَ لَكُمۡ مِّنَ
النِّسَاۤءِ مَثۡنَى وَثُلٰثَ وَرُبَاعَۖ فَاِنۡ خِفۡتُمۡ أَلاَّ تَعۡدِلُوا
فَوٰحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمٰنَكُمۡۚ ذٰلِكَ أَدۡنٰى أَلاَّ تَعُولُوا
Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan
yang yatim,maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga atau
empat.Kemudian jika kamu takut tidak
mampu adil maka cukup bagimu seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian lebih dekat dari tidak berbuat aniaya.
Ayat ini menjelaskan tentang :
1.
Boleh melakukan poligami maksimal empat orang istri.
2.
Boleh melakukan poligami dengan syarat harus mampu berlaku adil
3.
Jika tidak mampu berlaku adil maka sebaiknya menyukupkan diri
dengan menikahi seorang istri saja.
Dari penjelasan di atas dapat
diketahui bahwa Al-Quran senantiasa berbicara tentang keadilan dalam berbagai
hal, termasuk dalam kesetaraan gender di dalam Al-Qur’an telah disebutkan bahwa
seiring dengan keadilan maka hak-hak istri sama dengan suami (QS.
Al-Baqarah ayat 228).
Poligami telah dipraktekkan secara
luas oleh masyarakat pra islam. Mereka berpoligami tanpa mengenal batasan
jumlah istri, namun mereka juga tidak menerapkan keadilan di antara
istri-istrinya.[16]
2. Penafsiran Fazlur Rahman Ayat
Poligami Melalui Metode Double Movement
Fazlur Rahman
menafsirkan ayat poligami melalui metode double movement dengan mengaplikasikan
hermeneutika yang digagasnya. Disini Rahman berusaha memberikan pandangan
Al-Qur’an yang bersumber pada Allah yang mengandung pesan-pesan yang selaras
dengan fitrah dan nalar manusia.
Secara umum
ulama Pakistan memperbolehkan beristri empat, pandangan inilah yang menyebabkan
ajaran Islam dinilai membingungkan di samping memperbolehkan poligami juga
menjunjung tinggi kesetaraan gender. Maka dari itu perlu adanya pemahaman
Al-Qur’an secara keseluruhan.
Ayat poligami
yang tertuang dalam surat An-Nisa’ ayat 3 jika tidak dimaknai secara menyeluruh
maka akan di dapat kesimpulan bahwasannya poligami itu dianjurkan, akan tetapi
jika dipahami secara menyeluruh dengan memperhatikan kondisi masyarakat Arab
kala itu, maka ideal moral yang ingin dicapai ialah sikap adil terhadap anak
yatim dan para istri.
Rahman
menjelaskan bahwasannya poligami yang dibicarakan Islam dalam konteks perlakuan
gadis yatim, yang mana para walinya tidak ingin mengembalikan harta anak yatim
tersebut, mereka juga berfikir untuk menikahi gadis yatim tersebut agar tetap
dapat menikmati hartanya jika tidak mereka akan menyampuradukan harta mereka
dengan harta anak yatim tersebut sehingga tidak mungkin untuk dikembalikan.
Dalam hal ini Al-Qur’an menjelaskan dalam Qs. An-Nisa’ ayat 2 yang berbunyi :
وَءَاتُواالۡيَتٰمَى أَمۡوَالَهُمۡۖ وَلَا
تَتَبَدَّلُواالۡخَبِيثَ بِالطَّيِّبِۖ وَلَا تَأۡكُلُوۤا أَمۡوٰلَهُمۡ اِلٰى
أَمۡوٰلِكُمۡۚ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim yang sudah baligh harta
mereka, janganlah kamu menukar sesuatu hal yang baik dengan hal yang buruk dan
jangan pula kamu memakan harta mereka bersamamu. Sesungguhnya tindakan tersebut
merupakan dosa besar.
Ayat ini menjelaskan bahwa Al-Qur’an
melarang seorang wali memakan harta anak yatim dengan jalan yang tidak baik
sehingga Allah SWT mengizinkan poligami guna mengurangi kejahatan mereka dalam
menggunaan harta anak yatim dengan jalan yang tidak sah.[17]
Namun Al-Quran juga memberi ketentuan yakni dengan syarat mampu
berlaku adil sebagaimana tertuang dalam Qs. An-Nisa’ ayat 129 yang berbunyi :
وَلَنتَسۡتَطِيعُوۤاأَنۡ تَعۡدِلُوا بَيۡنَ
النِّسَاۤءِ وِلَوۡ حَرَصۡتُمۡۖ فَلَا تَمِلُوا كُلَّ الۡمَيۡلِ فَتَذَرُوهَا
كَالۡمُغَلَّقَةِۚ وَاِنۡ تُصۡلِحُوۡا وَتَتَّقُوۡا فَاِنَّ اللهَ كَانَ غَفُوۡرًا
رَّحِيۡمًا
Dan kamu tidak akan mampu berlaku adil di antara istri-istrimu,
walaupun kamu sangat ingin berbuat itu, karenanya janganlah kamu terlalu
cenderung pada salah satu istri yang kamu cintai, sehingga kamu membiarkan yang
lain terlunta-lunta. Dan jika kamu melakukan kebaikan dan menghindari
kecurangan, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat ini menjelaskan syarat bagi
seseorang yang melakukan poligami yakni berlaku adil kepada perempuan-perempuan
yang dinikahinya, namun untuk berlaku adil kepada para istrinya merupakan hal
yang mustahil karena sudah pasti suami akan condong kepada seorang istri
sehingga yang lain akan merasa suami mereka tidak adil.[18]
Maka dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 3 dijelaskan bahwasannya jika tidak
mampu berlaku adil lebih baik mencukupkan diri untuk menikahi satu orang saja.[19]
Rahman berpendapat bahwa izin dalam
melakukan poligami merupakan suatu hukum yang memiliki sanksi yakni memegang
nilai keadilan serta moral. [20]
konsekuensi secara keseluruhan dalam permasalahan poligami ini adalah adanya
larangan melakukan poligami dalam situasi normal, namun poligami memang diakui
secara hukum.[21]
Namun yang kita ketahui pada praktek
poligami pada masa kini yang mana kebanyakan seorang suami melakukan poligami
atas dasar nafsu semata, dimana mereka akan melakukan segala cara demi
melakukan poligami seperti melakukan nikah sirri tanpa sepengetahuan istri,
atau menggunakan identitas palsu sang istri agar dapat melakukan poligami.
lantas tidak bedanya kecurangan tersebut dengan sebuah perselingkuhan.
Dalam karyanya, Rahman mengemukakan
bahwa setiap pernyataan yang legal dalam Al-Qur’an selalu disertai dengan
alasan diberlakukan hukum tersebut dan latar belakang sosio historis nya.
Menurut Rahman jika suatu ketika dalam prakteknya seseorang tidak mampu
merealisasikannya tidak benar maka hukum tersebut harus diganti.[22]
Dari keterangan di atas maka sudah
jelas bahwa Al-Qur’an tidak mudah memberikan izin melakukan poligami kepada
siapa saja. Rahman menambahkan bahwa yang baik adalah boleh beristri lebih dari
satu namun dengan gadis yatim dan janda untuk melindungi mereka dan bukan
dengan perempuan lain. Karena dengan begitu anak-anak yatim dapat mendapatkan
hak-hak mereka seperti pendidikan dan ekonomi dan meringankan beban ekonomi
yang harus ditanggung oleh seorang janda. Inilah praktek poligami yang
terhormat karena tujuannya adalah untuk kemanusiaan.[23]
Jadi maksud yang sesungguhnya ialah
Al-Qur’an tidak menganjurkan seorang laki-laki untuk memiliki empat orang
istri, dan lebih menganjurkan melakukan monogami atau menikahi seorang istri
saja.
D.
PENUTUP
Fazlur Rahman salah satu tokoh yang
membahas konsep poligami, sosok pemikir Islam abad modern yang menawarkan suatu metode yang logis,
kritis dan komperhesif, yaitu hermeneutika double movement.
double movement yang digagas oleh Fazlur Rahman ialah teori
yang terumus dalam kalimat dari situasi masa kini ke masa Al-Qur’an
diturunkan dan kembali lagi pada masa kini. Menurut Rahman memaknai
Al-Qur’an tidak cukup dilakukan dengan tekstual, memahami Al-Qur’an diperlukan
memahaminya secara komprehensif dan holistik.
Melalui teori ini Rahman memaknai surat
An-Nisa’ ayat 3 bahwa sesungguhnya moral ideal yang ingin dicapai Al-Qur’an
ialah pernikahan monogami pada zaman sekarang, karena jika ditilik dari
kacamata sejarah turunnya ayat tersebut dikarenakan pada zaman dahulu terdapat
berbagai kedzoliman yang dilakukan para wali atas anak yatim, Allah menurunkan
ayat ini guna mengurangi memakan harta anak yatim dengan jalan yang tidak sah.
Dalam ayat tersebut juga dijelaskan
bahwasannya dalam melakukan poligami sang suami dituntut untuk menjadi adil,
namun hal itu bisa dikatakan mustahil pada zaman sekarang, karena pada
prakteknya poligami dilakukan untuk menguntungkan pihak suami.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Fazlur.
2001. Gelombang perubahan dalam Islam, Terj. Aam Fahmia. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
A. Mas’adi,Ghufron.
1997.Metodologi Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Mustaqim,Abdul. 2010. Epistimologi Tafsir Kontemporer. Yogyakarta
: LkiS.
Nadia,Zunly.
2017. Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah : Jurnal
Studi Islam. Vol. 2 No. 1.
Fatmawati,Elly.2017.
Tesis, Konsep Poligami dalam
Pemikiran Fazlur Rahman dan Muhammad Syahrur Perspektif Teori Keadilan John
Rawls. Malang : UIN Press.
Zaman,Badru.
2018. Skripsi, Penafsiran Olok-Olok Terhadap Al-Qur’an dengan Menggunakan
Metode Double Movement. Jakarta : Uin Syarif Hidayatullah.
HAM, Musahadi.
2009. Hermeneutika Hadis-Hadis Hukum Mempertimbangkan Gagasan Fazlur Rahman.
Semarang : Walisongo Press.
Sulthoni,Yachya.
2018. Skripsi, Aktualisasi Teks Al-Qur’an Li Kulli Zaman wa Makan Pendekatan
Double Movement Fazlur Rahman. Ponorogo : IAIN Ponorogo.
Ali Engineer,Asghar. 2003.Pembebasan Perempuan. Yogyakarta :
LkiS
Rahman,Fazlur. 2010. Islam, Terj. Ahsin Mohammad. Bandung :
Pustaka.
Catatan:
1. Similarity 8%
2. Abstrak seharusnya cuma satu paragraf saja
3. Footnote perlu diperbaiki
4. Dalam menulis, harus berhati-hati memahami
antara pemikiran tokoh yang dikaji oleh sebuah buku dan gagasan penulis
bukunya.
[1] Fazlur Rahman, Gelombang perubahan dalam Islam,Terj. Aam
Fahmia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 1.
[2]Ghufron A. Mas’adi, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 1997). Hlm. 18-19.
[3]Fazlur Rahman, Gelombang perubahan dalam Islam, Terj. Aam
Fahmia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 3-4
[4] Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta
: LkiS, 2010), hlm. 97-98
[7] Zunly Nadia, Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah
: Jurnal Studi Islam. Vol. 2 No. 1, Desember 2017, hlm. 206.
[8] Elly Fatmawati, Tesis, Konsep Poligami dalam Pemikiran Fazlur Rahman
dan Muhammad Syahrur Perspektif Teori Keadilan John Rawls (Malang : UIN
Press, 2017)) hlm. 35
[9] Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta
: LkiS, 2010), hlm. 117-118.
[11] Zunly Nadia, Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah
: Jurnal Studi Islam. Vol. 2 No. 1, Desember 2017, hlm. 206-210
[12] Badru zaman, Skripsi, Penafsiran Olok-Olok Terhadap Al-Qur’an
dengan Menggunakan Metode Double Movement, (Jakarta : Uin Syarif
Hidayatullah, 2018), hlm. 26
[13] Musahadi HAM, Hermeneutika Hadis-Hadis Hukum Mempertimbangkan
Gagasan Fazlur Rahman, (Semarang : Walisongo Press, 2009), hlm. 152-159
[14] Yachya Sulthoni, Skripsi, Aktualisasi Teks Al-Qur’an Li Kulli
Zaman wa Makan Pendekatan Double Movement Fazlur Rahman, (Ponorogo : IAIN
Ponorogo, 2018), hlm, 65.
[15] Zunly Nadia, Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah
: Jurnal Studi Islam. Vol. 2 No. 1, Desember 2017, hlm.214
[16] Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta :
LkiS, 2003), hlm. 110-111
[17] Zunly Nadia, Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah
: Jurnal Studi Islam. Vol. 2 No. 1, Desember 2017, hlm.221
[18] Badru zaman, Skripsi, Penafsiran Olok-Olok Terhadap Al-Qur’an
dengan Menggunakan Metode Double Movement, (Jakarta : Uin Syarif
Hidayatullah, 2018), hlm. 29
[19] Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta :
LkiS, 2003), hlm. 121
[20] Zunly Nadia, Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah
: Jurnal Studi Islam. Vol. 2 No. 1, Desember 2017, hlm. 221
[21] Fazlur Rahman, Islam, Terj. Ahsin Mohammad, (Bandung :
Pustaka, 2010), hlm. 44
[22]Ibid
[23] Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta :
LkiS, 2003), hlm. 121
Tidak ada komentar:
Posting Komentar