Teori
Double Movement Pemikiran Fazlur Rahman dalam Ayat Poligami
Kartika
Sari (16110034)
Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
e-mail
: skartika739@gmail.com
Abstract
Polygamy is a discussion that is already familiar in the community,
especially in Islam, there are many opinions that are pro and contra about it.
One of the thinkers who thoroughly discussed polygamy was Fazlur Rahman. Which
he is the pioneer of the double movement theory which is often referred to as
the "double movement" method. He used the method in interpretation by
reconstructing the Qur'an in the process of interpreting the current situation
to the situation when the Qur'an was revealed and then returned again in the
present. Fazlur Rahman said that the verses came down as one of the ways of the
Qur'an in resolving moral problems at that time. But as seen in the present,
where someone only obeys his desire to do polygamy, even if interpreted more
deeply the explanation is not that narrow. Therefore Fazlur Rahman reexamined
the attempts to interpret the verse to see the moral values contained in
these verses.
Keywords:Fazlur Rahman, Hermeneutics Double Movement, Polygamy
Abstrak
Poligami adalah pembahasan yang sudah tidak asing lagi dalam
masyrakat, apalagi dalam Islam banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai hal
itu. Salah satu tokoh pemikir yang mengupas tuntas tentang poligami adalah
Fazlur Rahman. Yang mana ia adalah pelopor teori double movement yang sering disebut dengan metode “gerakan
ganda”. Ia menggunakan metode tersebut dalam penafsiran dengan cara
merekonstruksi Al-Qur’an dalam proses interpretasi dari situasi yang terjadi
sekarang sampai menuju situasi pada waktu al-Qur’an diturunkan dan kemudian
kembali lagi pada masa sekarang. Fazlur Rahman menyebutkan bahwasanya ayat-ayat
tersebut turun sebagai salah satu cara Al-Qur’an dalam menyelesaikan
pemasalahan moral pada saat itu. Namun sepertiyang dilihat pada masa kini,dimana
seseorang hanya menuruti hasratnya untuk melakukan poligami, padahal jika
ditafsir lebih dalam lagi penjelasannya tidak sesempit itu. Maka dari itu
Fazlur Rahman mengkaji kembali dengan usaha penafsiran padaayat tersebut untuk
melihat nilai-nilai moral yang terkandung didalam ayat-ayat tersebut.
Kata Kunci :Fazlur
Rahman, Hermeneutika Double Movement, Poligami
A.
Pendahuluan
Membahas tentang poligami tidak terlepas dari perbedaan pendapat
dari berbagai ulama. poligami sendiri telah diyakini oleh umat Islam bahkan
menjadi tradisi dari umat Islam itu sendiri. Bahkan dari masa dahulu hingga
sekarang masih hangat untuk diperbincangkan. Poligami sebagai suatu hal yang
dianjurkan dalam Al-Qur’an membuat kaum adam untuk menyetujuinya. Namun lain lagi
bagi kaum hawa sebagian besar ada yang merasa dirugikan. Pasalnya dalam
praktiknya tidak semua orang bisa memahami apa yang telah dianjurkan dalam
Al-Qutr’an tersebut. Akibatnya banyak kesalahfahaman mengenai hal ini.
Adapun konsep yang ditawarkan oleh Islam adalah pernikahan dengan
satu istri saja dan walaupun diperbolehkan berpoligami harus dengan
syarat-syarat tertentu. Hal tersebut dikarenakan lebih menguatamakan janji
setia dan kasih sayang antara kedua belah pihak. Sedangkan ayat yang terdapat
pada Al-Qur’an tersebut diperbolehkan karena melihat kondisi sosiologis dari
bangsa Arab pada saat itu. Yang ternyata dari ayat tersebut di fahami dan
diadopsi oleh penduduk Islam lainnya.[1]
Salah satu yang mengupas tentang permasalahan ini adalah Fazlur
Rahman. Yang mana ia adalah seorang pencetus teori pemikiran double movement
yang mana sebuah penafsiran Al-Qur’an harus dipahami terlebih dahulu mulai
dari sosio-historisnya. Dengan begitu seseorang akan memahami kandungan atau
ajaran yang terkandung didalamnya. Teori ini kemudian diterapkan dalam masalah
poligami dan perkawinan yang terdapat pada QS. An-Nisa ayat 3. Fazlur Rahman
mengungkapkan bahwa poligami memang ada didalam Al-Qur’an namun pada masa
sekarang poligami sudah tidak berlaku lagi. Karena pada dasarnya dilihat dari
permaslahan kondisi masyarakat arab saat itu atau pada saat ayat ini turun
tidak ada batasan untuk dibolehkannya menikahi wanita lebih dari satu. Maka
kemudian Al-Qur’an menjawab permasalahan ini dengan membatasi empat wanita. Maka
dari teori ini Fazlur Rahman mengklarifikasinya, bahwasannya Al-Qur’an
memberikan jawaban mengenai hal itu tidak langsung spontan namun secara
bertahap.
Fazlur Rahman mengungkapkan bahwasannya poligami dibolehkan untuk
menolong anak yatim, orang lemah dan memang dalam keadaan darurat bukan karena
pemenuhan keinganan semata. Dari hal tersebut Fazlur Rahman menyatakan bahwa
adanya ayat tersebut untuk menyelesaikan masalah yang terjadi pada saat itu.[2]
Untuk itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai pemikiran fazlurrahman
mengenai poligami dengan pemikirannya teori double movement secara detail.
B.
Biografi
Fazlur Rahman
Muhammad Fazlur Rahman Ansari Al-Qader bin Maulana Shahab al-Din
lahir pada 21 September 1919 di distrik Hazara- Barat Laut Pakistan. Ayahnya
merupakan seorang tokoh ulama masyhur lulusan Dcoband. Keluarganya
merupakanketurunan ulama bermazhab Hanafi, mazhab sunni yang berkarakter
rasionalis, dimana mereka lebih mengedepankan ra’yu dari pada hadis Nabi.[3]
Fazlur Rahman dibesarkan di lingkungan keluarga yang taat dalam
agama, tidak salah jika ia telah memahami teks al-Qur’an diluar kepala pada
usia 10 tahun. Hal ini tidak lepas dari peran ayah dan ibunya.[4]
Dari ayahnya ia mendapatkan pendidikan tafsir,hadis, dan fiqih. Dan dariibunya
ia diajarkan dan ditamkan nilai-nilai kebenaran, cinta kasih, dan kesetiaan.[5]
Selain dari peran keluarga itu, Fazlur Rahman mendapatkan
pendidikan dari sekolah formal. Ia menempuh pendidikan menengah di Seminari
Deoband,India. Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan dalam bidang Sastra
Arab di Universitas Punjab Lahore. Di Universitas itu ia berhasil meraih gelar
mulai sarjana hingga gelar masternya pada tahun 1942. Berjalannya waktu
berkisar empat tahun, ia mengambil keputusan untuk melanjutkan pendidikan di
salah satu universitas terbesar di dunia yakni Oxford University Inggris.
Alasan memilih Inggris karena untuk mendapat pendidikan Islamyang kritis. Disana
ia mendalami bidang Filsafat Islam hingga mendapatkan gelar doktornya (Ph-D)
tahun 1951 dengan disertasi yang membahas tentang Ibnu Sina.[6]
Dengan pengalaman pendidikannya itu, Fazlur Rahmandikenal sebagai
cendikia Filsafat Islam dan Modern, Ilmu Perbandingan Agama, Psikologi dan juga
Ilmu Sosial. Keilmuannya itu membuatnya berhasil menerima anugerah-anugerah
akademis tertinggi dengan “lulusan terbaik” dan disebut sebagai “bintang
cemerlang yang baru dicakrawala Ilmu Pengetahuan Islam.”[7]
Pada tahun 1950-1958 ia memutuskan untuk tetap tinggal di Barat
dengan menjadi pendidik dalam bidang filsafat di Durham University. Setelah itu
beliau beralih sebagai assosiate professor di Institute of Islamic Studies
Mc.Gill University Kanada. Ia menggeluti profesi itu hingga tahun 1961.[8]
Keberhasilan lainnya, pada tahun 1962-1968 ia dipilih sebagai
direktur di Institut Riset yang dibangun oleh Presiden Pakistan Jenderal Ayyub
Khan. Selain itu ia juga menjadi Dvisory Councilof Islamic Ideology pemerintah
Pakistan. Dalamprofesi yang ia anut,secara tidak langsung ia juga berperan
dalam usaha penafsiran Islam untuk menjawab segala kemajuan dan
tantangan-tantangan perkembangan zaman. Beberapa tahun kemudian ia kembali ke
Barat dan mengundurkan diri dari profesinya di Pakistan. Penyebab dari
pengunduran diri yang dilakukan oleh Rahman adalah karena ide-ide pembaruan
yang dikemukakan olenya mendapat tantahan keras dariulama konservatif Pakistan.[9]
California, Los Angeles adalah tempat yang dipilihnya setelah
pengunduran dirinya di Pakistan. ia sempat menjadi profesor di University of
California sampai pada tahun 1969. Setelah itu ia pergi ke Chicago dan kembali menjabat sebagai Guru Besar Kajian
Islam pada Department of Near Eastern
Languages and Civilization tepatnya adalah diUniversity of Chicago.[10]Selain
itu Fazlur Rahman pada tahun 1985 sempat menungjungi Indonesia selama 2 bulan.
Tujuan Fazlur Rahman keIndonesia ialah untuk memberikan kuliah dan secara tidak
langsung ia juga memperhatikan keberagaman Islam yang ada di Indonesia. Dan
tepat pada tanggal 26 Juli 1988 Fazlur Rahman meninggal dunia di Chicago.[11]
Dari berbagai pengalaman belajar dan professinya itu, pasrtinya
Fazlur Rahman memiliki karya-karya besar. Yang dimana karya-karya darinya
mencakup keseluruhan tentang pembelajaran Islam, baik normatif ataupun historis.[12]Antara
lain berkisar pada masalah pendidikan, perbandingan agama, filsafat, theologi,
biografi dan juga ideologi sosial-ekonomi.[13]
C.
Teori
Double Movement
§ Metode Hermeneutika Double Movement dan Pendekatan
Sosio-Historis
Dalam penafsiran, para mufassir menggunakan metode hermeneutika untuk
mencari solusi pada tafsir kontemporer untuk menggali sebuah makna teks
Al-Qur’an. Yang menjadi pendukung dasar adanya metode hermeneutika ini adalah
bahwa pemahaman dengan menggunakan metode konvensional terhadap sumber ajaran
Islam dianggap kurang relevan pada saat ini. dengan itu sangat diperlukan
metodologi konvensional yang kemudian memunculkan tipologi tafsir dalam Islam
dilihat dari segi quasi-objektivis tradisionalis, subjektivis, dan quasi
objektivis modern[14]
Namun pada masa Nabi metode ini tidak begitu diperlukan karena pada
saat itu para sahabat langsung bertanya pada Nabi SAW karena beliau adalah
penafsir pertama yang menerima Al-Qur’an. Akan tetapi, ketika wahyu atau
Al-Qur’an sudah berbentuk teks maka metode hermeneutika sangat diperlukan dalam
proses pengalian dan penguraian dari makna Al-Qur’an. Hal tersebut berfokus
pada masalah konteks sosio-historis dan pada kontekstualnya di era
modern-kontemporer yang sangat memerlukan analisis yang cermat. Dengan ini
metode hermeneutika dapat disamakan dengan fiqh at – ta’wil yaitu sebuah
teori penafsiran kitab suci dalam tradisi Islam.[15]
Mulanya, hermeneutika ini digunakan pada penafsiran kitab oleh
tradisi gereja pada masyrakat Eropa untuk mendapatkan kejelasan makna kitab
yang pada saat itu tengah mendiskusikan Bibel. Hermeneutika dianggap bersifat textual
criticism karena pada teks-teks Bibel terdapat permasalahan sehingga
intterpretasinya pun pasti bermasalah. Ugy Suharto salah satu Doktor dari
ISTACE Malaysia berpendapat bahwa apabila pendekatan hermeneutika tersebut
digunakan untuk mengakali Al-Qur’an maka dapat dipandang secara teologis
bahwasannya Al-Qur’an masih diragukan dalam segi otensititasnya karena
Al-Qur’an membutuhkan tafsir bukan hermeneutika.
Sebagaimana yang ditulis oleh E. Palmer kurang lebih ada enam
aksentuasi tentang hermeneutika, diantaranya adalah berfungsi sebagai; (1) Sebuah
teori pada kitab suci, (2) metode filogi, (3) ilmu untuk memahami bahasa, (4)
dasar ilmu pengetahuan tentang manusia, (5) fenomenologi das sein diri
manusia dan pemahaman eksistensial, (6) sistem interprestasi atau teori
peraturan yang dipakai dalam penafsiran.[16]
Hermeneutika sangat diperlukan dalam memahami Al-Qur’an khususnya
untuk memberi dan memproduksi makna Al-Qur’an dalam konteks apapun. Karena
terdapat dimensi-dimensi yang luas di dalam Al-Qur’an maka seseorang harus
menggunakan pendekatan hermeneutika. Sebagaimana dalam hadist yang artinya “seseorang tidak dikatakan
paham benar tentang Al-Qur’an sehingga ia dapat melihat berbagai dimensi makna
yang ada didalmnya”.[17]
Dalam hermeneutika, terdapat dua aliran utama yaitu aliran
objektivis dan subjektivis dan Fazlur Rahman dikatagoerikan sebagai aliran
objektivis. Menurut Gadamer, seorang mufassir pasti memiliki prejudice sebelum
berhadapan dengan teks. Dengan begitu, sebuah penafsiran pasti membutuhkan
subjektivitas dari penafsir.[18]
Meskipun Fazlur Rahman beraliran pada objektivitas dan masih
mengakui original meaning (makna otentik) yang juga termasuk aliran dari
Emelio Betti namun konsep dari keduanya berbeda. Adapun Betti berpendapat bahwa
makna asli dari teks terdapat pada akal pengarang dalam proses interpretasinya.
Sedangkan Fzlur Rahman berpendapat bahwa makna asli teks dapat dipahami melalui
konteks sejarah dari teks tersebut di tulis dan di turunkan. Karena menurutnya,
seorang mufassir tidak mungkin masuk ke dalam pikiran Tuhan melainkan melihat asbabun
nuzul makro yang diketahui melalui kajian sejarah.
Akan tetapi, Fazlur Rahman dalam menggunakan sosio-historis dalam
mengkaji Al-Qur’an, ia nampak kurang respektif. Adapun ia lebih percaya pada
latar belakang secara langsung. Diantaranya seperti aktivitas Nabi dan
perjuangannya selama kurang lebih 23 tahun dibawah bimbingan Al-Qur’an. selain
itu para mufassir juga harus memahami milieu (plingkungan pergaulan)
masyarakat Arab yang terdapat pada masa penyebaran Islam karena dengan begitu
akan membantu memahami apa yang telah dilakukan oleh Nabi pada saat itu. Selain
itu seorang mufassir juga harus memahami agama pra Arab seperti konsidi sosial,
ekonomi dan politiknya secara baik dan cermat. Dari hal tersebut dalam memahami
isi dari Al-Qur’an akan terhindar dari penafsiran yang parsial dan pemaksaan
gagasan non Qur’ani dalam Al-Qur’an.[19]
Maka dari itu, Fazlur Rahman menawarkan metode tematik dan metode
hermeneutika Double Movement untuk merekonstruksi penafsiran Al-Qur’an.
metode tersebut sering disebut dengan “gerakan ganda” dalam proses interpretasi
dari situasi yang terjadi sekarang sampai menuju situasi pada waktu al-Qur’an
diturunkan dan kemudian kembali lagi pada masa sekarang.[20]
§ PemikiranDouble Movement Fazlur Rahman
Sebelumnya Fazlur Rahman telah membagi pemikiran dialektiknya
kedalam beberapa bentuk pemikiran. Pertama, revevialisme pramodernis yaitu
gerakan yang mengacu pada degradasi sosio dan moralitas masyarakat Islam maka
dari itu ia membangkitkan semangat untuk seseorang melakukan ijtihad kembali
dan meninggalkan pengaruh-engaruh dari barat untuk menuju Islam yang sejati. Kedua,
modernism klasik yaitu gerakan yang mengacu pada gagasan Barat atau
masyarakat terdahulu sudah terkontaminasi dengan pengaruh Barat. Ketiga,
neorevevalisme yaitu gerakan yang membedakan antara Islam dengan Barat. Keempat,
neomodernisme yaitu gerakan yang mempunyai sikap liberalis dan kritis
terhadap warisan pemikiran Islam dan pemikiran Barat[21].
Lebih tepatnya Fazlur Rahman menjelaskan bahwa konsep gerakan ini
mempunyai sifat yang dinamis. Karena sebuah penafsiran harus selalu mempunyai
proses untuk memperbaruinya sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini. adapun
pemikiran dari Fazlur Rahman mengenai hal ini adalah sebagai berikut :
a.
Menurutnya,
bahwa Al-Qur’an bukanlah sebuah hal yang misterius yang semuaorang susah untuk
memahaminya. Ia juga menyebutkan bahwa terdapat proseur-prosedur yang baik
untuk memahami Al-Qur’an.
b.
Seseorang harus
memahami Al-Qur;an dari historisnya melalui tema-tema dan latar belakangnya.
Karena jika tidak memahami hal itu akan terjadi kesalahfahaman dalam memahami
ajaran-ajaran Al-Qur’an khususnya pada masa perjuangan Nabi SAW yang terjadi di
Makkah maupun Madinah.
c.
Menurutnya,
perlu mensistematiskan materi ajaran Al-Qur’an, dengan hal itu akan terhindar
dari pemahaman yang menyesatkan.
d.
Ia menegaskan
bahwasannya isi dari Al-Qur’an secara keseluruhan membahas tentang sejarah.
Sehingga seseorang harus memahami sosio-historisnya untuk memperoleh solusi,
komentar dan tanggapan dari Al-Qur’an. [22]
Dari hal ini dapat dipahami bahwasannya metode hermeneutika doeble
movement ini hanya efektif untuk diterapkan dalam ayat-ayat hukum, bukan
ayat-ayat yang bersifat metafisik seperti konsep Tuhan, malaikat, hal-hal yang
ghaib dan lain sebagainya. Menurut Fazlur Rahman Al-Qur’an adalah respon Tuhan
terhadap realitas yang muncul sehingga setiap ayat yang turun bukanlah kalimat
yang berdiri sendiri melainkan hal ini terkait dengan konteks sosio-historis,
budaya, dan problem yang dihadapi saat itu. Al-Qur’an dan asal usul komunitas
Islam muncul dalam sinaran sejarah dan berhadapan dengan latar belakang
sosio-historis.
Fazlur Rahman menerangkan secara tegas langkah kerja operasional
pada gerakan ganda (double movement). Pertama, seoarang musfassir harus
memahami makna atau arti dari suatu ayat yang mengkaji sebuah permasalahan
historis yang dikaji melalui asbabun nuzul makro. Yaitu upaya
sungguh-sungguh dalam memahami konteks makro dan mikro pada saat Al-Qur’an di
turunkan. Kemudian seorang mufassir harus mengambil makna dari ayat Al-Qur’an
tersebut dalam konteks sosio–historis pada era kenabian. Dari situ akan
diperoleh ajaran universial Al-Qur’an yang melandasi berbagai perintah normatif
Al-Qur’an.
Kedua, seorang mufassir melakukan generalisasi jawaban-jawaban spesifik
yang memiliki tujuan-tujuan moral-sosial yang disaring dari sosio-historis dan
ratio-legis yang sering dinyatakan. Kedua langkah tersebut saling berhubungan,
dengan begitu seorang mufassir harus memperhatikan arah ajaran Al-Qur’an
sebagai suatu keseluruhan sehingga sebuah arti, hukum dan tujuan yang
dirumuskan akan konheren dengan yang lainnya maka dari itu diperlukan sebuah
analisis yang rumit dan kompleks.
Gerakan kedua ini memerlukan sebuah pengkajian yang lebih cermat
lagi mulai dari penyesuaian situasi yang sekarang hingga pada masa dimana situasi
tersebut dapat diperlukan. Dari kedua gerakan ini juga berfungsi sebagai
koreksi sejauh mana dalam memahami Al-Qur’an. Jika hasil dari penafsiran
melalui gerakan ini tidak dapat diaplikasikan dengan baik di masa sekarang maka
telah terjadi kegagalan dalam memahami kandungan dari Al-Qur’an tersebut karena
pada dasarnya suatu tatana yang terjadi
di masa lampau dapat terealisasikan dimasa sekarang. [23]
Struktur hermeneutika double movement secara skematis dapat
diilustrasikan sebagai berikut :
Metode ini digunakan untuk mereformasi kesan adanya kontradiksi
internal dalam Al-Qur’an pada konsep nasikh-mansukh. Hal tersebut
dikarenakan kegagalan para ulama yang memahami dan mengkromikan ayat Al-Qur’an
yang dinilai kontradiktif. Padahal didalam Al-Qur’an tidak ada kontradiksi
seperti yang dideklarasikan sendiri oleh QS. An-Nisa’ (4) : 82). Ayat-ayat dan
kandungan Al-Qur’an merupkan satu kesatuan dan tidak ada kontradiksi secara
internal.
Dalam penggunaan metode ini para mufassir juga tidak diperkanankan
untuk mengabaikan pendekatan linguistik seperti nafwu shorof, filologis, dan
balaghoh. Menurut Fazlur Rahman pendekatan tersebut tetap penting digunakan
namun harus diposisikan tempat kedua karena para mufassir harus bisa memahami
dari Al-Qur’an itu sendiri atau tidak boleh terlepas dari konteks internal dari
Al-Qur’an itu sendiri.
Pendekatan sosio-historis yang diungkapkan oleh Fazlur Rahman ini
adalah kelanjutan dan penyempurnaan dari pendekatan asbabun nuzul yang
telah ada sebelumnya. Pendekatan ini juga tidak hanya mendeduksi ayat tetapi
juga mendialogkannya dengan kenyataan yang dialami oleh masyarakat. Karena
hasil dari penafsiran ini diharapan tidak hanya berada pada wilayah
idealis-metafisis namun dapat menyentuh persoalan yang terjadi di masyarakat
sehingga dapat menjadi solusi atas problem tersebut.[24]
Adapun urgensi dari pendekatan sosio-historis adalah untuk memahami
kondisi-kondisi aktual yang terjadi pada masyrakat Arab ketika Al-Qur’an
diturunkan. Menurut Fazlur Rahman pendekatan in merupakan satu-satunya cara
untuk menafsirkan Al-Qur’an yang dapat diterima di masyarakat dan berlaku adil
terhadap tuntutan intelektual ataupun integritas moral.
Untuk menemukan teks menggunakan pendekatan ini, pertama-tama
Al-Qur’an harus dipelajari mengenai kronologinya yaitu dengan memerikasa bagian
wahyu yang paling awal dan harus mengikuti bentangan Al-Qur’an sepanjang
perjuangan Nabi Muhammad, dengan begitu akan memberikan persepsi yang cukup
akurat tentang dorongan dari gerakan Islam. pendekatan ini juga menunjukkan
secara jelas makna keseluruhan dari pesan Al-Qur’an dalam suatu cara sistematis
dan konheren. Dengan kata lain yang ingin dicapai dari pendekatan ini adalah
mencari signifikasi ayat dalam konteks kekinian.[25]
D.
Poligami
menurut Pandangan Fazlur Rahman
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata polus yang
artinya banyak dan dari kata gamein yang berarti kawin. Jadi poligami
adalah seseorang yang mempunyai lebih
dari satu istri pada saat yang sama. Adapun menurut bahasa Arab poligami sering
disebut dengan istilah ta’diiduzzaujaat yang berarti berbilangan
pasangan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia poligami disebut dengan istilah
pemaduan atau suami yang menikah lagi dengan kondisi masih dengan istrinya yang
pertama.[26]
Definisi dari mogogami dan poligami berbanding terbalik atau
seperti antonim. Jika monogami adalah perkawinan yang dimana suami hanya
memiliki satu istri. Dan poligami sendiri adalah dimana seorang suami yang
dalam perkawinan memiliki lebih dari satu istri dalam waktu yang bersamaan.[27]Didalam
konteks ini ulama berbeda pendapat : pertama, ulama yang membolehkan
poligami maksimal empat. Mayoritas ulama yang membolehkan adalahdari golongan
ulama klasik dan pertengahan.Kedua, ulama yang membolehkan namun dengan
adanya syarat dan dalam kondisi darurat. Pendapat ini berdasarkan para mufassir
moderrn-kontemporerKetiga, ulama yang tidak membolehkan secara mutlak,
berdasarkan ulama liberal.[28]
Fazlur Rahman tidak secara khusus atau memberikan bab sendiri
tentang poligami dalam penafsirannya. Kita bisa melihat penafsirannya yang
membahas poligami disalah satu contoh dari permasalahan yang ditulis dalam
bukunya yang berjudul “ Tema Pokok Al-Qur’an” khususnya pada tema “manusia
sebagai anggota masyarakat”.[29]Rahman
menyatakan Al-Qur’an secara hukum mengakui adanya poligami, namun dengan syarat
batasan maksimal dan juga yang paling ketat ialah syarat berlaku adil serta
meningkatkan nasib kaum perempuan bagi seorang suami terhadap istri-istrinya.[30]
Rahman juga mengingatkan bahwa hal yang terpenting adalah bukan hanya
menganggap al-Quran sebagai hukum yang tertulis, melainkan adalah sebuah
ayat-ayat Allah yang berisi prinsip-prinsip dan seruan-seruan moral. Didalam
Al-Qur’an banyak menyangkut permasalahan mengenai perempuan, perbudakan dan
poligami. Perempuan memiliki hak-hak yang sama terhadap kaun laki-laki, dengan
pengecualian bahwa laki-laki adalah pihak yang mencari nafkah maka disebut satu
tingkat lebih tinggi dibanding perempua. Rahman berpendapat seperti ini sesuai
dengan Al-Quran tang menyatakan bahwa suami-istri adalah libas antara
satu sama lain.[31]
Berikut adalah ayat pokok tentang poligamidalam surah An-Nisa ayat
3
وَإِنْ خِفْتُمْ اَلِّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتَمَى فَأَنْكِحُوْا مَا
طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَ ثُلَثَ وَرُبَاعَ. فَإِنْ خِفْتُمْ
أَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَا نُكُمْ. ذَالِكَ
أَدْنَىّ أَلَّا تَعُوْلُوْا (3)
Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinlah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, dan empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (hendaklah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya”.
Dari ayat ini Rahman melihat dari konteks asababun nuzul ayat
tersebut dan apa sesungguhnya idealmoral pada ayat tersebut, Al-Qur’an
menyatakan agar tidak menghardik anak yatim yaitu dengan menyelewengkan harta
benda mereka.[32]Sehingga
turun ayat :
QS. An-Nisa ayat 2
وَءَا تُوْا الْيَتَامَي أَمْوَالَهُمْ . وَلَا تَتَبَدَّلُوْا
الْخَبِيْثَ بِا لطَّيِّبِ . وَلَا تأْ كُلُوّاْ أَمْوَالَهُم إِلَى~
أَمْوَالِكُمْ . إِنَّهُ كَانَ حُوْبًا كَبِيْرًا (2)
Artinya : “Dan
berkahilah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu
menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama
hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu adalah dosa
yang besar”.
Maka dari itu Al-Qur’an juga menyatakan bagi orang-orang yang
menjadi wali anak-anak yatim lebih baik atau membolehkan untuk menikahinya.[33]
Hal ini didukung dengan turunya ayat:
QS.An-nisa ayat 127
وَيَسْتَفْتُوْنَكَ فِى النِّسَاءِ . قُلِ اللهُ يُفْتِيْكُمْ
فِيْهَنَّ وَمَا يُتْلىَ عَلَيْكُمْ فِى الْكِتَابِ فِى يَتَامَى النِّسَاءِ
الَّاتِى لَا تُؤْ تُوْ نَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُوْنَ أَنْ
تَنْكِحُوْ هُنَّ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْوِلْدَانِ وَأَنْ تَقُوْ مُوْا
لِلْيَتَامَى بَلْقِسْطِ . وَمَا تَفْعَلُوْ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ الّلهَ كَانَ
بِهِ عَلِيْمًا (127)
Artinya : “Dan
mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah : Allah memberi
fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Qur’an
(juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada
mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan
tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan Allah (menyuruh kamu) supaya
kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu
kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya”.
Lalu diterangkan lagi seperti yang tertera pada surah An-Nisa yang
dimana jika para wali atau pengempu dari anak-anak yatim ini tidak bisa adil
dalam harta kekayaan anak-anak yatim ini (gadis-gadis yatim) dan mereka ingin
menikahinya maka boleh hingga batas maksimal 4 dengan syarat berlaku adil.[34]
Dengan pemaparan ayat-ayat al-Qur’an diatas, telah jelas bahwa
poligami timbuldengan latar belakang perempuan-perempuan yatim. Tidak hanya
Rahman yang perpendapat demikian, begitu juga denganRiffat Hasan yang dimana
menurutnya QS.An-Nisa:3 fokuspermalahan
poligami ini adalah keterkaitannya dengan pengampu anak yatim. Yang berarti
menurutnya ialah menikahi janda atau ibu dari anak yatim hal ini karena pada
saat itu para mujtahid yang ikut berperang banyak yang meninggal dunia maka banyak
janda dan anak-anak yatim. Dalam hal ini pesan moral yang tertanam ialah dimana
agar anak yatim ini di disantuni. Maka dari itu poligami hanya diperbolehkan
dalam keadaan yang terdesak atau sulit karna juga menyangkut tentang keadilan.[35]
Bagaimana seorang laki-laki itu harus berbuat adil terhadap
istri-istrinya dalah merupakan suatu hal yang tidak mudah. Sebagaimana yang
diterangkan pada surah An-Nisa:129
وَلَنْتَسْتَطِيْعُوْا أَنْتَعْدِلُوْ بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ
حَرَصْتُمْ . فَلَا تَمِيْلُوْ كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوْهَا كَا لْمُعَلَّقَةِ .
وَإِنْ تُصْلِحُوْا وَتَتَّقُوْا فَإِنَّ الّلهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا (129)
Artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil
diantara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena
itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cinta), sehingga kamu
biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan
memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
Dari ayat-ayat al-Quran yang telah dipaparkan diatas, Fazlur Rahman
menganggap adanya ketidaksamaan. Dimana ayat yang pertama menginzinkan untuk
memiliki 1-4 istri, namun pada ayat yang kedua seolah-olah memiliki makna yang
sangat tegas bahwa poligami tidaklah akan terwujud. Mengapa dikatakan tidakakan
terwujud? Karna di ambil dariayat tersebut bagaimana seseorang itu(suami) tidak
dapat berlaku adilpadaistri-istrinya walaupun pada hakikatnya suami
menginginkan dan berusaha untuk itu. Dari penjelasan yang ditututrkan oleh
Rahman, ia juga berasumsi “mengapa
sistem perkawinan dalam Islam tidak menjadikan masalah tuntutan berbuat
adil sebagai klausal pokok?”. Hal ini telah dijelaskan dalam interpretasi
tradisional, yang dimana klausal izinnya (poligami) memiliki kekuatan legal.
Sedangakan untuk permasalah akan berbuat adil tergantung pada kesadaran suami.
Lalu bagaimana menurut kaum modernis? Bahwa hal yang paling pokok adalah
tuntutan berbuat adil dan deklarasi tentang tidak adanya berbuat adil.
Karenanya, perizinan untuk poligami bersifat semestara dan untuk maksud yang
terbatas.[36]
Dari penjelasan tersebut Fazlur Rahman tidak semerta-merta dalam
menfasirkan dan berpendapat. Ia sangat mempertimbangkan tentang cita-cita moral
Al-Qur’an yang membahas poligami. Poligami menjadi legal dengan adanya
sanksi-sanksi yang dikenakan atasnya hal ini kembali lagi pada cita-cita moral
yang dimana masyarakat itu diharapkan bergerak karena tidak mungkin mengahpus
poligami secara langsung dan legal. Maksud yang tertuang dalam hal ini adalah
ia berkeinginan menghapus adanya poligami secara berangsur-angsur kecuali dalam
keadaan tertentu, sebagaimana yang telah dipaparkan sebelum-sebelumnya.[37]
E.
Penutup
Demikianlah uraian pemikiran FazlurRahman mengenai poligami. Yang mana
dalam poligami ini Fazlur Rahman melihat bagaimana
Berdasarkan penafsiran dari ayat pokok yang terrpaksa membahas poligami yaitu QS. An-Nisa:3 dan ayat
129 dapat ditarik kesimpulan bahwasanya secara tidak langsung Al-Qur’an
memberikan hukum atau syarat yang sangat ketat bagi seseorang yang berpoligami.
Yang dimana syarat tersebut adalah mampunyai seorang lelaki berlaku adil pada
istrinya. Dan menurut perspektif Fazlur Rahman poligami ini bisa dilakukan
dimana dalam keadaan yang terdesak atau terpaksa sebagaimana histors turunnya
ayat pokok tersebut.
Daftar
Pustaka
Sunaryo, Agus. 2010. “Poligami di Indonesia (sebuah analisis
normatif-sosiologis). (Purwokerto: STAIN). Jurnal Studi Gender dan Anak,
Vol.5 No.1 Januari-Juni.
Fatmawati, Elly. 2017.
Tesis: “Konsep Poligami dalam Pemikiran Fazlur Rahman dan Muhammad Syahrur
Perspektif Teori Keadilan John Rawls”. (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim)
Nurjannah,
Ika. 2018. Tesis: “Reinterpretasi Konsep Ihdad Perspektif Double Movement
Theory Fazlur Rahman”. (Malang: Uin Maulana Malik Ibrahim).
Sumantri,
Rifki Ahda. 2013. “Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman Metode Tafsir Double
Movement”, Jurnal Dakwah Dakwah dan Komunikasi, vol.7 No. 1 Januari-Juni 2013.
Ulya. “Heurmeneutika Double Movement Fazlur Rahman: Menuju
Penetapan Hukum Bervisi Etis”. (Kudus: STAIN Kudus).
Ansari, Muhammad Fazlur Rahman. 1983. Konsepsi Masyarakat Islam
Modern, (Bandung: Risalah)
Rahman,
Fazlur. 1993. Metode dan Alternatih Neomordenis Islam, (Bandung:Penerbit
Mizan).
Muttaqin, Labib. 2013. “Aplikasi Teori Double Movement Fazlur
Rahman Terhadap Doktrin Kewarisan Islam Klasik”, Al-Manahij Jurnal Kajian
Hukum Islam, Vol.VII No.2, Juli.
Zuhrah, Fatimah. “Problematika Hukum Poligami di Indonesia”. SU:
UIN)
Mustaqim,
Abdul. 2010. Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: PT. Lkis
Printing Cemerlang)
.
Zuhdi,
M. Nurdin. 2012.“Hermeneutika Al-Qur’an. (Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga). ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli.
Catatan:
1.
Similarity 9%
2.
Penulisan
footnote dan daftar pustaka dari jurnal salah, perlu diperbaiki.
[1] Agus Sunaryo, “Poligami
di Indonesia (sebuah analisis normatif-sosiologis), (Purwokerto: STAIN,
2010), Jurnal Studi Gender dan Anak, Vol.5 No.1 Januari-Juni.
[2] Elly
Fatmawati, “Konsep Poligami dalam Pemikiran Fazlur Rahman dan Muhammad
Syahrur Perspektif Teori Keadilan John Rawls”, (Malang: UIN Maulana Malik
Ibrahim, 2017),hal. 74
[3] Ika Nurjannah,
Tesis: “Reinterpretasi Konsep Ihdad Perspektif Double Movement Theory Fazlur
Rahman” (Malang: Uin Maulana Malik Ibrahim, 2018), hal. 58
[4] Rifki Ahda
Sumantri, “Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman Metode Tafsir Double
Movement”, Jurnal Dakwah Dakwah dan Komunikasi, vol.7 No. 1 Januari-Juni
2013. Hal.5
[5] Ulya, “Heurmeneutika
Double Movement Fazlur Rahman: Menuju Penetapan Hukum Bervisi Etis”, (Kudus:
STAIN Kudus), hal.3
[7] Muhammad
Fazlur Rahman Ansari, Konsepsi Masyarakat Islam Modern, (Bandung:
Risalah, 1983) , hal. I
[8] Ulya, lo.cit.
[10]Fazlur Rahman, Metode
dan Alternatih Neomordenis Islam, (Bandung:Penerbit Mizan, 1993), hal. 16
[11] Labib
Muttaqin, “Aplikasi Teori Double Movement Fazlur Rahman Terhadap Doktrin
Kewarisan Islam Klasik”, Al-Manahij Jurnal Kajian Hukum Islam, Vol.VII
No.2, Juli 2013, hal.198
[12] Fazlur Rhman, op.cit.
hal.17
[13] Muhammad
Fazlur Rahman Ansari, loc.cit.
[14] M. Nurdin
Zuhdi, “Hermeneutika Al-Qur’an, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012),
ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli, Hal. 244
[15] Abdul
Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: LKIS Group,
2010), hal. 173
[21]Elly, Op.Cit.
hal. 7
[24]Muttaqim, Op.Cit,
hal, 182-183
[26]Fatimah Zuhrah,
Problematika Hukum Poligami di Indonesia, (SU: UIN)
[27] Zunly Nadia, “Membaca
Ayat Poligami Bersama Fazlur Rahman”, Mukaddimah:Jurnal Studi Islam,
volume 2, no.1, Desember 2017, hal.212
[28] Abdul
Mustaqim, op.cit, hal. 257-258
[29] Zunly Nadia, op.cit,
hal. 211
[30] Abdul
Mustaqim, lo.cit
[32] Abdul
Mustaqim, lo.cit
[34] Abdul
Mustaqim, lo.cit
[35] Zunly Nadia, op.cit,
hal. 218
[36] Abdul
Mustaqim, op.cit, hal 261
[37] Abdul
Mustaqim, lo.cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar