Senin, 22 April 2019

Mantuq dan Mafhum, Mujmal dan Mubayyan (PAI C Semester Genap 2018/2019)



Mantuq dan Mafhum, Mujmal dan Mubayyan
Oleh:Moch. AfifMustaghfirin (16110060), M Zamzam Afkar Hadiq (16110086), RoikhanZamzami (16110120)
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Kelas “C” Tahun 2016
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract
Mafhum and mantuq, mujmal and mubayyan as part of something that will be learned if you want to understand the knowledge of ushul fiqh. Mafhum and mantuq is a science which discusses the food expressed and implied from sebuak lafadz which is in the al quran and as sunnah. While mujmal and mubayyan is a science that discusses vague words and clear or bright words. Understanding and mantuq one another security each other as well as mujmal and mubayyan one with lian also interrelated. Mafhum, mantuq, mujmal and mubayyan are rules in the ushul fiqh that review words that are viewed in terms of their aspects which are clear or not and are true meanings or there are other meanings in the word.
Keywords: Mafhum, Mantuq, Mujmal, Mubayyan, and UshulFiqh

Abstrak
Mafhum dan mantuq, mujmal dan mubayyan sebagai bagian dari sesuatu yang akan dipelajari jika ingin memahami ilmu ushul fiqh. Mafhum dan mantuqmerupakanilmu yang mana membahastentangmakanatersurat dan teriratdarisebuaklafadz yang beradadalam al qur’an dan as sunnah. Sedangkanmujmal dan mubayyanmerupakanilmu yang membahastentang kata yang masihsamar dan kata yang jelasatauterang. Mafhum dan mantuqsatusaman lain salingbegitupun juga denganmujmal dan mubayyansatusamalian juga salingberkaitan. Mafhum, mantuq, mujmal dan mubayyanadalahkaidahdalamushulfiqh yang mengulastentang kata yang ditinjaudarisegiaspekmaknannyaitujelasatautidak dan merupakanmaknasesungguhnyaatauadamaksud lain didalam kata tersebut.
Kata Kunci: Mafhum, Mantuq, Mujmal, Mubayyan, dan UshulFiqh

A.    Pendahuluan
Ushulfiqhadalahsuatuilmu yang digunakanuntukmemahami kata yang ada di dalilnaqli. yang pada dasaryamenggunakan Bahasa arab. Ilmuushulfiqhiniadalahilmu yang nantinyailmutersebutdapatdigunakanuntukmemahamihukum yang ada di Islam daridalilnaqli. Namun, dalammemahamiushulfiqh, terdapatbanyakbab dan sub bab yang harusdipelajari, salah satunyaadalahtentangmafhum, mantuq, mujmal dan mubayyan.
Ilmuushulfiqhsendirisangatdiperlukanuntukmendapatkanhukum dan untukmengkajiapayangadadilam al quran dan al hadistkarena di dalamsumbertersebutmenggunakan Bahasa arabsehinggadiperlukansesuatuuntukmengkajinya juga. Ditambah juga ilmuushulfiqhinimasiheksis dan masihsangatdiperlukankarenabanyak juga persoalan-persoalanbaru yang timbulseiringberkembangnya zaman yang mana persoalantersebutmasihbaru dan membutuhkansesuatuuntukmenetapkanhukumatasnya.




B.     Pembahasan

1)      Mantuq dan Mafhum
A.    PengertianMantuq dan Mafhum
Secara Bahasa mantuqdapatberarti “yang diucapkan”. Sedangkanmenurutistilahyaitu :
ما دل ليه اللفظ في محل النقط
“ Suatumaknaatauarti yang diperolehataudiambildarilafadz yang diucapkan (dituliskan)”[1]
            Jadidapatdiambilkesimpulanbahwa yang dinamakanmantuqyaitumengambilsuatumaknaatauartidarisuatususunankalimatatau kata itusendiri .
            Sedangkan yang dimaksuddenganmafhumsecara Bahasa dapatberarti “yang dipahami”. Sedangakanmenurutistilah yang dimaksudmafhumyaitu :
ما دل ليه اللفظ لا في محل النقط
“ Suatumaknaatauarti yang diperolehataudiambilbukandarilafadz yang diucapkan (dituliskan)”[2]
            Dari pengertiandiatasdapatdiambilkesimpulanbahwa yang dimaksuddenganmafhumyaitumengammbilsuatumaknaatauartibukandarisuatulafadzataususunan yang ada, melainkandaripemahamanatassuatulafadzataususunandarisuatukalimat yang ada.
            Secarasederhanadapatdikatanbahwa yang dimaksudmantuqadalahmaknaatauartitersuratdarisuatulafadzatausuatususunankalimat, sedangkan yang dimaksuddenganmafhumyaitumaknaatauartitersiratdarisuatulafadzatausuatususunankalimat.[3]
            Pada dasarnyasetiapkalimatpastimemilikimaknamantuq dan maknamafhum. Sepertihalnyacontoh di firman Allah QS. Al-Isro’ ayat 23 yang berbunyi :
فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
“Makasekali-kali janganlahengkaumengatakankepadakeduanyaperkataan “ah” dan janganlahengkaumembentakkeduanya, dan ucapkanlahkepadakeduanyaperkataan yang baik.”[4]
            Dari ayatdiatasartimantuqnyayaitukitatidakbolehberkata “ah”kepadabapak-ibu. Sedangkanartimafhumnyayaitukitadilarangmenyakitihatikedua orang tuakita. Sebabsesuaidenganpemahamankita, berkata“ah” sajatidakboleh, apalagikelaukemudiankitamemukulatauberbuatkasarkepadakedua orang tuakita.[5]

B.     PembagianMantuq
1.      Dilihatdarisegilafalnya, mantuqterbagimenjadi 4, yaitu :
a.       Dzahir
Dzahiradalahsuatulafal yang menunjukkankepadasuatumakna yang dikehendai oleh sighatlafalitusendiri, akantetapibukanmaknaitu yang dimaksud oleh susunankalimatnyasertalafalitumasihdapatdita’wilkan, ditafsirkansertadapat pula dinashkan.[6]
Sebagaicontoh QS. An-Nisa’ ayat 3 yang berbunyi :
وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰع...
“Dan jikakamukhawatirtidakakanmampuberlakuadilterhadap (hak-hak) perempuanyatim (bilamanakamumenikahinya), makanikahilahperempuan (lain) yang kamusenangi: dua, tigaatauempat…”.[7]
            Dari ayatdiatas, maknadzohir yang adayaitu kitab bolehmenikahiwanita-wanita yang kitasukaiataukitasenangi, namunsusunankalimatdariayattersebutkitahanyabolehmenikahiwanita yang kitasenangidibatasisampaiempatsaja.

b.      Nash
Nash adalahsuatulafal yang menunjukkanartisebagaimana yang dikehendaki oleh lafalitusendiriatausiyaqul kalam yang ada, dan masihdapatditafirkan dan ditakwilkansertadinasakhkan.[8]
            Sebagaimanacontoh QS. An-Nisaayat 12, yang berbunyi :
مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ...
“…setelah (dipenuhi) wasiat yang merekabuatatau (dan setelahdibayar) utangnya…”[9]
            Dari ayatdiatasdapatdipahamibahwaartinashnyayaitumendahulukanwasiat yang telahdisampaikansertamembayarhutangdari  padamembagihartapusaka yang ditinggalkankepadaahliwaris. Makaartiinipulalah yang kemudiandikehendaki oleh siyaqul kalam yang ada.

c.       Mufassar
Musfassaryaitusuatulafal yang menunjukkanartisebagaimana yang dikehendaki oleh lafalitusendiriatausiyaqul kalam yang ada, tetapidiatidakdapatditafsirkan dan ditakwilkanselain oleh dalilsyara’ yang adasertadapatmenerimanasakh pada zaman Nabi SAW.[10]
            Sebagaimanacontoh yang terdapat di QS. At-Taubahayat 36 yang berbunyi :
...وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً...
“…dan perangilahkaummusyrikinsemuanyasebagaimanamereka pun memerangikamusemuanya…”[11]
            Dari ayatdiatasdapatkitalihat, bahwasanya kata kaaffahyang berartisemuanyaadalahtermasukkedalammufassar. Sebabtidakdapatditakwilkanataupunditafsirkandengan kata yang lainnya.

d.      Muhkam
Muhkamyaitusuatulafal yang menunjukkansebagaimana yang dikehendaki oleh lafalitusendiriatausiyaqul kalam yang ada, akantetapitidakdapatditafsirkan, ditakwilkanataupundinasakhkan.[12]
Sebagaimanacontoh pada QS. An-Nur  ayat 4, yang berbunyi :
                        وَّلَا تَقْبَلُوْا لَهُمْ شَهَادَةً اَبَدًا....
            “…dan janganlahkamuterimakesaksianmerekauntukselama-lamanya…”[13]
Ayat diatasmenunjukkanbahwakitatidakbolehmenerimapersaksianmerekauntukselama-lamanya. Makakemudianlafadzabadandisanatidakdapatdinasakh.
2.      DilihatdarisegiDalalahnya, Mantuqdibagimenjadiempat, yaitu ;
a.      DalalahIbrah
Dalalahibrahyaitusuatumaknaatauarti yang dipahamidarilafal yang ada, baiklafalitudzohir, nash, muhkamatautidak.[14]
Sebagaimana QS. An-Nisa’  ayat 10 yang berbunyi :
اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakanhartaanakyatimsecarazalim, sebenarnyamerekaitumenelanapidalamperutnya dan merekaakanmasukkedalamapi yang menyala-nyala (neraka).”[15]
Dari ayatdiatasdapatdifahamibahwajikalaukitamemakanhartaanakyatimdengancara yang dzolim, makaituadalah salah satudariperbuatankeji yang nantinyaakanmendapatsiksaandariallahakandimasukkan di nerakanya yang menyala-nyala.

b.      Dalalah Al-Isyarat
Dalalah al-isyaratyaitusuatupengertianataumakna yang ditunjukan oleh suaturedaksi , namunbukanmaknaaslinya, tetapisuatukemestianataukonsekuendari hokum yang ditunjukkan oleh redaksi yang ada.[16]
Sebagaimanacontohdalam QS. Al-Baqorahayat 282 yang berbunyi ;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ...
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabilakamumelakukan utang piutanguntukwaktu yang ditentukan, hendaklahkamumenuliskannya…”[17]
Pada ayatdiatasdijelaskanmengenaijikalaukitajual-beliatau utang-piutangmakahendaknyakitamencatatnyadenganbaik dan benarsesuaidengankehendak yang bertransaksi. Makadalalahisyarahnyaadalahcatatan yang sudahadadapatdijadikansebagaibuktiatasjual-beliatau utang-piutang yang telahdilaksanakan dan disepakati oleh keduabelahpihak, yang mana keduanyatidakdapatmengingkarinya.

c.       Dalalah Nash
Dalalahnashyaitusuatupengertianataumaknasecaraimplisitmengenaisuatu hokum yang dipahamisecaraeksplisitdikarenakanadanya factor yang sama.[18]
Sebagaicontoh QS. Al-Isra’ ayat23  yangberbunyi :
فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
“…makasekali-kali janganlahengkaumengatakankepadakeduanyaperkataan “ah” dan janganlahengkaumembentakkeduanya, dan ucapkanlahkepadakeduanyaperkataan yang baik.”[19]
Ayat diatasmenjelaskanmengenaikitadilaranguntukberkatakasarkepadakedua orang tua. Sebabhal yang sepertiituhukumnyaadalah haram. Makajikalaukitasampaimemukulkedua orang tuakitaituhukumnyalebih haram lagi. Sebablafadzjanganlahberkata “ah” disanamencakupsegalaperkataan dan perbuatan yang dapatmenyakitkanhatikeduanya.

d.      DalalahIqtida’
Dalalahiqtida’ adalahpetunjuklafadzterhadapsesuatudimanamaknaatauartidarilafaltersebuttidaklogiskecualidenganadanyasesuatutersebut.[20]
Sebagaicontoh QS. Al-Baqarah ayat 178 yang berbunyi :
 فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ
“…tetapibarangsiapamemperolehmaafdarisaudaranya, hendaklahdiamengikutinyadenganbaik, dan membayardiat (tebusan) kepadanyadenganbaik (pula)…”[21]
Pada ayatdiatasdijelaskanbahwajikalaudarikeluarga yang dibunuhmemberikanmaafkepadasipembunuh, makahendaklahdarisipembunuhmengikutisikapbaik yang telahdiberikankepadanya. Makakonsekuenlogisnyaadalahkeluargasi korban mengaharapimbalanhartabendadarisipembunuh. Yang mana kemudiansipembunuhharusmembayardiat.
Dari uraianmengenaibeberapadalalah yang ada, jumhur ulama sepakatbahwadalalahibrahadalahterletak pada tingkatantertinggi, sedangkandalalah yang paling rendahadalahdalalahiqtida’. Antara madzab Hanafi dan madzabsyafi’Iberbedamengenaisusunantingkatandaridalalah-dalalah yang ada, diantaranya :
Menurutmadzab Hanafi, susunantingkatandaridalalah-dalalah yang adayaitu:
a)      DalalahIbrah
b)      DalalahIsyarah
c)      Dalalah Nash
d)     Dan DalalahIqtida’
Sedangkanmenurutmadzabsyafi’I, susunandaridalalah-dalalh yang adayaitu :
a)      DalalahIbrah
b)      Dalalah Nash
c)      DalalahIsyarah
d)     Dan DalalahIqtida’[22]

C.                PembagianMafhum
Mafhumdibagimenjadidua, yaitu :
a.      MafhumMuwafaqoh
Mafhummuwafaqohyaitu :
ما كان المسكوت عنه موافا للمنطوق به
“Sesuatu yang tidakdiucapkanituadapersesuaiandengan yang diucapkan”[23]
Artinyayaitusesuatu yang tidakdiucapkan, yaitusuatu hokum yang dipahamidariucapan yang ada, makahukumnyasamadengan yang diucapkan.
Sebagaicontoh, kitasebagaianakdilaranguntukberkata “ah” atau yang sejenisnyakepadakedua orang tuakarenaperbuatanitumenyakitkankeduanya. Sedangkanmemukulitu juga menyakitkankeduanya. Maka hokum darimemukulituhukumnyasamadenganberkata “ah” kepadakedua orang tua.
Mafhummuwafaqohterbagimenjadidua, yaitu :
a)    Fahwalkhithab
Yaituapabila yang dipahamilebihutamahukumnyadari pada yang diucapkan. Sebagaicontohyaitularanganmemukulkedua orang tua, yang mana hukumnyalebihtidakbolehdaripada firmanallah yang melarangkitamengucap “ah” kepadakedua orang tua. Artinyabahwamemakisajatidakdiperbolehkan oleh allahapalagimemukulkeduanya.[24]
b)    Lahnalkhithab
Yaituapabila yang dipahamiituhukumnyasamadenganapa yang diucapkan. Sebagaicontohyaitularanganmembakarhartadarianakyatim (yang mana iniadalahpemahamandariayat), samasajahukumnyadenganmemakanhartaanakyatimdenganjalan yang aniaya, yaitusama-samatidakdiperbolehkan.[25]Sebagaimana yang diterangkan Salam QS. An-Nisa’ ayat 10 yang berbunyi :
اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakanhartaanakyatimsecarazalim, sebenarnyamerekaitumenelanapidalamperutnya dan merekaakanmasukkedalamapi yang menyala-nyala (neraka).”[26]

b.      MafhumMukholafah
MafhumMukholafahyaitu :
ما كان المسكوت عنه مخالفا للمنطوق به إثباتا ونفيا
“Sesuatu yang tidakdiucapkanitubertentangandenganapayangdiucapkan, baikdalammenetapkanataumeniadakan”[27]
Artinyayaitu, sesuatu yang tidakdiucapkan, yaitu hokum yang dipahami, berlawanandengan hokum yang diucapkan. Sepertihalnyacontohbolehnyamelakukanjual-belisebelummuadzinmengumandangakanadzan pada sholatjum’at. Inididasarkan pada firmanallah QS. Al-Jumuahayat 9, yang berbunyi :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabilatelahdiseruuntukmelaksanakan salat pada hariJum‘at, makasegeralahkamumengingat Allah dan tinggalkanlahjualbeli. Yang demikianitulebihbaikbagimujikakamumengetahui.”[28]
Dari ayatdiatasmafhumnyaadalahjikasudahdiseruuntuksholatjum’at yang dapatdiartikansebagaiadzanmakakitadilaranguntukmelakukanjual-beli. Artinyajikalausebelumdiseruuntuksholatjum’atmakabolehmelakukanjual-beli.

Syarat-syaratmafhummukholafah
Mafhummukholafahdapatdianggapsah dan dapatdijadikansebagaihujjahjikalaumemenuhisyaratantaralain :
1.      Apabilamafhummukholafahtidakbertentangandengandalil yang lebihkuat, baikdarilafal yang diucapkanataumafhummuwafaqoh[29]contohnyaadalahhadits  yang artinya“Sesungguhnya air (kewajiban mandi ) itukarenakeluarmani “ Muttafaqunalaihi
Menurutpemahaman, jikalaukitaberhubungan badan denganistrikita, tetapikitatidaksampaimengeluarkan air mani ,makatidakwajibuntuk mandi besar. Namunmafhummukholafahdarihaditsdiatasbertentangandenganhaditsnabi yang artinya :
“Apabilabertemuduakhitan ,wajib mandi meskipuntidakmengeluarkan air mani”HR. Muslim
Dari contohdiatasdapatdipahamibahwakarenamafhummuwafaqohnyabertentangandenganhaditslain, makadiadianggapgugur dan tidaksah dan tidakdapatdijadikansebagaihujjah.

2.      Mantuqnyatidakdisebutkandikarenakanadatujuanuntukmennjukkansuatukenikmatan (imtinan)[30].sepertihalnyacontohdalam QS. An-Nahlayat 14 yang berbunyi :
وَهُوَ الَّذِيْ سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوْا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَّتَسْتَخْرِجُوْا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُوْنَهَاۚ وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan Dialah yang menundukkanlautan (untukmu), agar kamudapatmemakandaging yang segar (ikan) darinya, dan (darilautanitu) kamumengeluarkanperhiasan yang kamupakai. Kamu (juga) melihatperahuberlayarpadanya, dan agar kamumencarisebagiankarunia-Nya, dan agar kamubersyukur.”[31]
Ayat diatasjikalaudipahammidenganmafhummukholafah, maka yang tidaksegartidakbolehdimakan. Padahalayatdiatasberkenaantentangimtinanmakapemahaman yang adatidakdapatdijadikanhujjahatautidaksah.

3.      Mantuq yang adabukandimaksudkanuntukmenguatkankeadaan.
Sepertihalnyacontohhaditsdaribukhari yang artinya :
“barangsiapaberimankepada Allah dan hariakhir, hendaklahberkata yang baikatau diam saja. Barangsiapa yang berimankepadaallah dan hariakhir,hendaklahmemulyakantetangganya.”
Haditsdiatasmenjelaskanbahwajikalaukitamengakusebagai orang yang berimanmakahendaklahkitaberkata yang baiksertamenghormatitetangganya, makabukanberartikemudian orang yang tidakmukmin bias berkatasemaunya dan tidakmenghormatitetangganya.[32]

4.      Mantuqitubukansuatuhal yang biasaterjadi.
Sebagaicontoh QS. An-Nisa’ ayat 23 yang berbunyi :
وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ... 
“…dan diharamkan pula kepadamuanak-anaktirimu yang adadalampemeliharaanmu…”[33]
Didalamayatdiatasdijelaskanbahwa, anaktiri yang dalampemeliharaankita, maksudnyakita yang memenuhikebutuhannya ,makakitadilaranguntukmenikahinya. Dan bukanberarti yang tidakdalampemeliharaankitabolehuntukkitanikahi.[34]

Macam-macammafhummukholafah.
Ada beberapamacammafhummukholfah, diataranya :
1.    Mafhumsifat, yaitumenghubungkansuatu hokum kepada salah satusifatnya. Seperticontoh :
فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ...
“ …makadenganmemerdekakanbudak yang mukmin…”QS. An-Nisa’ ayat 92
Kata mukminadalahsifat, sebabjikalautidakmukminmakadianggapkurang.
2.    Mafhumillat, yaitumenghubungkansuatu hokum denganillatatausebab.
Contohmengaharamkannarkobakarenamemabukkan,
3.    Mafhumadad, yaitumenghubugkansuatu hokum kepadabilangantertentu. Contoh QS. An-Nur ayat4  yangmenjelaskanbahwa orang yang menuduhzinaharusmampumendatangkanempat orang saksi, jikatidakbisamakapersaksiannyaakanditolak.
4.    Mafhumghoyah. Yaitusuatulafal yang menunjukkan hokum sampaikepadaghoyah(batas).yang mana hokum yang terdapatsetelahghoyahhukumnyaselaluberlainandengan hokum sebelumnya.
5.    Mafhumhashr(pembatas/menyingkat), yaitumengkhususkan hokum denganapa yang disebutkandalamperkataan yang dinyatakan. Tidakmengenaiselain yang tersebutdalamperkataanitudenganmenggunakaninnamaatauillasesudahnafi.[35]

2)      Mujmal dan Mubayyan
A.    PengertianMujmal
            Dilihatdaripandangan Bahasa, Mujmalberartiumum, kata yang belumadapetunjuk yang rinci. Sedangkandilihatdaripandanganistilahterdapatbeberapapendapat para pakarushulfiqihdiantaraya :
MenurutHanafiyah
Mujmalmemilikiartisebuahkalimat yang mana kata dalamkalimattersebuthanyadapatdipahamisecaraumumatau global sedangkanuntukpemahamanterperincinyatidakdijelaskan dan tidakdapatdipahamidaripengertiankalimattersebut. Namun bias dipahamidengancaramelaluipenjelasandaridalilqur’anmaupunhadist yang lain.
MenurutJumhur Ulama PakarFikih
            Mujmalmemilikiartikalimatataukalimat yang mana tidakadakejelasantentangapa yang adadalamkalimat yang dimaksud.
            Menurut Abu Ishaq Al Syirazi
            Beliaumerupakan ulama pakarushulfiqihdarikalanganmadzhabsyafi’iyah. Mujmalbagibeliauberartikalimat yang tidakadakejelasan dan tidakdapandiambilpengertiansecaraterperinci yang mana untukmendapatkanpemahamandarikalimattersebutdiperlukannyapenjelasandarikalimatluar (al bayan) atau bias juga mendapatpenjelasandari orang yang membuatataumenganggapkalimattersebuattermasukkalimatmujmal.
            Menurut Al Badzawi
            Beliaumengartikanmujmalyaitusebuahkalimat yang didalamnyaterdapatbanyakmakna, akantetapidaribanyakmaknatersebutmasihsamarmakna mana yang dimaksuddari kata tersebut.[36]
            Menurutpenulis, daripenjelasan para pakarushulfiqihemangmemilikipendapat yang beragam, namundarisemuapendapatdiatasmemilikititikkesamaanyaknimujmalmemilikiartiyaitukalimat yang mana kata tersebutmasihbermaknaumum dan belumbisadiartikansecaraterperincitanpaadanyapenjelasandenganredaksi lain daridalilqur’anmaupunhadist, dan bisamencaripenjelasanmelalui orang yang membuatkalimattersebuattermasuk kata mujmal.
Contoh :[37]
أَقِيمُوا الصَّلاة
Artinya : “Dan dirikanlahsholat” (QS. Al-Baqoroh: 43)
Kalimatdiatasmerupakancontohdarimujmal.karenadalamayattersebuthanyaberisiperintahuntukmendirikansholat yang mana dalamayattersebuttidakdijelaskantentangbagaimanatatacaradalammelaksanakanibadahshalat. Dan untukmengetahuikejelasandarikalimattersebut agar mampudiartikanterperinciharuslahmenggunakandalil yang lain yaknidalamhadistnabi yang berbunyi :
صلواكمارايتمونىأصلى
Artinya : “Shalatlahkamusebagaimanakamumelihatakusedangshalat (sepertishalatku)”
Dalil lain yang menjadipenjelasbagikalimat yang mujmaltadidisebutdengan al mubayyan. Dalilinimenjadipenjelaskarenadalamhadistersebutmenjelaskanbahwatatacarakitauntukmelaksanakanibadahsholatkitaharusmelihatnabibagaimanacaranabimelakukanibadahshalat dan menirunya.
B.     PenyebabKalimatMenjadiMujmal
Kalimatmujmalmempunyai 3 penyebabyaitu :[38]
1.    Kalimat yang mujmalitudapatbermaknalebihdari Satu karenatidakadanyapenjelasan yang rinciatasmaksudkalimattersebut. Seperticontohdalam surah Al Baqarah Ayat 228 terdapatlafadz “quru” yang mana mempunyaimaknagandayaitusuci dan haid.
2.    Kalimat yang telahdinukilkandalamhukumsyariat dan kalimatitudarisegibahasatelahmenjadihalumum yang kemudianmenjadihalkhusus. Seperticontoh kata sholat dan zakat yang terdapat pada dalilalquran yang mana kalimatitumembutuhkanhalterperincidaridalil lain sebagaipenjelasuntukmelaksanakannya.
3.    Kalimat yang mana maknadalamkalimatitumasihasing. Seperticontohdalam surah maarijayat 19 terdapat kata “haluu’a” yang memilikimaknaduayaknisangatkeluhkesah dan sedikitsabar.

C.    PandanganUlama
Para ulama berbedapandanganmengenaiteoritentanglafadz yang tidakjelas. Ulama yang berbedapendapattersebuatadalahkalanganhanafiyah dan kalanganmutakalimin. Menurutkalanganhanafiyahlafadz yang takjelasituterbagimenjadi 4 :[39]

1.    Khafi
Khafiadalahkalimat pada mulanyaadalahkalimat yang jelas, namunberubahmenjaditidakjelaskarenamenimbulkanmakna yang barulagi. Sehinggakalimatituharusdikajiulangkembali. Seperticontoh kata “as-saariq” pada surah Al Maidah 38 yang mana  katatersebutbermaknapencurinamun pada pengertian yang lain yang pada hakikatnyasamamaka kata itumenjaditidakjelas.
2.    Musykil
Musykiladalah kata yang tidakjelaskarenarumit dan untukmengubahnyamenjadijelasitudibutuhkanqorinah dan deganpembahasan yang mendalam juga. Seperti pada cuplikan surah Al Baqarah 223 tertulis “fa’tuuharstakum anna syi’tum” yang mana kata “anna” dalamsegi Bahasa dapatdiartikankaifa, aina, dan mata. dan makna kata diatasadalahkaifajikadidasarkan pada surah Maryam 20.
3.    Mujmal
Mujmaladalahkalimat yang masihbermaknaumum dan untukmenjadikannyarincidibutuhkandalil lain ataupenjelasandari orang yang membuatmujmaltersebut. Contohnyashalat dan zakat.
4.    Mutasyabih
Adalahkalimat yang mana kejelasandarimaknanyamasihsamar dan belumadadalil lain yang dapatmenjelaskannyasehinggamaknanyamasihdiragukan. Seperticontohdalam surah Al Maidah 64 terdapat kata “yadullah” yang mana kata tersebuatmasihbelumadakejelsan alias masihsamarmaknanya.
            Sedangkanpandangandarikalanganmutakalimintakadapembagiansecarategas. Namundapatdisimpulkanterbagimenjadimujmal dan mutasyabihtetapi Dari kalanganinisajadidalamnyaada yang berbedapendapattentangkeduanya.

D.    PengertianMubayyan
Secarabahasa kata Mubayyanberasaldariakar kata “Bayan” yang berartijelas, kata “Bayan”sendiridapatdiartikandenganmenjelaskansesuatu yang tertutupmaknanya. Sedangkanmenurutistilah, para ahliushulfiqihmendefinisikanMubayyansebagaiberikut:
المبين ما اتضحت دلالته بالنسبة إلى معناها
"Mubayyanadalahsuatulafal yang dilalahnyatelahjelasdenganmemperhatikanmaknanya."[40]
Menurutistilahushulfiqih Al-Mubayyanadalah :
اخرج الشئ من خيز الاشكال الى حيز التجلى
“Mengelurkansesuatudaribentuk yang musykil (kabur) kepadabentukterang."[41]
Pengertian di atasadalahpengertiansecaraumum, adabeberap ulama’ yang masyhurberpendapatmengenai kata “Bayan”, antara lain:
a)      Imam Syafi’i
MenurutBeliau Al-Bayan adalahsuatuungkapantegas yang ditujukankepadamukhotob (lawanbicara)sesuaidenganbahasaditurunkannya Al-Quran.

b)      Imam Ghozali
Dalamkitabnya yang berjudul Al-Mustashfa’ beliaumendefinisikn Al-Bayan sebagaiungkapan yang adakaitnnyadengan symbol dan definisi. Symbol sendiri bias dipahamidengandalil, sedangkandalil bias dimengertidenganilmu.[42]
c)        Muhammad bin Al-Hasan Al-Badakhsyi
DalamkitabnyaManahij Al-UqulBeliaumengatakan Al-Mubayyanadalah Al-Muwadhdhah yang artinyakejelasan.[43]

E.     Macam-Macam Bayan
Dari segijenisnya Bayan terbagimenjadi 5 macam, yaitu:[44]
1.      PenjelasanDengan Kata-Kata
Contoh, firman Allah dalam QS. Al Baqarah: 196 yang berbunyi:
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ
“Tetapijikaiatidakmenemukan (binatang korban atautidakmampu), makawajibberpuasatigaharidalam masa haji dan tujuhhari (lagi) apabilakamutelahpulangkembali. Itulahsepuluh (hari) yang sempurna.
Dalamayat di atas kata “sepuluh (hari) yang sempurna” adalahsebagaipenjelasdari 3 dan 7 harisebelumitu.
2.      PenjelasanDenganPerbuatan
Contoh, seperti tata caradalammelakukansholat yang harusdiikutisebagaimanamestinya, oleh Nabi Muhammad SAW diterangkandenganperbuatanBeliausendiri, sebagaimanasabdaBeliau yang berbunyi:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلي
“Sholatlahengkausebagaimanaengkaumelihatkumelakukansholat”
3.      PenjelasanDenganTulisan/Surat
Yang dimaksudtulisan/suratdisiniadalahsurat-surat yang ditulis oleh sekretaris Nabi SAW atasperintah dan petunjukBeliau. Karena beliautidak bias menulisbahkanmembaca(ummi).Surat-suratinidikirimkedaerah-daerah Islam pada masa itu. Contoh, sepertiukuran zakat, ukurandiatanggota-anggota badan.
4.      PenjelasanDenganIsyarat
Contoh, sepertipenjelasanmengenaijumlahharidalambulan Ramadhan,Nabi SAW bersabda:
الشَّهْرُ هَكَذَا، وَهَكَذَا، وَهَكَذَا
“Satu bulanitusekian, sekian, dan sekian”.
SewaktuBeliaumengucapkan“sekian” yang pertama dan kedua, Beliaumengangkatsemuajaritangan, sedangkan pada “sekian” yang ketigaBeliaumengangkatsemuajaritanganakantetapimelipatsatuibujarinya. Hal inimenunjukkanbahwasatubulanberjumlah 29 hari.


5.      PenjelasanDenganMeninggalkan
Contoh, salah saturiwayat yang disebutkan oleh Jabir:
كَانَ آخِرُ الْأَمْرَيْنِ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَدَمَ الْوُضُوْءِِممَّا مَسَّتِ النَّارُ
“AdalahakhirduaperkataandariRasulullah SAW, tidakmengambil wudhu (lagi) setelahmakansesuatu yang dibakar.” ( HadisIbnuHibban)
      Dari riwayattersebuttampakbahwasetiap kali Nabi SAW selesaimakanmakanan yang dibakarBeliauselaluberwudu, kemudian Nabi SAW meninggalkannya, yaknitidakberwudhulagisetelahmakanmakanan yang dibakar. Oleh ulama’ dikatakansebagaipenjelasandenganjalanmeninggalkan.







































Daftar Pustaka
DR. Ahmad NahrawiAbdus Salam Al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’i, (Cet. I; Jakarta Selatan: Hikmah ( PT.MizanPublika, 2008)
Drs. H. A. BasiqDjalil, S.H., M.A., IlmuUshulFiqih( Satu Dan Dua ), ( Cet.II; Jakarta: Kencana ( Prenadamedia Group, 2014 )
Firdaus, M.Ag, UshulFiqih, (Cet. I; Jakarta: Zikrul Hakim, 2004)
DediSupriadi, UshulFiqhPerbandingan, (Bandung: Pustaka Setia, 2014)
Farid Naya, Al Mujmal dan Al MubayyanDalam Kajian UshulFiqh,Tahkim: JurnalHukum dan Syariah, Vol.9, No.2, 2013)
RachmatSyafe’I, IlmuUshulFiqh, (Cet. IV; Bandung: Pustaka Setia, 2010)
Abdul Hamid Hakim, As-Sulam, (Jakarta: MaktabahSaadiyah Al-Futra, 2007)
Moh. Rifa’I, UshulFiqih, (Cet. 10; Bandung: PT Al-Ma’arif, 1973)
Departemen Agama RI, Qur’an Tajwid Maghfirah, (Jakarta: MaghfirahPustaka, 2002)
Moh. Padil, M. Fahim Tharaba, UshulFiqh, (Malang: Madani, 2017)
Satria Effendi, UshulFiqih, (Jakarta: Prenada Media, 2005)

Catatan:
1.      Similarity 4%
2.      Penulisan gelar dalam tulisan ilmiah dihilangkan
3.      Mana penutup/kesimpulannya?
4.      Penulisan daftar pustaka perlu diperbaiki


[1]Abdul Hamid Hakim, As-Sulam, (Jakarta: MaktabahSaadiyah Al-Futra, 2007), hal. 33.
[2]Ibid, hal. 33.
[3]Moh. Rifa’I, UshulFiqih, (Cet. 10; Bandung: PT Al-Ma’arif, 1973)hal. 84.
[4]Departemen Agama RI, Qur’an Tajwid Maghfirah, (Jakarta: MaghfirahPustaka, 2002)hal.284.
[5]MohRifa’I, Op Cit, hal. 85.
[6]Moh. Padil, M. Fahim Tharaba, UshulFiqh, (Malang: Madani, 2017)hal. 200.
[7]Departemen agama RI, Op Cit, hal. 77.
[8]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit,hal. 202.
[9]Departemen agama RI, Op Cit, hal.79.
[10]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit, hal. 204.
[11]Departemen agama RI, Op Cit, hal.192.
[12]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit, hal.206.
[13]Departemen agama RI, Op Cit, hal.350.
[14]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit, hal. 207.
[15]Departemen agama RI, Op Cit, hal. 78.
[16]Satria Effendi, UshulFiqih, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 212.
[17]Departemen agama RI, Op Cit, hal.48.
[18]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit, hal.208.
[19]Departemen agama RI, Op Cit, hal.284.
[20]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit,hal. 209.
[21]Departemen agama RI, Op Cit, hal.27.
[22]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit, hal. 210.
[23] Abdul hamid hakim, Op Cit, hal. 33.
[24]Mohrifa’I, Op Cit, hal 86.
[25] Ibid, hal 86.
[26]Departemen agama RI, Op Cit, hal.78.
[27] Abdul Hamid hakim, Op Cit, hal.34.
[28]Departemen agama RI, Op Cit, hal.554.
[29]Mohrifa’I, Op Cit, hal. 88.
[30]Mohrifa’I,OpCit, hal. 89.
[31]Departemen agama RI, Op Cit, hal.268.
[32]Mohrifa’I, Op Cit, hal 89.
[33]Departemen agama RI, Op Cit, hal.81.
[34]Mohrifa’I, Op Cit, hal. 90.
[35]Ibid, hal. 90-92
[36]Farid Naya, Al Mujmal dan Al MubayyanDalam Kajian UshulFiqh,  Tahkim: JurnalHukum dan Syariah, Vol.9, No.2, 2013)h. 188-189.
[37]DediSupriadi, UshulFiqhPerbandingan, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), h.363.
[38] Farid Naya, Loc.Cit, h. 190-191.
[39]RachmatSyafe’I, IlmuUshulFiqh, (Cet. IV; Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 164.
[40] Firdaus, M.Ag, UshulFiqih, (Cet. I; Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), h.165.
[41]Drs. H. A. BasiqDjalil, S.H., M.A., IlmuUshulFiqih( Satu Dan Dua ), ( Cet.II; Jakarta: Kencana ( Prenadamedia Group, 2014 ) h. 109.
[42]DR. Ahmad NahrawiAbdus Salam Al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’i, (Cet. I; Jakarta Selatan: Hikmah ( PT.MizanPublika, 2008) h. 187.
[43] Ibid, h.188.
[44] Drs. H. A. BasiqDjalil, S.H., M.A., IlmuUshulFiqih( Satu Dan Dua ), ( Cet.II; Jakarta: Kencana ( Prenadamedia Group, 2014 ) h. 113.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar