Mantuq
dan Mafhum, Mujmal dan Mubayyan
Oleh:Moch. AfifMustaghfirin (16110060), M Zamzam Afkar
Hadiq (16110086), RoikhanZamzami (16110120)
Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Agama Islam Kelas “C” Tahun 2016
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: mzamzamafkarhadiq@gmail.com
Abstract
Mafhum and mantuq, mujmal and mubayyan as part of something that
will be learned if you want to understand the knowledge of ushul fiqh. Mafhum
and mantuq is a science which discusses the food expressed and implied from
sebuak lafadz which is in the al quran and as sunnah. While mujmal and mubayyan
is a science that discusses vague words and clear or bright words.
Understanding and mantuq one another security each other as well as mujmal and
mubayyan one with lian also interrelated. Mafhum, mantuq, mujmal and mubayyan
are rules in the ushul fiqh that review words that are viewed in terms of their
aspects which are clear or not and are true meanings or there are other
meanings in the word.
Keywords:
Mafhum, Mantuq, Mujmal, Mubayyan, and UshulFiqh
Abstrak
Mafhum dan mantuq, mujmal dan mubayyan sebagai bagian dari sesuatu
yang akan dipelajari jika ingin memahami ilmu ushul fiqh. Mafhum dan mantuqmerupakanilmu yang mana
membahastentangmakanatersurat dan teriratdarisebuaklafadz yang beradadalam al
qur’an dan as sunnah. Sedangkanmujmal dan mubayyanmerupakanilmu yang
membahastentang kata yang masihsamar dan kata yang jelasatauterang. Mafhum dan
mantuqsatusaman lain salingbegitupun juga denganmujmal dan mubayyansatusamalian
juga salingberkaitan. Mafhum, mantuq, mujmal dan mubayyanadalahkaidahdalamushulfiqh
yang mengulastentang kata yang ditinjaudarisegiaspekmaknannyaitujelasatautidak
dan merupakanmaknasesungguhnyaatauadamaksud lain didalam kata tersebut.
Kata
Kunci: Mafhum, Mantuq, Mujmal, Mubayyan, dan UshulFiqh
A.
Pendahuluan
Ushulfiqhadalahsuatuilmu yang digunakanuntukmemahami kata
yang ada di dalilnaqli. yang pada dasaryamenggunakan Bahasa arab.
Ilmuushulfiqhiniadalahilmu yang
nantinyailmutersebutdapatdigunakanuntukmemahamihukum yang ada di Islam
daridalilnaqli. Namun, dalammemahamiushulfiqh, terdapatbanyakbab dan sub bab
yang harusdipelajari, salah satunyaadalahtentangmafhum, mantuq, mujmal dan
mubayyan.
Ilmuushulfiqhsendirisangatdiperlukanuntukmendapatkanhukum
dan untukmengkajiapayangadadilam al quran dan al hadistkarena di
dalamsumbertersebutmenggunakan Bahasa
arabsehinggadiperlukansesuatuuntukmengkajinya juga. Ditambah juga
ilmuushulfiqhinimasiheksis dan masihsangatdiperlukankarenabanyak juga
persoalan-persoalanbaru yang timbulseiringberkembangnya zaman yang mana persoalantersebutmasihbaru
dan membutuhkansesuatuuntukmenetapkanhukumatasnya.
B.
Pembahasan
1)
Mantuq dan Mafhum
A.
PengertianMantuq
dan Mafhum
Secara Bahasa mantuqdapatberarti “yang diucapkan”.
Sedangkanmenurutistilahyaitu :
ما دل ليه اللفظ في محل النقط
“ Suatumaknaatauarti yang diperolehataudiambildarilafadz yang
diucapkan (dituliskan)”[1]
Jadidapatdiambilkesimpulanbahwa yang
dinamakanmantuqyaitumengambilsuatumaknaatauartidarisuatususunankalimatatau kata
itusendiri .
Sedangkan yang
dimaksuddenganmafhumsecara Bahasa dapatberarti “yang dipahami”.
Sedangakanmenurutistilah yang dimaksudmafhumyaitu :
ما دل ليه اللفظ لا في محل النقط
“ Suatumaknaatauarti yang
diperolehataudiambilbukandarilafadz yang diucapkan (dituliskan)”[2]
Dari pengertiandiatasdapatdiambilkesimpulanbahwa yang
dimaksuddenganmafhumyaitumengammbilsuatumaknaatauartibukandarisuatulafadzataususunan
yang ada, melainkandaripemahamanatassuatulafadzataususunandarisuatukalimat yang
ada.
Secarasederhanadapatdikatanbahwa
yang dimaksudmantuqadalahmaknaatauartitersuratdarisuatulafadzatausuatususunankalimat,
sedangkan yang
dimaksuddenganmafhumyaitumaknaatauartitersiratdarisuatulafadzatausuatususunankalimat.[3]
Pada
dasarnyasetiapkalimatpastimemilikimaknamantuq dan maknamafhum.
Sepertihalnyacontoh di firman Allah QS. Al-Isro’ ayat 23 yang berbunyi :
فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا
وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
“Makasekali-kali
janganlahengkaumengatakankepadakeduanyaperkataan “ah” dan
janganlahengkaumembentakkeduanya, dan ucapkanlahkepadakeduanyaperkataan yang
baik.”[4]
Dari
ayatdiatasartimantuqnyayaitukitatidakbolehberkata “ah”kepadabapak-ibu.
Sedangkanartimafhumnyayaitukitadilarangmenyakitihatikedua orang tuakita.
Sebabsesuaidenganpemahamankita, berkata“ah”
sajatidakboleh, apalagikelaukemudiankitamemukulatauberbuatkasarkepadakedua
orang tuakita.[5]
B.
PembagianMantuq
1.
Dilihatdarisegilafalnya, mantuqterbagimenjadi 4, yaitu :
a.
Dzahir
Dzahiradalahsuatulafal yang menunjukkankepadasuatumakna
yang dikehendai oleh sighatlafalitusendiri, akantetapibukanmaknaitu yang dimaksud
oleh susunankalimatnyasertalafalitumasihdapatdita’wilkan, ditafsirkansertadapat
pula dinashkan.[6]
Sebagaicontoh
QS. An-Nisa’ ayat 3 yang berbunyi :
وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى
فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰع...
“Dan jikakamukhawatirtidakakanmampuberlakuadilterhadap
(hak-hak) perempuanyatim (bilamanakamumenikahinya), makanikahilahperempuan
(lain) yang kamusenangi: dua, tigaatauempat…”.[7]
Dari ayatdiatas, maknadzohir yang adayaitu kitab bolehmenikahiwanita-wanita
yang kitasukaiataukitasenangi,
namunsusunankalimatdariayattersebutkitahanyabolehmenikahiwanita yang
kitasenangidibatasisampaiempatsaja.
b.
Nash
Nash adalahsuatulafal yang menunjukkanartisebagaimana
yang dikehendaki oleh lafalitusendiriatausiyaqul kalam yang ada, dan
masihdapatditafirkan dan ditakwilkansertadinasakhkan.[8]
Sebagaimanacontoh QS. An-Nisaayat
12, yang berbunyi :
مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ
دَيْنٍ...…
“…setelah (dipenuhi) wasiat yang merekabuatatau (dan
setelahdibayar) utangnya…”[9]
Dari
ayatdiatasdapatdipahamibahwaartinashnyayaitumendahulukanwasiat yang
telahdisampaikansertamembayarhutangdari
padamembagihartapusaka yang ditinggalkankepadaahliwaris.
Makaartiinipulalah yang kemudiandikehendaki oleh siyaqul kalam yang ada.
c.
Mufassar
Musfassaryaitusuatulafal yang menunjukkanartisebagaimana
yang dikehendaki oleh lafalitusendiriatausiyaqul kalam yang ada,
tetapidiatidakdapatditafsirkan dan ditakwilkanselain oleh dalilsyara’ yang
adasertadapatmenerimanasakh pada zaman Nabi SAW.[10]
Sebagaimanacontoh yang terdapat di
QS. At-Taubahayat 36 yang berbunyi :
...وَقَاتِلُوا
الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً...
“…dan perangilahkaummusyrikinsemuanyasebagaimanamereka
pun memerangikamusemuanya…”[11]
Dari ayatdiatasdapatkitalihat, bahwasanya kata kaaffahyang
berartisemuanyaadalahtermasukkedalammufassar.
Sebabtidakdapatditakwilkanataupunditafsirkandengan kata yang lainnya.
d.
Muhkam
Muhkamyaitusuatulafal yang menunjukkansebagaimana yang
dikehendaki oleh lafalitusendiriatausiyaqul kalam yang ada,
akantetapitidakdapatditafsirkan, ditakwilkanataupundinasakhkan.[12]
Sebagaimanacontoh pada QS. An-Nur ayat 4, yang berbunyi :
وَّلَا تَقْبَلُوْا
لَهُمْ شَهَادَةً اَبَدًا.... …
“…dan
janganlahkamuterimakesaksianmerekauntukselama-lamanya…”[13]
Ayat
diatasmenunjukkanbahwakitatidakbolehmenerimapersaksianmerekauntukselama-lamanya.
Makakemudianlafadzabadandisanatidakdapatdinasakh.
2.
DilihatdarisegiDalalahnya, Mantuqdibagimenjadiempat,
yaitu ;
a.
DalalahIbrah
Dalalahibrahyaitusuatumaknaatauarti yang
dipahamidarilafal yang ada, baiklafalitudzohir, nash, muhkamatautidak.[14]
Sebagaimana
QS. An-Nisa’ ayat 10 yang berbunyi :
اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ
الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ
سَعِيْرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang
memakanhartaanakyatimsecarazalim, sebenarnyamerekaitumenelanapidalamperutnya
dan merekaakanmasukkedalamapi yang menyala-nyala (neraka).”[15]
Dari
ayatdiatasdapatdifahamibahwajikalaukitamemakanhartaanakyatimdengancara yang
dzolim, makaituadalah salah satudariperbuatankeji yang
nantinyaakanmendapatsiksaandariallahakandimasukkan di nerakanya yang
menyala-nyala.
b.
Dalalah Al-Isyarat
Dalalah al-isyaratyaitusuatupengertianataumakna yang
ditunjukan oleh suaturedaksi , namunbukanmaknaaslinya,
tetapisuatukemestianataukonsekuendari hokum yang ditunjukkan oleh redaksi yang
ada.[16]
Sebagaimanacontohdalam
QS. Al-Baqorahayat 282 yang berbunyi ;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا
تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ...
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabilakamumelakukan
utang piutanguntukwaktu yang ditentukan, hendaklahkamumenuliskannya…”[17]
Pada ayatdiatasdijelaskanmengenaijikalaukitajual-beliatau
utang-piutangmakahendaknyakitamencatatnyadenganbaik dan
benarsesuaidengankehendak yang bertransaksi. Makadalalahisyarahnyaadalahcatatan
yang sudahadadapatdijadikansebagaibuktiatasjual-beliatau utang-piutang yang
telahdilaksanakan dan disepakati oleh keduabelahpihak, yang mana
keduanyatidakdapatmengingkarinya.
c.
Dalalah Nash
Dalalahnashyaitusuatupengertianataumaknasecaraimplisitmengenaisuatu
hokum yang dipahamisecaraeksplisitdikarenakanadanya factor yang sama.[18]
Sebagaicontoh
QS. Al-Isra’ ayat23 yangberbunyi :
فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا
وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا…
“…makasekali-kali
janganlahengkaumengatakankepadakeduanyaperkataan “ah” dan
janganlahengkaumembentakkeduanya, dan ucapkanlahkepadakeduanyaperkataan yang
baik.”[19]
Ayat diatasmenjelaskanmengenaikitadilaranguntukberkatakasarkepadakedua
orang tua. Sebabhal yang sepertiituhukumnyaadalah haram.
Makajikalaukitasampaimemukulkedua orang tuakitaituhukumnyalebih haram lagi.
Sebablafadzjanganlahberkata “ah” disanamencakupsegalaperkataan dan perbuatan
yang dapatmenyakitkanhatikeduanya.
d.
DalalahIqtida’
Dalalahiqtida’
adalahpetunjuklafadzterhadapsesuatudimanamaknaatauartidarilafaltersebuttidaklogiskecualidenganadanyasesuatutersebut.[20]
Sebagaicontoh
QS. Al-Baqarah ayat 178 yang berbunyi :
فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ
مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ
بِاِحْسَانٍ
“…tetapibarangsiapamemperolehmaafdarisaudaranya,
hendaklahdiamengikutinyadenganbaik, dan membayardiat (tebusan)
kepadanyadenganbaik (pula)…”[21]
Pada ayatdiatasdijelaskanbahwajikalaudarikeluarga yang
dibunuhmemberikanmaafkepadasipembunuh,
makahendaklahdarisipembunuhmengikutisikapbaik yang telahdiberikankepadanya.
Makakonsekuenlogisnyaadalahkeluargasi korban
mengaharapimbalanhartabendadarisipembunuh. Yang mana
kemudiansipembunuhharusmembayardiat.
Dari uraianmengenaibeberapadalalah yang ada, jumhur ulama
sepakatbahwadalalahibrahadalahterletak pada tingkatantertinggi,
sedangkandalalah yang paling rendahadalahdalalahiqtida’. Antara madzab Hanafi
dan madzabsyafi’Iberbedamengenaisusunantingkatandaridalalah-dalalah yang ada,
diantaranya :
Menurutmadzab
Hanafi, susunantingkatandaridalalah-dalalah yang adayaitu:
a)
DalalahIbrah
b)
DalalahIsyarah
c)
Dalalah Nash
d)
Dan DalalahIqtida’
Sedangkanmenurutmadzabsyafi’I, susunandaridalalah-dalalh
yang adayaitu :
a)
DalalahIbrah
b)
Dalalah Nash
c)
DalalahIsyarah
d)
Dan DalalahIqtida’[22]
C.
PembagianMafhum
Mafhumdibagimenjadidua,
yaitu :
a.
MafhumMuwafaqoh
Mafhummuwafaqohyaitu
:
ما كان المسكوت عنه موافا للمنطوق به
“Sesuatu yang tidakdiucapkanituadapersesuaiandengan yang
diucapkan”[23]
Artinyayaitusesuatu yang tidakdiucapkan, yaitusuatu hokum
yang dipahamidariucapan yang ada, makahukumnyasamadengan yang diucapkan.
Sebagaicontoh,
kitasebagaianakdilaranguntukberkata “ah” atau yang sejenisnyakepadakedua orang
tuakarenaperbuatanitumenyakitkankeduanya. Sedangkanmemukulitu juga
menyakitkankeduanya. Maka hokum darimemukulituhukumnyasamadenganberkata “ah”
kepadakedua orang tua.
Mafhummuwafaqohterbagimenjadidua, yaitu :
a)
Fahwalkhithab
Yaituapabila yang dipahamilebihutamahukumnyadari pada
yang diucapkan. Sebagaicontohyaitularanganmemukulkedua orang tua, yang mana
hukumnyalebihtidakbolehdaripada firmanallah yang melarangkitamengucap “ah”
kepadakedua orang tua. Artinyabahwamemakisajatidakdiperbolehkan oleh
allahapalagimemukulkeduanya.[24]
b)
Lahnalkhithab
Yaituapabila yang dipahamiituhukumnyasamadenganapa yang
diucapkan. Sebagaicontohyaitularanganmembakarhartadarianakyatim (yang mana
iniadalahpemahamandariayat),
samasajahukumnyadenganmemakanhartaanakyatimdenganjalan yang aniaya,
yaitusama-samatidakdiperbolehkan.[25]Sebagaimana
yang diterangkan Salam QS. An-Nisa’ ayat 10 yang berbunyi :
اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى
ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ
سَعِيْرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakanhartaanakyatimsecarazalim,
sebenarnyamerekaitumenelanapidalamperutnya dan merekaakanmasukkedalamapi yang
menyala-nyala (neraka).”[26]
b.
MafhumMukholafah
MafhumMukholafahyaitu
:
ما كان المسكوت عنه مخالفا للمنطوق به إثباتا ونفيا
“Sesuatu yang tidakdiucapkanitubertentangandenganapayangdiucapkan,
baikdalammenetapkanataumeniadakan”[27]
Artinyayaitu, sesuatu yang tidakdiucapkan, yaitu hokum
yang dipahami, berlawanandengan hokum yang diucapkan.
Sepertihalnyacontohbolehnyamelakukanjual-belisebelummuadzinmengumandangakanadzan
pada sholatjum’at. Inididasarkan pada firmanallah QS. Al-Jumuahayat 9, yang
berbunyi :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ
لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا
الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman!
Apabilatelahdiseruuntukmelaksanakan salat pada hariJum‘at,
makasegeralahkamumengingat Allah dan tinggalkanlahjualbeli. Yang
demikianitulebihbaikbagimujikakamumengetahui.”[28]
Dari ayatdiatasmafhumnyaadalahjikasudahdiseruuntuksholatjum’at
yang dapatdiartikansebagaiadzanmakakitadilaranguntukmelakukanjual-beli.
Artinyajikalausebelumdiseruuntuksholatjum’atmakabolehmelakukanjual-beli.
Syarat-syaratmafhummukholafah
Mafhummukholafahdapatdianggapsah dan dapatdijadikansebagaihujjahjikalaumemenuhisyaratantaralain
:
1.
Apabilamafhummukholafahtidakbertentangandengandalil yang
lebihkuat, baikdarilafal yang diucapkanataumafhummuwafaqoh[29]contohnyaadalahhadits yang artinya“Sesungguhnya air (kewajiban
mandi ) itukarenakeluarmani “ Muttafaqunalaihi
Menurutpemahaman, jikalaukitaberhubungan badan
denganistrikita, tetapikitatidaksampaimengeluarkan air mani
,makatidakwajibuntuk mandi besar.
Namunmafhummukholafahdarihaditsdiatasbertentangandenganhaditsnabi yang artinya
:
“Apabilabertemuduakhitan ,wajib mandi
meskipuntidakmengeluarkan air mani”HR. Muslim
Dari
contohdiatasdapatdipahamibahwakarenamafhummuwafaqohnyabertentangandenganhaditslain,
makadiadianggapgugur dan tidaksah dan tidakdapatdijadikansebagaihujjah.
2.
Mantuqnyatidakdisebutkandikarenakanadatujuanuntukmennjukkansuatukenikmatan
(imtinan)[30].sepertihalnyacontohdalam
QS. An-Nahlayat 14 yang berbunyi :
وَهُوَ الَّذِيْ سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوْا
مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَّتَسْتَخْرِجُوْا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُوْنَهَاۚ
وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُوْنَ
“Dan Dialah yang menundukkanlautan (untukmu), agar
kamudapatmemakandaging yang segar (ikan) darinya, dan (darilautanitu)
kamumengeluarkanperhiasan yang kamupakai. Kamu (juga) melihatperahuberlayarpadanya,
dan agar kamumencarisebagiankarunia-Nya, dan agar kamubersyukur.”[31]
Ayat diatasjikalaudipahammidenganmafhummukholafah, maka
yang tidaksegartidakbolehdimakan. Padahalayatdiatasberkenaantentangimtinanmakapemahaman yang adatidakdapatdijadikanhujjahatautidaksah.
3.
Mantuq yang adabukandimaksudkanuntukmenguatkankeadaan.
Sepertihalnyacontohhaditsdaribukhari
yang artinya :
“barangsiapaberimankepada Allah dan hariakhir,
hendaklahberkata yang baikatau diam saja. Barangsiapa yang berimankepadaallah
dan hariakhir,hendaklahmemulyakantetangganya.”
Haditsdiatasmenjelaskanbahwajikalaukitamengakusebagai
orang yang berimanmakahendaklahkitaberkata yang
baiksertamenghormatitetangganya, makabukanberartikemudian orang yang
tidakmukmin bias berkatasemaunya dan tidakmenghormatitetangganya.[32]
4.
Mantuqitubukansuatuhal yang biasaterjadi.
Sebagaicontoh
QS. An-Nisa’ ayat 23 yang berbunyi :
وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ
حُجُوْرِكُمْ... …
“…dan diharamkan pula kepadamuanak-anaktirimu yang
adadalampemeliharaanmu…”[33]
Didalamayatdiatasdijelaskanbahwa, anaktiri yang
dalampemeliharaankita, maksudnyakita yang memenuhikebutuhannya
,makakitadilaranguntukmenikahinya. Dan bukanberarti yang
tidakdalampemeliharaankitabolehuntukkitanikahi.[34]
Macam-macammafhummukholafah.
Ada
beberapamacammafhummukholfah, diataranya :
1.
Mafhumsifat, yaitumenghubungkansuatu hokum kepada salah
satusifatnya. Seperticontoh :
فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ...…
“ …makadenganmemerdekakanbudak yang mukmin…”QS. An-Nisa’ ayat 92
Kata
mukminadalahsifat, sebabjikalautidakmukminmakadianggapkurang.
2.
Mafhumillat, yaitumenghubungkansuatu hokum denganillatatausebab.
Contohmengaharamkannarkobakarenamemabukkan,
3.
Mafhumadad, yaitumenghubugkansuatu hokum kepadabilangantertentu.
Contoh QS. An-Nur ayat4 yangmenjelaskanbahwa
orang yang menuduhzinaharusmampumendatangkanempat orang saksi,
jikatidakbisamakapersaksiannyaakanditolak.
4.
Mafhumghoyah. Yaitusuatulafal yang menunjukkan hokum sampaikepadaghoyah(batas).yang mana hokum yang
terdapatsetelahghoyahhukumnyaselaluberlainandengan
hokum sebelumnya.
5.
Mafhumhashr(pembatas/menyingkat), yaitumengkhususkan hokum denganapa
yang disebutkandalamperkataan yang dinyatakan. Tidakmengenaiselain yang
tersebutdalamperkataanitudenganmenggunakaninnamaatauillasesudahnafi.[35]
2)
Mujmal dan Mubayyan
A.
PengertianMujmal
Dilihatdaripandangan Bahasa,
Mujmalberartiumum, kata yang belumadapetunjuk yang rinci.
Sedangkandilihatdaripandanganistilahterdapatbeberapapendapat para
pakarushulfiqihdiantaraya :
MenurutHanafiyah
Mujmalmemilikiartisebuahkalimat
yang mana kata dalamkalimattersebuthanyadapatdipahamisecaraumumatau global
sedangkanuntukpemahamanterperincinyatidakdijelaskan dan
tidakdapatdipahamidaripengertiankalimattersebut. Namun bias
dipahamidengancaramelaluipenjelasandaridalilqur’anmaupunhadist yang lain.
MenurutJumhur
Ulama PakarFikih
Mujmalmemilikiartikalimatataukalimat
yang mana tidakadakejelasantentangapa yang adadalamkalimat yang dimaksud.
Menurut
Abu Ishaq Al Syirazi
Beliaumerupakan
ulama pakarushulfiqihdarikalanganmadzhabsyafi’iyah.
Mujmalbagibeliauberartikalimat yang tidakadakejelasan dan
tidakdapandiambilpengertiansecaraterperinci yang mana
untukmendapatkanpemahamandarikalimattersebutdiperlukannyapenjelasandarikalimatluar
(al bayan) atau bias juga mendapatpenjelasandari orang yang
membuatataumenganggapkalimattersebuattermasukkalimatmujmal.
Menurut
Al Badzawi
Beliaumengartikanmujmalyaitusebuahkalimat
yang didalamnyaterdapatbanyakmakna,
akantetapidaribanyakmaknatersebutmasihsamarmakna mana yang dimaksuddari kata
tersebut.[36]
Menurutpenulis,
daripenjelasan para pakarushulfiqihemangmemilikipendapat yang beragam,
namundarisemuapendapatdiatasmemilikititikkesamaanyaknimujmalmemilikiartiyaitukalimat
yang mana kata tersebutmasihbermaknaumum dan
belumbisadiartikansecaraterperincitanpaadanyapenjelasandenganredaksi lain
daridalilqur’anmaupunhadist, dan bisamencaripenjelasanmelalui orang yang
membuatkalimattersebuattermasuk kata mujmal.
Contoh
:[37]
أَقِيمُوا الصَّلاة
Artinya : “Dan dirikanlahsholat”
(QS. Al-Baqoroh: 43)
Kalimatdiatasmerupakancontohdarimujmal.karenadalamayattersebuthanyaberisiperintahuntukmendirikansholat
yang mana
dalamayattersebuttidakdijelaskantentangbagaimanatatacaradalammelaksanakanibadahshalat.
Dan untukmengetahuikejelasandarikalimattersebut agar mampudiartikanterperinciharuslahmenggunakandalil
yang lain yaknidalamhadistnabi yang berbunyi :
صلواكمارايتمونىأصلى
Artinya :
“Shalatlahkamusebagaimanakamumelihatakusedangshalat (sepertishalatku)”
Dalil
lain yang menjadipenjelasbagikalimat yang mujmaltadidisebutdengan al mubayyan.
Dalilinimenjadipenjelaskarenadalamhadistersebutmenjelaskanbahwatatacarakitauntukmelaksanakanibadahsholatkitaharusmelihatnabibagaimanacaranabimelakukanibadahshalat
dan menirunya.
B.
PenyebabKalimatMenjadiMujmal
Kalimatmujmalmempunyai
3 penyebabyaitu :[38]
1. Kalimat
yang mujmalitudapatbermaknalebihdari Satu karenatidakadanyapenjelasan yang
rinciatasmaksudkalimattersebut. Seperticontohdalam surah Al Baqarah Ayat 228
terdapatlafadz “quru” yang mana mempunyaimaknagandayaitusuci dan haid.
2. Kalimat
yang telahdinukilkandalamhukumsyariat dan
kalimatitudarisegibahasatelahmenjadihalumum yang kemudianmenjadihalkhusus.
Seperticontoh kata sholat dan zakat yang terdapat pada dalilalquran yang mana
kalimatitumembutuhkanhalterperincidaridalil lain sebagaipenjelasuntukmelaksanakannya.
3. Kalimat
yang mana maknadalamkalimatitumasihasing. Seperticontohdalam surah maarijayat
19 terdapat kata “haluu’a” yang memilikimaknaduayaknisangatkeluhkesah dan
sedikitsabar.
C.
PandanganUlama
Para
ulama berbedapandanganmengenaiteoritentanglafadz yang tidakjelas. Ulama yang
berbedapendapattersebuatadalahkalanganhanafiyah dan kalanganmutakalimin.
Menurutkalanganhanafiyahlafadz yang takjelasituterbagimenjadi 4 :[39]
1. Khafi
Khafiadalahkalimat
pada mulanyaadalahkalimat yang jelas, namunberubahmenjaditidakjelaskarenamenimbulkanmakna
yang barulagi. Sehinggakalimatituharusdikajiulangkembali. Seperticontoh kata
“as-saariq” pada surah Al Maidah 38 yang mana
katatersebutbermaknapencurinamun pada pengertian yang lain yang pada hakikatnyasamamaka
kata itumenjaditidakjelas.
2. Musykil
Musykiladalah
kata yang tidakjelaskarenarumit dan
untukmengubahnyamenjadijelasitudibutuhkanqorinah dan deganpembahasan yang
mendalam juga. Seperti pada cuplikan surah Al Baqarah 223 tertulis
“fa’tuuharstakum anna syi’tum” yang mana kata “anna” dalamsegi Bahasa
dapatdiartikankaifa, aina, dan mata. dan makna kata
diatasadalahkaifajikadidasarkan pada surah Maryam 20.
3. Mujmal
Mujmaladalahkalimat
yang masihbermaknaumum dan untukmenjadikannyarincidibutuhkandalil lain
ataupenjelasandari orang yang membuatmujmaltersebut. Contohnyashalat dan zakat.
4. Mutasyabih
Adalahkalimat
yang mana kejelasandarimaknanyamasihsamar dan belumadadalil lain yang
dapatmenjelaskannyasehinggamaknanyamasihdiragukan. Seperticontohdalam surah Al
Maidah 64 terdapat kata “yadullah” yang mana kata
tersebuatmasihbelumadakejelsan alias masihsamarmaknanya.
Sedangkanpandangandarikalanganmutakalimintakadapembagiansecarategas.
Namundapatdisimpulkanterbagimenjadimujmal dan mutasyabihtetapi Dari
kalanganinisajadidalamnyaada yang berbedapendapattentangkeduanya.
D.
PengertianMubayyan
Secarabahasa
kata Mubayyanberasaldariakar kata “Bayan” yang berartijelas, kata
“Bayan”sendiridapatdiartikandenganmenjelaskansesuatu yang
tertutupmaknanya. Sedangkanmenurutistilah, para ahliushulfiqihmendefinisikanMubayyansebagaiberikut:
المبين
ما اتضحت دلالته بالنسبة إلى معناها
"Mubayyanadalahsuatulafal yang
dilalahnyatelahjelasdenganmemperhatikanmaknanya."[40]
Menurutistilahushulfiqih
Al-Mubayyanadalah :
اخرج
الشئ من خيز الاشكال الى حيز التجلى
“Mengelurkansesuatudaribentuk yang musykil (kabur)
kepadabentukterang."[41]
Pengertian
di atasadalahpengertiansecaraumum, adabeberap ulama’ yang
masyhurberpendapatmengenai kata “Bayan”, antara lain:
a)
Imam Syafi’i
MenurutBeliau
Al-Bayan adalahsuatuungkapantegas yang ditujukankepadamukhotob (lawanbicara)sesuaidenganbahasaditurunkannya
Al-Quran.
b)
Imam Ghozali
Dalamkitabnya
yang berjudul Al-Mustashfa’ beliaumendefinisikn Al-Bayan sebagaiungkapan yang
adakaitnnyadengan symbol dan definisi. Symbol sendiri bias dipahamidengandalil,
sedangkandalil bias dimengertidenganilmu.[42]
c)
Muhammad bin Al-Hasan Al-Badakhsyi
DalamkitabnyaManahij
Al-UqulBeliaumengatakan Al-Mubayyanadalah Al-Muwadhdhah yang artinyakejelasan.[43]
E.
Macam-Macam Bayan
Dari
segijenisnya Bayan terbagimenjadi 5 macam, yaitu:[44]
1.
PenjelasanDengan Kata-Kata
Contoh,
firman Allah dalam QS. Al Baqarah: 196 yang berbunyi:
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ
أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ
“Tetapijikaiatidakmenemukan (binatang korban
atautidakmampu), makawajibberpuasatigaharidalam masa haji dan tujuhhari (lagi)
apabilakamutelahpulangkembali. Itulahsepuluh (hari) yang sempurna.”
Dalamayat di atas kata “sepuluh (hari) yang
sempurna” adalahsebagaipenjelasdari 3 dan 7 harisebelumitu.
2.
PenjelasanDenganPerbuatan
Contoh,
seperti tata caradalammelakukansholat yang harusdiikutisebagaimanamestinya,
oleh Nabi Muhammad SAW diterangkandenganperbuatanBeliausendiri,
sebagaimanasabdaBeliau yang berbunyi:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلي
“Sholatlahengkausebagaimanaengkaumelihatkumelakukansholat”
3.
PenjelasanDenganTulisan/Surat
Yang
dimaksudtulisan/suratdisiniadalahsurat-surat yang ditulis oleh sekretaris Nabi
SAW atasperintah dan petunjukBeliau. Karena beliautidak bias
menulisbahkanmembaca(ummi).Surat-suratinidikirimkedaerah-daerah Islam
pada masa itu. Contoh, sepertiukuran zakat, ukurandiatanggota-anggota badan.
4.
PenjelasanDenganIsyarat
Contoh,
sepertipenjelasanmengenaijumlahharidalambulan Ramadhan,Nabi SAW bersabda:
الشَّهْرُ هَكَذَا، وَهَكَذَا،
وَهَكَذَا
“Satu bulanitusekian, sekian, dan sekian”.
SewaktuBeliaumengucapkan“sekian”
yang pertama dan kedua, Beliaumengangkatsemuajaritangan, sedangkan pada “sekian”
yang ketigaBeliaumengangkatsemuajaritanganakantetapimelipatsatuibujarinya. Hal
inimenunjukkanbahwasatubulanberjumlah 29 hari.
5.
PenjelasanDenganMeninggalkan
Contoh, salah saturiwayat yang disebutkan oleh Jabir:
كَانَ آخِرُ الْأَمْرَيْنِ مِنْ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَدَمَ الْوُضُوْءِِممَّا مَسَّتِ
النَّارُ
“AdalahakhirduaperkataandariRasulullah SAW,
tidakmengambil wudhu (lagi) setelahmakansesuatu yang dibakar.” (
HadisIbnuHibban)
Dari
riwayattersebuttampakbahwasetiap kali Nabi SAW selesaimakanmakanan yang
dibakarBeliauselaluberwudu, kemudian Nabi SAW meninggalkannya, yaknitidakberwudhulagisetelahmakanmakanan
yang dibakar. Oleh ulama’ dikatakansebagaipenjelasandenganjalanmeninggalkan.
Daftar
Pustaka
DR. Ahmad NahrawiAbdus Salam
Al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’i, (Cet. I; Jakarta Selatan: Hikmah
( PT.MizanPublika, 2008)
Drs. H. A. BasiqDjalil, S.H.,
M.A., IlmuUshulFiqih( Satu Dan Dua ), ( Cet.II; Jakarta: Kencana (
Prenadamedia Group, 2014 )
Firdaus, M.Ag, UshulFiqih,
(Cet. I; Jakarta: Zikrul Hakim, 2004)
DediSupriadi, UshulFiqhPerbandingan,
(Bandung: Pustaka Setia, 2014)
Farid Naya, Al Mujmal dan Al
MubayyanDalam Kajian UshulFiqh,Tahkim: JurnalHukum dan Syariah, Vol.9,
No.2, 2013)
RachmatSyafe’I, IlmuUshulFiqh,
(Cet. IV; Bandung: Pustaka Setia, 2010)
Abdul Hamid Hakim, As-Sulam,
(Jakarta: MaktabahSaadiyah Al-Futra, 2007)
Moh. Rifa’I, UshulFiqih,
(Cet. 10; Bandung: PT Al-Ma’arif, 1973)
Departemen Agama RI, Qur’an
Tajwid Maghfirah, (Jakarta: MaghfirahPustaka, 2002)
Moh. Padil, M. Fahim Tharaba, UshulFiqh,
(Malang: Madani, 2017)
Satria Effendi, UshulFiqih, (Jakarta: Prenada Media, 2005)
Catatan:
1.
Similarity
4%
2.
Penulisan
gelar dalam tulisan ilmiah dihilangkan
3.
Mana
penutup/kesimpulannya?
4.
Penulisan daftar
pustaka perlu diperbaiki
[1]Abdul Hamid Hakim, As-Sulam, (Jakarta: MaktabahSaadiyah
Al-Futra, 2007), hal. 33.
[3]Moh. Rifa’I, UshulFiqih, (Cet. 10; Bandung: PT Al-Ma’arif, 1973)hal.
84.
[4]Departemen Agama RI, Qur’an Tajwid Maghfirah, (Jakarta:
MaghfirahPustaka, 2002)hal.284.
[5]MohRifa’I, Op Cit, hal. 85.
[6]Moh. Padil, M. Fahim Tharaba, UshulFiqh, (Malang: Madani,
2017)hal. 200.
[7]Departemen agama RI, Op Cit, hal. 77.
[8]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit,hal. 202.
[9]Departemen agama RI, Op Cit, hal.79.
[10]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit, hal. 204.
[11]Departemen agama RI, Op Cit, hal.192.
[12]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit, hal.206.
[13]Departemen agama RI, Op Cit, hal.350.
[14]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit, hal. 207.
[15]Departemen agama RI, Op Cit, hal. 78.
[16]Satria Effendi, UshulFiqih, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 212.
[17]Departemen agama RI, Op Cit, hal.48.
[18]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit, hal.208.
[19]Departemen agama RI, Op Cit, hal.284.
[20]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit,hal. 209.
[21]Departemen agama RI, Op Cit, hal.27.
[22]MohPadil, M. Fahim Tharaba, Op Cit, hal. 210.
[23] Abdul hamid hakim, Op Cit, hal. 33.
[24]Mohrifa’I, Op Cit, hal 86.
[25] Ibid, hal 86.
[26]Departemen agama RI, Op Cit, hal.78.
[27] Abdul Hamid hakim, Op Cit, hal.34.
[28]Departemen agama RI, Op Cit, hal.554.
[29]Mohrifa’I, Op Cit, hal. 88.
[30]Mohrifa’I,OpCit, hal. 89.
[31]Departemen agama RI, Op Cit, hal.268.
[32]Mohrifa’I, Op Cit, hal 89.
[33]Departemen agama RI, Op Cit, hal.81.
[34]Mohrifa’I, Op Cit, hal. 90.
[36]Farid Naya, Al Mujmal dan Al MubayyanDalam Kajian UshulFiqh, Tahkim: JurnalHukum dan Syariah, Vol.9, No.2,
2013)h. 188-189.
[37]DediSupriadi, UshulFiqhPerbandingan,
(Bandung: Pustaka Setia, 2014), h.363.
[38] Farid Naya, Loc.Cit, h. 190-191.
[39]RachmatSyafe’I, IlmuUshulFiqh,
(Cet. IV; Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 164.
[40] Firdaus, M.Ag, UshulFiqih, (Cet. I; Jakarta: Zikrul Hakim,
2004), h.165.
[41]Drs. H. A. BasiqDjalil, S.H., M.A., IlmuUshulFiqih( Satu Dan Dua
), ( Cet.II; Jakarta: Kencana ( Prenadamedia Group, 2014 ) h. 109.
[42]DR. Ahmad NahrawiAbdus Salam Al-Indunisi, Ensiklopedia Imam
Syafi’i, (Cet. I; Jakarta Selatan: Hikmah ( PT.MizanPublika, 2008) h. 187.
[43] Ibid, h.188.
[44] Drs. H. A. BasiqDjalil, S.H., M.A., IlmuUshulFiqih( Satu Dan Dua
), ( Cet.II; Jakarta: Kencana ( Prenadamedia Group, 2014 ) h. 113.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar