SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQH
Mohammad Ilham Wahyudi dan Muchamad Arif Choirul Ikhsan
Mahasiswa
Pendidikan Agama Islam “A” 2016 Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang
e-mail: Ilhamwahyu212@gmail.com
Abstract
This article describes the history of the
growh and development of the ushul fiqh which is the main thing in establishing
Islamic law. Ushul Fiqh according to the term syara 'religion is a science with
the law and several discussions that will connect with the law to take
advantage of the shara'ah law that will be practiced, which is taken from a
detailed or detailed argument Furthermore. Ushul fiqh developed because of the
many new problems that arose that made the mujtahid have to do istimbat law
with methods that did not come out of the AL-Quran and As-Sunnah. With a
variety of different thoughts, there emerged several of ushul fiqh, Namely
Mutakallimin and Fuqaha. Mutakallimin is School f deductive thinking. Whereas
fuqaha is a stream of inductive thinking.
Abstrak
Artikelini menjelaskan tentang Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Ushul Fiqh yang merupakan hal pokok dalam
penetapan hukum . Ushul Fiqh menurut istilah syara’ agama ialah satu ilmu
dengan undang-undang dan beberapa pembahasan yang akan menghubungkan dengan
undang-undang itu kepada mengambil faedah hukum syara’ yang akan diamalkan,
yang diambil dari dalil yag tafshili atau terperinci. Ushul fiqh berkembang
karena banyaknya persoalan baru yang muncul sehingga membuat para mujtahid
harus melakukan istimbat hukum dengan metode yang tidak keluar dari Al-quran
dan As-Sunnah. Dengan pemikiran yang berbeda-beda maka muncullah beberapa
aliran ushul fiqh, yaitu Mutakallimin dan Fuqaha. Mutakallimin adalah aliran
yang memiliki pemikiran deduktif. Sedangkan Fuqaha adalah aliran yang
pemikirannya induktif.
Kata Kunci :
Ushul Fiqh, Mutakallimin, Fuqaha.
A. Pendahuluan
Para ulama sependapat bahwa di syariat Islam telah ada
segala hukum yang mengatur semua tindakan manusia, baik segala perkataan maupun
perbuatan. Ketetapan hukum tersebut adakalanya disebutkan secara jelas dan
adapula hanya dijelaskan dalam bentuk-bentuk dalil secara umum
Dengan seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, agama
Islam mengalami perkembangan di berbagai bidang salah
satunya yaitu di bidang penetapan hukum Islam atau yang biasa kita sebut dengan
Ushul Fiqh. Terlihat sangat jelas bahwa pada zaman Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam perbedaan pendapat antar sahabat pasti jika mengalami suatu
persoalan bertanya langsung kepada Rasulullah. Namun sejak wafatnya Rasulullah
hingga akhir periode setelahnya permasalahan-permasalahan yang ada di
selesaikan melalui ijtihad oleh para generasi selanjutnya.
Maka dari itu masa tabiit-tabiin muncul para imam mujtahid yang dianggap memiliki keunggulan dan pemahaman
yang lebih mengenai istinbat hukum Islam. Tentu saja setiap Imam mujtahid memiliki perbedaan pandangan
dalam pemahaman dan juga cara penyelesaian suatu
hukum. Maka muncullah aliran-aliran ushul fiqh.
Perlu kita pahami bahwa permasalahan fiqih itu sifatnya dinamis. Maka dari itu ilmu usul
fiqh akan menjadi pedoman untuk memudahkan ulama generasi selanjutnya dalam menetapkan hukum dengan
kaidah-kaidah yang ada dalam ilmu Ushul Fiqh.[1]
A. Sejarah
Perkembangan Ushul Fiqh
1.
Masa Rasulullah SAW
Rasulullah SAW sebagai
rahmatan lil alamin mempunyai peran penting tentang pemahaman Alquran kepada
para sahabat. Rasulullah mendapatkan wahyu
dari Allah subhanahu wa ta'ala kemudian menyampaikannya kepada para sahabat dan
bentuknyatekstual.Maka dari itu untuk membuat sahabat paham mengenai Alquran, Rasulullah
menggunakan as-Sunnah. Para sahabat tinggal bergantung pada Rasulullah karena
saat itu Rasulullah masih hidup, danpersoalan dijawab oleh beliau yang memahami
apa makna Alquran, Hadist serta persoalan dalam hukum agama lainnya.[2]
Persoalan-persoalan yang ditanyakan oleh para sahabat itu dijawab
oleh rasulullah dengan bersandar pada Alquran.
Segala jawaban Rasulullah
berupa ucapan perbuatan dan pengakuan nya itulah yang disebut Sunnah
Rasulullah.
Namun sahabat juga tidak bertanya mengenai segalanya, jika ada
persoalan yang sama dengan pertanyaan sebelumnya
maka sahabat
mengambil dasar keputusannya dengan
keputusan yang sama pula.
Jadi pada masa Rasulullah SAW ini
ushul fiqih berjalan melalui penjelasan beliau yang
menjawab pertanyaan-pertanyaan para sahabat mengenai Alquran
dan as-Sunnah.[3]
2. Masa Sahabat
‘Ilm ushul al-fiqh dan ‘ilm al-fiqh
(al-ijtihad) pada sahabat. Dibandingkan ‘ilm ushul fiqh, ‘ilm al-fiqh dibukukan
lebih dahulu. Hal ini bertolak dari kenyataan bahwa kalau
ada fiqh tentu ada cara atau metode untuk mengeluarkan fiqh dari
sumbernya. Metode tersebut, dalam hukum Islam, dikenal sebagai ushul al-fiqh.
Di bawah ini, ada beberapa contoh penggunaan metode atau cara dalam
mengeluarkan hukum dari dalil yang dilakukan oleh beberapa sahabat.
1.) Ali ibn Abi Thalib memberikan sanksi kepada
peminum khamr dengan hukuman yang sama dengan hukuman bagi penuduh pezina dengan
alasan:
‘’Sesungguhnya jika orang tersebut minum khamr maka dia mengigau, dan jika
mengigau dia menuduh’’.
Menurut, Ali ibn Abi Thalib sanksi bagi peminum
khamr sama dengan sanksi bagi penuduh zina yakni 80 kali jilid. Dalam
menetapkan sanksi tersebut, Ali ibn Thalib menggunakan qiyas (analogi)
2.) Ibn Mas’ud menetapkan ‘iddah wanita hamil yang
ditinggalkan mati suaminya sampai melahirkan didasarkan pada dalil :
"وَأُوْلَٰتُٱلۡأَحۡمَالِأَجَلُهُنَّأَنيَضَعۡنَحَمۡلَهُنَّۚا"
‘’Dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu ‘iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya” (Al-Thalaq: 4).
Selanjutnya dalam surah al-Baqarah ayat 234:
"وَٱلَّذِينَيُتَوَفَّوۡنَمِنكُمۡوَيَذَرُونَأَزۡوَٰجٗايَتَرَبَّصۡنَبِأَنفُسِهِنَّأَرۡبَعَةَأَشۡهُرٖوَعَشۡرٗاۖ"
‘’Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu
dengan meninggalkan istri, hendaklah para istri itu ber’iddah empat bulan
sepuluh hari”(Al-Baqarah: 234)
Jadi, Ibn Mas’ud beranggapan bahwa surat al-Baqarah
ayat 234 lebih dahulu turun daripada surat al-Thalaq ayat 4. Dalam hal
tersebut, Ia menggunakan dasar nasikh dan Mansukh atau takhsish.[4]
3. Masa Tabiin dan tabi’it Tabi’in
Pada masa ini Daulah Islamiyah semakin berkembang.
Berbagai perselisihan, kesulitan, pandangan serta pembangunan spiritual satu
persatu mulai bermunculan. Persoalan-persoalan ini secara tidak langsung
menambah beban para imam mujtahid untuk membangun pengetahuan yang luas
terhadap ijtihad. Sumber hukum yang digunakan adalah sumber hukum pada periode
sebelumnya yang terdiri dari sumber hukum Allah (Alquran), Rasul-Nya (Hadis),
fatwa serta keputusan para sahabat dan fatwa mujtahidin.
Dalam bukunya Ushul Fiqh Abu Zahra menyimpulkan
bahwa pada masa ini metode istinbat mengalami perluasan yang cukup pesat karena
kekuasaan wilayah Islam yang meluas. Akibatnya muncul permasalahan baru yang
memerlukan pemecahan hukum.[5]
Contoh Sa’ad ibn Musayyab di Madinah atau al-Qamah
dan Ibrahim al-Nakha’iy di Irak. Dari kedua mereka ada yang menggunakan melalui
metode qiyas ataupun mashalah jika dari kedua mereka tidak dapat mendapatkan
suatu nash sebagai dasar hukum.
Masa kejayaan ilmu ushul fiqh
terletak pada imam madzhab yang empat, yakni sebagai berikut :
a.
Imam
Abu Hanifah
Imam Mujtahid yang lebih masyhur dengan sebutan Imam Hanafi. Nama
Asli beliau adalah Nu’man bin Tsabit Al-Kufi. Lahir pada tahun 80 Hijriyah (699
M) di Irak. Beliau adalah orang yang ahli beribadah dan memiliki banyak guru
yang alim.[6]
Selanjutnya, Imam Abu Hanifah
al-Nu’man (wafat 150 H), pendiri mazhab Hanafi ini menggunakan dasar
istinbatnya yaitu Alquran, sunah dan fatwa para sahabat. Beliau dihadapkan oleh
beberapa pendapat yang berbeda, maka ia memililih salah satu pendapat dan tidak
mengeluarkan pendapat baru.
Pemikiran Abu Hanifah dalam kitab al-Baghdadi karangan Abu
Bakar Muhammad Ali Thaib al-Baghdadi adalah 1). Al-Quran, 2). Sunah Rasulullah
yang Masyhur, 3). Fatwa Sahabat, 4). Al-Qiyas, 5). Istihsan, 6). Al-‘Urf.[7]
b.
Imam
Malik
Beliau nama lengkapnya adalah Malik bin anas bin Malik bin Amar
al-ashbahi al-Arabiy al-Yamaniyyah. Beliau lahir di Madinah pada tahun 93 H
(789 M). Beliau memiliki keutamaan dalam ilmu hadits dan ilmu fiqh.
Beliau adalah pendiri madzhab Maliki yang dibentuk atas perintah
dari khalifah di afrika bernama Al-Muiz Badiz. Khalifah itu mewajibkan seluruh
penduduknya bermadzhab Maliki.
Selanjutnya, pada Imam Malik
bin Anas dalam ijtihadnya juga memiliki metode yang jelas, misalnya terlihat
dengan sikapnya tentang mempertahankan praktik ahli Madinah sebagai sumber
hukum. Pada masa Imam Malik ini ushul fiqh belum dibukukan. Beliau tidak
memiliki karya di bidang ushul fiqh.
Sumber Hukum madzhab Maliki ini adalah pertama mengambil
kitab Allah, kemudian As-Sunnah, amal ahlul Madinah, al-qiyas, al-Maslahah Mursalah,
Saad adz Dzara’i, al-Urf, dan al-Adat.[8]
c.
Imam
Syafi’i
Beliau memiliki nama lengkap Muhammad ibnu Idris
As-Syafi’i. Lahir di gaza, Palestina pada tahun 150 H/ 767 M. Beliau adalah
ulama yang mencapai level mujtahid dan membukukan ilmu ushul fiqh dengan judul Al-Risalah.
Isi kitab ini adalah pandangan hukum
dari berbagai pendapat yang shohih mengenai permasalahan hukum yang terjadi
antara antara ahlul Hadits dan ahlu Rayi. Ahlul hadits adalah orang-orang yang
tinggal dimandinah sedangkan ahlul ra’yi adalah para ulama yang tinggal irak.
Dalam kitabnya Al-Umm, Imam Syafi’i dalam menetapkan sumber
hukum yakni berurutan dimulai dari Al-Quran, As-Sunnah, ijma’, dan Qiyas.[9]
Fatwa imam Syafi’i berdasarkan tempat tinggal beliau dibagi dua,
pertama yaitu perkataan imam Syafi’i saat beliau berada di irak yang disebut
dengan qoul qadim. Kedua yaitu pendapat imam Syafi’i saat beliau berada Mesir
yang disebut dengan qaul Jadid.[10]
d.
Imam
Ahmad bin Hambal
Beliau dikenal dalam madzhabnya dengan sebutan imam Hambali. Nama
asli beliau adalah Abu Abdullah ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal
al-Syaibani. Beliau lahir pada tahun 164 H/780 M di daerah Baghdad.
Sumber hukum yang digunakan untuk menetapkan h7kum dalam madzhab
beliau adalah sebagai berikut : 1). Alquran dan al-Hadits, 2). Fatwa sahabat,
3). Riwayat Masyhur, 4). Hadits Mursal dan Hadits Doif selagi tidak ada hukum
yang menyalahinya, 5), Qiyas (dalam keadaan darurat).[11]
B.
Aliran-Aliran dalam
Ushul Fiqh.
Ulama usul fiqih dalam membangun sebuah teori di bidang ushul fiqh
ada perbedaan yang terjadi sehingga muncul dua aliran ushul
fiqh,yakni sebagai berikut:
1.
Aliran Mutakallimin
Aliran
mutakallimin adalah aliran yang pendirinyaadalah Imam Syafi'i.
Dalam aliran mutakallimin ini caramenetapkan hukumsecara teoritis dan menggunakan
hukum syara' sebagai pertimbangan tanpa dipengaruhi oleh madzhab, furu' dan
lain sebagainya.[12]
Disebut juga aliran mutakallimin karena pakar di bidang ini setelah Imam Syafi’i adalah
dari kalangan mutkallimin (para ahli ilmu kalam) seperti Imam al-Juwaeni,
al-Qadhi Abdul Jabbar, serta Imam al-Ghazali.
Dalam menetapkan kaidah usul fiqh aliran mutakallimin tidak
menggunakan sumber hukum islam yang mukhtalaf yaitu, seperti istihsan, 'uruf,
dan maslahah mursalah. Namun masih
menggunakan istishab, hukum yang digunakan dan terus berlaku sampai ada hukum
baru yang mengubahnya.
Hal ini menyebabkan aliran mutakallimin ini memiliki kelemahan.
Karena sesuai dengan tuntutan zaman, hukum itu pasti selalu berubah selaras dengan adanyapersoalan baru yang belum terjadi pada masa sebelumnya.[13]
Kitab dalam aliran ini antara lain yaitu Ar-Risalah (karangan
Imam Syafi’i), dan Al-Mu’tamad (karangan Abu Husain Muhammad Ibnu Ali
Al-Bashri).
2.
Aliran Fuqaha' atau Ahnaf
Metode ahnaf dicetuskan oleh Imam Abu Hanifah serta dikembangkan
oleh Ulama Hanafiyah. Aliran ini juga dikenal dengan aliran fuqaha’ (ahli ilmu
fiqh), karena sistem penulisannya banyak disertai contoh-contoh fiqh.
Aliran ini menggunakan cara istiqra’ (induksi), terhadap
pendapat-pendapat Imam sebelumnya dan mengumpulkan pengertian makna dan
batasan-batasan yang mereka gunakan. Jadi, dengan cara seperti itu dapat
ditarik kesimpulannya.
Aliran yang dianut madzhab Hanafi. Aliran ini memiliki ciri yang
khas dalam penulisan ushul fiqh. Imam Hanafi dijuluki sebagai Ahlu ra'yi, maka
dari itu penetapan hukumnya yaitu para imam mereka yang membahas persoalan dan
memecahkan hukum furu' tersebut sampai terbentuk suatu kaedah yang di
sepakati. Namun kaedah tersebut bisa saja berubah seiring berjalannya waktu
dengan adanya persoalan baru yang muncul.
Kitab karangan aliran fuqaha' ini salah satunya yaitu karangan imam
Abu Bakar al Jashshash yang berjudul al Fushul fi ashulil fiqh, karangan
imam al Sarakhsi yang berjudul Ushul Fiqh, dan lain-lainnya.[14]
C. Orang yang Mula-mula Menciptakan Ilmu
Ushul Fiqh
Orang yang pada awalnya
menciptakan ilmu ushul fiqh adalah Imam Syafi’i. Beliau menulis sebuah risalah
yang dijadikannya sebagai Muqaddimah bukunya yang berjudul Kitab Al Um. Dengan demikian,
Imam Syafi’I adalah seorang pendiri dan pencipta utama tentang ilmu ushul.
Kemudian, usaha beliau diikuti oleh tiga
orang Ulama termasyhur yakni : Abul Hassan Muhammad bin ‘Alal Bashariy As
Syafi’I yang meninggal pada tahun 463 H, Abu Ali Abdul Malik bin Abdullah An
Naisaburiy yang dikenal dengan Imam Harmaini yang meninggal pada tahun 478 H,
serta Abu Hamid Al-Ghazaliy yang meninggal pada tahun 505 H. Selanjutnya diiringi
oleh dua orang Ulama terkenal yaitu : Imam Raziy yang meninggal pada tahun 606
H, serta Imam Amadi yang meninggal pada tahun 631 H.[15]
D.
Pembukuan Ushul Fiqh
Pada awal mulanya ushul fiqh tumbuh di abad kedua
hijriah. Rasulullah saw. Berfatwa dan menetapkan keputusan hukum berdasarkan
Alquran dan hadis tanpa memerlukan kaidah atau ushul yang dijadikan sumber istinbat
hukum. Adapun sahabat nabi
membuat keputusan Hukum berdasarkan dalil Nas yang dapat Mereka pahami dari
aspek Kebahasaan semampu mereka, Untuk memahaminya secara baik Diperlukan
kaidah bahasa. Disamping itu,
mereka juga melakukan istinbat
Hukum sesuatu Yang tidak terdapat Dalam nash Berdasarkan kemampuan mereka,
Berdasarkan ilmu tentang hukum Islam
yang telah mereka kuasai disebabkan lamanya pergaulan Mereka bersama
nabi Serta menyaksikan Asbabun Nuzul Sebab turunnya Alquran, dan Asbabul wurud (sebab-sebab turunnya Hadis). Sahabat ketika itu sudah benar-benar memahami tujuan-tujuan hukum syariat serta dasar dasar pembentukannya.
Penghujung abad ke-2 Awal abad ke-3 Hijriyah ulama bernama
Muhammad Idris Al Syafi'i (150H-204H) yang meramu, menggagas,
dan membukukan ilmu ushul fiqh.
Sebelum Imam Syafi'i, tercatat Orang yang pertama
kali menghimpun kaidah
yang bercerai-berai dalam satukumpulan adalah Imam Abu
Yusuf seorang pengikut
Imam Abu Hanifah. Adapun orang yang pertama kali yang melakukan
kodifikasi kaidah-kaidah dan bahasan Ilmu
Ushul Fiqh adalah Imam Muhammad bin Idris Al Syafi’i yang meninggal pada tahun
204 Hijriyah. Kemudian hasil kodifikasi tersebut diberi nama kitab al-Risalah, yang merupakan kitab
pertama ilmu Ushul Fiqh dan wujudnya masih
ada sampai sekarang. Masa pembukuan ushul fiqh dilakukan oleh
Imam Syafi'i yaitu bebarengan dengan masa keemasan Islam pada masa Harun
al-Rasyid (145 H - 193 H) Khalifah ke-5 Dinasti Abbasiyah.
Setelah Imam Syafi'i menyusun Kitab nya yang
fenomenal itu, lalu banyak ulama
yang berbondong-bondong menyusun ilmu
ushul fiqh baik dalam bentuk panjang lebar maupun
ringkas. Ulama ilmu kalam juga menyusun ilmu ini sendiri dengan cara sendiri
begitu juga dengan ulama Hanafiah juga menyusun ilmunya
dengan cara mereka sendiri.
Karya ilmiah di bidang ilmu
ushul fiqh setelah Imam Syafi’i yang tercatat pada abad ke-3 H yaitu :
al-Nasikh wa al-Mansukh oleh Ahmad bin Hambal (164-241 H), al-Khabar al-Wahid,
karya Isa Ibn Abban Ibn Sedekah (220 H) dari kalangan Hanafiyah.
E. Penutup
Dari hasil penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwailmu
ushul fiqh pada masa Rasulullah SAW tidak berkembang pesat. Karena setiap
permasalahan sahabat di selesaikan dengan bertanya kepada Rasulullah sendiri.
Setelah Rasululla wafat, istimbat hukum dilakukan oleh para sahabat dengan
bersandar kepad Al-Quran dan Hadits. Mulainya timbul perselisihan dan perbedaan pendapat karena metode yang
digunakan dalam menetapkan hukum yang berbeda menyebabkan ushul fiqh menjadi
pecah kedalam beberapa aliran. Meskipun demikian, semua perbedaan metode yang
dilakukan, semua sepakat menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pedoman
utama dalam ber ijtihad.
DAFTAR PUSTAKA
Alaiddin Koto, 2004,IlmuFiqh danUshul Fiqh,Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Zulhamdi,2018,Periodisasi
Perkembangan Ushul Fiqh,Jurnal at Tafkir vol.XINo.2Desember
Ahmad
Badwi, Epistimologi Ushul Fiqh,Jurnal Hukum Diktum, volume 10, nomor 1,
Juli 2012
Irwansyah
Saputra, Perkembangan
Ushul Fiqh,Jurnal Syariah Hukum Islam 1(1): 16-37.2018
Fatkan
Karim Atmaja, Perkembangan Ushul Fiqih dari Masa ke Masa,Mizan: Jurnal Ilmu
Syariah Vol.5 No. 1 2017.
Irkham
Fifianto, Sejarah Perkembangan Pemikiran Ushul Fiqh,At-Tahdzib Vol.1
Nomor 2 Tahun 2013.
Sapiudin Shidiq, 2017, Ushul Fiqh, Jakarta : Kencana
Nazar Bakry, 1993, Fiqh danUshul Fiqh, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Djazuli dan Nurol Aen,2000, Ushul Fiqh Metodologi Islam, Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Munadi, 2017, Pengantar Ilmu Ushul Fiqih,Unimal Press,
Syafi’i Karim,2001,Fiqih
Ushul Fiqih,Bandung : CV Pustaka Setia.
Catatan:
1. Similarity 12%.
2. Penjelasan mutakallimin dan fuqaha masih kurang
3. Adakah ushul fiqih pada masa Nabi?
[1]Syafi’i Karim, Fiqih Ushul Fiqih, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001)
hlm : 43
[3]Irkham Afifianto, Sejarah Perkembangan Pemikiran Ushul Fiqh,At-Tahdzib
Vol.1 Nomor 2 Tahun 2013, hlm: 224
[4]Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqh Metodologi Islam (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000) hlm. 7.
[5]Sapiudin
Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta : Kencana, 2017) hlm. 11-12.
[6]Nazar Bakry, Fiqh danUshul Fiqh (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993)
hlm. 74.
[7]Fatkan
Karim Atmaja, Perkembangan Ushul Fiqh Dari Masa Ke Masa, Mizan: Jurnal Ilmu
Syariah. Volume 5 no 1 Juni 2017, hlm: 30-31
[8] Fatkan Karim Atmaja, Ibid., hlm: 32
[11] Fatkan Karim Atmaja, Ibid., hlm: 34
[13]Ahmad Badwi, Epistimologi Ushul Fiqh,Jurnal Hukum Diktum,volume
10, nomor 1, Juli 2012, hlm 197-209, hlm : 202
[15]Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh danUshul Fiqh (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004) hlm. 28.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar