MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Najmi Rahayu (17110039)
Rahmi Kartika Wangi(171100)
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract
This article talks about the science of makky wal madany, which is the science that discusses about verses and letters revealed in the cities of Makkah and Madinah. The criteria for determining the makkiyah or madaniyah of a letter or verse have differences among the scholars. First, the difference between the personal characteristics of the verse or the intended letter. The ulama said for the editors Yes ayyuhan al-nas shows verse makkiyah, because it is intended for residents of the City of Makkah, while for the editors, ayyuha al-ladzina amanu shows the madaniyah verse because it is aimed at the people of the City of Medina. Secondly, differences based on where the verse or letter falls. The scholars argued, if the verse or letter was revealed to the Messenger of Allāh kah in Makkah, then the verse would include makkiyah, if the Messenger of Allāh accepted the verse or letter in Medina, then that verse would include madaniyah. The fall of the verse occurs either before or after the Messenger of Allāh rah moved. Third, differences in time. The Figure make moving a basis for distinguishing makkiyah and madaniyah. The verses of makkiyah are the verses that descended before the Messenger of Allāh rah moved to Medina, even though the verse or letter was not dropped in Makkah. Meanwhile, the madaniyah verses, the verse revealed after the Messenger of Allāh rah moved to Madinah, even though the revelation of the verse took place in Makkah. Of the three opinions above the strongest is the difference based on the Prophet's migration. Because, the verse or letter based on the decline and the intended subject is not relevant to what is contained in the Qur'an. There are several verses of makkiyah which are traced in the city of Medina, and vice versa, and there are several verses or letters in the editorial section Yes ayyuhan nas is in the verse or madaniyah, and vice versa. To make it easier to distinguish verses or letters of makkiyah and madaniyah, there are certain characteristics found in both, both those that are qhat'i (original) and aghlabi (general). Al-quran is the word of Allah SWT and the book is very holy and authentic. So, what is contained and explained in it is a truth.
This article talks about the science of makky wal madany, which is the science that discusses about verses and letters revealed in the cities of Makkah and Madinah. The criteria for determining the makkiyah or madaniyah of a letter or verse have differences among the scholars. First, the difference between the personal characteristics of the verse or the intended letter. The ulama said for the editors Yes ayyuhan al-nas shows verse makkiyah, because it is intended for residents of the City of Makkah, while for the editors, ayyuha al-ladzina amanu shows the madaniyah verse because it is aimed at the people of the City of Medina. Secondly, differences based on where the verse or letter falls. The scholars argued, if the verse or letter was revealed to the Messenger of Allāh kah in Makkah, then the verse would include makkiyah, if the Messenger of Allāh accepted the verse or letter in Medina, then that verse would include madaniyah. The fall of the verse occurs either before or after the Messenger of Allāh rah moved. Third, differences in time. The Figure make moving a basis for distinguishing makkiyah and madaniyah. The verses of makkiyah are the verses that descended before the Messenger of Allāh rah moved to Medina, even though the verse or letter was not dropped in Makkah. Meanwhile, the madaniyah verses, the verse revealed after the Messenger of Allāh rah moved to Madinah, even though the revelation of the verse took place in Makkah. Of the three opinions above the strongest is the difference based on the Prophet's migration. Because, the verse or letter based on the decline and the intended subject is not relevant to what is contained in the Qur'an. There are several verses of makkiyah which are traced in the city of Medina, and vice versa, and there are several verses or letters in the editorial section Yes ayyuhan nas is in the verse or madaniyah, and vice versa. To make it easier to distinguish verses or letters of makkiyah and madaniyah, there are certain characteristics found in both, both those that are qhat'i (original) and aghlabi (general). Al-quran is the word of Allah SWT and the book is very holy and authentic. So, what is contained and explained in it is a truth.
Abstrak
Artikel ini berbicara mengenai ilmu makky wal madany,
yaitu ilmu yang membahas tentang ayat-ayat dan surat-surat yang diturunkan di
Kota Makkah dan Madinah. Kriteria untuk
menentukan makkiyah atau madaniyah suatu surat atau ayat terdapat perbedaan di
kalangan para ulama’. Pertama, perbedaan karakteristik personal ayat
atau surat yang dituju. Para ulama mengatakan untuk redaksi Ya ayyuhan
al-nas menunjukkan ayat makkiyah, karena ditujukan untuk penduduk Kota
Makkah, sedangkan untuk redaksi ya ayyuha al-ladzina amanu menunjukkan
ayat madaniyah karena ditujukan kepada penduduk Kota Madinah. Kedua,
perbedaan berdasarkan tempat turunnya ayat atau surat. Para ulama berpendapat,
apabila ayat atau surat yang diturunkan kepada Rasulullah SAW di Makkah, maka
ayat tersebut termasuk makkiyah, apabila Rasulullah SAW menerima ayat atau
surat di Madinah, maka ayat tersebut termasuk madaniyah. Turunnya ayat tersebut
terjadi baik sebelum atau sesudah Rasulullah SAW hijrah. Ketiga,
perbedaan dari segi waktu. Para ulama’ menjadikan hijrah sebagai dasar pembeda
makkiyah dan madaniyah. Ayat-ayat makkiyah yakni ayat yang turun sebelum Rasulullah
SAW hijrah ke madinah, meskipun turunnya ayat atau surat tersebut bukan di Makkah.
Sedang, ayat-ayat madaniyah yakni ayat yang diturunkan setelah Rasulullah SAW
hijrah ke Madinah, walaupun turunnya ayat tersebut bertempat di Makkah. Dari
tiga pendapat diatas yang paling kuat adalah perbedaan berdasarkan pada masa
hijrah nabi. Karena, ayat atau surat
yang bedasarkan turunnya dan subjek yang dituju tidak relevan dengan apa yang
terdapat dalam al-qur’an. Ada beberapa ayat makkiyah yang dirunkan di kota Madinah,
begitupun sebaliknya, dan ada berbeapa ayat atau surat yang redaksinya Ya
ayyuhan nas terdapat pada ayat atau surat madaniyah, begitupun sebaliknya.
Untuk mempermudah dalam membedakan ayat atu surat makkiyah dan madaniyah, ada
karakteristik tersendiri yang terdapat pada keduanya, baik yang bersifat qhat’i
(asli) ataupun aghlabi (umum). Al-qur’an adalah kalam Allah SWT dan kitab
yang sangat suci dan otentik. Jadi, yang terdapat dan dijelaskan didalamnya adalah
suatu kebenaran.
Keywords: Makkiyah, Madaniyah
A.
Pendahuluan
Al-quran merupakan kalam Allah yang memiliki
tujuan sebagai pedoman hidup umat manusia dan menyempurnakan ketiga kitab yang
sebelumnya sudah diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya yang diantaranya, kitab
zabur diturunkan kepada nabi daud, kitab injil diturunkan kepada nabi isa, dan
kitab taurat diturunkan kepada nabi musa. Kandungan yang terdapat dalam
kitab-kita terdahulu, sudah termaktun dan dicakup oleh Al-qur’anul Karim.
Al-qur’an diturunkan kepada Rasulullah SAW melalui malaikat jibril secara
berangsur-angsur. Berdasarkan pengetahuan yang sudah umat muslim dapat sejak
mendapatkan pelajaran di bangku sekolah, turunnya al-qur’an jatuh pada 17
ramadhan tahun pertama kenabian rasulullah saw, bertepatan dengan malam
lailatur qadr, saat nabi berada di gua hira’. Turunnya al-qur’anul karim diangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan
22 hari. Begitu indahnya kemukjizatan alqur’an diturunkan. Surat al-alaq ayat
1-5 merupakan ayat yang petama kali diturunkan di Kota Makkah kepada rasullah
saw, yang perintahnya untuk membaca.
Berdasarkan Turunnya al-qur’an inilah yang
menjadi sebab adanya penggunaan istilah makkiyah dan madaniyah. Para ulama
sepakat mengenai penggunaan istilah makkiyah untuk satu bagian Al-Qur’an dan
Madaniyah untuk bagian lainnya.[1]
Dalam membedakan antara ayat atau surah makkikyah dan madaniyah, para
ulama’memiliki pendapat sendiri. Namun. Kaidah atau karakteristik dari ayat
atau surat makkiyah itu sendiri sudah ada penjelasan dan diberi batasan oleh
para ulama’, supaya tidak terjadi missunstanding di kalangan umat muslim, dalam
memahami ilmu makkiyah dan madaniyah. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dalam
menentukan ayat atau surat makkiyah dan madaniyah, tidak akan bisa lepas dari
sejarah rasulullah SAW, baik saat periode makkah atau periode madinah. Hal
inilah yang akan menjadi tolak ukur dalam menentukan ayat atau surat makkiyah
dan madaniyah. Sangat penting dalam mempelajari ilmu makkiyah dan madaniyyah
ini. Karena, seorang alhli tafsir tidak dapat menafsirkan al-qur’an jika belum mengetahui ayat atau surat
tersebut termasuk makkiyah atau makkiyah, dan berhubungan juga dengan sejarah,
krononologo serta sebabnya turunnya al qur’an. Maka dari itu, para ulama’
menganggap sangat penting dan menaruh perhatian terhadap ilmu makkiyah dan
madaniyah. Karena untuk mengetahui letak dan waktu turunnya surat, serta
sejarah dari surat tersebut para ulama harus mengetahui ilmunya.[2]Maka
dari itu, pokok pembahasan dalam artikel
ini mengenai pengertian dan contoh-contoh ayat makkiyah dan madaniyah,
kaidah-kaidah dalam mengetahui ayat-ayat-ayat makkiyah dan madaniyah, serta
kegunaan mempelajari makkiyah dan madaniyah. Penulis akan berusaha untuk
membahasa secara detail dan rinci serta mengungkap pendapat dari para ulama’
mengenai ilmu makkiyah dan madaniyah
B. Pengertian Makiyah dan Madaniyah
Kata al-makki bersal
dari “mekah” dan al madani bersal dari kata “Madinah”. Kedua kata tersebut
telah dimasuki “ya” nisbah sehinnga menjadi al-makkiy atau al makkiyah dan
almadaniyah. Secaraa harfiah almakkiy atau al makkiyah berarti “yang bersifat
Mekah” atau “yang berasal dari Mekkah”, sedangkan al-madaniy atau al-madaniyah
berarti “yang bersifat Madinah” atau “yang berasal dari Madinah”. Maka ayat
atau surah yang dirunkan di Mekkah disebut al –makkiyah, danyang diturukan di
madinah disebut dengan madaniyah.
Secara istilah, al makki wa al-madani
berarti” suatu ilmu yang membahas tentang tempat dan periode turunnya Al-Quran,
baik Mekah ataupun Madinah.[3] Alqur’an
turun tidak dalam suatu ruang dan waktu yang hampa nilai, melinkan dimasyarakat
yang sarat dengan berbagai nilai budaya dan religius. [4] Definisi lain mengatakan ilmu makky
dan madanny. Ilmu makky wal madany adalah ilmu yang membahas tentang
surat-surat dan ayat-ayat yang diturunkan di mekkah dan yang diturunkan di
Madinah.
“Al-Qadhi Abu Bakar dalam kitab al-Intishar
berkata: “untuk mengetahui yang makki dan madani harus didasarkan pada hafalan
para sahabat dan tabi’in.” Dalam hal ini tidak ada sabda dari Nabi SAW
(mengenai makki dan madani) sebab beliau tidak diperintahkan untuk itu. Dan,
Allah tidak menjadikan pengetahuan mengenai hal itu sebagai kewajiban bagi umat
(Islam). Kalaupun ahli ilmu dalam suatu hal diharuskan mengetahui nasikh dan
mansukh, namun hal ini dapat diketahui tanpa adanya sabda dari nabi”. [5]
Berdasarkan apa yang sudah dipaparkan dalam
abstrak, adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam menentukan kriteria kapan ayat ini disebut
makiyah ataupun madaniyah. [6] Pendapat pertama: Makiyyah ialah yang diturunkan di mekah,sekalipun
turunnya sesudah hijrah; madaniyah ialah yang diturunkan di Madinah. Terjadi kelemahan dari definisi tersebut
karena makiyah mencakup turunnya ayat di daerah mekah, termasuk mina, Arafat
dan sebagainya. Sedangkan madaniyah mencakup wilayah Madinah termasuk badr dan
uhud. Dan bagaimana dengan surat yang turun diluar dua daerah tersebut.
Misalnya Surat At-Taubah ayat 43 yang turun di daerah tabuk, dan surat
Al-Zukruf ayat 45 yang turun di Baitul maqdis pada malam isra’ mi’raj nabi
Muhammad SAW. Pendapat kedua: ada yang menggolongkan sasaran ayat sebagai kriteria
penentuan makiyah dan madaniyahnya. Makiyah ialah seruannya jatuh pada penduduk
mekah, dan madaniyah ialah yang seruannya jatuh kepada penduduk Madinah.
Pendapat ketiga: menetapkan masa turunnya ayat atau surat adalah merupakan
penentuan dasar makiyah dan madaniyah. Makiyah adalah yang diturunkan sebelum
nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya diluar mekah, sedang madaniyah
adalah yang diturunkan sesudah nabi hijrah, meskipun turunnya di Makkah.
Pendapat ini adalah yang paling mashur dikalangan ulama karena mengandung
pembagian makiyah dan madaniyah secara tepat dan safe. Ayat al-qur’an yang
menjadi bukti dari pendapat ini ialah QS.Al -Maidah ayat 4. Ayat tersebut
adalah madaniyah walaupun diturunkan di arafah ketika rasulullah melaksanakan
haji wada’ dihari jum’at. Adapun QS. An-Nisa ayat 58 adalah surat madiniyah
walaupun diturunkan di kabbah ketika pembebasan kota mekkah.[7]
Dalam menganalisis surat makiyah dan
madaniyah terdapat beberapa klarifikasi yang dapat dijadikan pedoman. Pertama, klasifikasi
berdasarkan tempat turun ayat tersebut, jika turun di Makkah dan sekitarnya
maka dinamakan makiyah. Dan juga sebaliknya ketika surat tersebut diturunkan di
Madinah maka disebut madaniyah. Kedua, periodesasi waktu, seperti kita tau
bahwa surat yang turun sebelum nabi hijrah dinamakan makiyah. Dan sesudah nabi
hijrah dinakmakan madaniyah. Ketiga, kategori mukhatab atau yang bisa disebut
pewahyuan. Surat tersebut dapat disebut makiyah ataupun madaniyah dengan
dilihat sasaran dari turunya ayat. Jadi dengan banyaknya pendapat mengenai cara
menganalisis makiyah dan madaniyahnya dapat digunakan ketiga cara sekaligus
(waktu, tempat dan Mukhatab).
Para ulama sepakat mengenai penggunaan istilah
Makkiyah untulsatu bagian Al-Quran dan Madaniyyah untuk bagian lainnya. Amr abu
al aziz menilai bahwa permasalahan makkiyah dan madaniyyah penting , sehinnga
orang yan g tidak emamshami persoalana yang berkaitan dengaan makkiyah dan
madaniyyah ini tidak diperkenankan menafsirkan kitabullah. [8]
Tujuan adanya ilmu mengetahui makiyah dan madaniyah ialah
untuk mengetahui periodesasi kajian, karena tidak semua ayat Al-Qur’an memiliki
riwayat asbabul nuzul yang bisa dipertanggungjawabkan dan masih dipertanyakan
validitasnya. Untuk itu diperlukan standardisasi lain
untuk menentukan manakah ayat yang lebih dahulu turun. Serta dapat memahami
tahapan dalam sejarah pensyariatan (Tarikh at-Tasyri’).[9]
C.
Kaidah-Kaidah untuk Mengetahui Surah Makkiyah dan Madaniyah
Menurut Al-Jabari untuk mengetahui makiyah dan madaniyah
surat-surat al-qur’an ada du acara, yakni dengan cara sama’i (Jalan Riwayat)
dan Qiyasi (Jalan Membandingkan yang satu dengan yang lain). Maksud dari sama’i adalah yang sampai
berita turunnya kepada kita dengan slaah satu daripada dua jalan itu. Kemudian
diberikan contoh-contoh dan bukti yang menunjukan bahwa dalam menentukan
makiyyah dan madaniyahnya satu surat dipergunakan ijtihad (Qiyasi).[10]
Dalam mengkaji perbedaan surat Makkiyah
dan Madaniyyah, mayoritas pengkaji berpedoman dan menyandarkan dirinya. Pertama,
yang terdapat pada riwayat-riwayat dan nash-nash naqli yang mengisahkan dan
menceritakan ayat atau surah, atau menunjukkan pada waktu dan tempat turunnya
ayat tersebut, para pengkaji juga bersandar kepada peristiwa-peristiwa sejarah
penting yang terjadi pada masa turunnya Al-Quran, atau kepada
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa turunnya al-quran.[11] Di
dalam alqur’an memang banyak menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa yang sangat
penting dan bersejarah ketika turunnya ayat atau surah Al-Quran kepada
Rasulullah SAW, contohnya seperti turunnya ayat-ayat Al-Quran pertama kali,
yaitu surah al-alaq ayat 1-5 bertepatan
dengan malam lailatul qadr, yaitu malam yang penuh dengan keberkahan, peristiwa
peperangan, seperti Perang Badr dan Khandaq. Berikut adalah contoh ayat
al-qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT pada saat peristiwa Perang Badar:
إذ تستغيثون ربّكم فاستجاب لكم أنّي ممدّكم بألف مّن الملئكة
مردفين ْ
Artinya: “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan
kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan
mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut”. (Q.S Al-Anfaal ayat 9)
Pemikiran dan cara penyandaran diri juga terdapat
dalam buku karya Theodore Noldeke, dia adalah tokoh orientalis jerman. Di dalam
bukunya ia membahas mengenai sejarah Al-Quran, hakikat wahyu, Nubuwwah,
turunnya Al-Quran, kepribadian Nabi, dan sejarah turunnya surah-surah Makkiyah
dan Madaniyyah, yang menunjukkan bahwa ia memiliki pengetahun yang luas.[12]
Namun, para kritisi yang mengkritik buku ini, karena mereka menganggap Noldeke
tidak menjelaskan secara luas dan detail terhadap sejarah Al-Quran.
Selanjutnya, dalam mengkaji kaidah-kaidah
untuk mengetahui ayat atau surah Makkiyah dan Madaniyyah Al-Quran,
mereka pada metode klasik (metode yang
terdapat pada masa lampau namun, tidak kolot) sehingga mereka bisa mengetahui dan
dapat mengidentifikasikan karakteristik-karakteristik dari surah-surah Makkiyah
dan Madaniyyah. Melalui metode ini, mereka dapat membedakan banyak
ayat-ayat atau surah-surah, sehingga para pengkaji dapat mengklasifikan ayat
dan surah tersebut ke dalam Makkiyah dan Madaniyyah, kemudian mereka
menyusun hasil dari klasifikasi tersebut ke dalam buku-buku tentang mushaf dan
tafsir, sehingga dapat menjadi referensi untuk mengetahui dan membedakan ayat
atau surah Makkiyah dan Madaniyyah dalam Al-Quran.
Berdasarkan paparan para pengkaji diatas
mengenai kaidah-kaidah untuk mengetahui ayat dan surah Makkiyah dan Madaniyyah,
maka terbentuklah dua metode mengetahui ayat-ayat makkiyah dan madaniyyah dalam
al-quran, yaitu: pertama, metode deduksi, yaitu metode yang berdasar pda dali
naqli, yang seringkali disebut juga dengan metode sima’iy dan kedua, metode
induksi, yaitu metode yang berdasar pada dalil rasional.[13] Dalil
naqli atau yang biasa disebut metode sima’iy, merupakan dalil yang bersumber
dari Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijma’, dalil ini yang menentukan atau yang
menetapkan hukum dalam islam. Jadi secara mutlak memang benar adanya. Jadi
metode deduksi ini berpedoman kepada nash-nash dan peristiwa-peristiwa yang
dapat menunjjukan dan mengisahkan surah-surah dan ayat-ayat yang dapat
diklasifikasikan ke dalam Makkiyah dan Madaniyyah. Sedangkan
metode deduksi menggunakan cara dengan mengetahui karakteristik-kerakteristik
melalui uslub(susunan bahasa)dan mawadhu’(tema). Dalam menentukan
manakah metode yang paling sesuai dan tepat dalam mengetahui ayat dan surah Makkiyah
dan Madaniyyah, yaitu dengan cara menggabungkan kedua metode
tersebut. Penggabungan tersebut untuk mendapatkan metode yang objektif dan
ilmiah dalam menganalisisnya, sehingga tidak akan lagi kesalahpahaman dan
adanya dugaan sementara. Tujuan adanya kombinasi kedua metode tersebut, karena
metode deduktif yang dipakai oleh pengkaji relatif lemah dalam menentukan dan
mengklasifikasikan banyaknya ayat dan surat dalam Makkiyah dan Madaniyyah.
Alasan lemahnya metode ini, karena tidak banyak peristiwa sejarah yang penting
dalam surah dan ayat Makkiyah. Rata-rata peristiwa penting yang
bertepatan dengan diturunkannya Al-quran terdapat dalam ayat dan surah Madaniyyah,
karena kejadiannya setelah nabi hijrah dari Makkah ke Madinah.
Sementara metode induksi merupakan sebuah metode analogi, yang dimana ciri atau
karakteristik ayat dan surah Makkiyah dan madaniyyah memiliki
kemungkinan yang kuat, namun metode analogi ini belum tentu kepastian dengan
berjalannya waktu. Maka dari itu perlu adanya kombinasi antara metode deduksi
dengan induksi untuk memperkuat dalam mengetahui ayat dan surah Makkiyah dan
Madaniyyah.
Karakteristik yang ditentukan untuk
mengklasifikasikan ayat atau surah Makkiyah dan Madaniyah tidak
membutukan penjelasan yang detail, lengkap dan cermat yang meliputi dan
mencakup seluruh isi Al-Quran, namun karakteristik ini ditetapkan melalui hasil
dan fungsi tarjih. Tarjih meruapakan pencarian pendapat, yaitu manakah yang
lebih kuat. Dengan adanya metode tarjih ini, bisa diperoleh probabilitas yang
kuat diantara dua kemungkinan yang termaktub dalam ayat atau surah. Dalam
menentukan karakteristik dalam makkiyah dan madaniiyah ini juga tidak
membutukan dan tidak berkaitan dengan peristiwa sejarah yang berjaya dan
masyhur.
Salah satu syarat menjadi ahli tafsir adalah
dengan mengetahui karakteristik-karakteristik ayat dan surah makkiyah,
kaidah-kaidah dalam mengetahui nya yaitu dengan menggunakn ilmu baik itu
didasarkan pada dalil-dalil naqli ataupun dali aql. Oleh sebab itu, sesorang
dilarang menentukan karakteristik dari makkiyah dan madaniyyah ini jika tidak
memiliki pondasi dan landasan ilmu. Karena, acapkali ciri-ciri susunan dan gaya
bahasa yang terdapat dalam ayat dan surah Makkiyah, juga dimiliki oleh ayat
atau surah madaniiyah, dan sebaliknya. Meskipun ada kesamaan diantara keduanya,
ada karakteristik yang khas dalam ayat atau surah Makkiyah dan
Madaniyyah.seperti contohnya tentang hukum-hukum yang ditetapkan oleh syariah
islam, seperti larangan berzina, minum khamar,ketetapan undang-undang negara,
hukum waris, hukum perang dan hak politik dan sosial, dengan tidak ada
diskriminasi sesama umat muslim.
Karakterstik Umum Surat Makkiyah:[14]
1.
Seruan terhadap prinsip-prinsip akidah, seperti iman kepada Allah dan ahari
akhir, gambaran tentang hari pembalasan, penghuni surga dan neraka.
Di dalam Al-Quran banyak yang menerangkan tentang prinsip
dan penanaman akidah. Pada saat Rasulullah belum melakukan hijarah dari makkah
menuju madinah, kondisi masyarakat quraisy pada saat itu amatlah buruk sekali,
yaitu menyembah berhala yang diletakkan disekitar ka’bah. Maka dari itu allah
SWT menurunkan ayat-ayat yang mengandung prinsip akidah, yaitu dengan adanya
perintah untuk beriman kepada Allah SWT serta balasan dan acaman jika tidak
melakukannya.
Berikut ayat al quran yang mengandung ancaman bagi orang
yang lalai dalam sholat:
فويل لّلمصلّين ْ الّذين هم عن صلاتهم ساهون ْ
Artinya: “ Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat, (Yaitu) orang-oraag yang lalai dalam sholatnya”(QS. Al-Maa’uun : 4-5)
2.
Seruan untuk berpegang pada akhlak luhur dan perbuatan baik.
Ayat makkiyah ditandai dengan seruan untuk selalu menjadi
khalifah yang baik di muka bumi, jangan sampai ada perpecaha belahan dikalangan
umat muslim, menyeru kepada umat manusia supaya berteladan kepada Rasulullah
SAW yang sebagai uswatun hasanah.
3.
Secara umum, surah-surah dan ayat-ayatnya adalah pendek-pendek.
Seperti contohnya, surat An-Nas, Al-Falaq, dan
Al-Ikhlash.
4.
Bantahan-bantahan terhadap kaum musyrikin, penegasan tentang batilnya
akidah mereka, dan pembuktiannya terhadap kesempitan otak mereka.
Di dalam al-Qur’an terdapat kaum musyrikin yang tidak mau
beriman kepada Allah Swt. Karena mereka adalah orang-orang jahiliyah yang tidak
mau berpikir secara logis. Maka allah menurunkan Al-Qur’an untuk membantah dan
menegaskan kepada kaum musyrikin.
5.
Banyaknya sumpah demi allah, demi akhir, demi hari kebangkitan demi
alqur’an dan sebagainya.
Ayat-ayat makkiyah juga mengandung sumpah yang
difirmankan oleh allah SWT, untuk menegaskan kepada umat manusia bahwasanya
akan ada hari akhir dan hari kebangkitan dimana semua amal umat manusia
dihitung dan dikumpulkan di padang mahsyar yang jarak matahrinya hanya
sejengkal. Namun, bagi orang-orang yang beriman dan beramal sholih mereka akan
selamat dan terbebas dari ancaman
6.
Banyak menggunakan ungkapan: ya ayyuha al-nas dan jarang menggunakan
ungkapan ya ayyuha ladzin amanu
Dalam ayat dan surat makkiyah banyak redaksi yang
menggunakan ya ayyuha al-nas, karena pada saat nabi belum melaksanakan hijrah
dari makkah dan madinah sangat minim sekali orang arab pada saat itu yang
beriman.
7.
Banyak kisah-kisah para Nabi dan umat, kisah Adam dan iblis.
Dalam ayat atau surah makkiyah juga banyak diceritakan
tentang kisah para nabi beserta keadaan umatnya pada saat itu dan kisah
pencitaan adam dan kesombongan iblis yag terdapat dalam QS. Al- Baqoroh.
8.
Ayat-ayatnya dimulai dengan kata kalla[15]
1. Mengandung banyak doktrin syariat praktis
seperti kewajiban dan berbagai macam bentuk hokum pidana atau perdata serta
diturunkannya doktrin tentang warisan.
2. Menyinggung komunitas munafiq, kecuali Q.S
Al- Ankabut: 29
3. Menyinggung dialektika kalangan Yahudi dan
Nasrani (Ahl al-Kitab)
4. Ayatnya Panjang dan mengandung nalar-nalar
presentatif
5. Berisi tentang rumusan beberapa situs
peribadatan, hubungan interaktif (Muamalat), serta beberapa permasalahan waris.
·
Dalam pendapat lain sesuai dengan dhobit qiyasi yang telah ditetapkan, maka ciri-ciri khas
untuk surat makkiyah ada 2 macam, yaitu:
a. Ciri-ciri khas yang bersifat qath’i (asli)
b. Ciri-ciri khas yang bersifat aghlabi (umum)
·
Adapun 6 ciri khas yang bersifat qath’i bagi surat
makkiyah, yaitu:
1. Memiliki ayat sajdah. Berjumlah 16 ayat.[17]
2. Terdapat lafadz kalla. Yang digunakan untuk
memberi peringatan dengan jelas dan tegas kepada golongan yang keras kepala dan
yang menentang islam.
3. Setiap surat yang terdapat didalamnya
lafadz “yaa ayyuhannasu” kecuali surat al-Hajj ayat 77
4. Terdapat kisah para nabi dan umat manusia
yang terdahulu. Kecuali surat al baqoroh
5. Surat yang terdapat didalamnya kisah nabi
adam dengan iblis. Kecuali al-baqoroh
6. Surat yang dimulai dengan huruf tahajji
(huruf abjad). Kecuali al-baqoroh dan ali imron
“alif laam miim raaaa” “alif laam raaaa”
·
Adapun ciri khas yang bersifat aghlabi bagi surat makiyah
1. Ayat dan suratnya pendek (ijaz), nada
perkataannya keras
2. Mengandung seruan untuk beriman kepada
Allah dan hari kiamat
3. Mengajak manusia untuk berakhlak yang mulia
dan berjalan dijalan yang benar
4. Membantah orang musyrik dan menerangkan
kesalahan keercayaan dan perbuatannya.
5. Banyak lafal sumpah
·
Ciri-ciri khas bagi surat madaniyah
A. Ciri-Ciri Yang Bersifat Qath’i
1. Mengandung izin berjihad atau menyebut hal
perang dan menjelaskan hukum-hukum.
2. Memuat penjelasan secara rinci tenatnag
hukum pidana, faraid, hak-hak perdata, peraturan yang berhubungan dengan
perdata, kemasyarakatan.
3. Menyinggung hal ikhwl orang-orang munafiq.
Kecuali al-Ankabut
4. Membantah kepercayaan keagamaan ahlul
kitab.
B. Ciri-ciri yang bersifat Aghlabi
1. Sebagian surat dan ayatnya Panjang dan jelas
dalam menerangkan hukum agama.
D. Kegunaan Ilmu Makiyah dan Madaniyah
1. Dapat membedakan dan mengetahui ayat
Mansukh dan nasikh.
2. Yakni, apabila terdapat dua ayat atau lebih
menganai suatu masalah, sedang hukum yang terkandung dalam ayat itu
bertentangan. Jika telah mengetahui ayat makiyah atau ayat madaniyah pasti akan
diketahui bahwa ayat madaniyah menasakh ayat yang makiyah.
3. Dapat mengetahui sejarah hokum islam dan
pekembangannya.
Ia dibebankan kepada umat secara berangsur-angsur. Terlihat,
misalnya,nuansa bimbingan ayat atausurat makkiyah kepada umat manusia berbeda
dengan ayat dan surah madaniyyah. Sebab, periode sebelum hijrah merupakan
pertumbuhan, oleh karena itu hukum yang ditetapkan pada masa itu tidak terlalu
memberatkan, namun ditetapkan secara berangsur-angsur, supaya doktrin umat
muslim pada saat itu memikirkan bahwa islam adalah agama yang baik, lembut dan
tidak memaksa. Sedangkan periode stelah hijrah meruapak tahap perkembangan,
oleh karena itu umat manusia harus sudah siap menerima segalanyayang datang dan
disayriatkan oleh allah melalui sumber-sumber yang sudah ditetapkan oleh Allah
SWT. Dengan ditetapkannya hukum islam secara bertahap, para sahabat pada kala
itu tidak akan protes mengenai hukum-hukum yang harus dilakukan dan tidak akan
menuai perpecahan, para sahabat tunduk dengan perintah Nabi. Dari sejarah
ditetapakannya hukum tersebut, pada zaman sekarang para tokoh masyarakat
haruslah menjadi contoh yang baik untuk membimbing daerah, nusa , bangsa dan
agama.
4. Dapat meyakini kebesaran Allah dalam
menjaga, mensucikan, dan memberi perhatian yang besar terhadap Al-Qur’an hingga
hal detail seperti makiyah dan madaniyah.
Ilmu makkiyah dan madaniyah tidak hanya sekedar mengajarkan kita tentang
kaidan dan karakteristik dalam mengetahui makkiyah dan madaniyah. Dengan kita
belajar tentang makkiyah dan madaniyyah kita akan lebih meyakini tentang
kebedaran Allah yang telah menurunkan al quran sebagai mukjizat kepada
Rasulullah SAW, dan kita meyakini bahwa allha akan menjaga al-qur’an hingga
hari akhir nanti, kemurniannya tidak
akan berkurang sedikitpun. Kita juga akan semakin cinta dengan al-quran jika
kita mengkaji dan mempelajari ilmu makki wal madani, dan memberikan perhatian
yang besar terhadap alquran. Kita akan selalu membacanya setiap hari dan
mengkaji maknannya.
5. Mengetahui fase dari dakwah Islamiyah yang
ditempuh Al-Qur’an
Kita juga dapat mengetahui fase-fase dalam dakwah islam yang ditempuh oleh
al-qur’an
6. Mengetahui keadan lingkungan dan situasi
serta kondisi masyarakat saat turunnya Al-Qur’an,
khususnya masyarakat mekkah dan Madinah.
Dengan kita mempelajari dan mengkaji ilmu makki wal madani kita akan tau
perubahan sosial apakah yang terjadi ketika sebelumdan sesudah al-quran
diturunkan di makkah dan madinah. Pada periode mekkah, sempat terjadi
perdebatan tentang pembuat alquran, ada yang mengatakan alquran adalah karangan
dari nabi. Maka turunlah ayat untuk memebuat semisal alquran, namun tdak ada
yang mampu untuk membuanya
7. Mengetahui ushlub atau gaya Bahasa yang
berbeda-beda.
Mengetahui gaya bahasa dan dapat membedakan maana gaya bahasa yang dipaik
untuk ayat atau surah makkah atau madaniyyah. [18]
E. Penutup
Berdasarkan paparan diatas bahwasanya dalam menentukan dan
mengklasifikasikan ayat atau surah makkiyah dan madaniyah haruslah memiliki
ilmu pengetahuan yang luas , tidak hanya terbatas pada nalar akar saja, namun
disertakan dengan dalil dalil yang bersifat naqli yang usdah dalam al-qur’an
dan hadist. Banyak sekali peredaan dari definisi makkiyah dan madaniyah,
namundefini yang paling diterima oleh para ulama’ adalah surah atau ayat
makkiyah dan madaniyah ditentukan dengan masa hijrah ya Rasulullah SAW. Dalam
menentukan makkiyah dan madaniyah juga dasarkan pada metode deduksi dan
induksi. Kegunaan makkiyah dan madaniyah akan membentuk jiwa umat muslim untuk
semakin cinta dengan Al-Qur’an.
F.
Daftar Pustaka
Al-Athar, Dawud. Persepektif Baru: Ilmu Al-Qur’an. Bandung: Pustaka
Hidayah1994
Abu Zaid, Nasr Hamid. Tekstualitas Al-Quran: Kritik
Terhadap Ulumul Quran. Yogyakarta: LkiS.2003.
Ahmad, Shams MadyanPeta Pembelajara Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008.
Anwar, Rosihon. Ulum Al-Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia. 2008.
Az-Zanjani, Abu Abdullah. Tarikh Al-Quran. Bandung: Mizan. 1986.
Bariroh, Wildatun dan Sayyidah Laila Rakhma Sulaiman. Makiiyah
dan Madaniyah. Dalam buku Studi Al- Qur’an dan hadist. Malang: D’Family
Hermawan, Acep. Ulumul Qur’an. Bandung:Rosdakaya. 2012
Masjfuk, Zuhdi Pengantar Ulumul Qu’an.
Surabaya: Karya Aditama. 1997.
Muhammad Hasbi As-shddieqy. Sejarah Dan Pengantar Ilmu
Al-Qur’an Dan Tafsr . Semarang : pustaka rizki putra. 2000
Yusuf, Kadar M. Studi Al-Quran. Jakarta: Amzah. 2012.
Catatan:
1. Similarity lumayan bagus, 19%.
2. Tolong penulisan footnote diseragamkan.
3. Penulisan makalah harus mengikuti KBBI,
misalnya kata Alquran bukan al-Qur’an.
4. Buku terjemahan harus dicantumkan
perterjemahnya.
5. Jangan mengutip footnote yang ada dalam buku,
jika tidak merujuk pada buku yang ada dalam footnote tersebut.
6. Setiap keterangan yang berasal dari
buku/artikel jurnal harus dirujukkan ke referensi tersebut.
7. Tolong pembahasannya dibuat runtut.
[2] Wildatun Bariroh dan
Sayyidah Laila Rakhma Sulaiman, Makiiyah dan Madaniyah,dalam buku Studi Al-
Qur’an dan hadist, Dfamily Malang,hlm. 18
[5] Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Quran: Kritik Terhadap Ulumul Quran
(LKiS: Yogyakarta, 2003), hlm. 91.
[7] Zuhdi Masjfuk, Pengantar Ulumul Qu’an, (Karya Aditama: Surabaya Cetakan V 1997),
hlm.64
[8] Bagian ini disarikan dari buku acep hermawan, ulumul
qur’an(bandung:Rosdakaya, 2012, 51-62 dan Muhammad Hasbi As-shddieqy, sejarah
dan pengantar ilmu al-qur’an dan tafsr (semarang , pustaka rizki putra,
2000),hlm. 52-57
[12][12] Noldeke mengutip susunan surah-surah dari kitab Abil Qasim Umar bin
Muhammad bin Abdul-Kafi, yaitu salah seorang tokoh pada abad ke-V H, ia membagi
surah-surah tersebut kedalaam dua bagian, yaitu Makkiyah dan Madaniyyah.
Ilmu yang luas tersebut maksudnya, dia merasa bahwa ia telah berhasil dalam
menjelaskan sejarah islam secara luas dan detail, walaupun banyak yang
mengkritik karyanya. Lihat Abu Abdullah Az-Zanjani, Tarikh Al-Quran
(Bandung: Mizan, 1986), hlm. 124-125
[18] Zuhdi Masjfuk, Pengantar Ulumul Qu’an, hlm.64
Tidak ada komentar:
Posting Komentar