INTEGRASI
ILMU-ILMU SOSIAL DAN AL QURAN (ILMU SOSIAL PROFETIK KUNTOWIJOYO)
Adhe
Putra Prasetyo, Zorin Silahuddin, dan Muflichul Ilmi
Mahasiswa
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Pendidikan
IPS A Agkatan 2016
E-mail
: muflichulilmi98@gmail.com
Abstract
Kuntowijoyo is a Muslim thinker who is in the era of modernization,
Kuntowijoyo began to trigger his social science prophetic because it is
considered the western philosophy that existed in this era of modernization has
killed the gods and humans, because in its application in western philosophy
only use the ratio while the ratio only creates tools- tools not awareness, and
the ratio does not teach humans to make sense of life, the ratio only teaches
humans how to master life. In Kuntowijoyo's prophetic social science in it uses
three scientific foundations of humanization, liberation, and transcendence.
These three pillars are the foundation of Kuntowijoyo's prophetic social science
in which social science is centered on the existence of transedental theory
(faith / belief) as its center of support. And every element that exists in the
social sciences kuntowijoyo is different from others, where the humanization of
the western philosopher is the habitation of anthropocentrism which makes man
as the main pedestal, where man is the ruler and always want to increase his
power by fighting against the weak.
Abstrak
Kuntowijoyo adalah seorang pemikir muslim yang berada di era modernisasi,
Kuntowijoyo mulai mencetuskan ilmu sosial profetiknya karena dianggap nya
filsafat barat yang ada pada era modernisasi ini telah membunuh tuhan dan
manusia, sebab dalam penerapannya dalam filsafat barat hanya menggunakan rasio
sedangkan rasio itu hanya menciptakan alat-alat bukan kesadaran, dan rasio
tidak mengajari manusia untuk memaknai hidup, rasio hanya mengajari manusia
bagaimana cara menguasai hidup. Dalam ilmu sosial profetik milik Kuntowijoyo di
dalamnya menggunakan tiga landasan keilmuan yaitu humanisasi, liberasi, dan
transedensi. Ketiga pilar tersebutlah yang menjadi tumpuan ilmu sosial profetik
milik Kuntowijoyo dimana ilmu sosial dipusatkan pada adanya teori
transedental(iman/kepercayaan) sebagai pusat tumpuannya. Dan setiap unsur yang
ada dalam ilmu sosial kuntowijoyo berbeda dengan yang lainnya, dimana
humanisasi yang ada pada filsuf barat adalah hunisasi Antroposentrisme yang
menjadikan manusia sebagai tumpuan utama, dimana manusia lah yang berkuasa dan
selalu saja ingin menambah kekuasaannya
itu dengan bertarung melawan orang
lemah.
Keywords
: Ilmu Sosial, Profetik
A.
Pendahuluan
Dalam ajaran agama Islam, hubungan Al Quran dengan ilmu sosial
sangat bersangkutan. Bentuk tingkah laku dan amal perbuatan manusia harus
berpedoman kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah. Karena melalui Al Quran
sesorang dapat berperilaku sesuai dengan syari’at Islam. Kadang juga manusia
lalai dan tidak tahu mempergunakan pemikiran akal dan perasaan karunia Allah
itu, untuk hal-hal yang bisa mengantarkannya kepada keselamatan dan kebahagiaan
dirinya.[1]
Seiring berjalannya waktu, ilmu terus berkembang dari yang sempit
menjadi luas. Keadaan tersebut mengakibatkan terbentuknya cabang-cabang ilmu.
Salah satunya yaitu ilmu sosial. Ilmu sosial saat ini terlanjur dikemangkan
dengan asumsi bahwa ilmu dan agama merupakan dua hal yang terpisah dalam
mempengaruhi perkembangan ilmu sosial. Oleh karena itu, seorang ilmuwa
Indonesia yang bernama Kuntowijoyo terinpirasi mencetuskan salah satu cabang
dari ilmu sosial, yaitu ilmu soial profetik.
Ilmu sosial profetik ini, merupakan alternatif dalam ilmu sosial
yang cenderung mudah dipengaruhi pemikiran-pemikiran barat dipadukan dengan
pemikiran-pemikiran timur yang cenderung religius. Profetik sendiri berasal
dari bahasa Inggris “prophet” yang berarti Nabi. Jadi, diharapkan dengan adanya
ilmu profetik ini memiliki sifat seperti Nabi yang sadar akan keadaan sosial.
Dimana Nabi adalah orang yang memiliki orientasi dan visi ke depan.
Upaya seperti ini, tidak bermaksud mengembalikan seperti pada zaman
Nabi, akan tetapi hal tersebut digunakan sebagai semangat pergerakan membumikan
nilai-nilai yang telah ia perjuangkan. Dan tentunya dengan konstruksi
intelektual yang kontekstual pada zaman ini. Sebagai makhluk sosial, tentunya
tidak boleh hanya dengan diam saja, tetai harus bertransformasi dengan tetap
memperhatikan tiga unsur yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo yaitu humanisme,
liberasi, dan transendensi untuk menggapai cita-cita yang sesuai dengan
keinginan masyarakat.
B.
Biografi Kuntowijoyo
Sebagai salah satu seorang cendekiawan muslim yang khas, dia akrab
disapa dengan sapaan kunto, dia juga dikenal sebagai sejarawan, sastrawan dan
budayawan. Ia lahir di tepi pantai selatan DIY, di desa sorobayan, sanden,
bantul Yogyaarta pada tanggal 18 September 1943 dai adalah aank ke dua dari 9
bersaudara, ayahnya H. Abdl Wahid SOSromartojo ibunya Hj. Warasti.
Bagi Kunto, corak perkembangan intelektualnya banyak dipengaruhi
oleh Prof. Dr. Sartono Kartodirjo. Seorang dosen sekaligus sejarawan kenamaan
yang juga menekuni bidang sejarah sosial, yang menurut pengakuan Kunto selalu
menganjurkan untuk tidak percaya pada reduksionisme, menganjurkan
plurikausalitas dan pendekatan multidimensional dalam sejarah.[2]
Kuntowijoyo mencapai puncak karir akademik sebagai dosen yaitu pada
21 Juli 2001. la dikukuhkan sebagai guru besar ilmu sejarahpada Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan membawakan pidato pengukuhan
berjudul “Periodisasi Sejarah Kesadaran Keagamaan Umat Islam di Indonesia yang
Meliputi Mitos, Idiologi, dan Ilmu”.[3]
Kendati menjalani hidup dalam keadaan sakit, semenjak mengalami
serangan virus meningo enchepalitis pada 6 Januari 1992, dia terus berkarya
sampai detik-detik akhir hayatnya. Prof Dr Kuntowijoyo meninggal dunia di Rumah
Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta, Selasa 22 Februari 2005 pukul 16.00 akibat
komplikasi penyakit sesak napas, diare dan ginjal.[4]
Kuntowijoyo merupakan sosok yang produktif dan begitu konsisten
dalam melahirkan karya-karya berbobot. Salah satu karya monomentalnya yaitu
Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi (1991) yang menjadi magnum opusnya.
Buku-buku Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia (1985); Budaya dan Masyarakat
(1987); Identitas Politik Umat Islam (1987); Muslim Tanpa Masjid (2001); dan
Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas (2002). Karya-karya ini dapat
pengakuan luas dari berbagai kalangan media masa, perorangan dan masyarakat
muslim lebih Mengenai corak pemikiran Kuntowijoyo, Syafi’i Anwar menulis di
dalam bukunya yang berjudul Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia, memasukkan
Kuntowijoyo dalam kelompok cendikiawan muslim dengan pemikiran transformatif.[5]
C. Ilmu
Sosial Profetik Kuntowijoyo
Ilmu sosial profetik merupakan gagasan yang dikemukakan oleh seorang
pemikir islam yaitu Kuntowijoyo. Gagasan
ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1989 melalui wawancara yang dilakukan
oleh jurnal “Ulumul Quran” (dikutip dari Nasiwan, Teori-teori Sosial
Indonesia).[6]
Lahirnya pemikiran-pemikiran Kuntowijoyo merupakan hasil dari pengaruh latar
belakang keluarga yang berasal dari golongan keluarga priyayi dan taat
beragama. Aktivitas keagamaan yang mentradisi sejak kecil serta latar belakang
keluarganya yang aktif dalam Organisasi Islam seperti Muhammadiyah sedikit
banyak menentukan cara pandangnya.[7]
Selain dari latar belakang keluarga yang dapat mempengaruhi
pemikiran-pemikiran Kuntowijoyo, ada beberapa tokoh yang dapat mempengaruhi
pemikiran Kuntowijoyo mengenai ilmu sosial profetik ini. Asal mula gagagsan
ilmu sosial profetik, seperti yang telah diakui oleh Kuntowijoyo sendiri,
terinspirasikan dari tulisan-tulisan Roger Garaudy dan Muhammad Iqbal. Dari
pemikiran Roger Graudy, Kuntowijoyo mengambil filsafat profetiknya.[8]
Sedangkan dalam pemikiran Muhammad Iqbal, beliau mengambil etika profetiknya,
dimana tertera dalam bukunya yaitu the reconstruction of religious thought
in islam.
Kata profetik sendiri berasal dari bahasa Inggris “prophet”, yang
berarti nabi. Menurut Ox-ford Dictionary “prophetic” adalah (1) “Of, pertaining
or proper to a prophet or prophe-cy”; “having the character or function of a
prophet”; (2) “Charactericed by, containing, or of the nature of prophecy;
predictive”.[9]
Secara harfiah, Nabi adalah kata bentukan yang diturunkan dari kata dasar nabba’a,
yang berarti orang yang memberi khabar, pembawa informasi (informan)
tentang kebenaran dan perubahan masyarakat.[10] Jadi,
makna dari profetik yaitu memiliki sifat seperti nabi. Nabi merupakan seorang
yang sadar penuh dengan tanggung jawab sosial, dimana nabi datang dengan
membawa cita-cita perubahan. Oleh karena itu dengan adanya ilmu sosial profetik
ini Kuntowijoyo berharap bahwa ilmu sosial tidak harus difahami saja, tetapi
juga harus mengemban tugas transformasi
demi menuju cita-cita yang diharapkan oleh masyarakat.
Ilmu sosial profetik ini merupakan suatu ilmu dimana menggabungkan
antara ilmu sosial yang cenderung dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran barat
dengan pemikiran-pemikiran timur yang cenderung bersifat religius. Dalam hal
tersebut, dibutuhkan kesadaran tiap individu bahwa hal yang paling mendasar
yaitu bagaimana proses transformasi nilai Islam tanpa kehilangan jati diri
sebagai agama yang kaffah.
Kuntowijoyo menyadari sepenuhnya bahwa Islam hadir untuk
membebaskan manusia dari pilihan-pilihan hidup yang dapat menjerat
kemuliaannya.[11]
Untuk membangun manusia seutuhnya itu, Allah menurunkan syariat-syariat-Nya
yang termasuk di dalam Al Quranul Karim dan diperjelas oleh Sunnah Rasul-Nya.[12]
Manusia, bila ingin menyusun konsep pembangunan manusia seutuhnya, mutlak harus
berpedoman pada Al Quran dan Sunnah tersebut.[13]
Dalam hal ini, Kuntowijoyo merumuskan ilmu sosial profetik menjadi
tiga pilar, yaitu humanisasi, liberasi, transendensi. Dimana sudah tertera di
dalam Al Quran QS. Ali Imran (3): 10:
Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah lebih baik bagi mereka, diantara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”[14]
Ketiga pilar tersebut digunakan sebagai landasan untuk
mengembangkan ilmu sosial profetik. Diantara ketiga pilar tersebut yaitu
humanisasi (ta’maruma bil ma’ruf), leberasi (tanhauna anil munkar),
dan transendensi (tu’minuna billah). Tujuan humanisasi adalah
memanusiakan manusia.[15]
Tujuan liberasi adalah pembebasan bangsa dari kekejaman kemiskinan, keangkuhan
teknologi, dan pemerasan kelimpahan.[16]
Sedangkan tujuan transendensi adalah menambahkan dimensi transendental dalam
kebudayaan.[17]
Selain ayat di atas yang menerangkan tentang perilaku yang seharusnya dilakukan
manusia dal Al Quran, juga disebutkan dalam QS. Al Baqarah (2) : 143 yang
berbunyi:
Artinya : “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat
Islam), yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan kami tidak
menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yan mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.
Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”[18]
Dari ayat tersebut Allah SWT menegaskan bahwa umat Islam yang
diberikan syari’at Islam melalui Rasul-Nya, adalah umat yang sederhana, adil
dan pilihan, agar mereka menjadi saksi atas tingkah laku.[19]
Berikut ini adalah
penjelasan mengenai tiga pilar ilmu sosial profetik yang disampaikan oleh
Kuntowijoyo:
1.
Humanisasi
Humanisme
merupakan definisi dari ‘Amar Ma’ruf yang secara operasional memiliki
arti memanusiakan manusia. A’mar ma’ruf itu sesuai dengan semangat peradaban
Barat yang percaya kepada the idea of progress, demokrasi, HAM,
liberalisme, kebebasan, kemanusiaan, kapitalisme, dan selfishness.[20]
Kuntowijoyo
mengusulkan humanisme teosentris sebagai ganti dari humanisme antroposentris
untuk mengangkat kembali martabat manusia. Dengan konsep tersebut, yang menjadi
pusat manusia yaitu Tuhan, tetapi tujuannya yaitu untuk kepentingan manusia itu
sendiri. Karena perkembangan manusia saat ini tidak diukur dengan rasionalitas
tetapi dengan transendensi.
2.
Liberasi
Liberasi
dalam Ilmu Sosial Profetik merupakan definisi dari Nahiy Munkar, yang
secara operasional memiliki arti membebaskan manusia dari perbudakan. Nahi
munkar iu sesuai dengan prinsip sosialisme (Marxisme, komunisme, teori
ketergantungan, teori pembebasan) yaitu liberation.[21]
Liberasi ilmu sosial profetik ini merupakan ilmu yang didasari dengan
nilai-nilai transendental.
Ilmu
sosial profetik disini semangat liberalnya pada nilai-nilai profetik transenden
dari agama yang telah ditransformasikan menjadi ilmu yang obyektif dan faktual.
Kuntowijoyo menggariskan empat sasaran liberasi, yaitu sistem pengetahuan,
sistem sosial, sistem ekonomi dan sistem politik.
3.
Transendensi
Transendensi
merupakan dasar dari dua unsur yang sebelumnya. Transendensi berasal dari
definisi teoritis Yu’minuna billah yang secara operasional memiliki arti
membawa manusia kepada Tuhannya. Tu’minuna billah menjadi prinsip dari
semua agama.
Transendensi
merupakan dasar dari humanisasi dan liberasi untuk menentukan arah dan
tujuannya apa humanisasi dan liberasi itu dilakukan. Selain itu, transendensi
juga berfungsi sebagai kritik. Dengan adanya kritik, transendensi akan dapat
menjadi tolak ukur kemajuan dan kemunduran manusia dari segi ekonomi,
teknologi, dan lain sebagainya.
Demikian ilmu sosial profetik memang harus menjadi perhatian utama
dalam ilmu sosial. Sekarang yang menjadi problem yaitu bagaimana menjadikan
transformasi tersebut menuju masyarakat yang industrial, civil society, masyarakat
demokratis, negara rasional, dan budaya yang manusiawi. Untuk menangani hal
tersebut ada tiga program yang dapat dikerjakan:
1.
Teorisasi
Yang
diperlukan disini yaitu sebuah teori yang berbicara tentang sejarah, proses,
dan hubungan.[22]
Jadi tidak hanya berupa reaksi berdasarkan hukum terhadap gejala sosial
(halal-haram), tetapi juga antisipasi ke depan, dengan demikian umat dapat
aktif dan tidak hanya reaktif.[23]
2.
Strukturasi
Di
sini, yang perlu difahami yaitu bagaimana seseorang tersebut mengetahui apa
yang akan dikerjakan umat di masa depan dengan negaranya.
3.
Transformasi
Dalam
hal ini, kaum intelektual diharapkan mampu menyiapkan umat dalam menghadapi
transformasi. Terutama dalam perubahan-perubahan agama, kelembagaan,
kepemimpinan, dan kebudayaan.
D.
Posisi Ilmu Sosial dan Al Quran
A.
Kedudukan
Ilmu sosial dan Alquran
Zaman
modern telah berkembang teknologi dan berbagai bidang keilmuanpun sudah
berkembang dengan pesat terutama dalam bidang sosial juga sudah berkembang
seiring berjalannya waktu. Sedangkan dalam agama Islam sendiri pun syari’a
tidak monoton untuk tetap seperti dahulu dengan hukum yang tetap akan tetapi
Islam juga mengikuti perkembangan zaman.
Adapun
dalam islam al-quran adalah pedoman bagi seorang muslim dalam menjalankan
kehidupannya sehari-hari agar dapat mencapai kebahagiaan di dunia maupun di
akhirat. Dan pada zaman modern ini Al-quran sering dikaitkan dengan berbagai
ilmu yang ada, separti penggabungan ilmu sosial dengan ilmu al-quran yang
dilakukan oleh kuntowijoyo, yang mana dalam ilmu sosial yang telah dikembangkan
oleh kuntowijoyo yang mana ilmu sosial kuntowijoyo adalah suatu Ilmu yang
berdasarkan kepada transedental (keimanan) maka sudah jelas akan banyak
mengaitkan ayat-ayat yang al-quran dengan fenomena sosial yang ada.
Sosial
adalah suatu bidang keilmuan yang bisa dianggap urgent, karena ilmu sosial
adalah ilmu yag membahas manusia, yang manusia sendiri adalah makhluk sosial,
ilmu sosial barat hanya memandang dari segi kemanusiaannya saja tanpa memandang
adanya tuhan, akan tetapi dalam sosial profetik lebih di pusatkan kepada peran
tuhan dalam kehidupan manusia, yang mana nantinya adalah kembali untuk
kepentingan manusia itu sendiri.[24]
1.
Posisi Al-quran
Adapun posisi
al-quran pada zaman ini adalah sebagai sumber atau rujukan dalam pengambilan
dalil-dalil yang berkenaan dengan syariah/hukum dalam muamalah dan ibadah.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidaklah luput dari yang namanya interkasi
dengan sesamanya dengan begitu kemudian muculah suatu akad atau jual beli yang
kemudian dibahas dalam al-quran tentang hukumnya jual beli. Jadi bisa diartikan
posisi al-quran adalah sebagai sumber dalam menentukan hukum. Selain sebagai
sumber pengambilan hukum al-quran juga sebagai pedoman dalam melakukan berbagai
kegiatan sehari-hari manusia agar manusia dapat mencapai keberhsilan yang
maksimal.[25]
2.
Posisi Ilmu
Sosial
Era glabalisasi
adalah era dimana ilmu sosial menjadi suatu disiplin ilmu yang menjadi sumber
dari segala kegiatan manusia. Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak
bisa hidup tanpa ada manusia yang lain maka ilmu sosial sangatlah penting karena
membahas manusia sebagai makhluk sosial, terlebih lagi apabila yang dibahas
adalah tentang ilmu sosial profetik yang mana didasarkan kepada transedental
yang menjadi sumber kehidupan bagi orang-orang yang beragama.[26]
B.
Posisi
Ilmu Sosial dan Al-quran
Namun
apabila digabungkan keduanya memiliki posisi yang sangat penting dalam
kehidupan bermasyarakat. Al-quran sebagai sumber pengambilan dalil adalah suatu
hal yang sudah sewajarnya karana dalam islam sendiri al-quran adalah pedoman
bagi ummat islam. Sedangkan Ilmu sosial berfungsi sebagai Ilmu yang kemudian
digunakan dalam mengkaji suatu hukum dalam islam yang kemudian di jadikan
sesuatu yang umum atau bisa juga sebagai dasar dalam menelaah suatu
permasalahan yang ada di masyarkat pada umumnya. Contohnya adalah dalam
pembayaran zakat bahwa dalam islam zakat adalah suatu hal yang wajib bagi ummat
islam untuk melaksanakannya, kemudian apabila ditinjau dari segi sosialnya
zakat biasanya diberikan kepada orang yang kurang mampu, dan kemudian secara
sosial zakat kemudian dianggap sebagai suatu bakti sosial yang dilakukan antara
ummat islam, maupun warga negara pada suatu negara, karena dengan adanya zakat
manusia bisa saling tolong menolong.[27]
C.
Memahami
Makna Ayat-Ayat Al-Quran dengan Pendekatan ISP
Seorang
tokoh sosial mengatakan, bahwa pokok dari pembahasan dari ISP dalam
pembahasannya terdiri dari dua bagian pokok yaitu:
1.
Tranformasi
Sosial dan Perubahan
Ilmu
Sosial Profetik yang dibawakan oleh Kuntowijoyo adalah jalan keluar dari
kondisi status sosial yang sedang buruk yang pengaruhnya terhadap kalangan
akademisi dan intelektual indonesia sangatlah besar. Sementara itu, ISP tidak
hanya berkepentingan menjelsakan dan mengubah fenomena sosial yang terjadi,
tapi juga memberi interpretasi di dalamnya. Mengarahkan serta merubah
pencapaian nilai nilai yang selama ini dianut oleh ummat islam agar senantiasa
sesuao dengan petunjuk al-quran, yaitu, humanisasi, trransedensi, liberasi, dan
emansipasi.
Dengan pendekatan yang dikemukakan oleh tokoh sosial tersebut,
menerangkan bahwa Kuntowijoyo menginginkan agar Islam dapat terus berkembang
dan mengubah masyarakatnya dengan berbagai aspeknya kedalam cakupan yang lebih
luas lagi yang bersifat teoritis dan praktis.[28]
2.
Menjadikan
Al-quran Sebagai Paradigma
Maksud dari menjadikan Al-quran sebagai paradigma, yaitu bahwa
Kuntowijoyo menginginkan uman islam mampu menjadikan Al-Quran bisa menciptaka
suatu kontruksi ilmu pengetahuan yang memungkinkan kita memahami realitas
sebagaimana dimaksudkan Al-Quran Itu sendiri. yang berarti bahwa Al-Quran dapat
menciptakan suatu ilmu pengetahuan baru yang memuat dasar bagaimana untuk
bergerak berdasarkan petunjuk yang ada dalam Al-Quran yang sudah dijadikan
dalam bentuk pengetahuan sehingga bisa di pelajari oleh semua orang.
Untuk bisa memahami ayat-ayat dalam Al-Quran dengan baik dan cukup,
maka Kuntowijoyo manganjurkan kepada Ummat Islam untuk kembali kepada pemikiran
islam yang rasional dan empiris islami. Dalam mewujudkan upaya ini Kuntowijoyo
melakukannya melalui beberapa program, dan program-programnya antara lai adalah
sebagai berikut:
a.
Pengembangan
Penafsiran social structural
b.
Merubah pola
Berpikir
c.
Merubah pola
pemahaman Islam
d.
Merubah pola
Pemahaman Sejarah
e.
Membuat format
formulasi penafsiran dan empiris
E.
Penutup
Setelah melalui kajian di atas, dapat diketahui bahwa Al Quran
sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu sosial. Karena pada dasarnya
segala perilaku manusia sudah diatur dalam Al Quran. Sehingga dari situlah,
sebagai manusia dapat menjadikan Al Quran sebagai acuan dalam berperilaku,
terutama pada zaman ini globalisasi sudah sangat mempengaruhi kehidupan sosial.
Tidak bisa dipungkiri bahwa memang sudah seharusnya membuka diri terhadap
seluruh warisan peradaban.
Sehingga dengan adanya ilmu sosial profetik tersebut, diharapkan
mampu mengelaborasi ajaran-ajaran agama (Islam) ke dalam bentuk suatu teori
sosial, yaitu dengan mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu yang
didalamnya memuat nilai dari cita-cita perubahan yang diinginkan oleh
masyarakat. Dan perubahan tersebut harus didasarkan pada cita-cita humanisme,
liberasi, dan transendensi. Perlu diyakini juga bahwa agama Islam merupakan
sebuah alternatif untuk tetap berpegang teguh pada ajaran-ajaran yang dapat
menghindarkan dari kemunkaran dan meperbanyak kebaikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Asghary, Basri Iba. Solusi Al Quran tentang problema sosial,
politik, budaya. Jakarta: Rineka Cipta, 1994
Ensiklopedi
Tokoh Indonesia, “Kuntowijoyo; Sejarawan.
Kuntowijoyo.
Muslim Tanpa Masjid. Bandung:
Mizan, 2001
Jurnal nasional. Irwanto (pendekatan ilmu sosial profetik dalam
memahami makna ayat-ayat Alquran). V, No. 1 Juni 2014. Hal 1.
Kuntowijoyo. Paradigma
Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008
Muhammad, Abubakar. Membangun Manusia Seutuhnya menurut Al Quran.
Surabaya : Al - Ikhlas
Suwito.
Transformasi Sosial. Yogyakarta: Unggun Pelangi, 2004
http://viktriciussecondion.blogs.uny.ac.id/wpcontent/uploads/sites/15665/2018/01/Implementasi-pemikiran-kuntowijoyo-untuk-pengembangan-ilmu-sosial-indonesia.pdf.
Diakses pada tanggal 08 Maret 2018
repository.uin-suska.ac.id/9548/1/2012_201209AF.pd.
Diakses pada tanggal 08 Maret 2018
repositori.uin-alauddin.ac.id/5754/1/Tesis_Maskur_opt.pdf.
Diakses pada tanggal 08 Maret 2018
Catatan:
1.
Similarity hanya
5%.
2.
Mengapa makalah
ini masih saja mengambil referensi dari blog? Artikel jurnal dan penelitian mengenai
ISP sudah banyak sekali, mengapa tidak mengutip dari itu saja?
3.
Repository itu merupakan
perpustakaan yang menyimpan penelitian dan tulisan ilmiah. Yang dipakai sebagai
footnote adalah penelitian dan tulisan ilmiahnya, dan bukan repositorinya.
.
[1] Abubakar
Muhammad, Membangun Manusia Seutuhnya menurut Al Quran, (Al – Ikhlas:
Surabaya), hlm. 42
[2]
http://repository.uin-suska.ac.id/9548/1/2012_201209AF.pdf
[4] Ensiklopedi
Tokoh Indonesia, “Kuntowijoyo; Sejarawan...... op.cit., hlm. 1.
[6]
http://viktriciussecondion.blogs.uny.ac.id/wp-content/uploads/sites/15665/2018/01/Implementasi-pemikiran-kuntowijoyo-untuk-pengembangan-ilmu-sosial-indonesia.pdf.
Diakses pada tanggal 08 Maret 2018
[7] repository.uin-suska.ac.id/9548/1/2012_201209AF.pd.
Diakses pada tanggal 08 Maret 2018
[8] Ibid.,
Hlm.10
[9] Ibid.,
Hlm.12
[10] Suwito, Transformasi
Sosial, (Unggun Pelangi: Yogyakarta, 2004), hlm.99
[11] repositori.uin-alauddin.ac.id/5754/1/Tesis_Maskur_opt.pdf.
Diakses pada tanggal 08 Maret 2018
[12] Ibid.,
hlm 24
[13] Ibid
[14] Ali Imran (3)
: 10
[15] Kuntowijoyo, Paradigma
Islam: Interpretasi untuk Aksi, ( PT Mizan Pustaka: Bandung, 2008), hlm 483
[16] Ibid.,
hlm. 489
[17] Ibid
[18] Al Baqarah (2)
: 143
[19] Basri Iba
Asghary, Solusi Al Quran tentang problema sosial, politik, budaya,
(Rineka Cipta: Jakarta, 1994), hlm. 198
[20] Kuntowijoyo, Muslim
Tanpa Masjid, (Mizan: Bandung, 2001), hlm. 106
[21] Ibid
[22] Ibid,
hlm. 108
[23] Ibid
[24] Ibid
[25] Jurnal
nasional. Irwanto (pendekatan ilmu sosial profetik dalam memahami makna
ayat-ayat Alquran). V, No. 1 Juni 2014. Hal 1.
[26] Ibid
hal 2.
[27]
“Beberapa
Gagasan Pokok Ilmu Sosial Profetik” dalam Wikipedia.com. Diakses pada
09/03/2018.
[28] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar