ASBAB AL -
NUZUL
Haris Al –
Anshori, Faty Ats Tsaqofi dan Laila Fadlilatur Rahmah
Mahasiswa PIPS Semester IV UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang
E-mail :Lailafadlilatur.r@gmail.com
Abstract
Allah
sent down the Qur'an as a guide for mankind to walk into the straight path as
ordered by Allah SWT. In another sense the Qur'an as a guide or role model for
all human behavior about the prohibitions and orders that have been determined
by Allah SWT. In the Qur'an contained news or events before or in the future. In
the beginning the content of the Quran was revealed in general, but in the time
of the Prophet (s) often occurring events or events requiring more law, and
requiring specific or more specific laws. Thus the verse of the Qur'an descends
for the events of that time. Asbabun Nuzul is an event that explains because
the verses of the Koran descend. In Asbabun Nuzul itself is divided into two
namely micro and macro. In the micro study itself more explains in a narrow
area such as the concepts obtained from the companions of the prophet, while
the study of macro wider studies covering the socio-cultural conditions of a
nation.
Abstrak
Allah menurunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi umat
manusia agar berjalan kedalam jalan yang lurus sesuai yang di perintahkan Allah
Swt.Dalam artian lain Al Quran sebagai pedoman maupun panutan segala bentuk
perilaku bagi manusia tentang larangan-larangan dan perintah yang telah
ditentukan oleh Allah SWT. Dalam al Quran terkandung berita atau peristiwa
sebelum atau yang akan datang. Pada awalnya isi kandungan Al Quran diturunkan
secara umum , namun pada masa Rasulullah SAW sering terjadi kejadian atau
peristiwa yang memerlukan hukum yang lebih , dan memerlukan hukum yang spesifik
atau yang lebih khusus. Dengan demikian ayat Al Quran turun untuk peristiwa pada masa tersebut.Asbabun Nuzul
merupakan suatu peristiwa yang menerangkan sebab ayat-ayat Al Quran turun
.Dalam Asbabun Nuzul sendiri dibedakan menjadi dua yaitu mikro dan makro.Dalam
kajian mikro sendiri lebih menerangkan dalam area yang sempit seperti konsep
yang didapat dari sahabat nabi, sedangkan kajian makro kajiannya lebih luas
yang meliputi kondisi sosial budaya suatu bangsa.
A.
Pengertian Asbab Al –Nuzul
Asbun Nuzul terdiri dari dua kata: asbab dan nuzul. Untuk mengetahui maksud dari istilah ini, perlu dikemukakan
arti etimologi dari masing masing kata asbab
dan nuzul ,kemudian arti dua kata
tersebut setelah digabungkan menjadi satu. Asbab adalah bentuk plural dari kata sabab
yang berarti sesuatu yang menyebabkan adanya atau terjadinya sesuatu
yang lain. Dalam terminologis sebagaimana kebiasaan para ulama, setiap istilah
ilmiah dalam kajian ilmu ilmu keislamana selalu dimulai dengan menjelaskan
pengertian istilah ilmiah tersebt, termasuk ashabun
nuzul.namun demikian, dari beberapa sumber tidak ditemukan pengertian yang
jelas tentang asbabun nuzul. Hal ini
boleh jadi disebabkan karena para ulama lebih memfokuskan perhatianya pada
substansi kajian asbabun nuzul.Yaitu
riwayat riwayat yang dianggap menjelaskan sebab sebab turun suatu ayat
alquran.Beberapa ulama’ yang memberikan
pengertian asbabun nuzul, di
antaranya adalah :
1. Jalaluddin as Suyutiy, yang menyatakan
bahwa asbabun nuzul ialah sesuatu
yang terjadi pada waktu atau masa tertentu dan menjadi penyebab turun satu atau
beberpa ayat alquran.
2. Abdul ‘Azmi az-Zarqaniy, yang mengatakan
bahwa asbabun nuzul adalah sesuatu
yang terjadi pada waktu atau masa tertentu yang menjadi penyebab turun satu atu
beberapa ayat alquran sebagai penjelasan kandungan dan penjelasan hokum terkait
sesuatu tersebut, pengertian serupa juga dikemukakan oleh Muhammad Abu Syuhbah.
3. Manna Khalil al-Qattan, yang
mengungkapkan bahwa asbabun nuzul
yaitu sesuatu, baik berupa peristiwa maupun pertayaan, yang terjadi pada waktu
atau masa tertentu, dan mejadipenyebab turunya alquran.
Secara umum, meski diungkapkan dalam
kalimat yang beragam nemun beberapa pengertian asbabun nuzul yang diberikan oleh para ulama bermuara pada
substansi yang sama, yaitu adanya suatu peristiwa, perkataan, atau perbuatan
yang terjadi pada masa tertentu yang latar belakangi dan menjadi penyebab turun
ayat ayat alquran. [1]
Ada tiga definisi yang dikemukakan oleh
ahli tafsir tentang asbabun nuzul :
1. Suatu peristiwa yang terjadi menjelang
turunya ayat.
2. Peristiwa peristiwa pada masa ayat
Alquran itu diturunkan( yaitu dalam waktu 23 tahun), baik peristiwa itu tejadi
sebelum atau sesudah ayat itu diturunkan.
3. Peristiwa yang dicakup oleh suatu ayat,
baik pada waktu 23 tahun itu maupun yang terjadi sebelum atau sesudahnya. Ini
sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Subhi Sholeh [2]
Pengertian ketiga ini memberikan indikasi
bahwa sebab turunya suatu ayat adakalnya berbentuk peristiwa dan adakalanya
berbentuk pertayaan.Satu ayat atau beberapa ayat yang turun untuk menerangkan
hal yang berhubungan dengan peristiwa terntentu atau member jawaban terhadap
pertayaan tertentu.Dalam hal ini termasuk pendapat Al Wahidi, yang menyatakan
bahwa latar belakang turunya surah Al Fill adalah kisah penyerbuan Kabah oleh
Raja Habsyah. Sebab turun ayat dalam bentuk peristiwa ini ada tiga macam yaitu:
1. Disebabkan peristiwa pertengkaran. Contoh
peristiwa ini adalah perselisihan yang berkecamuk antara suku Aus dengan suku
Khazraj. Perselisihan tersebut muncul dari intrik intrik yang dihembuskan oleh
kelompok Yahudi sehingga mereka berteriak.
2. Disebabkan peristiwa kesalahan yang
serius. Contoh, seorang yang menjadi imam dalam sholat dan orang tersebut dalam
keadaan mabruk.
3. Disebabkan adanya cita cita dan
keinginan. Contoh, sejarah mencatat ada beberapa ucapan yang ingin diucapkan
oleh Umar al-Khattab, tapi dia tidak berani, kemudian turun ayat misalnya yang
diinginkan oleh Umar, ayat 14 dalam Surah Al Mukminun. [3]
Pengertian asbab an –nuzul terdiri dari dua kata, yakni asbab dan an nuzul. Kata asbab merupakan
jama’ dari sabab dan an nuzul adalah masdar dari nazal. Secara harfiah, sabab berarti sebab atau latar belakang, maka asbab berarti sebab sebab atau beberapa
sebab atau beberapa latar belakang. Sedangkan an nuzul berartiturun. Maka
dengan demikian, kata asbab an nuzul
secara harfiah berarti sebab sebab turun atau beberapa latar belakang yang
membuat turun. Jika dikaitkan dengan Alquran, maka asbab an nuzul itu bermakna
beberapa latar belakang atau sebab yang membuat turunya ayat ayat Alquran.
Secara istilah asbab an-nuzul dapat
didefinisikan kepada “ suatu ilmu yang mengkaji tentang sebab sebab atau hal
hal yang melatarbelakangin turunya Alquran”. Menurut Az Zarqani, asbab an nuzul adalah peristiwa yang menjadi sebab
turunya suatu ayat atau beberapa ayat, dimana ayat tersebut bercerita atau
menjelaskan hokum mengenai peristiwa tersebut pada waktu terjadinya. Apabila
dilihat dari sisi asbabun nuzul ini, ayat ayat Alquran diklasifikasikan
kepadadua kelompok:pertama ayat ayat yang mempunyai sebab atau latar belakang
turun dan kedua ayat ayat yang diturunkan tidak didahului oleh suatu peristiwa
atau pertayaan. Ayat dalam kategori yang terakhir ini lebih banyak dari bagian
utama. Pada umumnya bab ayat ayat yang dimulai dengan yas’alinaka. Tetapi hal ini tidak berarti ayat ayat yang tidak
berbicara tentang hukum mempunyai sebab nuzul, namun tidak terlalu banyak.
Jadi, ada ayat yang memiliki asbabun nuzul dan ada pula yang tida, ayat yang
tidakmemiliki asbabun nuzul tidak berarti,bahwa ayat ayat itu turun secara tiba
tiba tanpa ada kaitannya dengan fenomena masyarakat. [4]asbabun al nuzul adalah sesuatu yang melatar belakangi turunya
satu ayat atau lebih. [5]sebagaijawabanterhadap
suatu peristiwa atau menceritakan sesuatu peristiwa, atau menjelaskan hukum
yang terdapat dalam peristiwa tersebut.
Diantara contoh sebab-sebab turunya ayat
adalah
a. Masjid dhirar
b. Memberi makan orang miskin, anak yatim
dan tawanan
c. Bersedekah dengan cincin
d. Rendah hati (tawadhu) Rasulullah SAW. [6]
Asbabun
nuzul adalah suatu hal yang karenanya Alquran turun, untuk menerangkan status
(hukum)nya, pada saat terjadinya sebab itu, baik berupa peristiwa maupun
pertayaan. Secara garis besar, asbabun nuzul terbagi menjadi dua, yakni berupa
peristiwa (baditsah atau waqi’ah) dan berupa pertayaan (su’al).kadang kadang ayat yang turun
merupakan jawaban atau penjelasan terhadap suatu peristiwa atau kejadian
tertentu. Peristiwa atau kejadian yang karenanya turun satu atau beberapa ayat
sebagai jawaban dan penjelasan,itulah yang disebut dengan asbabun nuzul. Kadang
kadang suatu pertayaan yang dilontarkan kepada Nabi SAW. Dengan maksud meminta
ketegasan tentang suatu hukum atau penjelasan cara terperinci tentang urusan
agama. Untuk menjawab pertayaan pertayaan itu, Allah SWT.Menurunkan beberapa
ayat.peristiwa macam ini juga termasuk asbabun nuzul. Contoh asbabun nuzul yang
berupa peristiwa.terhadap hadist yang diriwayatkan Bukhari dari Khabbab bin Al
Arat, ia berkata : saya adalaha tukang besi. Saya saya menghutangkan kepada Ash
Ibnu Wail, suatu etika saya datang kepadanya untuk menagih piutangku”. Ia
menjwab, “ saya tidak akan membayar hutangku kepadamu sebelum engkau
mengkufurkan Muhammad dan beralih menyembah Al Lata dan Al ‘Uzza”. Saya
menjawab, aku tidak akan mengkufurkannya sehingga engkau dimatikan Allah dan
dibangkitkan kembali”. Jawab Ash Ibnu Wail, ‘ jadi, kelak aku akan mati dan
dibangkitkan kembali? Kalau begitu, tanggulah aku pad hari itu, nanti aku akan
memberikan harta dan anak untuk membayar hutang kepadamu”.Karena peristiwa ini
Allah SWT. Menurunkan ayat: [7]
QS. Maryam ayat 77-80
اَفَرَءَيۡتَ
الَّذِىۡ كَفَرَ بِاٰيٰتِنَا وَقَالَ لَاُوۡتَيَنَّ مَالًا وَّوَلَدًا ؕ اَطَّلَعَ الۡغَيۡبَ اَمِ اتَّخَذَ عِنۡدَ
الرَّحۡمٰنِ عَهۡدًا ۙ كَلَّا ؕ
سَنَكۡتُبُ مَا يَقُوۡلُ وَنَمُدُّ لَهٗ مِنَ الۡعَذَابِ مَدًّا ۙ وَّنَرِثُهٗ مَا يَقُوۡلُ وَيَاۡتِيۡنَا
فَرۡدًا
“Maka
apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia
mengatakan, "Pasti aku akan diberi harta dan anak.” Adakah ia melihat yang
gaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah?
Sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-benar Kami
akan memperpanjang azab untuknya, dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan
itu dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri.”
B.
Kegunaan Mempelajari Asbab Al-Nuzul
Kegunaan dari ilmu asbabun nuzul menurut
Ash Shabuni (1985) dan Al Hasan (1983) adalah, pertama, mengetahui segi illat
yang melatar belakangi pensyariatan suatu hukum; kedua, mengkhususkan hukum
berdasarkan suatu asbbabun nuzul, menurut orang yang berpendapat bahwa “al ibratu bi khusus as sababi”
(pengertian [ayat] diambil berdasarkan kekhusuan sebab). Namun, menurut Al
Qaththan (1996) pendapat yang kuat adalah “al
ibratu bi’ umumil lafzhi la bikhususis syababi”(pengertian diambil
berdasarkan nerdasarkan keumuman lafazh, bukan kekhususan sebab); ketiga
menghindarkan prasangka yang mengatakan arti bashr (pembatasa topic) dalamsuatu ayat yang zhahirnya hashr;
keempat, mengetahui nama orang yang menjadi sebab turunya ayat, serta
memberikan ketegasan bila terdapat keraguan keraguan; kelima memahami suatu
makan dengan benar dan menghilangkan kesulitan dalam memahami suatu ayat;
keenam, suatu lafazh ayat kadang kadang bersifat umum, namun terdapat dalil
yang mengkhusukannya. Dengan mengenai asbabun nuzulnya, lafazh yang umum
diartikan secara khusus. Ash shabuni (1985) member bebrapa contoh manfaat ilmu
asbabun nuzul yakni :[8]
Pertama, Marwan bin Al Hakam mengalami kesulitan dalam
memahami ayat:
QS Al Imran ayat 188
لَا
تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَآ أَتَوا۟ وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُوا۟
بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا۟ فَلَا تَحْسَبَنَّهُم بِمَفَازَةٍ مِّنَ ٱلْعَذَابِ
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa
orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka
supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu
menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih”
Kedua, Urwah Ibnu Jubair juga mengalai kesulitan dalam
memahami makna firman Allah SWT :
QS Al Baqarah ayat 158
إِنَّ
الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ
اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَنْ تَطَوَّعَ
خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
“ sesungguhnya shofa dan marwah adalah sebagian dari syiar Allah.
Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada
dosa baginya mengerjakan sa’I antara keduanya”
Ketiga, sebagian
imam mazhab mengalami kesulitan dalam memahami makna syarat dalam firman Allah
SWT.
QS Ath Thalaq ayat
4
وَاللائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ
نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللائِي لَمْ
يَحِضْنَ وَأُولاتُ الأحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“ dan perempuan perumpuan yang berhenti dari baid di
antara prempuan perumpuan juka kamu ragu ragu (tentang) masa inddahnya maka
iddah mereka adalah 3 bulan “[9]
Para ulama menjelaskan beberapa kegunaan
dan pengetahuan tentang asbabun nuzul diantaranya :
1. Mengetahui hikmah di balikpenetapan
sebuah hukum syar’i
2. Memperjelas sebuah makna ayat
3. Menyelesaikan persolan dan pertentangan
tentang makna suatu ayat
4. Menjelaskan kekhususan suatu hukum
5. Menghindari dugaan pembatasan suatu hukum
dan lain lain [10]
Ada beberapa manfaat mengetahui asbabun
nuzul diantaranya :
a) Untuk mengetahui peristiwa atau kejadian
yang menyebabkan disyariatkannya suatu hukum, di mana hukum itu juga bisa
berlaku pada peristiwayang sama jikaterjadi kemudian.halini seperti yang terlihat
dalam asbabun nuzul ayat.
QS. Al-Baqarah ayat 196
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ
فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ
الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ
رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنْتُمْ
فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا
رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ
حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan
'umrah karena Allah.Jika kamu terhalang (oleh musuh atau karena sakit), maka
(sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu,
sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya.Jika ada di antara kamu yang
sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib
berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkorban.Apabila kamu dalam keadaan
aman, maka barang siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di bulan
haji), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat.Tetapi jika dia tidak
mendapatkan (binatang hadyu atau tidak mampu), maka dia wajib berpuasa tiga
hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) setelah kamu kembali.Itulah
sepuluh (hari) yang sempurna.Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak
berada (di sekitar) Masjidil Haram.Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya.”
Asbabun nuzul ayat ini berkaitan dengana apa
yang dialami oleh Ka’ab ketika ihram, yaitu terdapat banyak kutu dikepalanya
sehingga dia merasa susah dengan keadaan itu. Dia ingin mencukur rambutnya,
tetapi halite terlarang karena dalam ihram. Maka ayat ini turun membolehkan
ka’ab mencukur rambutnya dengan syarat bahwa dia mesti membayar fidyah salah
satu di antara tiga hal : berpuasa, memberi makan fakir miskin atau berkurban.
Keringanan seperti ini juga berlaku pada
siapa saja, jika mengalami peristiwa atau keadaan yang sama.
b) Untuk mengetahui hukum hukum khusus yang
berkaitan dengan asbabun nuzul,walaupun lafalnya umum seperti yang dijelaskan
di atas
c) Dapat membatu mufassir memahami suatu
ayat yang tidak mungkin dipahami tanpa bantuan asbabun nuzul.sebab, terkadang
sbuah ayat bercerita tentang peristiwa yang dialami seseorang.
d) Asbabun nuzul menjelaskan kepada
siapaayat itu diturunkan, sehingga ia tidak ditanggungkan atas yang lain.hal
iniseperti tergambar dalam ayat poin”c” di atas. [11]
C.
Asbab Al- Nuzul Mikro dan Makro
·
Perspektif Mikro
Asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) menurut dasar pedoman
para ulama adalah melalui: “Riwayat shahih yang berasal dari rasulullah dan
sahabat”. Itu disebabkan pemberitahuan seorang sahabat mengenai sesuatu
yang bila jelas maka ia mempunyai hukum marfu (yang disanadarkan kepada
Rasulullah), al-wahidi mengatakan: “tidak halal berpendapat mengenai
asbabun-nuzul kitab kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar
langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya,
dan membahas tentang pengertiannya”, [12]
Metode inilah yang ditempuh oleh ulama salaf, mereka amat-amat
berhati-hati untuk mengatakan sesuatu mengenai Asbabun-Nuzul tanpa pengetahuan
yang jelas.Oleh karena itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun-nuzul
adalah riwayat, ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad yang secara
pasti menunjukan Asbabun-Nuzul.As-Sayuti berpendapat bahwa[13],
“bila ucapan-ucapan seorang Tabi’in secara jelas menunjukan asbabun-nuzul, maka
ucapan itu diterima”. Dengan kata lain apabila musafir tersebut memiliki
otoritas dalam kedudukannya sebagai musafir maka Dia benar meskipun riwayatnya
berbeda dengan orang lain, (kaidah mikro tentang teori kebenaran “otoritas”).
Dalam buku jamiatul bayan fi tafsir quran karya Ibn Jarir
al-Tabari, pada akhir abad 9-10 semasa hidup beliau, kaum muslimin dihadapkan
pada pluralisme; etnis, religius, ilmu pengetahuan,pemikiran keagamaan, dan
heteroginitas kebudayaan dan peradaban. Sehingga dalam proses terjadi interaksi
kultural dengan ragam muatannya, perubahan dan dinamika masyarakat terus
bergulir, tentu saja ini membuat cara pandang kaum muslimin menganggap sebuah
konsekuensi yang logis.
Menurut Ibn Jarir al-Tabari penggunaan bahasa arab dari segi
linguistik sebagai pegangan yang bertumpu pada syair-syair arab kuno dalam
menjelaskan makna dari kosakata. Sementara itu, riwayat-riwayat yang beliau
tafsirkan mengacu pada kepada pendapat-pendapat para sahabat, tabi’ dan tabi’in
al-Tabi’in melalui hadits yang mereka riwayatkan, namun disisi lain beliau
kadang kala menggunakan ra’yu. Ada dua pernyataan yang mendasar tentang konsep
sejarah yang dilontarkan al-Tabari, antar lain: Pertama, menekankan
esensi ketauhidan dari misi kenabian. Kedua, pentingnya
pengalaman-pengalaman dari umat dan konsistensi pengalaman sepanjang sejarah.
Berkenaan denagn Qiraat (cara baca) surat al-fatihah; ملك يؤ م الد ين al-Thabari memaparkan ada tiga jenis tanda
baca: Ma’ dengan bacaan pendek, panjang dan dengan membaca Fatha Ka’. Sehingga
pada akhirnya beliau menjelaskan bahwa makna Ta’wil dengan Ma’ dibaca panjang
berdasarkan kepada sebuah riwayat dari Ibn Kuraib dari Ibn Abbas.Oleh karena
itu mereka memiliki konsepsi bahwa pengetahuan asbabun-nuzul hanya dapat
diketahui dari naqly dan periwayatan dalam hal ini tidak ada tempat untuk
berijtihad.[14]
Para ulama membuat kriteria-kriteria untuk menyikapi Asbabun-Nuzul
memalui riwayat, antara lain: Pertama, apabila ada dua riwayat yang berbeda,
dan salah satunya lebih shahih dan lainnya tidak, maka yang dipegang adalah
riwayat yang lebih shahih. Kedua, apabila sanad dari riwayat tersebut sam
keshahihannya maka salah satunya diutamakan apabila perayanya menyaksikan peristiwa
atau karena ada peristiwa semacamnya. Ketiga, apabila ada dua riwayat tersebut
susah ditarjihkan, maka pemecahannya adalah di asumsikan ayat yang turun
berulang-ulang sebagai sebab yang disebutkan.[15]
Pijakan utama untuk penanggalan bagian-bagian al-quran adalah
riwayat-riwayat sejarah dan tafsir[16].
Riwayat-riwayat yang dipermasalahkan di sini biasanya menggunakan bahwa bagian
tertentu al-quran diwahyukan sehubungan dengan peristiwa tertentu.misalnya
surat 8 dihubungkan dengan perang badar, surat 33 dengan perang khandaq, dan
surat 48 dihubungkan dengan perjanjian hudaibiyah. Riwayat-riwayat seperti ini
memang merupakan data histories yang amat membantu penanggalan al-quran, akan
tetapi jumlahnya sangat sedikit dan umumnya bertalian dengan wahyu-wahyu dari
periode madinah.
Sementara riwayat-riwayat lain yang bertalian dengan wahyu-wahyu
mekkah, selain jumlahnya tidak begitu banayak, secara histories data tersebut
juga sangat meragukan dan umumnya dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa yang
tidak begitu penting serta tidak diketahui secara pasti kapan terjadinya. Dalam
kaitannya dengan riwayat-riwayat, diaman bahan-bahan tradisioanal ini memiliki
sejumlah cacat yang mendasar, yaitu: Pertama, bahan-bahan tersebut tidak
lengkap dan hanya menentukan sebab-sebab pewahyuan Asbabun Nuzul untuk sejumlah
bagian al-quran yang relatif sedikit, sehingga rentan deangn kritik sanad.
Kedua, kebanyakan sebab pewahyuan yang dikemukakan hanya merupakan
peristiwa-peristiwa yang tidak penting dan tidak diketahui kapan terjadinya.
Ketiga, terdapat hanya inkonsistensi di dalam bahan-bahan tersebut, seperti;
biasanya dikatakan bahwa bagian al-quran yang pertama kali diwahyukan kepada
nabi adalah permulaan surat 96 (1-5), tetapi riwayat lain mengatakan bahwa
wahyu pertama adalah bagian permulaan surat 74 (1-5), atau surah al-fatihah
(1;1-7).[17]
Sekalipun dengan berbagai kelemahan, bahan-bahan tradisional yang
terhimpun dalam Asbabun-Nuzul baik histories, semi histories ataupun legenda,
mesti diterima sebagai pijakan penanggalan al-quran.
·
Perspektif Makro
Fazlul Rahman mengomentari bahwa dibutuhkan beberapa perlatan
ilmiah unutk mengontrol kemajuan ilmu komentar al-quran (ilmu tafsir), antara
lain: Pertama, diakui prinsip bahwa tidak hanya pengetahuan yang bahasa arab
saja yang diperlukan untuk memahami al-quran secara tepat, tetapi juga tentang
idiom-idiom bahasa arab pada zaman nabi juga. Kedua, tradisi histories yang
berisi laporan-laporan tentang bagaimana orang-orang di lingkungan nabi
memahami perintah-perintah al-quran, juga dianggap sangat penting.Setelah
persyaratan-persyaratan ini dipenuhi barulah penggunaan nalar manusia diberikan
tempat. Ketiga, latar belakang turunnya ayat-ayat al-quran dimasukkan sebagai
alat yang perlu untuk menerapkan makna yang tepat dari firman Allah SWT
Akan tetapi, ulama-ulama fiqih dan perspektif muslim
menyalah-pahamkan masalah dan perintah-perintah hukum yang ditetapkan dari
al-quran denagn menganggapnya berlaku di masyarakat. Menurut Fauzul Rahman
ulama-ulam fiqh lama-kelamaan akan
berfikir harfiah, yang membuat perbedaan yang sangat tajam antara kata-kata
yang tercantum dalam nash.
kegoyahan yang timbul akibat kekalahan-kekalahan dan penyerangan
politik menjadikan muslim secara psikologi kurang mampu untuk secara
konstruktif memikirkan kembali warisannya dan menjawab tantangan intelektual
dari pemikiran modern. Islam secara internal menjadi tak mampu mengkonstruksi
dirinya sendiri, dan apapun yang mungkin akan dilakukan dalam usaha-usaha
rekonstruksi harus diupayakan memalui kegiatan ijtihad dan merekonstruksi
sejarah (interpretasi asbabun nuzul ayat-ayat) dengan selalu melihat atau
memperhatikan nilai-nilai realitas yang ada sebagai pola penafsiran antara
agama, akal, dan tradisi yang dapat saling berakomodasi antara satu dengan yang
lainnya. تفسير المنار karya
Muhammad Abduh, merupakan salah satu contoh penafsiran yang tidak hnaya
menekankan bahasa tetapi juga menekankan pada realitas universal sebagai
munasabah atau Asbabun Nuzul ayat. Seperti ketika beliau menafsirkan surat Al-Lail
ayat 15 dan 17, diaman inti dari asbabun nuzul ayat ditunjukan hanya kepada
Umayyah dan Abu Bakar Shidiq saja, akan tetapi Muhammad Abduh bahkan
menafsirkan ayat tersebut secara universalitas tanpa adanya pengkhususan
terhadap tokoh sejarah yang dituju oleh teks[18]
D.
Kesimpulan
Asbabun nuzul adalah suatu hal yang
karenanya Alquran turun, untuk menerangkan status (hukum)nya, pada saat
terjadinya sebab itu, baik berupa peristiwwa maupun pertayaan.
Kegunaan mempelajari dari ilmu asbabun
nuzul adalah mengetahui segi illat yang melatar belakangi pensyariatan suatu
hokum, mengkhususkan hukum berdasarkan suatu asbbabun nuzul, menghindarkan
prasangka yang mengatakan arti bashr (pembatasa
topic) dalamsuatu ayat yang zhahirnya hashr, mengetahui nama orang yang menjadi
sebab turunya ayatserta memberikan ketegasan bila terdapat keraguan keraguan, memahami
suatu makan dengan benar dan menghilangkan kesulitan dalam memahami suatu ayat,
suatu lafazh ayat kadang kadang bersifat umum namun terdapat dalil yang mengkhusukannya.
Dalam kajian mikro
sendiri lebih menerangkan dalam area yang sempit seperti konsep yang didapat
dari sahabat nabi, sedangkan kajian makro kajiannya lebih luas yang meliputi
kondisi sosial budaya suatu bangsa.
DAFTAR
PUSTAKA
Aththar- Al Dawud, Perspektif Baru
Ilmu Al-Quran, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1994)
Hanafi M. Muchlis, Asbabun – Nuzul
Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Quran, (Jakarta : Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Quran, 2015)
Ismail Muhammad, Kerangka Pemahaman
Quran dan Hadist, (Jakarta : Khairul Bayan, 2002)
Yusuf M. Kadar, Studi Alquran, (Jakarta
: Amzah, 2009)
Anwar Abu, Ulumul Quran Sebuah
Pengantar, (Jakarta : Amzah, 2005)
Qattan- Al Manna Khalil, Studi
Ilmu-Ilmu Quran (Jakarta : Pustaka Litera, 2001)
Nasr Hamid Abu Zaid, Tektualitas
Al-quran Kritik Terhadap Ulumul Quran(Yogyakarta : Lkis, 2003)
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi
Sejarah Alquran, Pengantar M.Quraish-Shihab (Yogyakarta : FKBA, 2001)
Shihab M. Qurais, Studi Kritis Tafsir
Al-manar; Karya Muhammad Abduh dan M.Rasyid Ridha (Jakarta
: Pustaka Hidayah, 1994)
Catatan:
1. Similarity 28%.
2.
Pendahuluannya mana?
3.
Pakai footnote atau innote?
4. Asbabun nuzul makro
tidak jelas.
[1]Muchlis M Hanafi.Asbabun Nuzul,(Lajnah
Pentashihan Mushaf Alquran : Jakarta,2015) hlm 4
[2]Abu Anwar, Ulumul Quran, (Amzah:
Pekanbaru ,2002) hlm 29
[3]Ibid, hlm 29
[4] Kadar M. Yusuf, Studi
Alquran, ( Amzah : Pekanbaru ,2009) hlm 89
[5] Dawud Al Aththar, Ilmu
Alquran, (Pustaka Hidayah : Bandung, 1994) hlm 127
[6] Ibid, hlm 128
[7]Muhammad Ismail Yusanti, Kerangka
Pemahaman Quran dan Hadis, (Khairul Bayan, Jakarta, 2002) hlm. 30
[8]Rahmat Kurnia.kerangka pemahaman quran dan hadis, (Khairul Bayan:Jakarta,
2002) hlm. 35
[9] Ibid, hlm 36
[10] Muchlis M. Hanafi,Asbabun Nuzul
(Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran : Jakarta, 2015) hlm 3
[11] Kadar M Yusuf, Studi Alquran,(Amzah ; Jakarta, 2005) hlm 97
[12] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran (Pustaka
Litera : Jakarta , 2001)hlm 107
[13] Ibid, hlm 108-109
[14] Nasr Hamid Abu Zaid, Tektualitas Al-quran Kritik Terhadap Ulumul
Quran, Cet-3 (Lkis : Yogyakarta, 2003) hlm 131
[15] Ibid, hlm 135
[16] Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Alquran, pengantar
M.Quraish-Shihab, (FKBA : Yogyakata, 2001) hlm 81-82
[17] Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Alquran, pengantar
M.Quraish-Shihab, (FKBA : Yogyakarta, 2001) hlm 81-82
[18] M.Qurais Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-manar; Karya Muhammad
Abduh dan M.Rasyid Ridha (Pustaka Hidayah : Jakarta 1994) hlm 22-23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar