Takhrij
al-Hadits
Laili Sa’idah ‘ulya, M. Luthfi Efendi,
dan Dzulfikar Maulana Dz
PAI D UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract:Takhrij
al-Hadith is a first step a hadith research activities. Hadith is the second
source of Islamic law after the Qur'an or the sayings, deeds, and Taqrir
Prophet Muhammad. in this activity we can know whether a hadith that we
received and the charity is an sahih hadith, hasan or daif. Etymologically, the
word comes from the word kharraja Takhrij, which means al-zuhur (seemed) and al-buruz (obviously). Takhrij
also bias means al-istinbat (issued), al-tadrib (researching) and al-taujih
(explain). whereas according to the terms is the search for sanad hadith that there
may be the book. This kind of effort is also called istikhraj.
Keywoards: benefits, methods, books of hadits
A. Pengertian
Takkhrij al-Hadits
Secara etimologis, kata takhrij
berasal dari kata kharraja, yang berarti al-zuhur (tampak) dan al-buruz
(jelas).Takhrij juga bias berarti al-istinbat (mengeluarkan),
al-tadrib (meneliti) dan al-taujih (menerangkan).
Adapun secaara terminologis, takhrij
adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber-sumber aslinya, di mana hadits
tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan
derajatnya jika diperlukan.[1]
Tkahrij, menurut istilah ahli hadits,
mempunyai pengertian:
1. Mengemukakan
hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan periwayatnya dengan sanad lengkap
serta dengan penyebutan metode yang mereka tempuh. Inilah yagn dilakukan para
penghimpun dan penyusun kitab hadits, seperti al-Bukhari yang menghimpun kitab
hadits Sahih al-Bukhari.[2]
2. Ulama
Hadits mengmukakan berbagai hadits yang telah dikemukakan oleh para guru hadits
atau berbagai kitab yang sunannya dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri
atau para gurunya atau temannya atau orang lain dengan menerangkan siapa
periwayatnya dari para penyusun kitab ataupun karya yang dijadikan sumber
acuan. Kegiatan ini seperti dilakukan oleh Imam Baihaqi yang banyak mengambil
hadits dari kitab al-Sunan karya Abu al- Hasan al-Basri al-Safar, lalu
Baihaqi mengemukakan sanadnya sendiri.[3]
3. Menunjukkan
asal-usul hadits dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab
hadits yang disusun mukharrij-nya langsung. Kegiatan takhrij
seperti ini sebagaimana dilakukan oleh para penghimpun hadits dari kitab-kitab
hadits, misalnya Ibn Hajar al-Asqalani yang menyusun kitab Bulughul Maram.[4]
4. Mengemukakan
hadits berdasarkan kitab tertentu dengan disertakan metode periwayatan dan
sanadnya serta penjelasan keadaan para periwayatnya serta kualitas haditsnya.
Pengertian semacam ini sebagaimana dilakukan oleh Zain al-Din al-Rahman ibn
Husain al-Iraqi terhadap hadits-hadits yang dimuat dalam kitab Ihya ‘Ulum
al-Din karya al-Gazali, dengan judul bukunya Ikhbar al-Ihya bi Akhbar
al-Ihya.[5]
5. Mengemukakan
letak asal suatu hadits dari sumbernya yang asli, yakni berbagai sumber kitab
hadits dengan dikemukakan sanadnya secara lengkap untuk kemudian dilakukan
penelitian terhadap kualitas hadits yang bersangkutan. Pengertian takhrij
semacam ini seperti kegiatan penelitian terhadap satu hadits tertentu atau satu
tema tertentu ataupun dalam kitab tertentu.[6]
Dengan demikian pengertian
yang paling tepat dan sesuai dalam kaitannya dengan penelitian hadits untuk
konteks saat ini adalah pengertian yang kelima. Dengan kata lain, tujuan dari
melakukan takhrij hadits sendiri adalah menunjukkan sumber hadits dan
menerangkan ditolak atau diterimanya hadits tersebut.
B. Manfaat Takhrij
Hadits
Adapun manfaat dari kegiatan
takhrij hadits sangat banyak, di antaranya:
1. Memperkenalkan
sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal di mana suatu hadis berada beserta ulama
yang meriwayatkannya.
2. Dapat
menambah perbendaharaan sanad hadis melalui kitab-kitab yang dirujuknya.
semakin banyak kitab asal yang memuat suatu hadis, semakin banyak pula
perbendaharaan sanad yang kita miliki.
3. Dapat
memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan riwayat-riwayat hadis yang
banyak itu, maka dapat diketahui apakah riwayat tersebut munqati, mudal, dan
lain-lain. Demikian pula dapat diketahui apakah status riwayat tersebut sahih,
hasan atau dhaif.
4. Dapat
memperjelas kualitas suatu hadis dengan banyaknya riwayat. Suatu hadis yang dhaifkadang
diperoleh melalui satu riwayat, namun takhrij memungkinkan akan
menemukan riwayat lain yang sahih. Hadis yang sahih tersebut akan
mengangkat kualitas hadis yang dhaif tersebut ke derajat yang lebih
tinggi.
5. Dapat
diketahui pendapat para ulama seputar kualitas hadis.
6. Dapat
memerjelas periwayat hadis yang samar. Dengan adanya takhrij kemungkinan
dapat diketahui nama periwayat yang sebenarnya secara lengkap.
7. Dapat
memperjelas periwayat hadis yang tidak diketahui namanya, yaitu melalui
perbandingan di antara sanad yang ada.
8. Dapat
menafikan pemakaian lambang periwayatan “an” dalam periwayatan hadis
oleh seorang mudallis.
9. Dapat
menghikangkan kemungkinan terjadinya pencampuran riwayat.
10. Dapat
menjelaskan nama periwayat yang sebenarnya.
11. Dapat
memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad.
12. Dapat
memperjelas arti kalimat asing yang terdapat dalam satu sanad.
13. Dapat
menghilangkan unsur syadz.
14. Dapat
membedakan hadis yang mudraj.
15. Dapat
menghilangkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dilakukan oleh periwayat.
16. Dapat
membedakan antara periwayatan secara lafal dengan periwayatan secara makna.
17. Dapat
menjelaskan waktu dan tempat turunnya hadis, dan lain-lain.
Dengan
demikian, melalui kegiatan takhrij hadits, peneliti dapat mengumpul- kan
berbagai sanad dari sebuah hadis dan juga dapat mengumpulkan berbagai redaksi
dari sebuah matn hadis.
C. Metode Takhrij
Hasdits
Secara garis besar ada dua
cara dalam rangka melakukan takhrij hadits, yaitu pertama, takhrij
hadits dengan cara konvensional. Maksudnya adalah melakukan takhrij
hadits dengan menggunakan kitab-kitab hadis atau kitab-kitab kamus.Kedua, takhrij
hadits dengan menggunakan perangkat komputer melalui program komputer/software.[7]
1. Cara
melakukan takhrij hadits secara konvensional
Sebelum seseorang melakukan takhrij
suatu hadits, terlebih dahulu ia harus mengetahui metode atau langkah-langkah
dalam takhrij sehingga akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dan tidak
ada hambatan. Pertama yang perlu dimaklumi adalah bahwa teknik pembukuan
buku-buku hadis yang telah dilakukan para ulama dahulu memang beragam dan
banyak sekali macam-macamnya. Di antaranya ada yang secara tematik,
pengelompokkan hadis didasarkan pada tema-tema tertentu seperti kitab al-Jami ash-Shahih li al-Bukhari dan Sunan
Abu Dawud. Semua itu dilakukan oleh para ulama dalam rangka memudahkan umat
Islam untuk mengkajinya sesuai dengan kondisi yang ada.
Karena banyaknya teknik dalam
pengkidifikasian buku hadis, maka sangat diperlukan beberapa metode yang sesuai
dengan teknik buku hadis yang ingin diteliti. Paling tidak ada 5 metode takhrij
dalam arti penelusuran hadis dari sumber buku hadis yaitu takhrij dengan
kata (bi al-lafzhi), takhrij dengan tema (bi al-maudlu’), takhrij
dengan permulana matan (bi awwali
al-matan), takhrij melalui sanad pertama (bi ar-rawi
al-a’la), dan takhrij dengan sifat (bi ash-shifat).[8]
Dari kelima metode atau cara
tersebut yang paling sering digunakan karena dianggap paling praktis (populer)
dalam melakukan kegiatan takhrijadalah metode dengan kata (bi
al-lafzhi). Alat atau kitab yang dipakai adalah al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfazh al-Ahadits al-Nabawiyah oleh A.J. Wensinck, yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad “abd al-Baqi.Kitab ini disusun dengan
merujuk kepada Sembilan kitab hadis induk atau sering disebut dengan Kitab
al-Tis’ah. Yaitu al-Jami’ al-Shahih karya al-Bukhari, al-Jami’
al-Shahih karya Muslim, Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud, Sunan
al-Turmudzi karya al-Turmudzi, Sunan al-Nasa’i karya al-Nasa’i, Sunan
Ibn Majahkarya Ibn Majah, Musnad Ahmadkarya Ahmad ibn Hanbal, al-Muwaththa’
karya Imam Malik, dan Sunan al-Darimi karya al-Darimi.[9]
Maksud takhrij dengan
kata/lafal matan adalah takhrij dengan kata benda (kalimah isim)
atau kata kerja (kalimah fi’il) bukan kata sambung (kalimah huruf)
dalam bahasa Arab yang mempunyai asal akar kata 3 huruf. Kata itu diambil dari
salah satu bagian dari teks hadis yang mana saja baik dari permulaan, pertengahan,
dan atau akhiran selain kata sambung/kalimah huruf, kemudian dicari akar kata
asal dalam bahasa Arab yang hanya tiga huruf yang disebut dengan fi’il
tsulatsi. Jika kata dalam teks hadis yang dicari kata: مُسْلِمٌmisalnya,
maka harus dicari asal akar katanya yaitu dari kata: سَلِمَ setelah itu baru membuka
kamus babس bukan
bab م.[10]
Kamus yang digunakan mencari
hadis adalah al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Ahadits al-Nabawiyah.
Kamus ini terdiri dari 8 jilid, disusun oleh tim orientalis di antaranya adalah
Arnold John Wensinck (w. 1939 M) seorang Profesor bahasa-bahasa Semit termasuk
bahas Arab di Leiden Belanda. Tim telah berhasil menyusun urutan berbagai lafal
dan penggalan matan hadis, serta mensistematisasikannya dengan baik berkat
kerja sama dengan Muhammad Fuad Abdul Baqi.Untuk kegiatan takhrij dalam
arti kegiatan penelusuran hadis dapat diketahui melalui periwayatan dalam
kitab-kitab yang ditunjukkan. Lafal-lafal hadis yang dimuat dalam kitab al-Mu’jam
ini bereferensi pada kitab induk hadis sebanyak 9 kitab yaitu sebagai berikut:
a. Shahih
al-Bukhari dengan diberi lambang: خ
b. Shahih
Muslim dengan lamaing:م
c. Sunan
Abu Dawud dengan lambang: د
d. Sunan
at-Tirmidzi dengan lambang: ت
e. Sunan
an-Nasa’i dengan lambang:ن
f.
Sunan ibn Majah dengan lambang: جه
g. Sunan
ad-Darimi dengan lambang:دي
h. Al-Muwaththa’
Malik dengan lambang:ط
Contoh
hadits yang ingin di-takhrij adalah:
لَا تَدْخُلُوْنَالجَنَّةَ
حَتَّى تُؤْمِنُوْا وَلَا تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا
Pada
penggalan teks di atas dapat ditelusuri melalui kata-kata yang digaris bawahi.
Andaikata dari kata تَحَابُّوْا dapat dilihat bab حdalam
kitab al-Mu’jam karena kata itu berasal dari kata حَبَّبَ. Setelah ditelusuri kata
tersebut dapat ditemukan di al-Mu’jam juz 1 halaman 408 dengan bunyi:
م إيمان
۹۳, د أدب ۱۳۱, ت صفة القيامة ٥٤, استئذان ۱, جه مقدمة ۹, أدب ۱۱, حم ۱, ۱٦٥.
Maksud ungkapan di atas
adalah:
a. م إيمان ۹۳ =
Shahih Muslim kitab Iman nomor urut hadis 93.
b. ۱۳۱د
أدب = Sunan Abu Dawud kitab al-Adab nomor urut bab 131.
c. ت صفة القيامة ٥٤, استئذان ۱ = Sunan at-Tirmidzi kitab Sifah al-Qiyamah nomor urut bab 54
dan kitab Isti’dzan nomor urut bab 1.
d. جه مقدمة ۹, أدب ۱۱ = Sunan
Ibnu Majah kitab Mukaddimah nomor urut bab 9 dan kitab al-Adab nomor urut bab
11.
e. حم ۱, ۱٦٥ =
Musnad Imam Ahmad bin Hanbal juz 1 hal.165.
Pengertian nomor-nomor dalam al-Mu’jam
secara ringkas dapat dikemuka-kan sebagai berikut.
a. Semua
angka sesudah nama-nama kitab atau bab pada Shahih al-Bukhari, Sunan Abu
Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’I, Sunan Ibnu Majah dan Sunan
ad-Darimi menunjukkan angka bab bukan angka hadis.
b. Semua
angka sesudah nama-nama kitab atau bab pada Shahih Muslim dan Muwaththa’
Malik menunjukkan angka urut hadis bukan angka bab.
c. Dua
angka yang ada pada kitab Musnad Ahmad angka yang lebih besar
menunjukkan angka juz kitab dan angka sesudahnya atau angka yang biasa
menunjukkan halaman. Hadis Musnad Ahmad yang berada di dalam kotak bukan
yang di pinggir atau di luar kotak.
Al-Mu’jam hanya menunjukkan
tempat hadis tersebut dalam berbagai kitab hadis sebagaimana di atas.Maka tugas
peneliti berikutnya menelusuri Hadis tersebut ke dalam berbagai kitab hadis
sesuai dengan petunjuk al-Mu’jam untuk dihimpun dan dianalisis
perbandingan.
Metode Takhrij dengan
lafal ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihannya adalah
hadis dapat dicari melalui kata mana saja yang diingat peneliti tidak harus
dihapal seluruhnya dan dalam waktu relative singkat seorang peneliti akan
menemukan hadis yang dicari dalam beberapa kitab hadis. Sedangkan di antara
kesulitannya adalah seorang peneliti harus menguasai Ilmu Sharaf tentang asal
usul suatu kata.[12]
2. Cara melakukan
takhrij hadits dengan perangkat komputer
Cara melakukan takhrij hadits
dengan menelusuri dan membaca kitab-kitab hadits atau kamus sangatlah baik,
namun memerlukan waktu yang sangat lama. Untuk mempercepat proses penelususran
dan pencarian hadits secara cepat, jasa komputer dengan program Mausu’ah
al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah biasa digunakan. Program ini
merupakan software komputer yang tersimpan dalam Compact Disk Read Only
Memory(CD-ROM) yang diproduksi Sakhr pada tahun 1991 edisi 1.2.[13]
Program ini memuat seluruh hadits yang terdapat
di dalam al-Kutub al-Tis’ah (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan
at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’I, Sunan Abi Dawud, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad
Ibnu Hambal, Muwatta’ Malik, dan Sunan ad-Darimi) lengkap dengan sanad dan
matannya. Di samping itu program ini juga mengandung data-data tentang biografi,
daftar guru dan murid, al-jarh wa al-ta’dil dari semua periwayat hadits
yang ada di dalam al-Kutub al-Tis’ah. Program ini juga dapat menampilkan
skema sanad hadits, baik satu jalur maupun semua jalur periwayatan.[14]
Cara untuk melakukan kegiatan takhrijmenggunakan
perangkat komputer atau program Mausu’ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub
al-Tis’ah berdasarkan kata/kata-kata matan dalam hadis adalah sebagai
berikut:
a. Yang
pertama dilakukan adalah mencari hadis yang kita inginkan. Pilih menu بحث>البحث الصرفي sebagaimana gambar
berikut ini.
b. Ketika
sudah keluar sebagaimana gambar berikut ini, ketiklah kata/kata-kata dari suatu
matan hadis. Misalkan akan dicari hadis yang ada kata-kata مِنْكُمْ مُنْكَرًا lalu
dipilih و, lalu مطابق lalu klik ikon بحث
sebagaimana
gambar pada halaman berikut ini.
c. Berikut
ini, kita diminta untuk memilih cara membaca dari kata yang kita ketik.
Pilihlah ikon بحث
apabila
kita memilih dari beberapa pilihan, akan tetapi kalau kita memilih semuanya,
maka kliklah ikon كل الجذور
. Karena
yang kita maksud adalah مِنْكُمْ, maka
kita pilih yang paling atas lalu klik ikon بحث
.
Sedangkan yang kita maksud
dengan kata kedua yang kita ketik adalah مُنْكَرًا, maka kita pilih kata itu lalu klik ikon بحث
.
d. Berikut
ini adalah hasil pencarian, di mana dalam al-Kutub al-Tis’ah hadis yang ada
kata مِنْكُمْ مُنْكَرًا secara
berurutan ada 6 (enam).
e. Untuk
melihat apakah hasil pencarian hadis sudah sesuai dengan hadis yang kita maksud,
klik ikon عرض الموضع
.Maka akan muncul gambar seperti berikut ini.
f.
Jika sudah sesuai, yaitu
teletak pada kitab صحيح مسلمnomor hadis ٧٠
, maka bisa
dilakukan proses pentakhrijan.
g. Klik
ikon تخريج , dan kemudian akan
muncul hasil dari takhrij yang terletak pada bagian bawah.
Daftar Pustaka
Suryadi dan M. Al-fatih Suryadilaga, metodologi penelitian Hadits, yogyakarta, TH-press,2009.
Ismail Suhudi M, metodologi
penelitian hadits Nabi, Jakarta, Bulan bintag,1992.
Khon Majid Abdul, ulumul
Hadits, Jakarta, Amzah, 2008.
Sulaiman Noor M, Antologi
ilmu Hadits, jakarta, gaung pesada press, 2008.
Secara umum, makalah ini
baik, sebab telah mencakup pembahasan yang sudah ditentukan. Namun, kuantitas
halaman masih kurang dan perlu ditambahi/direvisi sebagai berikut:
1.
Cara takhrij al-hadits secara konvensional perlu
diperinci lagi.
2.
Pengertian dan manfaat pun masih bisa dielaborasi.
3.
Abstrak masih kurang mengena.
4.
Tidak ada pendahuluan dan kesimpulan.
5.
Daftar pustaka masih belum sesuai.
[1]Suryadi dan M Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadits
(Yogyakarta: TH-Press, 2009), hal. 34
[2] M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi
(Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hal. 42
[4]Ibid.
[5]Ibid.
[6]Ibid.
[7] Suryadi dan M Alfatih
Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadits, hal.38
[8] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2008),
hal. 119
[9] M. Noor Sulaiman, Antologi
Ilmu Hadits (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), hal. 159
[10]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, hal. 119
[13]Selain program Mausu’ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah,
seorang peneliti juga dapat menggunakan program CD-ROM. Al-Maktabah
al-Alfiyyah li as-Sunnah an-Nabawiyyah, 1999. Namun program Mausu’ah dirasa
lebih lengkap dibandingkan dengan program al-Maktabah.
[14]Suryadi dan M Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadits,
hal. 50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar