Klasifikasi Hadist dari Aspek Kuantitas
Periwayat
Siti
Rosidah, Muhammad Rizky.
PAI-B
Semester III
Falkultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam
rizky.alghamdi24@gmail.com
Abstrak
This
journal discusses the hadith mutawatir and ahad hadith.Mutawatir hadiths are
hadiths narrated from group to groupat each level (thabaqoh) by the number of
transmitters that much so resourceful states impossible they agreed to lie,and
the process can be in the senses by the five senses.Various hadith mutawatir
hadith mutawatir there are three, namely lafdzi, ma'nawy mutawatir hadith and
hadith, mutawatir amali.
While
the definition of ahad hadith is a hadith narrated by some of narratorsthat
number is not reached the limits of hadith mutawatir.Ahad hadiths can be
classified into three, namely: masyhur hadith, aziz and ghorib.
Keyword
Hadist, mutawatir, ahad,.
Pendahuluan
Sebagaimana
diketahui, bahwa hadist Nabi SAW.Dapat sampai kepada kita melalui jalur
periwayatan.Periwayatan yang diawali dari para sahabat, tabiin hingga perowi
terakhir dan kemudian hadist itu dibukukan dan dapat kita baca teks-teksnya.
Dalam prose situ, ada hadist-hadist nabi SAW. Yang diriwayatkan oleh beberapa
sahabat, dan ada pula yang diriwayatkan oleh satu sahabat.Sebuah hadist
terkadang memiliki banyak perowi, ada pula yang memiliki satu atau dua perowi.
Banyak
sedikitnya perowi kadang berpengaruh dalam menentukan kualitas sebuah
hadist.Bahwa hadist yang memiliki banyak banyak sanad, tentunya dengan beberapa
ketentuan.Kaitannya kuantitas atu sedikit banyaknya jumlah perowi, para ulama
membagi hadist Nabi menjadi dua bagian yaitu hadist Mutawatir dan Hadist Ahad[1]
bahwa
hadist ditinjau dari segi kuantitas jumlah para perowi menjadi mutawatir dan
ahad. Jika jumlah para perowi pada setiap tingkatan sanad mencapai jumlah
maksimal yang tidak mungkin adanya consensus berdusta maka dinamakan hadist
mutawatir.Dan jika tidak mencapai jumlah maksimal maka disebut dengan hadist
ahad.Hadist ahad pun terbagi lagi menjadi beberapa bagian jika dilihat dari
jumlah perowinya, Yaitu masyhur, aziz, dan ghorib.[2]
Pengertian hadist Mutawatir
Hadist
mutawatir adalah hadist yang diwirayatkan dari kelompok ke kelompok pada tiap
tataran (thabaqoh) dengan jumlah perowi yang banyak sehingga akal menyatakan
mustahil mereka sepakat untuk bohong, dan proses tersebut dapat diindra oleh
panca indera.
Dalam
definisi diatas, terdapat kitreria hadist mutawatir, atau dengan kata lain,
sebuah hadist dapat dikatakan mutawatir jika diriwayatkan oleh banyak perowi,
jumlah tersebut terdapat pada tiap tingkatan atau generasi, secara adat
diyakini bahwa jumlah tersebut mustahil bahwa mereka sepakat untuk berbohong,
proses periwayatannya didasarkan pada indera. [3]
Mengenai
jumlah periwayat, para ulama berbeda pendapat tentang batas minimal kitreria
jamak (banyak).Sebagian ulama mengatakan bahwa jumalah minimal banyak itu
adalah empat. Ulama lain berpendapat 5 ,7 ,20, 12, 40, 70 bahkan ada yang
berpendapat 300 orang lebih. Mengutip pendapat sebagian para ulama, al-suyuthi
menyatakan bahwa pendapat yang terpilih (al-Mukhtar) adalah sepuluh orang
karena merupakan batas bilangan banyak.[4]
Adanaya
kesamaan atau keseimbangan jumlah sanad pada tiap thobaqoh(generasi/tingkatan)
periwayat juga menjadi salah satu syarat suatu hadist dikatakan mutawatir.
Mengenai ukuran kesamaan atau keseimbangan ini ada dua kemungkinan. Pertama,
ukuran kesamaan atau keseimbangan adalah jumlah periwayat pada masing-masing
generasi berada pada kisaran yang sama, tidak terlalu jauh jumlahnya. Misalnya,
dari kalangan sahabat 10 orang, tabiin 9 orang, dan atba al tabiin 10, dan
seterusnya.[5]
Kedua,
ukuran kesamaan atau keseimbangan adalah pada jumlah minimal yang harus
dipenuhi. Miasalnya, jika suatu hadist diwriwayatkan oleh sepuluh orang sahabat
kemudian diterima oleh dua puluh orang tabiin, dan selanjutnya diriwayatkan
oleh lima atau empat orang atba al tabiin dan seterusnya dengan tidak kurang
dari jumlah itu, maka dapat disebut dengan hadist mutawatir. Akan tetapi
apabila dalam salah satu thobaqoh nya diriwayatkan oleh periwayat kurang dari
jumlah, misalnya dikalangan tabiin oleh tiga orang saja, maka hadist tersebut
dinyatakan sebagai hadist ahad kategori masyhur.Perlu dicatat bahwa tidak
berarti bahwa kesamaan dan keseimbangan pada tiap thobaqoh harus sama
jumlahnya, misalnya dari kalangan sahabat 10 orang, tabi’in 9 orang, dan atba’
al-tabi’in 10 orang dan seterusnya. Dengan kata lain, salah satu syarat suatu
hadist dikatakan mutawatir apabila para periwayat dalam jumlah banyak tersebut
didapati pada semua lapisan sanad.
Sandaran
berita yang disampaikan oleh para periwayat hadist harus didasarkan pada
jangkauan panca indera, seperti sesuatu yang dilihat, didengar, disentuh,
dirasakan, atau dicium.Karenanya, tidak disebut sebagai hadist mutawatir jika
sandaran beritanya berdasarkan logika semata seperti berita mengenai adanya
tuhan pencipta alam, kebaruan alam semesta, dan sebagainya. Dengan kata lin
suatu hadistt dapat dinyatakan mutawatir apabila berita dalam hadist itu
bersifat empiris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, dan sentuhan. Bukan
hasil kontemplasi, pemikiran, atau konklusi dari suatu peristiwa atau istinbath
dari suatu dalil. Misalnya sami’na, raina ,[6]
Syarat
hadist mutawtir
Karakteristik Hadist Mutawatir
Dalam
pengertian definisi diatas, terdapat kitreria hdist mutawatir, atau dengan kata
lain, sebuah hadist dapat dikatakan mutawatir, jika:
a.
Diriwayatkan
oleh banyak perowi
b.
Jumlah
banyak tersebut terdapat pada tiap tingkatan atau generasi
c.
Secara
adat diyakini bahwa jumlah tersebut mustahil mereka sepakat untuk berbohong.
d.
Proses
periwayatannya didasarkan pada indera.[7]
Pembagian Hadist Mutawatir
Hadist
mutawatir dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu hadist mutawatir lafdzi dan
mutawatir ma’nawi dan hadist mutawatir amali
a.
Hadist
mutawatir lafdzi
Hadist
Mutawatir Lafdzi adalah hadist mutawatir yang berkaitan dengan lafal perkataan
Nabi. Artinya perkataan nabi yang diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang
banyak, seperti hadist Nabi SAW :
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
Artinya
: “ Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah bersiap-siap
untuk mengambil tempat di neraka”
Hadist
diatas diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang.[8]
b.
Hadist
Mutawatir Ma’nawy
Hadist
mutawatir ma’nawy ialah hadist yang lafadz dan maknanya berlainan antara satu
riwayat dengan riwayat yang lain, tetapi terdapat persesuaian makna secara umum
(kulli). Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam kaidah ilmu hadist.
ما اختلفوا في لفظه
ومعناه مع رجوعه لمعنى كلي
Artinya
:
Hadist yang berlainan bunyi dan
maknanya, tetapi dapat diambil makna yang umum.
Contoh
:
Hadist
tentang mengangkat tangan ketika berdoa
ما رفع صلى الله عليه وسلم يديه حتى رؤي بياض ابطيه فى شيئ من دعا ئه
الا في الاستقاء
Artinya:
Nabi SAW. Tidak mengangkat kedua tangannya dalam berdoa
selain dalam doa sholat istiqo dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak
putih kedua ketiaknya.”(Mutaqaq alaih)
Hadist-hadist
yang bermakna dengan hadist tersebut banyak sekali (kalau dikumpulkan sekitar
ada 100 hadist). Salah satunya adalah:
كان يرفع يديه حدو منكبيه
Artinya:
“Rosul
Saw. Mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau”[9]
c.
Hadist
mutawatir amali
Perbuatan dan pengalaman syariah islamiyah yang dilakukan
nabi Saw. Secara praktis dan terbuka kemudian disaksikan dan diikuti oleh para
sahabat adalah mutawatir amali, sebagaimana yang didefinisikan sebagian ulama
sebagai berikut.[10]
Hadist
mutawatir amali ialah :
ما علم من الدين بالضرورة ونواتر بين المسلمين أن النبي ص.م فعله أو
أمربه أو غير ذلك وهو الذي ينطبق عليه تعريف الاجماع انطباقا صحيحا
Artinya
:
“sesuatu
yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir dikalangan
umat islam, bahwa nabi SAW. Mengajarkannya atau menyuruhnya atau selain dari
itu. Dari hal itu dapat dikatakan soal yang telah disepakati”
Contoh
: berita-berita yang menerangkan waktu sholat dan rokaat sholat, shalat
jenazah, shalat id, hijab perempuan yang bukan mahram, kadar zakat, dan segala
rupa yang telah menjadi kesepakatan ijma’.[11]
Hukum
Hadist Mutawatir
Hadist
Mutawatir mengandung hukum qath’i al tsubut, memberikan informasi yang pasti
akan sumber informasi tersebut. Oleh karena itu tidak tidak dibenarkan
seseorang mengingkari hadist mutawatir, bahkan para ulama menghukumi kufur bagi
orang yang mengingkari hadist mutawatir. Mengingkari hadist mutawatir sama
dengan mendustakan informasi yang jelas dan pasti bersumber dari Rosululloh SAW[12].
Keberadaan Hadist Mutawatir
Keberadaan
hasist mutawatir, jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan hadist
ahad. Beberapa hadist mutawatir yang populer, yaitu: hadist “al-Haudl”, hadis
“al-Mashu Ala al-Khuffain”, hadist “Rafa’ul al-Yadaini fi al-Shalah”, hadis,
hadis “Nadldlara Allah Imraan” dan lain sebagainya.
Kitab-kitab hadist terkenal tentang
hadist mutawatir
Beberapa ulama ilmu hadist berhasil
menghimpum hadist-hadist mutawatir dan menyusunnya dalam karangan tersendiri
agar menjadi referensi bagi para peneliti dan pencari ilmu. Kitab-kitab
tersebut antara lain:
a.
Al-Azhaar
al-Mutanaatsirah fi al-Akhbar al-Mutaatirah, karya al-Suyuthiy. Kitabini a
al-Suyuthiy. Kitab dengan bab-bab tertentu.
b.
Qathfu
al-Azhar, juga karya al-Suyuthiy. Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab
Al-Azhaar al-Mutanaatsirah fi al-Akhbar al-Mutaatirah.
c.
Nadhmu
mutanatsir min al-hadist al-mutawaatir, karya Muhammad bin ja’far al-khataniy.[13]
Pengertian Hadist Ahad
Menurut
bahasa kata“al-ahaad” bentuk plural (jama’) dari “ahad” yang berarti: satu.
Hadis wahid berarti: hadis yang diriwayatkan satu perowi. Sedangkan menurut
istilah yang dimaksud dengan hadist ahad
adalah hadist yang diriwayatkan oleh beberapa perowi yang jumlahnya tidak
mencapai batasan hadist mutawatir. Mayoritas hadist yang diriwayatkan dari
Rosululloh saw. Dan terdapat dalam kitab-kitab referensi adalah jenis ahad.
Macam-macam Hadist Ahad
Melihat
dari jumlah perowinya, hadist ahad dapat diklasifikasikan menjadi tiga menjadi
tiga yaitu: Masyhur, Aziz dan Gharib.
a.
Hadist
Masyhur
1. Pengertian Hadist Masyhur
Menurut bahasa kata “masyhur” berbentuk isim maf’ul dari
kata “syaharats al-Amru” yang berarti sesuatu yang telah terkenal setelah
disebarluaskan dan ditampakkan dipermukaan.[14]
Sedangkan menurut istilah Hadist masyhur adalah hadist yang diriwayatkan oleh
lebih dari tiga perowi dan belum mencapai batasan mutawatir. Apabila dalam
salah satu thobaqot sanad terdapat tiga perowi maka hadist tersebut
dikategorikan hadist masyhur, sekalipun pada thobaqoh sebelum atau sesudahnya
terdapat banyak perowi.
Istilah masyhur sering juga digunakan untuk mengungkapkan
hadist-hadist yang populer dimasayarakat atau komunitas tertentu. Namun istilah
ini tidak berkaitan dengan definisi masyhur diatas.[15]
Hadist masyhur biasa disebut juga dengan hadist
mustafidh, walaupun terdapat perbedaan, yakni bahwa hadist mustafidh, jumlah
rawinya tiga orang atau lebih, sejak thobaqoh pertama, kedua, sampai terakhir.
Adapun hadist masyhur, jumlah rawinya untuk tiap thabaqot tidak harus tiga
orang. Jadi, hadist pada thobaqoh pertama atau kedua hanya seorang rawi, namun
pada thobaqoh selanjutnya diriwayatkan oleh banyak rowi maka hadist tersebut
temasuk juga hadist masyhur.[16]
2. Macam-macam hadist masyhur
Dalam istilah hadist masyhur terbagi menjadi dua macam,
yaitu:
a. Masyhur Isthilahi
Yaitu hadist yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih pada
setiap tingkatan thobaqoh pada beberapa tingkatan sanad tetepi tidak mencapai
kitreria mutawatir.
Contohnya
:
ان الله يقبض العم
تنتزاعا ينتزعه من العباد
Hadist ini diriwayatkan oleh tiga orang sahabat, yaitu
ibnu amru, aisyah dan abu hurairah dengan demikian hadist ini masyhur
dikalangan sahabat. Karana ada 3 orang yang meriwayatkannya, sekalipun di
tabi’in lebih dari tiga orang. Atau sebaliknya, bisa jadi hadist masyhur
ditingkat tabi’in jika perowinya mencapai tiga orang lebih, tetapi tidak
mencapai jumlah mutawatir, sekalipun ditingkat sahabat tidak mencapai masyhur,
karena tidak mencapai tiga orang.
b. Masyhur ghoyr isthilahi
Adalah hadist yang populer atau terkenal digolongan atau
kelompok tertentu, sekalipum jumlah periwayat dalam sanad tidak mencapai tiga
orang atau lebih. Popularitas hadist masyhur disini tidak dilihat dari jumlah
para perowi sebagaimana masyhur isthilahi, tetapi lebih menekankan kepopuleran
hadist dikalangan kelompok orang atau ulama dalam bidang ilmu tertentu[17]
Contonnya sebagai berikut:
·
Masyhur menurut ahli hadist saja, seperti hadist yang
diriwayatkan oleh Anas ra. :
قنت النبي صلى الله
عليه و سلم بعد الركوع شهرا ييدعو على رعل وذكوان
Artinya : ” Bahwa Nabi SAW pernah
membaca do’a qunut setelah ruku’ selama satu bulan untuk mendoa’akan keluarga
Ri’il dan Dzakwan” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
·
Masyhur menurut ahli hadist, ulama lain dan masyarakat
umum, seperti hadist:
المسلم من سلم
المسلمون من لسانه ويده
Artinya: “Seorang muslim adalah orang
yang menyelamatkan sesama orang muslim dari gangguan lisan dan tangannya” (HR.
Muttafaq alaih)
·
Masyhur menurut Ulama Fiqih, seperti hadist
ابغض الحلال الى الله الطلاق
Artinya: “
Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak”
·
Masyhur menurut ulama fiqh, seperti Hadist:
رفع عن أمتي الخطاء و النسيان وماستكرهواعليه
Artinya: “ Terangkat (dosa) umatku, kekeliruan, lupa, dan
perbuatan yang mereka kerjakan karena terpaksa”
·
Masyhur dikalangan ahli nahwu, seperti hadist:
نعم العبد صهيب لو لم يخف الله لك يعصه
Artinya: “Sebaik-baik hamba Allah adalah shuhaib,
walaupun ia tidak takut Allah, dia tidak berbuat maksiat”
·
Masyhur dikalangan masyarakat umum, seperti hadist:
العجلة من الشيطان
Artinya: “ Sikap (tindakan) tergesa-gesa adalah sebagian
dari perbuatan syeithan”
3. Hukum Hadist Masyhur
Hukum hadist masyhur adakalanya shahih, hasan, atau dlaif
bahkan ada yang bernilai maudhu. Akan tetapi hadist masyhur yang berkualitas shahih
memiliki kelebihan untuk bisa ditarjih (diunggulkan) bila ternyata bertentangan
dengan hadist hasan dan hadist gharib.
4. Kitab-kitab terkenal tentang hadist masyhur
Kitab-kitab terkenal yang memuat koleksi hadist masyhur
antara lain
a. Al-Maqashid al-Hasanah fii Masyatahara
‘ala al-Alsinah karya al-Sakhawiy
b. Kasyfu al-Khafa’ wa Muzillu al-Albaas
fii ma Isytahara min al-Hadisi ‘ala Alsinati al-Naas, karya Al-‘Ajuluuniy
c. Tamyiiz al-thaiyyib fii ma yaduuru’
‘ala Alsinati al-Naas min al-hadist, karya Ibnu Diba’ al-Saibaniy[18]
b.
Hadist Aziz
1. Pengertian Hadist Aziz
Dari segi bahasa kata aziz
sifat musyabbahah dari kata azza-yaizzu
yang berarti qoll wa nadara yang berarti sedikit dan langka. Atau azza-yaizzu
berarti qowi wasyatadda, yang berarti kuat. Sebagaimana yang tercantum dalam
firman Allah dalam Al-quran surat yasin ayat 36
Hasist
diberi nama hadist (langka, sedikit dan kuat)karena sedikit atau langka adanya
atau terkadang posisinya menjadi kuat ketika didatangkan sanad lain.[19]
Sedangkan
menurut istilah, hadist aziz adalah hadist yang pada setiap thabaqat (generasi)
sanadnya diriwayatkan tidak kurang dari dua perowi. Maksudnya dalam
salah satu thobaqot sanad tidak terdapt perowi yang yang kurang dari dua.
2.
Contoh
hadist Aziz
Hadist yang diriwayatkan
oleh al-bukhori dan muslim dari anas dan diriwayatkan oleh al-bukhori dari abi
hurairah :
لا يؤمن احدكم حتى اكون احب
اليه من ولده ووالده و الناس اجمعين
Artinya: “Sesungguhnya
Rosululloh SAW bersabda, Tidaklah beriman seorang diantara kamu, sehingga kamu
lebih dicintai daripada dirinya sendiri, orang tuanya, putranya dan manusia
semuanya” [20]
c.
Hadist
Ghorib
Menurut bahasa al-gharib adalah kata sifat yang berarti
menyendiri.Sedangkan menurut istilah hadist ghorib adalah hadist yang
diriwayatkan oleh satu orang dalam salah satu thobaqohnya.Dinamakan demikian
karena ia nampak menyendiri, seakan-akan terasing dari yang lain, atau jauh
dari tataran masyhur apalagi mutawatir. Para ulama membagi hadist ghorib
menjadi dua, yaitu:
1.
Ghorib
Mutlak
Ghorib mutlak pengertiannya
adalah , hadist yang sifat penyendiriannya ada pada asal sanad, yakni hadist
yang pada asal sanadnya hanya diriwayatkan oleh seorang perowi.
Contohnya seperti hadist :
انما الاعمال بالنيات
Hadist ini diriwayatkan
sendiri oleh Umar bin Al-Khottob dan justru sampai akhir sanad tetap hanya
diriwayatkan oleh seorang perowi.
Catatan:
Kadang-kadang hanya asal
sanadnya yang diriwayatkan oleh seorang perowi, kemudian pada thobaqot
selanjutnya diriwayatkan oleh beberapa perowi.
2.
Gharib
Nisbi
Gharib Nisbi (relative)
yaitu:
ما كانت الغرابة في اثناء سنده
Hadistyang terjadi gharabah (perowinya satu orang)
ditengah sanad.
Misalnya hadist yang diriwayatkan dari anas
ra. :
عن انس رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم دخل مكة و على رأسه
المغفر
Artinya: “Dari Anas ra. Bahwa Nabi SAW
masuk kota Mekkah diatas kepalanya menggunakan igal (HR. al-Bukhori dan
Muslim).
Hadist tersebut hadist tersebut
dikalangan tabiin hanya malik yang meriwayatkannya dari Azz-Zuhri.Boleh jadi pada awal sanad atau akhir sanad lebih
dari satu, namun ditengah-tengahnya terjadi gharabah, atau seorang saja yang
meriwayatkannya. Kata nisbi memberikan makna bahwa gharabah terjadi secara
relative atau dinisbatkan kepada sesuatu tertentu secara mutlak. Gharabah nisbi
ini terbagi menjadi 3, Yaitu
1)
Muqayyad bi ats tsiqoh
Yaitu ke-ghoriban hadist dibatasi pada sifat
ke-tsiqoh-an seorang atau beberapa perowi saja misalnya :
عن ابب واقد ان النبي صلى الله عليه وسلم كان يقرأ في الاضحى والفطرب
Artinya:
“dari Abu waqid bahwa Nabi SAW. Membaca surat qof dan iqtabarat as sa’ah pada
sholat idul adha dan idul fitri”
Hadist
diatas hanya diriwayatkan oleh Dhamrah bin Sa’id secar gharabah atau sendirian
dari ubaidillah bin abdulloh dari abu waqid. Di kalngan para perowi tsiqoh
tidak ada yang meriwayatkannya selain di, mak disebut gharabah dalam
kepercayaan tsiqoh.
2)
Muqoyyad bin al balad
Sebutan ini diberikan kepada hadist yang hanya diriwayatkan oleh
suatu penduduk yang lain tidak meriwayatkannya. Misalnya hadist yang
diriwayatkan oleh Abu dawud dari ath-Thayalisi dari hamman dari abu Qatadah dari abu nadhrah dari abu
said berkata :
امرما ان نقرأ بفاتحة الكتاب وما تيير
Artinya
: kami diperintah membaca fatihah Alqur’an dan apa yang mudah dari alquran.
Al hakim berkata “ hanya penduduk
basrah lah yang meriwayatkan hadist tersebut dari awal sanad sampai akhir
sanad”
3)
Muqoyyad ala ar-rawi
Periwayatan
hadist ini dibatasi dengan perowi tertentu, misalnya hadist dari sufyan bin
uyaynah dari wa’il bin Dawud dari putranya Bakar bin Wa’il dari Az-Zuhri dari
Anas bahwa
ان النبي صلى الله علبه و سلم اولم على لسويق و تمر
Artinya : “Bahwa nabi SAW. Mengadakan
walimahnya shafiyah dengan bubur sawiq dan tamar (kurma)
Kitab-kitab Hadist yang diduga banyak hadist
Ghorib, yaitu sebagai berikut:
1.
Al-Mu’jam
Al-awsath karya Ath-Thabarani
2.
Al-afrad,
karya Ad-Daruquthni
3.
Kitab
Athraf al gharaib wa al-afrad, karya Muhammad bin Thahir al maqdisi[21]
Kesimpulan
Hadist berdasarkan kuantitasnya terbagi menjadi dua,
yaitu hadist mutawatir dan ahad. Hadist mutawatir adalah Hadist
mutawatir adalah hadist yang diwirayatkan dari kelompok ke kelompok pada tiap
tataran (thabaqoh) dengan jumlah perowi yang banyak sehingga akal menyatakan
mustahil mereka sepakat untuk bohong, dan proses tersebut dapat diindra oleh
panca indera. Hadist mutawatir terbagi mejadi tiga yaitu, mutawatir lafdzi,
ma’nawy, dan amali.
Sedangkan
hadist Ahad adalah Menurut bahasa kata“al-ahaad” bentuk plural (jama’) dari
“ahad” yang berarti: satu. Hadis wahid berarti: hadis yang diriwayatkan satu
perowi. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan hadist ahad adalah hadist yang diriwayatkan oleh
beberapa perowi yang jumlahnya tidak mencapai batasan hadist mutawatir. Hadist
ahad juga terbagi menjadi tiga yaitu, masyhur, aziz dan ghorib.
Daftar rujukan
Khon
Abdul Majid, 2008, Ulumul Hadist,
Jakarta: Amzah
Idri, 2010, Studi
Hadist, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Khaeruman badri,2010, Ulum Al-Hadis, Bandung: CV Pustaka
Kencana.
Zeid b. smeer, 2014, Studi
Hadist Konteporer langkah mudahdan praktis dalam Mememahami Ilmu Hadist, Yogyakarta:
Lingkar Media.
Mahmud thahhan, 2007Intisari
Ilmu Hadist ,Malang: Uin-Malang press.
Revisi:
1.
Tidak ada indikasi copy-paste.
2.
Abstrak cuma satu halaman saja.
3.
Berikan struktur sanad masing-masing contoh hadis agar lebih
jelas.
4.
Keterangan saya di kelas tolong diperhatikan dan ditambahkan
dalam makalah ini.
[1] Zeid
B. Smeer, Ulumul Hadist Pengantar Studi
Hadist Praktis,(Malang, Uin-Press, 2008) hlm, 39
[2]Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta, Amzah:
2008) hlm. 147
[3] Ibid,
hlm 39
[4] Idri,
Studi Hadis,(Jakarta: Kencana, 2010)
hlm. 133
[5]Ibid
hlm 135
[6]Ibid, hlm.136
[7] Zeid b. smeer, Studi Hadist Konteporer langkah mudahdan praktis dalam Mememahami Ilmu
Hadist, (Yogyakarta: Lingkar Media, 2014) hlm.64
[8] Mahmud thahhan, Intisari Ilmu Hadist , (Malang: Uin-Malang press, 2007) Hlm. 33
[9] Badri khaeruman, Ulum al- hadist, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 97
[10]Ibid, hlm.137
[11] Ibid, hlm.98
[12]Ibid, hlm.42
[13] Ibid, hlm.35
[14]Ibid, hlm.36
[15]Ibid, hlm 43
[16]Ibid, hlm 100
[17]Ibid, hlm.140
[18]Ibid, hlm.50-51
[19]Ibid, hlm.142
[20] Ibid, hlm.52
[21] Ibid, hlm.144-146
Tidak ada komentar:
Posting Komentar