KLASIFIKASI
HADIS DARI ASPEK KUANTITAS PERIWAYAT
Muhammad
Falach dan Dana Rosyidal Aqli
PAI
D Semester III
Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang
Abstrak:
Hadith
is a good history of prophet Muhammad words, deeds, statues. Hadits is the
second source of islamic law after al Quran. There are number of hadiths were
obtained from the companions, tabiin, tabiut tabiin, but there is also a hadith
that comes from a friend and the friend had a disciple and the hadith convey to
student. Therefore, according to the clasification of hadith narrators or
aspects of quantity is very important for us to know.
Clasification hadith of quantity aspects,
according to the muftiof hadith division in terms of quantity or amount
narrator becomes a source related. Among them there are grouping into three
parts, namely the hadith mutawatir, masyhur and ahad, and there is also a
dividing it into two, namely mutawatir and ahad hadith.
Ulama first class, which makes the masyhur
hadith stands alone, excluding part of ahad hadith, fiqh embraced by some
mufti, such as Abu Bakr al – Jasashah.
As for the second grup followed by most mufti
of fiqh and kalam mufti. According to them, a famous hadith is not a tradition
that standsalone, but is part of the
hadith ahad, therefore, they split into two parts hadith,
hadith mutawatir and ahad hadith.
Keywords : Mutawatir Hadith, Ahad
Hadith
Pendahuluan
Para
ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadis ditinjau dari segi kuantitasnya
atu jumlah rawi yang menjadi sumber berkaitan. Diantara mereka ada yang
mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadis mutawatir, masyhur, dan ahad,
dan ada juga yang membaginya menjadi dua, yakni hadis mutawatir dan ahad.
Ulama
golongan pertama, yang menjadikan hadis masyhur berdiri sendiri, tidak
termasuk bagian dari hadis ahad, dianut oleh sebagian ulama ushul,
diantaranya adalah Abu Bakar Al-Jasashah (305-370 H).
Adapun
golongan kedua, diikuti oleh kebanyakan ulama ushul dan ulama kalam.
Menurut mereka, hadis masyhur bukan merupakan hadis yang berdiri
sendiri, tetapi merupakan bagian dari hadis ahad, oleh karena itu mereka
membagi hadis menjadi dua bagian yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad.
Hadis Mutawatir
- Pengertian Hadis Mutawatir
لغة : هو اسم فاعل مشتق من التواتر اى
التتابع
Secara
bahasa, kata “mutawatir” berbentuk isim fa’il musytaq dari kata “tawatur”
yang bermakna “berturut-turut atau berurutan”.[1]
Selain itu, mutawatir berarti mutatabi’, yakni sesuatu yang datang
berikutnya dengan kita atau yang beringin-ingin antara satu dengan dengan
lainnya tanpa ada jaraknya.[2]
واصطلاحا : الحديث المتواتر هو الذى رواه جمع
كثير يؤمن واطنهم على الكذب عن مثلهم الى انتهاء السند وكان مستندهم الحسِّ
Sedangkan
secara istilah, hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah
rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang
semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad, dan sanadnya mereka adalah
pancaindra.[3]
هو خير عن مخسوس رواه عدد جّم يجب في العادة
احالة اجتماعهم وتواطئهم على الكذب
“Sesuatu hasil
hadis tanggapan pancaindra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang
menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan beesepakat untuk berdust”.[4]
Manna’ al-Qaththan, memberikan definisi hadis mutawatir
sebagai hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat kebiasaan
mustahil sepakat untuk berdusta, dari awal sanad hingga akhir sanad (pada
seluruh generasi) dan hadis yang diriwayatkan tersebut bersifat mahsh us.[5]
2.
Syarat-syarat
Hadis Mutawatir
a.
Diriwayatkan
oleh sejumlah besar perawi
Hadis
mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang membawa keyakinan
bahwa mereka itu tidak bersepakat untuk berdusta. Mengenai berapa jumlah
dimaksud, para ulama berbeda pendapat :
a)
Abu
Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan
jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.
b)
Ashabus
Syafi’i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para
Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.
c)
Sebagian
ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan
ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang mukmin yang tahan
uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah 200 orang. Q.S, Al-Anfal
: 65
يا ايها النبي حرّض المؤمنين على
القتال . ان يكن منكم عشرون صابرون يغلبوا مائتين
“Hai Nabi, korbankanlah
semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar
diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh”.
d)
Ulama
yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Hal tersebut
diqiyaskan dengan firman Allah :
يأيها النبي حسبك الله ومن اتّبعك من المؤمنين
“Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi
pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu. (Q.S.
al-Anfal:64). Hal ini sesuai dengan hadis riwayat Ath-Thabrani dari Ibnu Abi
Hatim dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Telah masuk Islam bersama Rasulallah saw.
Sebanyak 33 laki-laki dan 6 orang perempuan. Kemudian Umar masuk Islam, maka
jadilah 40 orang Islam.[6]
b.
Adanya
keseimbangan antar perawi pada thabaqat (lapisan) pertama dengan thabaqat
berikutnya
Jumlah
perawi dalam hadis mutawatir, antara thabaqat dengan thabaqat yang lainnyaharus
seimbang. Dengan demikian, bila suatu dahabat hadis diriwayatkan oleh dua puluh
orang sahabat, kemudian diterima oleh sepuluh tabiin dapat digolongkan sebagai
hadis mutawatir, sebab jumlah perawinya tidak seimbang antara thabaqat pertama
dengan thabaqat seterusnya.
c.
Berdasarkan
tanggapan pancaindra
Berita
yang disampaikan oleh perawi tersebut harus berdasarkan tanggapan pancaindra.
Artinya, berita yang mereka sampaikan itu harus benar-benar merupakan hasil
pendengaran atau penglihatan sendiri.[7]
3.
Faedah
Hadis Mutawatir
Hadis
mutawatir memberikan faedah ilmu dharuri , yakni suatu keharusan untuk
menerima dan mengamalkannya sesuai yang diberitakan oleh hadis mutawatir
tersebut, hingga membawa kepada keyakinan yang qath’i (pasti).[8]
Dengan seyakin-yakinnya bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar menyabdakan atau
mengerjakan sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir.
Dengan
demikian, dapatlah dikatakan bahwa penelitian terhadap rawi-rawi hadis
mutawatir tentang keadilan dan kedlabitannya tidak diperlukan lagi, karena
kuantitas/jumlah rawi-rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk
tidak bersepakat dusta. Oleh karenanya wajiblah bagi setiap muslim menerima dan
mengamalkan semua hadis mutawatir. Umat Islam telah sepakat tentang faedah
hadis mutawatir seperti tersebut diatas dan bahkan orang yang mengingkari hasil
ilmu daruri dari hadis mutawatir sama halnya dengan mengingkari hasil ilmu
daruri yang berdasarkan musyahailat (penglibatan pancaindra).[9]
4.
Pembagian
Hadis Mutawatir
Para
ulama membagi hadis mutawatir menjadi tiga macam :
1)
Hadis
Mutawatir Lafdzi
مااتفقت الفاظ الرّواة فيه ولو حكما
“Suatu (hadis)yang sama (mufakat) bunyi lafadz menurut para rawi
dan demikian juga pada hukum dan maknanya”.
Contoh
:
حدّثنا عمر بن عون أخبرنا خالد وحدّثنا
مسدّد حدّثنا خالد – المعنى – البيان بن بشر قال مسدّد ابو بشرعن وبرة بن عبد
الرحمن عن عامر بن عبد الله بن الزبير عن ابيه قال قلت للزبير ما يمنعك ان تحدّث
عن رسول الله صلى الله عليه وسلم كما يحدث عنه اصحابه فقال اما والله لقد كان لى
منه وجه ومنزلة ولكنى سمعته يقول رسول الله صلى الله عليه وسلم : من كذّب عليّ
متعمّدا فايتبوّأ مقعده من النّار
“Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berdusta atas namaku,
maka hendaklah ia bersedia menduduki tempat duduk di neraka”.
2)
Hadis
Mutawatir Maknawi
مااختلفوا في لفظه ومعناه مع رجوعه لمعنى كلي
“Hadis yang berlainan bunyi lafadz dan maknanya, tetapi dapat
diambil dari kesimpulannya atau satu makna yang sama”.
Contoh
:
حدثنا محمد بن بشار حدثنا يحيى وابن
ابى عدي عن سعيد عن قتادة عن انس بن مالك قال كان النّبي صلى الله عليه وسلم لا
يرفع يديه في شيئ من دعائه الاّ في الإستقاء وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه
“Rasulallah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam
doa-doanya selain dalam do’a shalat istisqa’ dan beliau mengangkat tangannya,
sehingga nampak putih-putih kedua ketiaknya”.(HR. Bukhari Muslim)
3)
Hadis
Mutawatir Amali
ماعلم من الدين بالضّرورة وتواتر بين
المسلمين انّ النّبي صلى الله عليه وسلم فعله او امربه او غيرذلك
“Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari
agama dan telah mutawatir diantara kaum muslimin bahwa Nabi melakukannya atau
memerintahkan untuk melakukannya atau serupa dengan itu”.
Contoh
:
Kita
melihat dimana saja shalat Dhuhur dilakukan dengan jumlah rakaat sebanyak 4
(empat) rakaatdan kita tahu bahwa hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan
oleh Islam dan kita mempunyai sangkaan kuat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukannya
atau memerintahkannya demikian.[10]
Hadis Ahad
1.
Pengertian
Hadis Ahad
Terdapat
definisi etimologis dan terminologis tentang hadis ahad ini, baik secara bahasa
ataupun istilah. pengertian hadis ahad menurut bahasa dan istilah sebagai
berikut :
لغة : الأحد جمع احد بمعنى الوحد وخبر
الوحد هو ما يرويه شخص واحد .واصتلاحا
: هو مالم يجمع شروط المتواتر
Secara
bahasa, kata “ahad” bermakna satu, sedangkan khabar “ahad” adalah khabar yang
diriwayatkan oleh satu orang. Adapun pengertian hadis ahad menurut istilah
adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir.[11]
مالم تبلغ نقلته في الكثيرة مبلغ الخير
المتواتر سواء كان المخبرواحدا او إثنين او ثلاثا او اربعا او خمسة او غير ذلك من
الأعداد الّتى لا تسعر بأن الخبر دخل بها في خبر المتواتر
“Khabar yang jumlah perawinya tidak sebanyak jumlah perawi hadis
mutawatir, baik perawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima, dan seterusnya yang
memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak mencapai jumlah perawi
hadis mutawatir”.[12]
2.
Faedah
Hadis Ahad
Para
ulama sependapat bahwa hadis ahad tidak Qath’i, sebagaimana hadis mutawatir.
Hadis ahad hanya memfaedahkan dzanni. Oleh karena itu masih perlu
diadakan penyelidikan sehingga dapat diketahui maqbul dan mardudnya. Dan kalau
ternyata telah diketahui bahwa, hadis tersebut tidak tertolak, dalam arti
maqbul, maka mereka sepakat bahwa hadis tersebut wajib untuk diamalkan
sebagaimana hadis mutawatir.[13]
3.
Pembagian
Hadis Ahad
Para
ulama membagi hadis ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan ghairu
masyhur, sedangkan ghairu masyhur dibagi menjadi dua, yaitu aziz
dan gharib.
a.
Hadis
Masyhur
Pengertian
Hadis Masyhur
Masyhur
menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu’ (sesuatu yang sudah tersebar dan
populer). Adapun menurut istilah terdapat beberapa definisi, antara lain :
مارواه الثلاثة ولم يصل درجة التّواتر
“Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih, tetapi
bilangannya tidak mencapai ukuran bilangan mutawatir”.
ماله طرق محصورة بأكتر من إثنين ولم يبلخ
حدّالتّواتر
“Hadis
yang mempunyai jalan terbatas, tetapi lebih dari dua jalan dan tidak sampai
kepada batas hadis mutawatir”.
Hadis ini dinamakan masyhur karena telah
tersebar luas dikalangan masyarakat. Ada ulama yang memasukkan seluruh hadis
yang telah populer dalam masyarakat, sekalipun tidak mempunyai sanad
sama sekali, baik berstatus sahih, dhaif kedalam hadis masyhur. Hadis masyhur ini ada yang berstatus sahih,
hasan, dan dhaif, baik pada sanad maupun matannya.[14]
Macam-macam
Hadis Masyhur
Hadis masyhur dapat digolongkan dalam
beberapa bagian :
1)
Hadis
masyhur dikalangan muhadditsun
Contoh
:
اخبرنا احمد بن يونس قال حدّثنا زائدة عن
التّيميّ عن ابى مجلز عن انس قال قنت النبى صلى الله عليه وسلم شهرا يدعو على رعل
وذكوان
“Anas
r.a, berkata, Rasulallah SAW, berqunut selama sebulan berdo’a untuk kehancuran
Ri’l dan Dzakwan”.
2)
Hadis
masyhur dikalangan muhadditsun dan ulama lain
Contoh
:
انبأنا ابو عاصم عن ابن جريج انه سمع
ابا الزبير يقول سمعت جابرا يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول المسلم
من سلم المسلمون من لسانه ويده
“Rasulallah
SAW, bersabda, orang muslim adalah orang yang menyelamatkan orang muslim
lainnya dari gangguan lidah dan tangannya”.
3)
Hadis
masyhur dikalangan fuqaha’
Contoh
:
حدثنا كثير بن عبيد حدثنا محمّد بن
خالد عن معرّف بن واصل عن محارب بن دثار عن ابن عمر عن رسول الله صلى الله عليه
وسلم قال ابغض الحلال الى الله تعالى الطّلاق
“Rasulullah
SAW, bersabda, sesungguhnya perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah
Talak”.
4)
Hadis
masyhur dikalangan ahli ushul fiqh
Contoh
:
حدثنا عبد الله بن يزيد حدثنا حيوة
حدثنى يزيد بن عبد الله بن الهاد عن محمّد عن ابراهيم بن الحارث عن بسر بن سعيد عن
ابى قيس مولى عمر وبن العاص انه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول اذا حكم
الحاكم فاجتهد ثم اصاب فله اجران ، واذا حكم فاجتهد ثم اخطأ فله اجر
“Rasulullah
SAW, bersabda, jika seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benar maka ia
mendapatkan dua pahala namun jika ijtihadnya keliru maka ia mendapatkan satu
pahala”.
5)
Hadis
masyhur dikalangan ahli bahasa arab
Contoh
:
عن عمر قال : نعم العبد صهيب لو لم يخف الله لم
يعصه
“Dari
Umar, r.a, dia berkata, sebaik-baik hamba Allah adalah suhaib. Bila ia tidak
takut kepada Allah, ia tidak berbuat dosa.”
6)
Hadis
masyhur dikalangan ahli pendidikan
Contoh
:
ادبنى ربى فأحسن تأديبى
“Tuhanku
telah mendidikku maka ia menjadikan pendidikanku menjadi baik.”
7)
Hadis
masyhur dikalangan umum
Contoh
:
وعن سهل بن سعد رضي الله عنه قال : قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم العجلة من اشّيطان
“Rasulallah
SAW, bersabda, ketergesa-gesaan berasal dari syetan.”[15]
b.
Hadis
Ghoiru Masyhur
1.
Hadis
‘Aziz
لغة : هو صفة مشبهة من " عز يعز "
واصتلاحا : ان لا يقل رواته عن اثنين جميع طبقات السند
Secara
bahasa kata ‘aziz merupakan sifat musyabbahah dari kata “ ’azza ya’izzu”,
sedangkan menurut istilah hadis ‘aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh tidak
kurang dari dua perawi pada seluruh tingkatan atau generasi.
Contoh
:
Hadis
yang diriwayatkan dari Anas Ibn Malik dari Rasulallah SAW, tentang etika sosial
sebagai parameterkualitas keimanan seseorang,
حدثنا محمّد بن المثنّى وابن بشّار قال
حدثنا محمّد بن جعفرحدثنا شعبة قال سمعت قتادة يحدّث عن انس بن مالك قال : قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يؤمن احدكم حتى اكون احبّ اليه من ولده ووالده
والنّاس اجمعين
“Rasulallah SAW, bersabda, tidaklah sempurna iman seseorang
sampai ia mencintaiku melebihi kecintaannya kepada anaknya, orang tuanya serta
seluruh manusia”.
2.
Hadis
Gharib
Dalam
pengertian bahasa dan istilah, hadis gharib didefinisikan sebagai berikut :
الغريب لغة : هو صفة مشبهة بمعنى
المنفرد او البعيد من اقاربه . واصتلاحا : هو ما ينفرد بروايته راو واحد
Secara
bahasa, kata “gharib” merupakan sifat musyabbahah yang bermakna menyendiri.
Sedangkan secara istilah hadis gharib adalah hadis yang diriwayatkan seorang
perawi dimanapun hal itu terjadi. Artinya bahwa hadis gharib ini tidak
disyaratkan harus satu orang perawi pada setiap tingkatan atau generasi, akan
tetapi cukup pada satu tingkatan sanad dengan satu orang perawi. Diantara
contohnya adalah hadis yang diriwayatkan dari ‘umar ibn Khattab dari Rasulallah
SAW tentang pentingnya niat sebagai berikut :
حدثناعبد الله بن مسلمة بن قعنب حدثنا
مالك عن يحيى بن سعيد عن محمّد بن ابراهيم عن علقمة بن وقّاص عن عمر بن الخطّاب
قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : انما الأعمال بالنّيّة وانما لامرئ ما نوى
فمن كانت هجرته الى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امرأة يتزوّجها
فهجرته الى ما هاجر اليه
“Rasulallah
SAW bersabda : sesungguhnya perbuatan itu tergantung (ditentukan) oleh niat,
sesungguhnya nilai setiap perbuatan itu (sesuai dengan) apa yang diniatkan.
Barang siapa yang hijrahnya karena (dimotivasi) dunia atau karena perempuan
yang akan dinikahinya maka demikianlah (nilai) hijrahnya”.
H.
Muhammad Ahmad
Berdasarkan letak terjadinya
ke-gharib-an, dapat dipilah menjadi tiga kelompok, yaitu :
1)
Gharib
matnan wa isnadan (gharib dari segi matan dan sanadnya)
artinya bahwa hadis tersebut tidak diriwayatkan melainkan melalui satu sanad.
2)
Gharib
isnadan la matnan (gharib dari segi sanadnya dan tidak
matannya). Artinya hadis tersebut merupakan hadis yang masyhur kedatangannya
melalui beberapa jalur dari seorang rawi atau seorang sahabat atau dari
sejumlah perawi, lalu ada seorang rawi meriwayatkan dari jalur lain yang tidak
masyhur. Hadis gharib dalam bentuk ini dinamakan hadis gharib mutlak disebabkan
diriwayatkan oleh seorang perawi saja, melalui jalur yang tidak masyhur.
3)
Gharib
matnan la isnadan, yaitu hadis yang pada mula sanadnya
tunggal, akan tetapi pada tahap selanjutnya masyhur. Sebenarnya hadis gharib
dalam bentuk ini, jika dicermati, dapat dikelompokkan pada kelompok pertama.[16]
Jika
ditinjau dari segi ke-ghariban sanadnya, ada sejumlah ulama yang membaginya
pada dua kelompok, yaitu :
1)
Hadis
gharib mutlak, yaitu hadis yang ke-gharib-an sanadnya terjadi pada asal
sanadnya. Contohnya :
الولاء لحمة كلحمة النّسب لا يباع ولا يوهب
Kekerabatan
dengan jalan memerdekakan, sama dengan kekerabatan dengan nasab, tidak boleh
dijual dan tidak boleh dihibahkan.
Hadis
gharib tersebut diterima dari Nabi oleh Ibnu Umar, dan dari Ibnu Umar hanya
Abdullah bin Dinar saja yang meriwayatkannya. Abdullah bin Dinar adalah seorang
tabiin yang hafidz, kuat ingatannya, dan dapay dipercaya.
2)
Hadis
gharib nisbi, yaitu hadis yang ke-gharib-an sanadnya terjadi pada tengah sanad,
bukan pada asal sanad sebagaimana hadis gharib mutlak. Contohnya :
كان صلى الله عليه وسلم يقرأ فى الأضحى والفطر ب (ق) وقتربت السّعد
وانشقّ القمر
Dikabarkan
bahwa Rasulallah SAW. Pada hari raya Qurban dan hari raya Fitri membaca surat
Qaf dan surat Al-qamar (H.R Muslim dan Daruqutni).
Hadis
tersebut diriwayatkan melalui dua jalur, yakni jalur Muslim dan jalur
Ad-Daruqutni. Melalui jalur muslim, terdapat rentetan sanad Muslim,
Malik Dumrah bin Said, Ubaidillah, dan Abu Waqid Al-Laisi yang menerima
langsung dari Rasulallah SAW. Adapun melalui jalur Daruqutni, terdapat rentetan
sanad Daruqutni, Ibnu Lahiah, Khalid bin Yazid Urwah, dan Aisyah yang
langsung menerima dari Nabi.
Pada
rentetan sanad yang pertama, Dumrah bin said Al-Muzani disifati sebagai
seorang muslim yang tsiqah. Tidak seorang mpun dari perawi-perawi tsiqah
yang meriwayatkan hadis tersebut selain dia sendiri. Ia sendiri yang
meriwayatkann hadis tersebut dari Ubaidillah dari Abu Waqid Al-Laisi. Ia
disifatkan menyendiri tentang ke tsiqah-annya. Sementara itu, melalui
jalur kedua, Ibnu Lahiah yang meriwayatkan hadis tersebut dari Khalid bin Yazid
dari Urwah dari Aisyah. Ibnu Lahiah disifati sebagai seorang rawi yang lemah.[17]
Kesimpulan
Hadis
dari aspek kuantitas atau jumlah perawi dapat dibagi menjadi dua, yaitu hadis
mutawatir dan hadis ahad. Hadis mutawatir adalah hadis yang
diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta
dari sejumlah rawi yang semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad, dan
sanadnya mereka adalah pancaindra. Hadis dapat dikatakan sebagai hadis
mutawatir jika memenuhi syarat yang telah dipaparkan. Hadis mutawatir juga
dibagi menjadi tiga, yaitu hadis mutawatir lafdzi, hadis mutawatir maknawi,
dan hadis mutawatir amali.
Sedangkan
hadis ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang, artinya jumlah
perawinya tidak sebanyak jumlah perawi hadis mutawatir, baik perawinya itu
satu, dua, tiga, empat, lima, dan seterusnya yang memberikan pengertian bahwa
jumlah perawi tersebut tidak mencapai jumlah perawi hadis mutawatir. Adapun
hadis ahad juga dibagi menjadi tiga, yaitu hadis masyhur, hadis aziz, dan
hadis gharib.
Daftar Rujukan
Sumbulah, Umi,dkk. 2014. Studi Al-Qur’an dan Hadis. Malang :
UIN-Maliki Press.
Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor : Penerbit
Ghalia Indonesia.
Kholis, Nur. 2008. Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits.
Yogyakarta : TERAS.
Suparta, Munzier. 1993. Ilmu Hadits. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Mudasir, H. 1993. Ilmu Hadits. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Revisi:
- Tidak ada indikasi copy-paste.
- Abstrak satu paragraf.
- Pendahuluan kurang tepat, seharusnya diisi dengan pengantar untuk memahami materi yang hendak disampaikan.
- Tolong penulisan footnote lebih diteliti lagi, masih banyak kesalahan.
- Gambar struktur sanad dari contoh hadis masyhur, aziz, dan gharib agar lebih bisa dipahami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar