Senin, 24 Oktober 2016

Fiqih JInayah dan Siyasah (PAI E Semester III)




FIQIH JINAYAH DAN SIYASAH

Putri Ayu Quraisyin, Zaiful Jabbar, Khoribetul Jenah
PAI E UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
e-mail : putriayuquraisyin30@gmail.com

Abstract:
fiqh jinayah is a science explaining the prevention of crimes committedhuman and punitive sanction relating to the crime. The scholars classify jinayah it to see what the penalty sanction in charge to three groups : First, Qiyas-diyat,that is crime that sanction the penalty is retaliation in kind. Included in this group is killing, wounding and removal of limbs. Second, Hudud, that is a crime that legal sanction set itself devinitively by Allah and Propert. Included in this group namely theft, robbery, adultery accusations without proof, drinking wine, rebellion and apostasy. Third, Ta’zir, that is a crime that is not punishable by Qiyas-diyatnor with Hudud. In this case the sentence set by priest or ruler.
In Fiqh Siyasah there are three categories of environmental laws in muslim societies. Firstly, syariah law, the syariah are the laws and rules of the rules set for the slave in order to be followed in connection with the Allah and human beings. Secondly, fiqih law, fiqih is the earnest efforts of the scholars to explore the islamic rules of law so that it can be practiced by muslims. Thirdly, siyasah syar’iyyah, Siyasah syar’iyah interpreted with policy based management of the affairs of state law. The division of fiqh siyasah can be simplified into three main points. The first, political laws (Siyasah Dusturiyyah). Second, foreign policy (Siyasah Dauliyyah/Siyasah Kharijiyyah). Third, political party finance and monetary (siyasah ‘amaliyyah). Source study siyasah jurisprudence there are three parts, as al-Qur’an and Sunnah, sources that are not written in al-Qur’an and sunnah axles, as well as the source of the source in the form of the relics of muslim history.

Key word: Jinayah and Siyasah



FIQH JINAYAH

Fiqh jinayah merupakan suatu ilmu yang menjelaskan tentang pencegahan tindakan kejahatan yang di lakukan manusia dan sanksi hukuman yang berkenaan dengan kejahatan itu.Tujuan umum dari ketentuan yang di tetapkan Alloh itu adalah mendatangkan kemaslahatan untuk manusia, baik mewujudkan keuntungan dan manfaat bagi manusia maupun menghindarkan kerusakan dan kemudaratan dari manusia. Dalam hal ini Alloh SWT menghendaki terlepasnya manusia dari segala bentuk kerusakan, hal ini di perjelas dalam hadis nabi :
لا ضرر ولا ضرار                                                                                                                
Yang artinya “ tidakboleh terjadi kerusakan terhadap manusia dan tidak boleh manusia melakukan perusakan terhadap orang lain”.
Para ulama mengelompokkan jinayah itu dengan melihat sanksi hukuman apa yang di tetapkan, kepada tiga kelompok yaitu :
1. Qiyas-diyat yaitu tindak kejahatan yang sanksi hukumannya adalah balasan setimpal ( qisas     Dan denda darah ( Diyat ). Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pembunuhan, pelukaan dan penghilangan bagian anggota tubuh.
2. Hudud yaitu  kejahatan atau jinayah yang sanksi hukumnya di tetapkan sendiri secara pasti oleh alloh dan Nabi. Yang termasuk dalam kelompok ini yaitu pencurian, perampokan, tuduhan zina tanpa bukti, minum khamer, pemberontakan dan murtad.
3. Ta’zir  yaitu kejahatan lain yang tidak di ancam dengan qiyas-diyat dan tidak pula dengan hudud. Dalam hal ini hukumannya di tetapkan oleh imam atau penguasa.
JINAYAH QIYAS-DIYAT
Pembunuhan
Yang di maksud dengan pembunuhan ialah tindakan yang menghilangkan nyawa seseorang.Pembunuhan adalah perbuatan yang di larang Alloh dan Nabi karena merusak salah satu sendi kehidupan.
Banyak firman Alloh yang melarang pembunuhan, baik dengan ucapan jelas-jelas melarang membunuh dengan ucapan “ jangan membunuh “  atau dengan ucapan “ tidak boleh membunuh “. Umpanya firman Alloh dalam surat Al An’am ayat 151 :
ولا تقتلوا النفس التى حرم الله الا بالحق
Yang artinya : “jangan kamu membunuh jiwa yang di haramkan oleh Alloh kecuali dengan haq…”.

Dan firman Alloh dalam surat An Nisa’ ayat 92 :
وما كان لمؤمن ان يقتل مؤمنا الا خطاء
Yang artinya ” tidak boleh seorang mukmin membunuh orang mukmin kecuali karena tersalah..”.
Larangan Alloh tersebut di tegaskan lagi dalam bentuk ancaman terhadap orang yang melakukannya, sebagaiman tersebut dalam surat An nisa’ ayat 93 :
ومن يقتل مؤمنا متعمدا فجزاؤه جهنم خالدا فيها
Yang artinya “ Dan barang siapa yang membunuh orang beriman secara sengaja maka  balasannya adalah neraka jahannam dan mereka kekal di dalamnya”.
Dengan di sebutkannya beberapa sifat pembunuhan yang tersebut dalam Al qur’an tersebut para ulama dalam tahap pertama mengelompokkan pembunuhan itu kepada dua bentuk :
1.  Pembunuhan secara haq : yaitu pembunuhan yang memang di suruh Alloh melakukannya dan oleh karenanya tidak berdosa orang yang melakukannya. Umpamanya membunuh musuh dalam peperangan dan membunuh orang dalam rangka melaksanakan eksekusi pengadilan atas suatu pidana.
2. Pembunuhan secara tidak haq : yaitu pembunuhan yang di larang oleh Alloh dan di ancam dengan hukuman tertentu di dunia dan di akhirat. Oleh karena ancaman hukuman atas pembunuhan tidak secara haq ini begitu berat maka Ulama memilah-milah pembunuhan tersebut kepada beberapa bentuk :
a. Qatlu al’ amdi ( pembunuhan sengaja ) yaitu pembunuhan yang padanya terdapat kesengajaan dalam berbuat, kesengajaan dalam sasaran dan kesengajaan dalam alat yang di gunakan, seperti sengaja membunuh seseorang dengan menggunakan senjata api atau tajam sampai mati.
b. Qatlu al khatha’ ( pembunuhan tersalah ) yaitu pembunuhan yang tidak terdapat padanya tiga unsur kesengajaan tersebut di atas, seperti contohnya tidak sengaja menembak burung tetapi yang ken adalah orang lain sampai mati.
c. Qatlu syibhu al ‘amdi  ( pembunuhan seperti sengaja ) yaitu pembunuhan yang terdapat padanya unsur kesengajaan dalam berbuat dan sasaran, namun tidak ada kesengajaan dalam alat yang di gunakan, seperti contoh si A memukul si B dengan pensil tapi tidak di sangka ternyata si B meninggal.
d. qatlu syibhu al khatha’ ( pembunuhan seperti tersalah ) yaitu tidak sengaja dalam berbuat yang dengan sendirinya juga tidak sengaja dalam sasaran dan alat, umpamanya seseorang yang jatuh dari tempat tinggi dan menimpa anak kecil yang berada di bawahnya sehingga mengakibatkan anak kecil tersebut meninggal.
Ancaman terhadap pembunuhan sengaja
Ancaman hukuman terhadap pembunuhan sengaja ada tiga bentuk yaitu hukuman pokok, hukuman pengganti, hukuman tambahan.
1. Hukuman pokok
Hukuman poko terhadap pembunuhan sengaja adalah qisas atau balasan setimpal.Karena pembunuhan ini mengakibatkan kematian, maka balasan yang setimpal adalah juga kematian. Hal ini sesuai dengan firman Alloh dalam surat Al baqarah ayat 178 :
يا يها الذين امنوا كتب عليكم القصاص فى القتل الحر بالحر والعبد بالعبد والانثى بالانثى
Yang artinya : “hai orang-orang yang beriman di tetapkan atasmu qisas dalam pembunuhan, orang merdeka dengan merdeka, hamba dengan hamba, perempuan dengan perempuan.

2. Hukuman pengganti
Hukuman pengganti di laksanakan apabila hukuman qisas tidak bias di laksanakan, baik karena tidak terpenuhi syarat pelaksanaan qisas atau pelaksanaan qisas gugur karena telah mendapat maaf dari keluarga yang terbunuh. Hukuman pengganti dalam hal ini ialah diyat yaitu denda darah dalam bentuk penyerahan seratus ekor unta kepada keluarga yang terbunuh. Hal ini sesuai dengan firman Alloh dalam surat Al baqarah bagian kedua dari ayat 178 :
فمن عفي له من اخيه شيء فاتباع بالمعروف واداء اليه باحسان ذلك تخفيف من ربكم ورحمة فمن اعتدى بعد ذلك فله عذاب اليم
Yang artinya :” barang siapa ( si pembunuh secara sengaja ) di maaf oleh saudaranya ( kerabat dari orang yang terbunuh ) maka ikutilah secara baik dan berikanlah ( diyat ) kepadanya secara baik. Demikianlah keringanan dan rahmat dari tuhanmu. Barang siapa melampaui batas ( melakukan pembunuhan ) sesudah itu, maka baginya azab yang pedih.”
Tentang penjelasan diyat itu di berikan oleh nabi dalam hadisnya yang berbunyi :
Yang artinya : “ bahwa sesungguhnya Nabi saw telah menulis kepada penduduk yaman kemudian menyebutkan hadist yang padanya tersebut : siapa yang membunuh orang beriman sampai mati maka balasannya adalah qisas, kecuali bila di maafkan oleh kerabatnya. Maka kewajibannya adalah diyat sebanyak 100 ekor unta.
3. Hukuman tambahan
Baik qisas maupun diyat merupakan hak bagi kerabat si terbunuh, mereka dapat menuntut dan dapat pula tidak menuntut. Namun hukuman tambahan ini  merupakan hak Alloh yang tidak dapat di maafkan.hukuman tambahan pertama adalah kafarah dalam bentuk memerdekakan hamba sahaya.bila tidak dapat melakukannya di ganti dengan puasa dua bulan berturut-turut.hukuman kedua adalah kehilangan hak mewarisi dari yang di bunuhnya, hal ini sesuai dengan hadis nabi yang artinya “ si pembunuh tidak dapat mewarisi.”
JINAYAH PENGANIYAAN
Jinayah atau kejahatan atas fisik tetapi tidak menimbulkan kematian, ulama fiqh membagi kejahatan penganiyaan ini kepada 5 bentuk :
a. memotong bagian-bagian badan seperti tangan, telinga dan alat kelamin.
b. menghilangkan fungsi bagian-bagian badan seperti merusak pendengaran.
c.pelukaan di bagian kepala
d. pelukaan di bagian tubuh lainnya
e. di luar ke empat bagian tersebut di atas, seperti memukul dengan alat yang tidak melukai.
Penganiyaan di lakukan dengan sengaja bila padanya terdapat kesengajaan dalam perbuatan, seperti sengaja melakukan pemotongan, kesengajaan dalam sasaran, dalam arti yang di potong adalah tangan orang yang masih hidup dan kesengajaan dalam alat yang di gunakan.
JINAYAH HUDUD
Perzinaan
Secara umum zina dan dalam artian yang sederhana  adalah hubungan kelamin di luar nikah. Islam telah menentukan cara penyaluran nafsu syahwat secara baik melalui lembaga perkawinan. Oleh karena itu penyaluran nafsu syahwat di luar nikah sangat di larang secara tegas oleh Islam, sebagai mana firman Alloh dalam surat Al Isra ayat 32 :
ولا تقربوا الزنى انه كان فاحشة وساء سبيلا
Yang artinya :“ janganlah kamu mendekati zina, karena ia adalah keji dan jalan( cara) yang   palingburuk”.
Dalam ayat lain terlihat ancaman Alloh yang lebih tegas terhadap pelaku zina denga di dera seratus kali sebagaiman terdapat dalam firmannya dalam surat An Nur ayat 2 :
الزانية والزانى فاجلدوا كل واحد منهما مائة جلدة
Yang artinya : “ pezina laki-laki dan pezina perempuan deralah masing-masibgnya seratus kali”.
Menurut madzab Syafi’I yang di sebut perzinaan ialah:
ايلاج فرج في فرج محرم لذاته خال عن شبهته مشتهى طبعا
“ memasukkan alat kelamin ke dalam alat kelamin, yang di haramkan menurut zatnya, terlepas dari segala kemungkinan kesamaan dan secara alami perbuatan itu di senangi.
Adapun pembuktian telah terjadinya zina itu berlaku dengan cara-cara sebagi berikut :
a. kesaksian empat orang laki-laki muslim yang adil dan dapat di percaya, dan keempatnya melihat langsung hubungan kelamin itu secara bersamaan.
b. pengakuan yang di lakukan oleh pasangan yang melakukan perzinaan secara jelas dan bersungguh-sungguh dari orang-orang yang pengakuannya dapat di percaya seperti dewasa dan berakal sehat.
c. Qarinah atau tanda dan isyarat yang meyaqinkan seperti kehamilan janin perempuan yang tidak terikat dalam perkawinan.
d. Li’an : yaitu sumpah suami yang menuduh istrinya berzina dan tidak mampu mendatangkan empat orang saksi, sebanyak empat kali dan yang kelima ucapannya bahwa laknat Allohakan menimpanya bila ia tidak benar dalam tuduhannya, kemudian sumpah li’an si suami itu di tolak oleh istri dengan li’an balik. Hal ini menjadi bukti bahwa perzinaan itu memang telah terjadi.
Sanksi hukuman zina                       
Bila telah di buktikan bahwa zina memang terjadi, maka hukuman dapat di laksanakan.Adapun ancaman hukuman di bedakan antara seoarang muhsandan ghoiru muhsan.Terhadapan pezina muhshan ancaman hukumannya adalah rajam yaitu di lempar batu ukuran sedang sampai mati, sedangkan terhadap pezina ghoiru muhshanancamannya adalah di dera 100 kali dan di takzir satu tahun. Alasan di dera 100 kali adalah merujuk pada firman Alloh dalam surat An Nur ayat   2 :
الزانية والزاني فاجلدوا كل واحد منهما مائة جلدة
Yang artinya :” pezina laki-laki dan pezina perempuan deralah masing-masingnya 100 kali..”
Adapun ancaman hukuman untuk pezina muhsanialah di rajam sampai mati. Ketentuan rajam itu tidak merujuk pada firman Alloh tetapi berdasarkan hadis nabi, baik dalam bentuk ucapan langsung atau apa yang di lakukan Nabi sendiri. Semisal dalam hadisnya riwayat Muslim yaitu :
Yang bunyinya :” pezina yang tsayib dengan tsyayib, hukumannya adalah dera seratus kali dan di rajam dengan batu.
JINAYAH QADZAF
Qadzaf artinya “ melempar” ,Yang di maksud  ialah tuduhan melakukan perzinaan secara tidak benar.bila seseorang melemparkan tuduhan kepada seseorang melakukan zina dan dia yaqin akan kebenaran tuduhannya itu dan untuk itu ia mampu mendatngkan empat orang saksi , maka tuduhan itu tidak di sebut qadzafkarena yang demikian berarti melaporkan terjadinya perzinaan.
Suatu tuduhan yang di lemparkan kepada seseorang di sebut dengan qadzaf  yang di ancam dengan hukuman berat, bila terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
a. Tuduhan yang di lemparkan kepada seseorang itu adalah perbuatan zina atau meniadakan nasab atau hubungan keturunan.
b. orang yang di tuduh berzina itu adalah seseorang yang muhsan
c. adanya kesengajaan berbuat qadzaf .
Pembuktian terjadinya qadzaf
Pembuktian terjadinya qadzaf di lakukan melalui :
a.kesaksian dua orang saksi yang muslim, dewasa, berakal sehat, adil, kuat ingatan, mampu berbicara, dan tidak mempunyai hubungan kerabat dan permusuhan dengan orang yang di saksikan.
b. pengakuan sendiri dari orang yang menuduh bahwa ia telah melakukan penuduhan yang salah.
c. penolakan bersumpah.
Ancaman hukuman pelaku Qadzaf
1.hukuman pokok : yaitu di dera 80 kali dengan alat yang di tetapkan yaitu cambuk
2. hukuman tambahan yaitu tidak di terima kesaksiannya dan terhadap siapa saja.

FIQIH SIYASAH

A. KATEGORI HUKUM DALAM ISLAM
Ada tigaketegori hukum yang berlakudalamlingkunganmasyarakat Muslim, yaituhokumsyariat, hokumfiqih, dansiyasahsyar’iyyah.Ketigaistilahini, meskipunberbedapengertian, mempunyaihubungan yang eratantarasatusamalainnya.
1.      SYARIAT
Menurutbahasa, syari’atberartijalanmenujuketempatpengairan, ataujalansetapak yang harusditempuhataujalan/tempatmengalirnya air sungai. Kata syari’atdiungkapkandalambeberapaayat Al-Qur’an, sepertidalamsurat al-Ma’idah, 5: 48, asy-Syura, 42:13 dan al-jatsiyah, 45;18. Dalamayat-ayattersebut kata syariatmengandungpengertian “jalanterang yang menuntunmanusiapadakeselamatan.” Hal inisesuaidenganpengertiankebahasaan, bahwa orang yang mengikutisyariat yang ditentukan Allah, makaiamenempuhjalanke “pengairan” atau “sungai” yang dapatmembersihkanjiwanya.
Surah asy-Syura, 42: 13 mengisyaratkanbahwasyariat identic denganal-din (agama). Namunpadaperkembangannya, kata syariatlebihdikhususkanpadahokumamaliah.Pengkhususanini dimaksudkanuntukmembedakanantara al-din yang tetapdanberlaku universal bagisemuamanusiadengansyariat yang berbeda-bedaantarasatuumatdenganumat yang datangkemudian.Perbedaaninisesuaidengansituasi,kondisidankemampuanumat yang bersangkutan. Menurut Muhammad RasyidRidha, dasar agama (tauhid)
yang dibawaolehpararasulsepanjangmasahinggarasulterakhir Muhammad SAW, tidakberbeda. Adapunsyariatsebagaihokumamaliahberbedamenurutperbedaanzamandanrasul yang membawanya.
Dari penjelasandiatasdapatditarikkesimpulanbahwasyariatadalahhukum-hukum yang bersifatamaliah, sebagaimana di definisikanolehparaulama :
خطا ب الشارع المتعلق بافعال المكلفين بالاقتضاء او التخيير او الوضع
 “ketentuan Allah (Syari’) yang berhubungandenganperbuatanmukallaf (subjekhukum), berupaperintahmelakukansesuatuperbuatan, pemilihanataumenentukansesuatusebagaisyarat, sebabataupenghalang.”
Menurut Mahmud Syaltout, syariatadalahhukum-hukumdanaturan-aturan yang ditetapkanuntukhambaNyasupayadiikutidalamhubungandengan Allah dan sesama manusia. SementaraFrouq Abu Zaidmerumuskansyariatsebagai “peraturan Allah yang disampaikanmelaluinabiNya yang tidakdapatdiubahataudiganti.”
2.      FIQIH
Kata fiqihberasaldarifaqaha-yafqahu-fiqhan.Secarabahasa, pengertianfiqihadalah“ paham yang mendalam”. Imam At-Tirmidzi, sepertidikutip Amir Syarifuddin, menyebut“ fiqihtentangsesuatu” berartimengetahuibatinnyasampaikepadakedalamannya. Kata Faqahadiungkapkandalam al-Quran sebanyak 20 kali, 19 kali diantaranyadigunakanuntukpengertian“ kedalamanilmu yang dapatdiambilmanfaatdarinya. Berbedadenganilmu yang sudahberbentukpasti (Qath’i), fiqihmerupakanilmutentanghukum yang tidakpasti (zhanni).Menurutistilah, fiqihadalah :
العلم بالاحكام الشرعية العملية المستنبطة من ادلتها التفصيلية

 “ilmuataupemahamantentanghukum-hukumsyariat yang bersifatamaliah yang digalidaridalil-dalilnya yang rinci(tafsili).”
Dari definisiinidapatdipahamibahwafiqihadalahupayasungguh-sungguh dariparaulama (mujtahidin) untukmenggalihukum-hukumsyara’ sehinggadapatdiamalkan olehumatislam. Fiqihdisebutjugadenganhokumislam. KarenafiqihbersifatIjtihadiyah, pemahamanterhadaphukum syara’ tersebut pun mengalamiperubahandanperkembangansesuaidenganperubahandanperkembangansituasidankondisimanusiaitusendiri.
Fiqihmencakupberbagaiaspekkehidupanmanusia.Disampingmencakuppembahasantentanghubunganantaramanusiadengantuhannya (ibadah) fiqihjugamembicarakanaspekhubunganantarasesamamanusiasecaraluas (muamalah).Aspekmuamalahinipundapatdibagilagimenjadijinayah (pidana), munakahat (perkawinan), mawaris (kewarisan), Murafaat (hukumacara), siyasah (politikatauketatanegaraan) dan al ahkam al- dualiah (hubunganinternasional).Padabagianmendatangaspek-aspekfiqihislaminiakandiuraikansecaralebihmerinci.
Dari gambaran di atasjelaslahbahwafiqihsiyasah adalahbagiandaripemahamanulamamujtahidtentanghukumsyariat yang berhubungandenganpermasalahankenegaraan, namununtukmengetahuilebihlanjuttentangpengertiandanobjekkajianfiqihsiyasah, perlu di telitidan di rumuskanbaiksecaraetimologismaupunterminologiskonsepfiqihsiyasahtersebut. Kata “siyasah” yang berasaldari kata sasa, berartimengatur, mengurusdan memerintah; ataupemerintahan, politikdanpembuatankebijaksanaan.Pengertiankebahasaaninimengisyaratkanbahwatujuansiyasahadalahmengatur, mengurusdanmembuatkebijaksanaanatassesuatu yang bersifatpolitisuntukmencakupsesuatu.
Secaraterminologis, Abdul WahabKhallafmendefinisikanbahwasiyasahadalah “pengaturanperundangan yang diciptakanuntukmemeliharaketertibandankemaslahatansertamengaturkeadaan.” SementaraLouwisMa’lufmemberikanbatasansiyasahadalah “membuatkemaslahatanmanusiadenganmembimbingmerekakejalankeselamatan.” AdapunIbnuManzhurmendefinisikansiyasah “mengaturataumemimpinsesuatu yang mengantarkanmanusiakepadakemaslahatan.”
3. SIYASAH SYAR’IYAH
     Siyasah syar’iyah diartikan dengan ketentuan kebijakan pengurusan masalah kenegaraan yang berdasarkan syari’at.

B. RUANG LINGKUP DAN KAJIAN FIQIHSIYASAH
   1. Ruang Lingkup Fiqih Siyasah
            Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam menentukan ruang lingkup kajian fiqih siyasah. Diantaranya adalah ada yang membagi menjadi lima bidang, ada yang menetapkan empat bidang atau tiga bidang pembahasan. Bahkan ada sebagian ulama yang membagi ruang lingkup kajian fiqih siyasah menjadi delapan bidang.Namun perbedaan ini tidaklah terlalu prinsip, karena hanya bersifat teknis.
Menurut Imam Al-Mawardi, di dalam kitabnya yang berjudul al-ahkam al-sulthaniyah, lingkup kajian fiqih siyasah mencakup kebijaksanaan pemerintah tentang siyasah dusturiyah (peraturan perundang-undangan), siyasah maliyyah (ekonomi dan moneter), siyasah qadhaiyyah (peradilan), Siyasah harbiyah (hukum perang) dan siyasah ‘iddariyyah (administrasi negara).[1] Adapun Imam Ibnu Taimiyyah, meringkasnya menjadi empat bidang kajian, yaitu: siyasah qadhaiyyah (peradilan), siyasah ‘idariyyah (administrasi negara), siyasah amaliyyah (ekonomi dan moneter), dan siyasah dauliyyah/siyasah kharijiyyah (hubungan internasional).[2] Sementara Abd al-Wahhab Khallaf di dalam kitabnya yang berjudul al-siyasah al-syari’iyah lebih mempersempitnya menjadi tiga bidang kajian saja, yaitu: peradilan, hubungan internasional, dan keuangan negara.[3]
Berbeda dengan tiga pemikir di atas, salah satu ulam terkemuka di Indonesia T.M. Hasmi Ash. Shiddieqy malah mambagi ruang lingkup fiqih siyasah menjadi delapan bidang, yaitu:
1.      Siyasah Dusturiyyah Syar’iyyah (politik pembuatan perundang-undangan)
2.      Siyasah Tasyri’iyyah Syar’iyyah (politik hujum)
3.      Siyasah Qadhaiyyah Syar’iyyah (politik peradilan)
4.      Siyasah Amaliyyah Syar’iyyah (politik ekonomi dan moneter)
5.      Siyasah ‘Idariyyah Syar’iyyah (politik administrasi negara)
6.      Siyasah Dauliyyah/Siyasah Kharijiyyah Syar’iyyah (politik hubungan internasional)
7.      Siyasah Tanfidziyyah Syar’iyyah (politik pelaksanaan perundang-undangan)
8.      Siyasah Harbiyah Syar’iyyah (politik peperangan).[4]
Berdasarkan perbedaan pendapat diatas, pembagian fiqih siyasah dapat disederhanakan menjadi tiga hal pokok.Pertama, politik perundang-undangan (Siyasah Dusturiyyah), bagian ini meliputi pengkajian tentang penetapan hukum tasyri’ oleh lembaga legislatif, peradilan oleh lembaga yudikatif, dan administrasi pemerintah oleh birokrasi atau eksekutif. Kedua, politik luar negeri (Siyasah Dauliyyah/Siyasah Kharijiyyah), bagian ini meliputi hubungan keperdataan antara warga negara yang muslim dengan non-muslim yang berbeda kebangsaan atau disebut juga hukum perdata internasional dan hubungan diplimatik antara negara muslim dan negara non-muslim. Ketiga, politik keuangan dan moneter (siyasah ‘amaliyyah), antara lain membahas sumber-sumber keuangan negara, pos-pos pengeluaran dan belanja negara, perdagangan internasional, kepentingan/hak-hak publik, pajak, dan pebankan.
2. Sumber Kajian Fiqih Siyasah
      Setiap disiplin ilmu mempunyai sumber-sumber dalam penhkajiannya.Dari sumber-sumber ini disiplin ilmu tersebut bisa berkembang sesuai dengan tuntutan dan tantangan zaman.Demikian pula dengan fiqih siyasah.Secara garis besar, sumber fiqih siyasah dapat dibagi menjadi sumber primer dan sumber skunder. Fathiyah Al-Nabrawi membagi smber fiqih siyasah kepada tiga bagian, yaitu Al-qur’an dan Assunnah, sumbser-sumber yang tidak tertulis dalam Al-qur’an dan al-sunnah, serta sumber-sumber yang berupa peninggalan kaum muslimin terdahulu. Selain sumber Al-qur’an dan al-sunnah, Ahmad Sukardjo mengungkapkan sumber kajian fiqih siyasah berasal dari manusia itu sendiri dan lingkungannya, seperti pandangan para pakar politik, ‘Urf atau kebiasaan masyarakat yang bersangkutan, adat istiadat setempat, pengalaman masa lalu dan aturan-aturan yang pernah dibuat sebelumnya.[5]

Revisi:
1.      Tidak ditemukan indikasi copy-paste.
2.      Makalah ini tidak lengkap; tidak ada kesimpulan dan daftar pustaka.
3.      Abstrak ditulis hanya satu paragraf.
4.      Penulisan makalah ini masih belum sesuai dengan arahan saya di awal.
5.      Makalah ini tidak referensial; pencantuman footnoe hanya di bagian akhir.
6.      Tidak usah berbicara tentang fiqih dan syariah.
Tolong makalah ini dirombak, supaya terlihat bagus dan enak dibaca. Semangat!!!














[1]Al-Mawardi, al-ahkam al-sulthaniyah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.tp.)
[2]Ibnu Taimiyyah, al-siyasah al-syari’iyah fi islah ar-ra’i wa ar-ra’iyah, (Mesir: Dar al-kitab al-arabi, t.tp.)
[3]Abd al-Wahhab Khallaf, al-siyasah al-syari’iyah, hlm.4
[4]T.M. Hasmi Ash. Shiddieqy, Pengantar Siyasah Syar’iyyah,(Yogyakarta: Madah,t.tp.), hlm.8.
[5]Ahmad Sukardjo, Piagam Madinah dan UUD 1945, hlm.11.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar