FIQIH JINAYAH DAN SIYASAH
Putri Ayu Quraisyin, Zaiful Jabbar, Khoribetul Jenah
PAI E UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang
e-mail :
putriayuquraisyin30@gmail.com
Abstract:
fiqh
jinayah is a science explaining the prevention of crimes committedhuman and
punitive sanction relating to the crime. The scholars classify jinayah it to
see what the penalty sanction in charge to three groups : First, Qiyas-diyat,that is crime that sanction the penalty is retaliation in kind.
Included in this group is killing, wounding and removal of limbs. Second, Hudud, that is a crime that legal sanction set itself devinitively by Allah
and Propert. Included in this group namely theft, robbery, adultery accusations
without proof, drinking wine, rebellion and apostasy. Third, Ta’zir, that is a crime that is not punishable by Qiyas-diyatnor with Hudud. In this case the sentence set by priest or ruler.
In Fiqh Siyasah there are three categories of
environmental laws in muslim societies. Firstly, syariah law, the syariah are
the laws and rules of the rules set for the slave in order to be followed in
connection with the Allah and human beings. Secondly, fiqih law, fiqih is the
earnest efforts of the scholars to explore the islamic rules of law so that it
can be practiced by muslims. Thirdly, siyasah syar’iyyah, Siyasah
syar’iyah interpreted with policy based management of the affairs of state law.
The division of fiqh siyasah can be simplified into three main points. The
first, political laws (Siyasah Dusturiyyah). Second, foreign policy (Siyasah
Dauliyyah/Siyasah Kharijiyyah). Third, political party finance and monetary (siyasah
‘amaliyyah). Source study siyasah jurisprudence there are three parts, as
al-Qur’an and Sunnah, sources that are not written in al-Qur’an and sunnah
axles, as well as the source of the source in the form of the relics of muslim
history.
Key word: Jinayah and Siyasah
FIQH JINAYAH
Fiqh jinayah merupakan suatu ilmu yang menjelaskan
tentang pencegahan tindakan kejahatan yang di lakukan manusia dan sanksi
hukuman yang berkenaan dengan kejahatan itu.Tujuan umum dari ketentuan yang di
tetapkan Alloh itu adalah mendatangkan kemaslahatan untuk manusia, baik mewujudkan
keuntungan dan manfaat bagi manusia maupun menghindarkan kerusakan dan
kemudaratan dari manusia. Dalam hal ini Alloh SWT menghendaki terlepasnya
manusia dari segala bentuk kerusakan, hal ini di perjelas dalam hadis nabi :
لا ضرر ولا ضرار
Yang
artinya “ tidakboleh terjadi kerusakan
terhadap manusia dan tidak boleh manusia melakukan perusakan terhadap orang
lain”.
Para
ulama mengelompokkan jinayah itu dengan melihat sanksi hukuman apa yang di
tetapkan, kepada tiga kelompok yaitu :
1. Qiyas-diyat yaitu
tindak kejahatan yang sanksi hukumannya adalah balasan setimpal ( qisas Dan denda darah ( Diyat ). Yang termasuk
dalam kelompok ini adalah pembunuhan, pelukaan dan penghilangan bagian anggota
tubuh.
2. Hudud yaitu kejahatan atau jinayah yang sanksi hukumnya
di tetapkan sendiri secara pasti oleh alloh dan Nabi. Yang termasuk dalam
kelompok ini yaitu pencurian, perampokan, tuduhan zina tanpa bukti, minum
khamer, pemberontakan dan murtad.
3. Ta’zir yaitu kejahatan lain yang tidak di ancam
dengan qiyas-diyat dan tidak pula
dengan hudud. Dalam hal ini
hukumannya di tetapkan oleh imam atau penguasa.
JINAYAH QIYAS-DIYAT
Pembunuhan
Yang di maksud dengan pembunuhan ialah tindakan yang
menghilangkan nyawa seseorang.Pembunuhan adalah perbuatan yang di larang Alloh
dan Nabi karena merusak salah satu sendi kehidupan.
Banyak firman Alloh yang melarang pembunuhan, baik dengan
ucapan jelas-jelas melarang membunuh dengan ucapan “ jangan membunuh “ atau dengan ucapan “ tidak boleh membunuh “.
Umpanya firman Alloh dalam surat Al An’am ayat 151 :
ولا تقتلوا النفس
التى حرم الله الا بالحق
Yang artinya : “jangan
kamu membunuh jiwa yang di haramkan oleh Alloh kecuali dengan haq…”.
Dan firman Alloh dalam surat An Nisa’ ayat 92 :
وما كان لمؤمن ان
يقتل مؤمنا الا خطاء
Yang artinya ”
tidak boleh seorang mukmin membunuh orang mukmin kecuali karena tersalah..”.
Larangan Alloh tersebut di tegaskan lagi dalam bentuk
ancaman terhadap orang yang melakukannya, sebagaiman tersebut dalam surat An
nisa’ ayat 93 :
ومن يقتل مؤمنا
متعمدا فجزاؤه جهنم خالدا فيها
Yang artinya “ Dan
barang siapa yang membunuh orang beriman secara sengaja maka balasannya adalah neraka jahannam dan mereka
kekal di dalamnya”.
Dengan
di sebutkannya beberapa sifat pembunuhan yang tersebut dalam Al qur’an tersebut
para ulama dalam tahap pertama mengelompokkan pembunuhan itu kepada dua bentuk
:
1. Pembunuhan secara haq : yaitu pembunuhan yang
memang di suruh Alloh melakukannya dan oleh karenanya tidak berdosa orang yang
melakukannya. Umpamanya membunuh musuh dalam peperangan dan membunuh orang
dalam rangka melaksanakan eksekusi pengadilan atas suatu pidana.
2.
Pembunuhan secara tidak haq : yaitu pembunuhan yang di larang oleh Alloh dan di
ancam dengan hukuman tertentu di dunia dan di akhirat. Oleh karena ancaman
hukuman atas pembunuhan tidak secara haq ini begitu berat maka Ulama
memilah-milah pembunuhan tersebut kepada beberapa bentuk :
a. Qatlu al’ amdi ( pembunuhan sengaja )
yaitu pembunuhan yang padanya terdapat kesengajaan dalam berbuat, kesengajaan
dalam sasaran dan kesengajaan dalam alat yang di gunakan, seperti sengaja
membunuh seseorang dengan menggunakan senjata api atau tajam sampai mati.
b. Qatlu al khatha’ ( pembunuhan tersalah )
yaitu pembunuhan yang tidak terdapat padanya tiga unsur kesengajaan tersebut di
atas, seperti contohnya tidak sengaja menembak burung tetapi yang ken adalah
orang lain sampai mati.
c. Qatlu syibhu al ‘amdi ( pembunuhan seperti sengaja ) yaitu
pembunuhan yang terdapat padanya unsur kesengajaan dalam berbuat dan sasaran,
namun tidak ada kesengajaan dalam alat yang di gunakan, seperti contoh si A
memukul si B dengan pensil tapi tidak di sangka ternyata si B meninggal.
d. qatlu syibhu al khatha’ ( pembunuhan
seperti tersalah ) yaitu tidak sengaja dalam berbuat yang dengan sendirinya
juga tidak sengaja dalam sasaran dan alat, umpamanya seseorang yang jatuh dari
tempat tinggi dan menimpa anak kecil yang berada di bawahnya sehingga mengakibatkan
anak kecil tersebut meninggal.
Ancaman terhadap
pembunuhan sengaja
Ancaman
hukuman terhadap pembunuhan sengaja ada tiga bentuk yaitu hukuman pokok,
hukuman pengganti, hukuman tambahan.
1.
Hukuman pokok
Hukuman
poko terhadap pembunuhan sengaja adalah qisas atau balasan setimpal.Karena
pembunuhan ini mengakibatkan kematian, maka balasan yang setimpal adalah juga
kematian. Hal ini sesuai dengan firman Alloh dalam surat Al baqarah ayat 178 :
يا يها الذين امنوا كتب عليكم القصاص فى القتل
الحر بالحر والعبد بالعبد والانثى بالانثى
Yang
artinya : “hai orang-orang yang beriman
di tetapkan atasmu qisas dalam pembunuhan, orang merdeka dengan merdeka, hamba
dengan hamba, perempuan dengan perempuan.
2.
Hukuman pengganti
Hukuman
pengganti di laksanakan apabila hukuman qisas tidak bias di laksanakan, baik
karena tidak terpenuhi syarat pelaksanaan qisas atau pelaksanaan qisas gugur
karena telah mendapat maaf dari keluarga yang terbunuh. Hukuman pengganti dalam
hal ini ialah diyat yaitu denda darah
dalam bentuk penyerahan seratus ekor unta kepada keluarga yang terbunuh. Hal
ini sesuai dengan firman Alloh dalam surat Al baqarah bagian kedua dari ayat
178 :
فمن عفي له من اخيه شيء فاتباع بالمعروف واداء اليه
باحسان ذلك تخفيف من ربكم ورحمة فمن اعتدى بعد ذلك فله عذاب اليم
Yang
artinya :” barang siapa ( si pembunuh
secara sengaja ) di maaf oleh saudaranya ( kerabat dari orang yang terbunuh )
maka ikutilah secara baik dan berikanlah ( diyat ) kepadanya secara baik.
Demikianlah keringanan dan rahmat dari tuhanmu. Barang siapa melampaui batas (
melakukan pembunuhan ) sesudah itu, maka baginya azab yang pedih.”
Tentang
penjelasan diyat itu di berikan oleh nabi dalam hadisnya yang berbunyi :
Yang
artinya : “ bahwa sesungguhnya Nabi saw
telah menulis kepada penduduk yaman kemudian menyebutkan hadist yang padanya
tersebut : siapa yang membunuh orang beriman sampai mati maka balasannya adalah
qisas, kecuali bila di maafkan oleh kerabatnya. Maka kewajibannya adalah diyat
sebanyak 100 ekor unta.
3.
Hukuman tambahan
Baik
qisas maupun diyat merupakan hak bagi kerabat si terbunuh, mereka dapat
menuntut dan dapat pula tidak menuntut. Namun hukuman tambahan ini merupakan hak Alloh yang tidak dapat di
maafkan.hukuman tambahan pertama adalah kafarah
dalam bentuk memerdekakan hamba sahaya.bila tidak dapat melakukannya di ganti
dengan puasa dua bulan berturut-turut.hukuman kedua adalah kehilangan hak
mewarisi dari yang di bunuhnya, hal ini sesuai dengan hadis nabi yang artinya “
si pembunuh tidak dapat mewarisi.”
JINAYAH PENGANIYAAN
Jinayah
atau kejahatan atas fisik tetapi tidak menimbulkan kematian, ulama fiqh membagi
kejahatan penganiyaan ini kepada 5 bentuk :
a.
memotong bagian-bagian badan seperti tangan, telinga dan alat kelamin.
b.
menghilangkan fungsi bagian-bagian badan seperti merusak pendengaran.
c.pelukaan
di bagian kepala
d.
pelukaan di bagian tubuh lainnya
e. di
luar ke empat bagian tersebut di atas, seperti memukul dengan alat yang tidak
melukai.
Penganiyaan
di lakukan dengan sengaja bila padanya terdapat kesengajaan dalam perbuatan,
seperti sengaja melakukan pemotongan, kesengajaan dalam sasaran, dalam arti
yang di potong adalah tangan orang yang masih hidup dan kesengajaan dalam alat
yang di gunakan.
JINAYAH HUDUD
Perzinaan
Secara
umum zina dan dalam artian yang sederhana
adalah hubungan kelamin di luar nikah. Islam telah menentukan cara
penyaluran nafsu syahwat secara baik melalui lembaga perkawinan. Oleh karena
itu penyaluran nafsu syahwat di luar nikah sangat di larang secara tegas oleh
Islam, sebagai mana firman Alloh dalam surat Al Isra ayat 32 :
ولا تقربوا الزنى انه كان فاحشة وساء سبيلا
Yang
artinya :“ janganlah kamu mendekati zina,
karena ia adalah keji dan jalan( cara) yang
palingburuk”.
Dalam
ayat lain terlihat ancaman Alloh yang lebih tegas terhadap pelaku zina denga di
dera seratus kali sebagaiman terdapat dalam firmannya dalam surat An Nur ayat 2
:
الزانية والزانى فاجلدوا كل واحد منهما مائة
جلدة
Yang
artinya : “ pezina laki-laki dan pezina
perempuan deralah masing-masibgnya seratus kali”.
Menurut
madzab Syafi’I yang di sebut perzinaan ialah:
ايلاج فرج في فرج محرم لذاته خال عن شبهته مشتهى
طبعا
“ memasukkan alat kelamin
ke dalam alat kelamin, yang di haramkan menurut zatnya, terlepas dari segala
kemungkinan kesamaan dan secara alami perbuatan itu di senangi.
Adapun
pembuktian telah terjadinya zina itu berlaku dengan cara-cara sebagi berikut :
a.
kesaksian empat orang laki-laki muslim yang adil dan dapat di percaya, dan
keempatnya melihat langsung hubungan kelamin itu secara bersamaan.
b.
pengakuan yang di lakukan oleh pasangan yang melakukan perzinaan secara jelas
dan bersungguh-sungguh dari orang-orang yang pengakuannya dapat di percaya
seperti dewasa dan berakal sehat.
c. Qarinah atau tanda dan isyarat yang
meyaqinkan seperti kehamilan janin perempuan yang tidak terikat dalam
perkawinan.
d. Li’an
: yaitu sumpah suami yang menuduh istrinya berzina dan tidak mampu mendatangkan
empat orang saksi, sebanyak empat kali dan yang kelima ucapannya bahwa laknat
Allohakan menimpanya bila ia tidak benar dalam tuduhannya, kemudian sumpah
li’an si suami itu di tolak oleh istri dengan li’an balik. Hal ini menjadi
bukti bahwa perzinaan itu memang telah terjadi.
Sanksi hukuman zina
Bila
telah di buktikan bahwa zina memang terjadi, maka hukuman dapat di
laksanakan.Adapun ancaman hukuman di bedakan antara seoarang muhsandan ghoiru muhsan.Terhadapan pezina muhshan
ancaman hukumannya adalah rajam yaitu di lempar batu ukuran sedang sampai
mati, sedangkan terhadap pezina ghoiru
muhshanancamannya adalah di dera 100 kali dan di takzir satu tahun. Alasan
di dera 100 kali adalah merujuk pada firman Alloh dalam surat An Nur ayat 2 :
الزانية والزاني فاجلدوا كل واحد منهما مائة
جلدة
Yang
artinya :” pezina laki-laki dan pezina
perempuan deralah masing-masingnya 100 kali..”
Adapun
ancaman hukuman untuk pezina muhsanialah
di rajam sampai mati. Ketentuan rajam itu tidak merujuk pada firman Alloh
tetapi berdasarkan hadis nabi, baik dalam bentuk ucapan langsung atau apa yang
di lakukan Nabi sendiri. Semisal dalam hadisnya riwayat Muslim yaitu :
Yang
bunyinya :” pezina yang tsayib dengan
tsyayib, hukumannya adalah dera seratus kali dan di rajam dengan batu.
JINAYAH QADZAF
Qadzaf artinya
“ melempar” ,Yang di maksud ialah
tuduhan melakukan perzinaan secara tidak benar.bila seseorang melemparkan
tuduhan kepada seseorang melakukan zina dan dia yaqin akan kebenaran tuduhannya
itu dan untuk itu ia mampu mendatngkan empat orang saksi , maka tuduhan itu tidak
di sebut qadzafkarena yang demikian
berarti melaporkan terjadinya perzinaan.
Suatu
tuduhan yang di lemparkan kepada seseorang di sebut dengan qadzaf yang di ancam dengan
hukuman berat, bila terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
a.
Tuduhan yang di lemparkan kepada seseorang itu adalah perbuatan zina atau
meniadakan nasab atau hubungan keturunan.
b. orang
yang di tuduh berzina itu adalah seseorang yang muhsan
c.
adanya kesengajaan berbuat qadzaf .
Pembuktian terjadinya
qadzaf
Pembuktian
terjadinya qadzaf di lakukan melalui :
a.kesaksian
dua orang saksi yang muslim, dewasa, berakal sehat, adil, kuat ingatan, mampu
berbicara, dan tidak mempunyai hubungan kerabat dan permusuhan dengan orang
yang di saksikan.
b.
pengakuan sendiri dari orang yang menuduh bahwa ia telah melakukan penuduhan
yang salah.
c.
penolakan bersumpah.
Ancaman hukuman pelaku
Qadzaf
1.hukuman
pokok : yaitu di dera 80 kali dengan alat yang di tetapkan yaitu cambuk
2.
hukuman tambahan yaitu tidak di terima kesaksiannya dan terhadap siapa saja.
FIQIH SIYASAH
A. KATEGORI HUKUM DALAM ISLAM
Ada tigaketegori hukum yang berlakudalamlingkunganmasyarakat Muslim,
yaituhokumsyariat, hokumfiqih, dansiyasahsyar’iyyah.Ketigaistilahini,
meskipunberbedapengertian, mempunyaihubungan yang eratantarasatusamalainnya.
1.
SYARIAT
Menurutbahasa, syari’atberartijalanmenujuketempatpengairan,
ataujalansetapak yang harusditempuhataujalan/tempatmengalirnya air sungai. Kata
syari’atdiungkapkandalambeberapaayat Al-Qur’an, sepertidalamsurat al-Ma’idah,
5: 48, asy-Syura, 42:13 dan al-jatsiyah, 45;18. Dalamayat-ayattersebut kata
syariatmengandungpengertian “jalanterang yang menuntunmanusiapadakeselamatan.”
Hal inisesuaidenganpengertiankebahasaan, bahwa orang yang mengikutisyariat yang
ditentukan Allah, makaiamenempuhjalanke “pengairan” atau “sungai” yang
dapatmembersihkanjiwanya.
Surah asy-Syura, 42: 13 mengisyaratkanbahwasyariat identic denganal-din
(agama). Namunpadaperkembangannya, kata syariatlebihdikhususkanpadahokumamaliah.Pengkhususanini
dimaksudkanuntukmembedakanantara al-din yang tetapdanberlaku universal
bagisemuamanusiadengansyariat yang berbeda-bedaantarasatuumatdenganumat yang
datangkemudian.Perbedaaninisesuaidengansituasi,kondisidankemampuanumat yang
bersangkutan. Menurut Muhammad RasyidRidha, dasar agama (tauhid)
yang dibawaolehpararasulsepanjangmasahinggarasulterakhir Muhammad SAW, tidakberbeda. Adapunsyariatsebagaihokumamaliahberbedamenurutperbedaanzamandanrasul yang membawanya.
yang dibawaolehpararasulsepanjangmasahinggarasulterakhir Muhammad SAW, tidakberbeda. Adapunsyariatsebagaihokumamaliahberbedamenurutperbedaanzamandanrasul yang membawanya.
Dari penjelasandiatasdapatditarikkesimpulanbahwasyariatadalahhukum-hukum
yang bersifatamaliah, sebagaimana di definisikanolehparaulama :
خطا ب الشارع
المتعلق بافعال المكلفين بالاقتضاء او التخيير او الوضع
“ketentuan Allah (Syari’) yang
berhubungandenganperbuatanmukallaf (subjekhukum),
berupaperintahmelakukansesuatuperbuatan,
pemilihanataumenentukansesuatusebagaisyarat, sebabataupenghalang.”
Menurut Mahmud Syaltout, syariatadalahhukum-hukumdanaturan-aturan yang
ditetapkanuntukhambaNyasupayadiikutidalamhubungandengan Allah dan sesama
manusia. SementaraFrouq Abu Zaidmerumuskansyariatsebagai “peraturan Allah yang
disampaikanmelaluinabiNya yang tidakdapatdiubahataudiganti.”
2.
FIQIH
Kata fiqihberasaldarifaqaha-yafqahu-fiqhan.Secarabahasa,
pengertianfiqihadalah“ paham yang mendalam”. Imam At-Tirmidzi, sepertidikutip
Amir Syarifuddin, menyebut“ fiqihtentangsesuatu”
berartimengetahuibatinnyasampaikepadakedalamannya. Kata Faqahadiungkapkandalam al-Quran sebanyak 20 kali, 19 kali
diantaranyadigunakanuntukpengertian“ kedalamanilmu yang
dapatdiambilmanfaatdarinya. Berbedadenganilmu yang sudahberbentukpasti
(Qath’i), fiqihmerupakanilmutentanghukum yang tidakpasti (zhanni).Menurutistilah,
fiqihadalah :
العلم بالاحكام
الشرعية العملية المستنبطة من ادلتها التفصيلية
“ilmuataupemahamantentanghukum-hukumsyariat
yang bersifatamaliah yang digalidaridalil-dalilnya yang rinci(tafsili).”
Dari definisiinidapatdipahamibahwafiqihadalahupayasungguh-sungguh dariparaulama
(mujtahidin) untukmenggalihukum-hukumsyara’ sehinggadapatdiamalkan olehumatislam.
Fiqihdisebutjugadenganhokumislam. KarenafiqihbersifatIjtihadiyah,
pemahamanterhadaphukum syara’ tersebut pun
mengalamiperubahandanperkembangansesuaidenganperubahandanperkembangansituasidankondisimanusiaitusendiri.
Fiqihmencakupberbagaiaspekkehidupanmanusia.Disampingmencakuppembahasantentanghubunganantaramanusiadengantuhannya
(ibadah) fiqihjugamembicarakanaspekhubunganantarasesamamanusiasecaraluas
(muamalah).Aspekmuamalahinipundapatdibagilagimenjadijinayah (pidana), munakahat
(perkawinan), mawaris (kewarisan), Murafaat (hukumacara), siyasah
(politikatauketatanegaraan) dan al ahkam al- dualiah
(hubunganinternasional).Padabagianmendatangaspek-aspekfiqihislaminiakandiuraikansecaralebihmerinci.
Dari gambaran di atasjelaslahbahwafiqihsiyasah adalahbagiandaripemahamanulamamujtahidtentanghukumsyariat
yang berhubungandenganpermasalahankenegaraan,
namununtukmengetahuilebihlanjuttentangpengertiandanobjekkajianfiqihsiyasah,
perlu di telitidan di
rumuskanbaiksecaraetimologismaupunterminologiskonsepfiqihsiyasahtersebut. Kata
“siyasah” yang berasaldari kata sasa, berartimengatur,
mengurusdan memerintah; ataupemerintahan,
politikdanpembuatankebijaksanaan.Pengertiankebahasaaninimengisyaratkanbahwatujuansiyasahadalahmengatur,
mengurusdanmembuatkebijaksanaanatassesuatu yang
bersifatpolitisuntukmencakupsesuatu.
Secaraterminologis, Abdul WahabKhallafmendefinisikanbahwasiyasahadalah
“pengaturanperundangan yang
diciptakanuntukmemeliharaketertibandankemaslahatansertamengaturkeadaan.”
SementaraLouwisMa’lufmemberikanbatasansiyasahadalah
“membuatkemaslahatanmanusiadenganmembimbingmerekakejalankeselamatan.”
AdapunIbnuManzhurmendefinisikansiyasah “mengaturataumemimpinsesuatu yang
mengantarkanmanusiakepadakemaslahatan.”
3. SIYASAH
SYAR’IYAH
Siyasah syar’iyah diartikan dengan ketentuan
kebijakan pengurusan masalah kenegaraan yang berdasarkan syari’at.
B. RUANG
LINGKUP DAN KAJIAN FIQIHSIYASAH
1. Ruang Lingkup Fiqih Siyasah
Terjadi
perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam menentukan ruang lingkup kajian fiqih
siyasah. Diantaranya adalah ada yang membagi menjadi lima bidang, ada yang
menetapkan empat bidang atau tiga bidang pembahasan. Bahkan ada sebagian ulama
yang membagi ruang lingkup kajian fiqih siyasah menjadi delapan bidang.Namun
perbedaan ini tidaklah terlalu prinsip, karena hanya bersifat teknis.
Menurut Imam Al-Mawardi, di dalam kitabnya
yang berjudul al-ahkam al-sulthaniyah, lingkup kajian fiqih siyasah mencakup
kebijaksanaan pemerintah tentang siyasah dusturiyah (peraturan
perundang-undangan), siyasah maliyyah (ekonomi dan moneter), siyasah
qadhaiyyah (peradilan), Siyasah harbiyah (hukum perang) dan siyasah
‘iddariyyah (administrasi negara).[1]
Adapun Imam Ibnu Taimiyyah, meringkasnya menjadi empat bidang kajian, yaitu: siyasah
qadhaiyyah (peradilan), siyasah ‘idariyyah (administrasi negara), siyasah
amaliyyah (ekonomi dan moneter), dan siyasah dauliyyah/siyasah
kharijiyyah (hubungan internasional).[2]
Sementara Abd al-Wahhab Khallaf di dalam kitabnya yang berjudul al-siyasah
al-syari’iyah lebih mempersempitnya menjadi tiga bidang kajian saja, yaitu:
peradilan, hubungan internasional, dan keuangan negara.[3]
Berbeda dengan tiga pemikir di atas, salah
satu ulam terkemuka di Indonesia T.M. Hasmi Ash. Shiddieqy malah mambagi ruang
lingkup fiqih siyasah menjadi delapan bidang, yaitu:
1.
Siyasah
Dusturiyyah Syar’iyyah (politik pembuatan
perundang-undangan)
2.
Siyasah
Tasyri’iyyah Syar’iyyah (politik hujum)
3.
Siyasah
Qadhaiyyah Syar’iyyah (politik peradilan)
4.
Siyasah
Amaliyyah Syar’iyyah (politik ekonomi dan
moneter)
5.
Siyasah
‘Idariyyah Syar’iyyah (politik administrasi
negara)
6.
Siyasah
Dauliyyah/Siyasah Kharijiyyah Syar’iyyah
(politik hubungan internasional)
7.
Siyasah
Tanfidziyyah Syar’iyyah (politik pelaksanaan
perundang-undangan)
8.
Siyasah
Harbiyah Syar’iyyah (politik peperangan).[4]
Berdasarkan
perbedaan pendapat diatas, pembagian fiqih siyasah dapat disederhanakan menjadi
tiga hal pokok.Pertama, politik perundang-undangan (Siyasah Dusturiyyah),
bagian ini meliputi pengkajian tentang penetapan hukum tasyri’ oleh lembaga
legislatif, peradilan oleh lembaga yudikatif, dan administrasi pemerintah oleh
birokrasi atau eksekutif. Kedua, politik luar negeri (Siyasah Dauliyyah/Siyasah
Kharijiyyah), bagian ini meliputi hubungan keperdataan antara warga negara yang
muslim dengan non-muslim yang berbeda kebangsaan atau disebut juga hukum
perdata internasional dan hubungan diplimatik antara negara muslim dan negara
non-muslim. Ketiga, politik keuangan dan moneter (siyasah ‘amaliyyah), antara
lain membahas sumber-sumber keuangan negara, pos-pos pengeluaran dan belanja
negara, perdagangan internasional, kepentingan/hak-hak publik, pajak, dan
pebankan.
2.
Sumber Kajian Fiqih Siyasah
Setiap disiplin ilmu mempunyai
sumber-sumber dalam penhkajiannya.Dari sumber-sumber ini disiplin ilmu tersebut
bisa berkembang sesuai dengan tuntutan dan tantangan zaman.Demikian pula dengan
fiqih siyasah.Secara garis besar, sumber fiqih siyasah dapat dibagi menjadi
sumber primer dan sumber skunder. Fathiyah Al-Nabrawi membagi smber fiqih
siyasah kepada tiga bagian, yaitu Al-qur’an dan Assunnah, sumbser-sumber yang
tidak tertulis dalam Al-qur’an dan al-sunnah, serta sumber-sumber yang berupa
peninggalan kaum muslimin terdahulu. Selain sumber Al-qur’an dan al-sunnah,
Ahmad Sukardjo mengungkapkan sumber kajian fiqih siyasah berasal dari manusia
itu sendiri dan lingkungannya, seperti pandangan para pakar politik, ‘Urf atau
kebiasaan masyarakat yang bersangkutan, adat istiadat setempat, pengalaman masa
lalu dan aturan-aturan yang pernah dibuat sebelumnya.[5]
Revisi:
1. Tidak ditemukan indikasi copy-paste.
2. Makalah ini
tidak lengkap; tidak ada kesimpulan dan daftar pustaka.
3. Abstrak ditulis
hanya satu paragraf.
4. Penulisan makalah ini masih belum sesuai dengan arahan saya
di awal.
5. Makalah ini tidak referensial; pencantuman footnoe hanya di
bagian akhir.
6. Tidak usah berbicara tentang fiqih dan syariah.
Tolong makalah ini dirombak, supaya terlihat bagus dan enak
dibaca. Semangat!!!
[1]Al-Mawardi, al-ahkam
al-sulthaniyah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.tp.)
[2]Ibnu Taimiyyah,
al-siyasah al-syari’iyah fi islah ar-ra’i wa ar-ra’iyah, (Mesir: Dar al-kitab
al-arabi, t.tp.)
[3]Abd al-Wahhab
Khallaf, al-siyasah al-syari’iyah, hlm.4
[4]T.M. Hasmi Ash.
Shiddieqy, Pengantar Siyasah Syar’iyyah,(Yogyakarta: Madah,t.tp.),
hlm.8.
[5]Ahmad Sukardjo,
Piagam Madinah dan UUD 1945, hlm.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar