Senin, 26 November 2018

Takhrij al-Hadits (PAI D Semester Ganjil 2018/2019)



TAKHRIJUL HADIS
Najdatin Jayyidah       (17110005)
Rizal Tantowi Jauhari (17110033)

Abstract
This paper discusses a central theme in the hadith ulumul, the Takhrijul Hadith. This discussion of takhrijul hadith is an important discussion in knowing the saheeh or dha'if of a hadith narrated. Broadly speaking, the Takhrijul Hadith is to show the place of hadith based on original sources, which the narration is complete with the sanad and its matan, if necessary include with an explanation of the degree. This takhrijul hadith aims to find out the ikhraj whose mention of the sanad continues to the one who pronounces it, so that the hadith can be clearly known for its quality and can be practiced.
Keywords: Takhrij, Hadith, sanad, matan

Abstrak
Makalah ini membahas tentang suatu tema pokok dalam ulumul hadis yakni Takhrijul Hadis. Pembahasan takhrijul hadis ini adalah pembahasan yang penting dalam mengetahui shahih atau dha’ifnya suatu hadis yang telah diriwayatkan. Secara garis besar Takhrijul Hadis adalah memperlihatkan tempat hadis berdasarkan sumber-sumber yang asli, yang periwayatanya lengkap dengan sanad dan matannya, apabila diperlukan sertakan dengan penjelasan derajatnya. Takhrijul hadis ini bertujuan untuk mengetahui ikhraj yang penyebutan sanadnya bersambung sampai kepada yang mengucapkannya, sehingga bisa diketahui hadis itu secara jelas kualitasnya dan bisa diamalkan.
Kata kunci: Takhrij, Hadis, sanad, matan
A. Pendahuluan
Hadis adalah sumber hukum dalam agama islam yang kedua setelah keberadaan alquran, hadis disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada sahabat, tabi’it dan tabi’in setelah mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Allah memerintah Rasulnya untuk memberi tahu dan menjelaskan alquran yang telah diturunkan kepadanya. Dengan adanya perintah tersebut, Rasulullah SAW telah menjelaskannya kepada umat baik secara umum ataupun khusus, hal tersebut diimplementasikan dengan perkataan, perbuatan dan taqrir atau persetujuan yang ditetapkan oleh dirinya  dimana hal itu disebut sebagai hadis, sehingga keberadaan alquran sebagai pedoman umata islam menjadi sempurna. Dalam rangka untuk mengenali apakah keadaan suatu  hadis yang telah kita terima itu Shahih, Hasan ataupun Dhaif, kegiatan mentakhrij hadis sangatlah penting keberadaannya karna dengan adanya hal tersebut dapat memudahkan kita untuk mengenali apakah itu maqbul atau mardud dan serta akan menguatkan kita untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan akan takhrij sangat diperlukan untuk seorang peneliti yang sedang meneliti hadis, guna untuk melacak sumber hadis sampai pada sumbernya, sehingga bisa kita ketahui kualitas dari hadis tersebut.   

B. Pengertian Takhrijul hadis
Takhrij hadis ialah serangkaian kegiatan pengamatan suatu hadist. Takhrij secara etimologi
اِجْمَاعُ اَمْرَيْنِ مُتَضَادَّيْنِ فِي شَيْءٍوَاحِدٍ
Berkumpulnya dua hal yang bertentangan dalam satu masalah
“Takhrij” dari asal kata خَرَجَ - يَخْرُجُ- خُرُوْجًاmendapatkan imbuhan taysdid atau syiddah di ra (‘ain fi’il)berubah menjadi: خَرَّجَ– يَخَرِّجُ –تَخْرٍيْجًاartinya menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan, dan menumbuhkan. Maksud dari menampakkan yaitu suatu hal yang masih samar. Sedangkan menampakkan dan mengeluarkan tidak harus berupa fisik yang sama, akan tetapi termasuk melibatkan non-fisik yang hanya perlu kepada tenaga dan akal pikiran, dalam makna kata istikhraj(استخراج )yang memiliki arti istinbath )استنباط )yang artinya mengeluarkan hukum dari nash atau alquran dan hadis.
Sedangkan secara terminologi takhrij :
عَزْوُالْاَحَادِيْثِ الَّتِي تُذْكِرُفِي الْمُصَنَفَاتِ مُعَلَّقَةُ غَيْرُ مُسْنَدَةِ وَلَامَعْزُوَّةِ اِلَي كِتَابٍ اَوْكُتُبٍ مُسْنَدَةٍ، اَمَّا مَعَ الْكَلَامِ عَلَيْهَا تَصْحِيْحًا وَتَضْعِيْفًا وَرَدًّا وَقُبُوْلًا وَبَيَانِ مَافِيْهَا مِنْ الْعِلَلِ، وَاَمَّابِالْاِقْتِصَارِ عَلَي الْعَزْوِاِلَي الْاُصُوْلِ.
“Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang ada didalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dalam hal shohih atau dha’if, ditolak atau diterima dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikanya kepada kitab-kitab sumbernya”.
Memperlihatkan tempat hadis berdasarkan sumber-sumber yang asli, yang periwayatanya lengkap dengan sanad dan matannya, apabila diperlukan sertakan dengan penjelasan derajatnya.
Seperti seseorang yang mendapatkan suatu hadis dari kitab al-Bukhari menyebutkan atau mengatakan pada awal atau akhir penukilan: اخرجه البخاري, berarti hadist tersebut di-takhrijoleh al-Bukhari dan lain-lainnya. Atau untuk menyebutkan perawi hadis dinyatakan dengan kata: رواه البخاري(hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari).
Takhrij secara terminologi ahli hadis, yaitu:
a. Menyampaikan kepada banyak orang dengan menyebutkan periwayat beserta sanadnya secara lengkap dengan metode yang dipakainya. Ini biasa dikerjakan oleh para pengumpul dan para penyusun kitab hadis seperti imam bukhori yang menyusun kitab hadis Sahih Al-Bukhari.
b. Ulama hadis mengutarakan berbagai hadis-hadis yang diutarakan dari para guru hadis atau kitab-kitab yang himpunannya diutarakan menurut riwayatnya sendiri atau para gurunya atau temannya atau orang lain dengan menjelaskan siapa periwayatnya dari para penghimpun kitab atau suatu karya yang menjadi acuannya. Pengaplikasian ini seperti yang dikerjakan oleh imam al-baihaki yang mengambil banyak hadis dari kitab Al-Sunan karya Abu Al-Hasan Al-Basri Al-Safar, kemudian Al-Baihaki mengutarakan sanadnya sendiri.
c. Memperlihatkan asal usul hadis dan mengutarakan sumber yang menjadi acuannya dari kitab-kitab hadis yang telah disusun langsung oleh mukharrij itu sendiri. Hal ini yang telah dilakukan oleh para penyusun hadis dari kitab-kitab hadis, seperti ibn hajar al-asqalani penyusun kitab Bulug al-Maram.
d. Mengutarakan hadis yang besumber dari kitab-kitab tertentu dengan dicantumkan metode periwayatan dan sanadnya serta menjelaskan keadaan para periwayatnya dan kualitas hadisnya. Pendapat ini seperti halnya dikerjakan oleh zain al-din abd al-rahman ibn al-husain al-iraqi yang mengaplikasikan takhrij kepada hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Ihya Ulum Al-Din karya Al-Ghazali, dengan judul Ikhbar Al-Ihya bi Akhbar Al-Ihya.
e. Menunjukkan asal letak suatu hadis dari sumber aslinya yaitu dengan bermacam-macam sumber kitab hadis untuk mengemukakan secara lengkap sanadnya yang kemudian dilakukan penelitian gunamemperoleh kualitas hadis tersebut.
Kata lain dari kharaja, yaitu ikhraj dan istihraj yang memiliki penggunaan sedikit berbeda dari kata yang satu dengan yang lainnya,
Kata ikhraj dalam istilah ilmu hadis yaitu:
فَهُوَ رِوَايَةِالْحَدِيْثِ بِالْاَسْنَادِ مِنْ مَخْرَجِهِ وَرَاوِيَةِ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص. م اِنْ كَانَ مَرْعًا، اَوْ اِلَى الصَحَابِي اِنْ كَانَ مَوْقُوْفًا، اَوْ اِلَى التَّابِعِيْ اِنْ كَانَ مَقْطُوعًا
“yaitu, jika hadis tersebut Marfu’maka periwayatan hadis dengan menyebutkan sanad-nya dari mukhorijnya dengan perawinya sampai pada Rasul SAW.,ataujika hadis tersebut mauquf maka periwayatan hadis dengan menyebutkan sanad-nya dari mukhorijnya dengan perawinya sampai kepada sahabat, atau jika hadis tersebut maqthu’maka periwayatan hadis dengan menyebutkan sanad-nya dari mukhorijnya dengan perawinya sampai kepada tabi’in.”
Hadist yang sebelumnya tidak diketahui keadaannya, hadis tersebut dianggap seolah-olah tidak ada, maka dengan ikhrajyang penyebutan sanadnya bersambung sampai kepada yang mengucapkannya, hadis tersebut menjadi jelas eksistensinya dan diketahui kualitasnya sehingga bisa diamalkan.
Kata istihraj dalam istilah ilmu hadis yaitu:
فَهُوَاَنْ يَقْصِدَ الْحَافِظُ اَلَّامُصْحَفِ مُسْنَدِ لِغَيْرِهِ فَيَخْرُجُ اَحَادِيْثِيْهِ بِأَسَانِيْدِي فَسِهُ مِنْ غَيْرِ طَاحَبِ الْكِتَابِ فَيَجْمَعُ مَعَهُ فِيْ  ثَيْخُهُ وَهُكُوْدًا اِلَيْ صَحَايْثُ بِشَرْطِ اَنْ لَايُوَرِدُ الْحَدِيْثِ الْمَذْكُوْرِمِنْ حَدِيْثِ صَحَابِيْ اَخَرْبَلْ لَابُدَ اَنْ يَكُوْنَ مِنْ حَدِيْثِ ذَلِكَ الْصَحَابِي نَفْسِهِ
“yaitu, bahwa seorang hafiz (ahli hadis) menentukan (memilih) suatu kitab kumpulan hadis karya orang lain yang telah disusun lengkap dengan sanadnya, lalu dia mentakhrij hadis-hadisnya dengan sanadnya sendiri tanpa mengikuti jalur sanad penyusun kitab tersebut. (akan tetapi) jalur sanadnya itu bertemu dengan sanad penulis buku tersebut pada gurunya atau guru sebagai penerima hadis pertama, dengan syarat bahwa hadis tersebut tidak datang dari sahabat lain, tetapi pasti dari sabahat yang sama.”
C. Metode Takhrijul hadis
1. Takhrij dengan Kata (Bi Al-Lafzhi)
Metode pertama takhrij ini, pencarian suatu hadis mengunakan kata atau lafal matan hadis, baik dari awal, pertengahan, atau akhiran. Kamus yang paling mudah digunakan untuk metode takhrij yaitu, kamus Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alifazh Al-Hadist An-Nabawi yang penyusunnya A.J. Wensick dan kawan-kawanya dengan jumlah sebnayak 8 jilid.
Maksud dari takhrij dengan kata yaitu takhrij dengan kata benda (kalimah isim) atau kata kerja (kalimah fi’il) bukan kata sambung (kalimah huruf) dalam bahasa arab memiliki asal kata 3 huruf. Salah satu kata tersebut dapat diambil dalam teks hadis yang mana saja kecuali kata sambung atau kalimat huruf, lalu kata yang terdiri dari 3 huruf didalam bahasa arab disebut fi’il tsulatsi. Ketika didalam teks hadis kata yang dicari seperti kataمسلم, jadi yang harus dicari terlebih dahulu yaitu asal kata dari kata tersebut yaitu سلم maka bab yang harus dibuka adalah bab س dan begitu pula seterusnya.
Lafal-lafal hadis yang dimuat dalam kitab Al-Mu’jam ini bereferensi pada mitab induk hadis sebanyak 9 kitab, yaitu sebagai berikut:
a. Shahih Al-Bukharidengan diberi lambang:خ
b. Shahih Muslimdengan lambangم :
c. Sunan Abu Dawuddengan lambang:د
d. Sunan At-Tirmidzi dengan lambangت  :
e. Sunan An-Nasa’i dengan lambangن  :
f. Sunan Ibnu Majah dengan lambangجه  :
g. Sunan Ad-Darimi dengan lambangدي  :
h. Muwatha’ Malik dengan lambangط  :
i. Musnad Ahmad dengan lambangحم  :
Contoh hadis yang ingin di takhrij adalah:

لاتدخلونالجنة حتى تؤمنوا ولاتؤمنوا حتى تحابوا
Potongan teks hadis diatas dapat dicari melalui kata-kata yang digaris bawahi. Contohnya kata تحابوا dapat dilihat pada bab ح dalam kitab al-Mu’jam karena berasal dari kata حبب. Setelah dicari, kata itu bisa ditemukan di al-Mu’jamjuz 1 hlm. 408 yang berbunyi:

م ايمان ٩٣، د أدب ١٣١، ت صفة القيامة ٥٤، استئذان ١، جه مقمة ٩ ، أدب ١١، حم ١، ١٦٥ .
Maksud pernyataan di atas yaitu:
a. م إيمان ٩٣ = Shahih Muslim kitab iman nomor urut hadis 93
b. د أدب ١٣١= Sunan Abu Dawud kitab Al-Adab nomor urut bab 131
c. ت صفة القيامة ٥٤، استئذان ١= Sunan At-Timidzikitab Sifah Al-Qiyamah nomor urut bab54 dan kitab Isti’dzan nomor urut bab 1.
d. جه مقمة ٩ ، أدب ١١= Sunan Ibnu Majahkitab Muqaddimahnomor urut bab 9 dan kitab Al-Adabnomor urut bab11
e. حم ١، ١٦٥٠= Musnad Imam Ahmadbin Hanbal juz 1 hlm. 165.
Makna nomor yang terdapat dalam kitab al-Mu’jam secara singkat dapat diartikan sebagai berikut:
a. Semua angka sesudah nama-nama kitab atau bab Shahih Al-Bukhari, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, dan Sunan Ad-Darimi menunjukkan angka bab, bukan angka hadis.
b. Semua angka sesudah nama-nama kitab atau bab pada shahih muslim dan muwatha’ malik menunjukkan angka urut hadis bukan angka bab.
c. Dua angka yang ada pada kitab musnad ahmad, angka yang lebih besar menunjukkan angka juz kitab dan angka sesudahnya, atau angka  yang biasa menunjukkan halaman. Hadis musnad ahmad yang berada di dalam kotak bukan yang dipinggir atau diluar kotak.
Al-Mu’jamhanya memperlihatkan tempat hadis tersebut di dalam berbagai kitab hadis seperti halnya contoh diatas. Jadi, maka peneliti tersebut selanjutnya mencari hadis tersebut ke berbagai kitab hadis sesuai dengan petunjuk kamus al-Mu’jam  untuk dihimpun dan dianalisis perbandingannya.
Metode takhrij dengan kata (Bi Al-Lafzhi) ini memiliki positif dan negatifnya. Dari segi positifnya metode takhrij lafal ini yaitu peneliti dapat mengingat hanya melalui kata apa saja dari hadis yang dicari, tidak harus menghafal seluruh kata yang ada pada hadis tersebut dalam waktu yang singkat untuk menemukan hadis yang dicari pada kitab-kitab hadis. Sedangkan dari segi negatifnya yaitu seorang peneliti harus mampu memahami ilmu sharaf  dari asal suatu kata.
2. Takhrij dengan Tema (Bi Al-Mawdhu’)
Metode yang kedua ini yaitu penelitian hadis yang berdasarkan kepada tema (mawdhu’), seperti pada bab Al-Khatam, Al-Khadim, Al-Ghusl, Adh-Dhahiyah, dan lainnya. Peneliti seharusnya sudah memahami suatu tema hadis kemudian teliti menggunakan kamus tematik. Salah satu dari kamus hadis tematik yaitu Miftah Mim Kumuz As-Sunnah karya Dr. Fuad Abdul Baqi, yang telah diterjemahkan kedalam bahasa inggris a Handbook of Early Muhammadan oleh A.J. Wensinck juga. Dalam kamus hadis ini disebutkan berbagai tema, baik tentang petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW ataupun berkaitan dengan nama.
Setiap topik biasanya dengan dicantumkan subtema dan untuk setiap subtema dilihatkan data hadis dan kitab apa yang menjelaskannya. Berbagai kitab-kitab yang menjadi rujukan kamus Miftah sejumlah 14 kitab, jumlah rujukan kitab pada metode ini lebih banyak dari pada metode yang pertama diatas, ialah 8 kitab sama halnya rujukan yang diatas ditambah dengan 6 kitab yang lain. Setiap nama diberi ringkasan yang spesifik, yakni sebagai berikut
a. Shahih Al-Bukhari dengan diberi lambang:بخ
b. Shahih Muslim dengan lambang:مس
c. Sunan Abu Dawud dengan lambang:بد
d. Sunan At-Tirmidzi dengan lambang: تر
e. Sunan An-Nasa’i dengan lambang:نس
f. Sunan Ibnu Majah dengan lambang:مج
g. Sunan Ad-Darimi dengan lambang:مي
h. Muwatha’ Malik dengan lambang:ما
i. Musnad Ahmad dengan lambang:حم
j. Musnad Abu dawud ath-thayalisi :ط
k. Musnad zaid bin ali:ز
l. Sirah ibnu hisyam :هس
m. Maghazi al-waqidi:قد
n. Thabaqat ibnu sadin:عد
Lalu untuk arti ikhtisar-ikhtisar yang lain yang telah dipakai dalam kamus ini yaitu:
a. Kitab =ك
b. Hadis = ح
c. Juz =ج
d. Bandingkan (qabil) =قا
e. Bab =ب
f. Shahifah =ص
g. Bagian (qismun) =ق
Seperti akan mentakhrij suatu hadis :
صَلَاةُ الَّليْلِ مَثْنَى مَثْنَى
Hadis tersebut topiknya shalat malam (shalat layl). Di dalam kamus Miftah dicari pada bab al-layl yang membahas tentanhg sholat malam, yaitu pada halaman 430. Disana di sebutkan sebagai hal berikut:
1) بخ ك ٨ ب ٨٤، ك ١٤٥ ب ١، ك ١٩ ب ١٠
2) مس ك ٦ ح ١٤٥- ١٤٨
3) بد ك ٥ ب ٢٤
4) ترك ٢ ب ٢٠٦
5) مج ك ٥ ب ١٧٢
6) مي ك ٢ ب ١٥٥ و ٢١
7) ما ك ٧ ح ٧ و ١٣
8) حم ثان ص ٥ و ٩ و ١٠
Maksud dari hadis tersebut yaitu:
1) Al-bukhari, kitab nomor 8 dan bab ke 84, kitab 145 pada bab 1, dan pada kitab nomor 19 pada bab 10.
2) Muslim, kitab nomor 6 dengan nomor hadis 145-148
3) Abu dawud, kitab nomor 5 pada bab 24
4) At-tirmidzi, kitab nomor 2 pada bab 206
5) Ibnu majah, kitab nomor 5 pada bab 172
6) Ad-darimi, kitab nomor 2 pada bab 155 dan 21
7) Muwaththa’ malik, kitab nomor 7 dan nomor urut hadis 7 dan 13
8)  Ahmad, juz 2 hlm. 5, 9,dan 10
Dari segi positifnya metode kedua ini, peneliti hanya memahami arti hadis, tidak perlu untuk menghafal permulaan matan teks hadis, tidak perlu memahami secara keseluruhan dari asal akar kata, dan tidak perlu pula untuk tahu sahabat siapa yang meriwayatkan hadis tersebut.  Selain itu peneliti sudah memiliki kemampuan untuk mampu menunjukkan makna kandungan hadis. Sedangkan dari sisi negatifnya yaitu kadang-kadang peneliti tidak paham pada kandungan hadis atau tidak memahami kepada hadis yang memiliki tema berganda.
3. Takhrij dengan Permulaan Matan (Bi Awwal Al-Matan)
Metode takhrij yang ketiga ini dengan permulaan matan dari segi hurufnya, seperti halnya apabila pada awal suatu matan diawali dengan huruf mim maka yang dicari pada bab mim, tapi apabila diawali dengan huruf bamaka dicari pada bab ba, dan seterusnya.
Ketika metode takhrij ini kitab yang digunakan Al-Jami’ Ash-Shaghir Atau Al-Jami’ Al-Kabir Karya As-Suyuthi dan Mu’jam Jami’ Al-Ushul Fi Al-Hadits  Ar-Rasul, Karangan Ibnu Al-Katsir.
Kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir nama lengkapnya Al-Jami’ Ash-Shaghir Fi Ahadits Al-Basyir An-Nadzir, salah satu kitab karangan As-Suyuti. Ini merupakan kitab yang terkumpul dari ribuan hadis yang singkat-singkat dan terpilih yang dikutip dari kitabnya yang besar Jam’u Al-Jawami’, terdiri dari 2 juz, dan rangkaian hadis kitab ini sesuai dengan urutan huruf alpabet Arab. Alif, Ba’, Ta’, dan seterusnya. Jika peneliti akan mencari hadis dengan kitab ini, maka harus mengingat apa huruf pada permulaan hadisnya, lalu membuka kitab itu dengan bab yang sama huruf permulaan hadisnya.
Seperti halnya saat akan mencari hadis yang populer di kalangan para santri dan para mahasiswa.
طلب العلم فريضة علي كل مسلم
Maka kita buka pada kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir bab ط kita bisa menemukan pada juz 2 hlm. 54 terdapat 4 tempat periwayatan yang telah disebutkan, yaitu:
a. طلب العلم فريضة على كل مسلم (عد هب) عن أنس (طص خط) عن الحسين بن علي (طس) عن ابن عباس، تمام عن ابن عمر (طب) عن ابن مسعود (خط) عن علي (طس هب) عن أبي سعيد (صح)
b. طلب العلم فريضة على كل مسلم وواضع العلم عند غير أهله كمقلد الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب (هـ) عن أنس (ض)
c. طلب العلم فريضة على كل مسلم وإن طالب العلم يستغفر له كل شئ حتى الحيتان في البحر، ابن عبد البر في العلم عن أنس (صح)
d. طلب العلم فريضة على كل مسلم والله يحب إغاثة اللهفان (هب) ابن عبد البر في العلم عن أنس (صح)
Keterangan dari singkatan-singkatan di atas, yaitu:
1. a. = (عد هب)Ibnu Adi dalam kitab Al-Kamil
b. (طص خط) = Ath-Thabrani dalam Ash-Shaghir, خط = Al-Khatib
c.  (طس) = Ath-Thabrani dalam Al-Aswath
d.(طب)  =Ath-Thabrani dalamAl-Kabir
e.(صح)  = Hadis Shahih
2. a. (هـ) = Ibnu Majah
b.(ض)  =Hadis Dha’if
3. (صح) = Hadis Shahih
4. a.(هب)  = Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman
b.(صح)  = Hadis Shahih
Dari segi positifnya metode Takhrij yang ketiga ini bisa mendapatkan hadis yang dicari secara cepat dengan keadaan yang utuh atau keseluruhan, beda halnya dengan metode yang sebelumnya yang hanya penggalan kata saja. Sedangkan dari segi negatifnya, peneliti akan kebingungan ketika ia lupa permulaan hadisnya. Dikhawatirkan yang diingat itu bukan permulaan hadisnya, tetapi dari penggalan pertengahan atau akhiran hadis.
4. Takhrij Melalui Perawi yang Paling Atas (Bi Ar-Rawi Al-A’la)
Metode takhrij yang keempat ini meneliti hadis melalui perawi yang paling atas dalam sanad, yakni dari kalangan sahabat (mu’tashil isnad) atau tabi’in (dalam hadis murshal). Maksudnya yaitu, seorang peneliti harus terlebih dahulu mengetahui siapa sanadnya dikalangan sahabat atau tabi’in, lalu dicari dibuku hadis musnad atau Al-Athraf. Salah satu kitab yang dipakai pada metode ini yaitu kitab Musnad atau Al-Athraf.Seperti Musnad Ahmad Bin Hanbal, Tuhfat Al-Asyraf Bil Ma’rifat Athraf karya Al-Mizzi, dan lainnya. Kitab musnad yaitu cara hadis yang perhitungannya ditujukan pada nama sahabat atau nama tabi’in sesuai dengan urutannya. Sedangkan Al-Athraf yaitu kitab hadis yang mengumpulkan beberapa hadis para sahabat atau tabi’in sesuai dengan urutan alphabet Arab dengan mengucapkan sebagian dari lafal hadis.
Dari segi positifnya metode takhrij yang keempat ini yaitu menyampaikan informasi tentang kedekatan pembaca dengan pentakhrij hadis dan kitabnya. Beda halnya dengan metode yang lain yang hanya sekedar menyampaikan informasi kedekatan dengan pentakhrijnya saja tanpa kitabnya. Sedangkan dari segi negatifnya ialah ketika seseorang peneliti lupa atau tidak tahu nama sahabat atau tabi’in yang meriwayatkanya, dan juga tercampurnya masalah-masalah pada satu bab yang tidak hanya fokus kepada satu masalah.
5. Takhrij dengan Sifat (Bi Ash-Shifah)
Sebagaimana yang telah disebutkan tentang metode-metode takhrij yang lain sehingga seseorang bisa memilih metode yang mana saja untuk ditentukannya sesuai dengan keadaan. Ketika suatu hadis sudah diketahui sifatnya, seperti Mawdhu’, Shahih, Kudsi, Mursal, Mashur, Mutawattir, dan lain sebagainya. Lebih baik di takhrij dengan perantara kitab-kitab yang telah menghimpun sifat-sifat tersebut. Seperti halnya hadis mawdhu’ akajn lebih mudah di takhrij dengan menggunakan kitab-kitab himpunan hadis mawdhu’. Seseorang pasti mendapatkan suatu informasi dari kedudukan suatu hadis, kualitasnya, sifat-sifatnya, dan lain-lain, terutama biola dilengkapi dengan kitab-kitab syarahnya.
Pada bab takhrij ini baru metodenya dalam pencarian hadis dari kitab-kitab induk hadis atau dari kitab-kitab hadis yaitu baru merupakan awal dalam takhrij. Selanjutnya akan mentakhrij dari segi matan dan sanadyakni memaparkan kualitas matan dan sanad hadis disertai dengan kiritikan, baik internal (matan) dan external (sanad). Untuk para peneliti lebih baik meneruskan kegiatan takhrijnya sehingga menemukan suatu informasi yang akan dicapai.
D. Manfaat Takhrijul Hadis
Ilmu takhrijul hadis merupakan pekerjaan yang melelahkan, karena harus membuka semua kitab hadis yang terkait. Maka harus dijalani dengan tekun, sabar, dan berkeinginan yang kuat. Jika itu senua tidak dijalankan keinginan yang kita cita-citakan tidak akan tercapai. Diantara itu semua manfaat adanya takhrijul hadis diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Dengan takhrij akan diketahui kuat atau tidaknya perawi yang meriwayatkannya. Semakin beragamnya jalan periwayatan akan menambah kekuatan perawinya. Sebaliknya tanpa ada bantuan periwayatan dari yang lain, maka kekuatan periwayatannya tidak bertambah.
2. Melalui takhrij akan dimengerti persamaan dan perbedaan atau pandangan yang lebih banyak mengenai periwayatan dan berbagai hadis yang terkait.
3. Dengan takhrij akan diketahui dan dapat di golongkan mana shahih dzatihi atau shahih li ghairihi, hasan li dzatihi atau hasan li ghairihi. Begitu pula akan diketahui sebutan hadits mutawatir, masyhur, aziz dan gharib.
4. Mengenalkan asal hadis, kitab-kitab yang bersumber dari suatu hadis dan ulama yang meriwayatkannya.
5. Mengenalkan perawi hadis yang belum diketahui namanya melalui perbandingan diantara sanad-sanad.
6. Menjelaskan perawi hadis yang masih samar dengan adanya takhrij, akan diketahui nama perawi yang sebenarnya dengan lengkap.
7. Mempertegas hukum hadis dengan banyak riwayatnya, contohnya hadis dha’if melalui suatu riwayat, dengan digunakannya takhrij akan di ketahui riwayat lain yang dapat mengangkat status hadis tersebut ke derajat yang lebih tinggi.
8. Dengan takhrij nama perawi akan diketahui batas yang sebenarnya. Hal ini ditakutkan ada nama perawi yang sama gelarnya.
9. Agar dapar mengetahui pendapat yang dikeluarkannya sekitar hukum hadits.
10. Supaya mengetahui periwayatannya yang tidak terdapat dalam satu sanad.
11. Dapat menghilangkan syadz (kesendirian riwayat yang menyalahi riwayat perawi yang lebih tsiqat yang terdapat pada suatu hadis melalui perbandingan riwayat.
12. Untuk membedakan hadis yang dimasuki oleh sesuatu (mudraj).
13. Untuk mengingatkan hal-hal yang telah terlupakan atau di rangkum oleh seorang perawi.
14. Agar supaya dapat mengetahui mana proses periwayatan yang dilakukan lafadz dan yang dilakukan dengan makna saja.
15. Takhrij digunakan untuk mengetahui waktu dan wilayah munculnya hadis.
16. Menjelaskan sebab munculnya hadis melalui dengan perbandingan sanad-sanadnya.
17. Untuk mengetahui kesalahan cetak melalui perbandingan sanad yang ada.

E. Cara Mentakhrij Hadis Menggunakan Perangkat Komputer
Salah satu cara mentakhrij adalah dengan mencari dan membaca kitab-kitab hadis atau dengan kamus yang lengkap dan baik tulisan hadisnya, akan tetapi hal tersebut butuh waktu yang cukup lama. Agar cepat dalam mentakhrij hadis, keberadaan media komputer melalui software Mausuah al-Hadis al-Syarif al-Kutub al-Tisah bisa dipakai. Aplikasi ini dalam media komputer terdapat dalam compact disk read only memory (CD-ROM) yang hasil karya Sakhr di tahun 1991 edisi 1.2.
Aplikasi ini bisa dibilang sebagai alat untuk mentakhrij hadis, karna didalamnya terdapat banyak hadis seperti Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Abi Dawud, Sunan Ibn Majah, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Muwatta Malik, dan Sunan al-Darimi lengkap dengan sanad dan matn-nya. Selain itu aplikasi ini terdapat data biografi perawi hadis, daftar guru, dan murid, al-jarh wa al-tadil dari semua periwayat hadis yang ada di kitab al-kutub al-tisah. Aplikasi ini bisa menjalankan skema sanad hadis, baik skema satu jalur ataupun yang lebih dari satu.
Beberapa macam cara agar bisa digunakan untuk mencari hadis yang terdapat dalam al-kutub al-tisah. Setidaknya ada 8 macam yaitu yang diantaranya:
1. Dengan memilih lafadz yang terdapat dalam daftar lafadz yang sesuai dengan hadis yang dicari.
2. Dengan mengetikkan salah satu lafadz dalam matn hadis.
3. Berdasarkan tema kandungan hadis.
4. Berdasarkan kitab dan bab sesuai yang ada dalam kitab aslinya.
5. Berdasarkan nomor urut hadis.
6. Berdasarkan pada periwayatnya.
7. Berdasarkan aspek tertentu dalam hadis.
8. Berdasarkan takhrij hadis.









Penutup
Dari pemaparan di atas dapat disimpukan, yaitu:
1. Secara garis besar dapat dipahami yaitu memperlihatkan tempat hadis berdasarkan sumber-sumber yang asli, yang periwayatanya lengkap dengan sanad dan matannya, apabila diperlukan sertakan dengan penjelasan derajatnya.
2. Dalam roses mentakhrij suatu hadis ada beberapa metode yang kita pakai, yaitu: Takhrij dengan Kata (Bi Al-Lafzhi), Takhrij dengan Tema (Bi Al-Mawdhu’), Takhrij dengan Permulaan Matan (Bi Awwal Al-Matan), Takhrij Melalui Perawi yang Paling Atas (Bi Ar-Rawi Al-A’la), Takhrij dengan Sifat (Bi Ash-Shifah).
3. Manfaat dari Takhrij ini adalah seseorang dapat mengetahui kualitas suatu hadis itu apakah shahih atau dha’if, dan juga bisa mengetahi sambungan sanadnya sampai kepada siapa yang mengucapkannya apakah Marfu’ (kepada Rasul), mauquf (kepada sahabat), atau maqthu’ (kepada tabi’in).
4. Metode lain selain dengan konvensional juga bisa juga dengan metode mentakhrij menggunakan software yang bisa dikatakan cepat dalam mentakhrij hadis, keberadaan media komputer melalui software Mausuah al-Hadis al-Syarif al-Kutub al-Tisah bisa dipakai. Aplikasi ini dalam media komputer terdapat dalam compact disk read only memory (CD-ROM) yang hasil karya Sakhr di tahun 1991 edisi 1.2.











DAFTAR PUSTAKA
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah, Oktober 2013
Suryadilaga, Muhammad Alfatih dan Suryadi. Metode Penelitian Hadis. Yogyakarta : Teras, November 2009
Al-Thohhan, Mahmud. Dasar Dasar Ilmu Takhrij. Semarang : Dina Utama, 1995
Jumantoro, Totok. Kamus Ilmu Hadis. Jakarta: PT Bumi Aksara, April 2002
Husnan, Ahmad. Kajian Hadis Metode Takhrij. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Januari 1993
Sahrani, Sohari. ULUMUL HADIS. Bogor: Ghalia Indonesia, Juni 2010
Husin Munawwar, Agil dan Rifqi Muchtar, Ahmad. Metode Takhrij Hadits. Semarang: Dina Utama Semarang(Toha Putra Group), 1994
Anwar, Ali. Takhrij al-Hadith Dengan Komputer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Maret 2011
Pamil, Jon. “Takhrij Hadist: Langkah Awal Penelitian Hadist”, Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 37, No. 1, Januari-Juni 2012
Catatan:
Similarity 36%. Tolong dipraktikkan di kelas, bagaimana Takhrij al-Hadits dengan kitab al-Mu’jam al-Mufahras dan CD Mausu’ah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar