Minggu, 22 April 2018

Takhrij al-Hadits (PIPS A Semester Genap 2017/2018)


TAKHRIJ AL-HADIS
Mei Johar Diantoro, Sinta Amanda, dan Chairul Anwar
Mahasiswa Pendidikan IPS A Agkatan 2016
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstract
This paper is part of the study of the discipline of hadith, which discusses the search of the source of hadith. In the science of hadith, this study is called takhrij al-hadis, which completes previous studies to examine the quality, validity, and truth of a hadith. The study of a hadith can be done through the path of the sanad and the matan, to know the origin of a hadith. The method can use a conventional approach or application software approach. However this study is important to know for various circles, especially for the academic who study the science of shari'a religion.

Abstrak
Karya tulis ini merupakan bagian dari kajian disiplin ilmu hadis, yang membahas mengenai penelusuran sumber hadis. Dalam ilmu hadis, kajian ini disebut takhrij al-hadis, yang melengkapi kajian-kajian sebelumnya untuk meneliti kualitas, validitas, dan kebenaran suatu hadis. Penelitian suatu hadis dapat dilakukan melalui jalur riwayat sanad dan jalur matan, untuk mengetahui sumber asal suatu hadis. Adapun metode yang digunakan dapat menggunakan pendekatan konvensional ataupun pendekatan aplikasi software. Bagaimanapun kajian ini penting untuk diketahui bagi berbagai kalangan, terutama bagi kalangan akademis yang mempelajari ilmu syariat agama.

Keywords: Takhrij al-Hadis, Penelitian, Konvensional, Software

A. Pendahuluan
Hadis merupakan salah satu sumber pokok dalam agama Islam. Sebagai sumber hukum, suatu hadis seringkali dikutip atau diriwayatkan seseorang dalam berbagai hal dengan berbagai kepentingan. Namun tidak semua yang disebut sebagai hadis dapat diyakini kebenarannya bersumber dari baginda Nabi Muhammad SAW. Seiring perkembangan zaman, muncul hadis-hadis palsu, atau yang disebut hadis maudhu’ dalam kajian ilmu hadis.
Para ulama’ membagi komponen inti dari hadis menjadi dua bagian, yaitu sanad dan matan. Kualitas dan validitas suatu hadis dapat dinilai berdasarkan kaidah-kaidah tertentu berdasarkan kajian sanad maupun matan hadis. Agar benar-benar dapat diyakini kebenaran suatu hadis, maka perlu diketahui pula dari mana sumber suatu hadis itu diriwayatkan. Untuk mengetahui asal-usul atau sumber suatu hadis, perlu dilakukan pengkajian dan penelitian lebih lanjut.
Tradisi penelusuran sumber hadis telah muncul sejak zaman ulama’-ulama’ terdahulu, seiring dengan berkembangknya kajian ilmu hadis. Melacak sumber hadis, dalam kajian ilmu hadis disebut takhrij al-hadis. Hal ini menjadi penting untuk mengetahui sumber-sumber hadis melalui penelusuran riwayat berdasarkan sanad, ataupun penelusuran matan. Adapun metode pendekatan dalam takhrij al-hadis dapat menggunakan pendekatan konvensional dan pendekatan aplikasi software.
Pembahasan dalam tulisan ini akan dibagi menjadi beberapa pokok bahasan, yaitu: pengertian takhrij al-hadis, sejarah takhrij al-hadis, manfaat pentingnya takhrij al-hadis, serta metode men-takhrij hadis.
B. Pengertian Takhrij al-Hadis
Takhrij memiliki beberapa makna ditinjau dari aspek kebahasaan. Makna yang ditinjau dari segi bahasa, berasal dari kata kharaja (خرخ) yang artinya “nampak dari tempatnya atau keadaannya”, dan “terpisah”, dan “kelihatan”. Demikian juga dari kata al-kharaj (الخرج) yang artinya “menampakkan dan memperlihatkan”. Dan kata al-makhraj ( المخرج) artinya “tempat keluar”. Adapun akhrajal-hadis wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadis kepada orang, dengan menjelaskan sumbernya.[1]
Kata takhrij, Secara etimologis berasal dari kosa kata kharraja-yukharriju, yang mempunyai beberapa arti; (1) al-istinbath (mengeluarkan), (2) al-tadrib (melatih atau membiasakan), (3) al-tawjih (memperhadapkan).[2] Takhrij dapat dipahami sebagai penelusuran atau pencarian pada berbagai kitab hadis, yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan, sebagai sumber asli dari suatu hadis yang dimaksud.[3]
Pengertian takhrij secara terminologis (istilah), yang banyak digunakan dalam ilmu-ilmu hadis mempunyai beberapa arti:
1. Mengemukakan suatu hadis dengan menyebutkan sejumlah rowi (periwayat hadits) dalam runtutan sanad, sebagai sumber hadits yang mereka tempuh. Hal ini dapat terlihat dari periwayat, yang mana ia sebagai perawi terakhir/orang yang mengemukakan hadits yang terhimpun dalam kitabnya, seperti Imam al-Bukhari dengan kitab Sahih Bukhari-nya dan Imam Muslim dengan Sahih Muslim-nya.[4]
2. Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang sebelumnya telah dikemukakan oleh para guru hadis, atau telah tersusun di berbagai kitab hadis lainnya. Dalam mungemukakan hadis tersebut, berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau temannya, atau orang lain, dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab yang dikutip, atau dari kitab hadis yang dijadikan rujukan/sumber pengambilan. Seperti yang ditempuh oleh Imam al-Baihaqi yang banyak mengambil dari kitab Al-Sunan karya Abu al-Hasan al-Basri al-Saffar.[5]
3. Menunjukkan asal-usul hadis dan menjelaskan sumber pengutipannya dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh orang yang men-takhrij sendiri secara langsung, dalam kapasitasnya sebagai penghimpun kitab hadis, seperti Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Bulugh al-Maram.[6]
4. Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber, yang di dalamnya disertakan metode periwayatannya dan sanadnya masing-masing, serta dijelaskan keadaan periwayatnya dan kualitas hadisnya. Seperti yang dilakukan oleh al-Husein al-‘Iraqi dalam karyanya untuk mengomentari hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Ihya‟ Ulum al-Din al-Ghazali dengan judul Ikhbar al-Ihya‟ bi Akhbar al-Ihya‟ sejumlah empat jilid.[7]
5. Menunjukkan atau mengemukakan letak hadis pada sumbernya yang asli, yang di dalamnya disebutkan secara lengkap dengan sanad dan matannya masing-masing, yang kemudian dapat dinilai kualitas hadis tersebut dalam penelitian lebih lanjut. Untuk itu diperlukan kitab kamus hadis seperti al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi dan Miftah Kunuz al-Sunnah karya A.J. Wensinck, atau Usul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid karya Mahmud at-Tahhan, Turuq Takhrij Hadis al-Rasul karya Abu Muhammnad Abdul Mahdi, atau Cara Praktis Mencari Hadis karya M. Syuhudi Ismail.[8]
C. Manfaat Pentingnya Takhrij Al-Hadits
            Hadis merupakan salah satu sumber agama Islam. Ilmu takhrij al-hadis merupakan bagian dari ilmu-ilmu hadis yang penting untuk dipelajari dan dikuasai, karena di dalamnya mengkaji berbagai kaidah untuk mengetahui dari mana sumber hadis itu berasal. Selain itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang di peroleh, khususnya dalam menentukan kualitas suatu hadits.
Mengetahui masalah takhrij, kaidah dan metodenya adalah sesuatu yang sangat penting bagi orang yang mempelajari ilmu-ilmu syar’i agar mampu melacak suatu hadis sampai pada sumber aslinya. Kebutuhan takhrij adalah penting sekali, karena orang yang mempelajari ilmu hadis tidak akan dapat meriwayatkannya, kecuali setelah mengetahui ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadits dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya. Karena itu, masalah takhrij ini sangat dibutuhkan setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar’i dan yang sehubungan dengannya.[9] Dengan demikian, takhrij al-hadis memiliki manfaat yang sangat penting, di antaranya adalah:
1. Mengetahui asal-usul riwayat hadis. Suatu hadis akan sangat sulit diteliti status dan kualitasnya apabila tidak diketahui asal-usul pengambilannya. Dengan demikian sanad dan matan hadis tersebut juga sulit diketahui sumber dan kualitasnya. Maka takhrij hadis sangat diperlukan untuk melacak asal-usul riwayat sanad dan matan hadis dalam kitab sumber.[10]
2. Mengetahui seluruh rawi. Hadis yang akan diteliti mungkin memiliki lebih dari satu sanad. Takhrij hadis sangat dibutuhkan untuk melacak dan mengetahui kualitas sanad dari masing-masing rowi/periwayat hadis.[11]
3. Mengetahui Syahid dan Mutabi’ dalam sanad. Jika hadits yang diteliti memiliki riwayat lain yang mendukung sanad-nya, maka riwayat yang pertama (Sahabat Nabi) pada hadits tersebut disebut sebagai syahid. Abila riwayat lain yang mendukung sanad-nya terdapat di bagian bukan periwayat tingkat sahabat, disebut sebagai mutabi’. Syahid dan mutabi’ merupakan sanad yang kuat. Tanpa dilakukan takhrij hadis, maka tidak dapat diketahui secara pasti seluruh sanad untuk hadis yang diteliti.[12]
4. Untuk menentukan kualitas suatu Hadis. Dengan takhrij hadis seseorang akan mengetahui kualitas suatu hadis, apakah itu shahih, hasan, atau dha’if.[13]
5. Menguatkan kenyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal dari Rasulluah SAW yang harus kita ikuti, karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadits tersebut, baik dan segi sanad maupun matan.[14]
D. Metode Men-Takhrij Hadits
Menelusuri hadis pada sumber aslinya tidak bisa dilakukan sembarangan, akan tetapi perlu metode tersendiri yang sudah dirumuskan oleh para ahli hadis, yang disebut dengan metode takhrij al-hadis. Ulama’ hadis terdahulu, pada proses mentakhrij (melacak hadis) menggunakan beberapa metode. Setidaknya terdapat lima (5) metode yang dikembangkan oleh ulma’ terdahulu (secara konvensional) sebagai berikut:
1. Takhrij melalui awal kata
2. Melalui salah satu kata yang ada dalam musnad hadis
3. Melalui perawinya
4. Melalui tema pembahasan hadis
5. Melalui sifat atau jenis hadis[15]
Masing-masing metode dari kelima metode tersebut memiliki cara-cara penggunaannya sendiri. Para ulama’ terdahulu telah mengumpulkan hadis dan menyusunnya dengan pengelompokan yang berbeda-beda. Ada yang disusun dengan urutan parawinya, ada juga yang berdasarkan huruf hijaiyah, serta ada yang berdasarkan tema. Namun dalam hal ini akan diketegahkan langkah-langkah dalam mentakhrij hadis, adalah sebagai berikut:
1. Takhrij dengan menggunakan awal kata dari hadis
Takhrij dengan menggunakan metode ini disyaratkan harus mengetahui awal kata dari hadis yang akan dicari. Jika awal kata sudah diketahui, maka langkah selanjutnya adalah melihat huruf-huruf pada kata pertama dari hadis tersebut,. misalnya hadis yang awal katanya berbunyi:
 من عشنا فليس منا  
Maka kita cari hadis itu pada huruf (entri) “mim”. Kemudian cari kata dengan huruf “mim” dan “nun” (من), kemudian “ghoin”, “syin” dan seterusnya seperti saat hendak mencari kosa kata dalam kamus bahasa.[16]
Setelah ditemukan hadisnya, maka akan muncul beberapa kode di akhir hadis. Kode-kode tersebut biasanya berkaitan dengan kitab yang mencantumkan hadis tersebut, para rawi yang meriwayatkan, dan status kualitas hadis (shahih, hasan, atau dha’if).[17]
Kelebihan dan kekurangan metode ini
Kelebihan metode ini di antaranya, dapat melacak hadis dengan cepat jika sudah diketahui awal katanya, sebab susunannya yang rapi dan rinci sebagaimana dalam susunan kamus bahasa.[18]
Adapun kekurangannya, yaitu apabila terjadi perubahan sedikit saja pada awal kata, maka tidak akan mungkin bisa menemukan hadis yang dicari. Misalnya kita akan mencari hadis yang berbunyi إذا أتاكم tapi yang ingat لو جاءكم  maka hadis tersebut tidak akan ditemukan.[19]
Kitab yang dapat digunakan untuk mentakhrij hadis dengan metode ini antara lain: al-Jami’ al-Kabir dan al-Jami’ al-Shoghir min al-Ahaadis al-Basyir al-Nadzir, karya Imam Jalaluddin asy-Suyuthi.[20]
2. Takhrij melalui salah satu kata dalam teks/matan hadis
Takhrij dengan metode ini adalah dengan memilih kosa kata tertentu sebagai kunci atau alat bantu untuk mencari hadis. Bisa dicari melalui kosa kata yang berbentuk isim maupun fi’il (dengan berbagai pecahan tashrifnya). Proses pencariannya seperti saat hendak mencari ayat al-Qur’an dengan menggunakan kitab Fath al-Rahman atau Muj’am al-Mufahras li-alfazh al-Qur’an.[21]
Proses pencarian hadis dengan metode ini diupayakan dengan mencari kata yang jarang digunakan (ghorib/asing) dalam teks-teks hadis yang hendak diteliti, agar pencarian dapat dilakukan dengan cepat dan fokus. Misalnya hadis yang berbunyi:
إن الملائكة لتضع أجنحتها لطالب العلم رضى بما يصنع 
Agar pelacakan dapat dilakukan lebih cepat maka kita pilih kata “أجنحتها” dalam entri “جنح”. Karena kosa kata ini relatif lebih sedikit digunakan ketimbang kosa kata lain seperti “الملائكة” atau “العلم”.[22]
Mentakhrij hadis dengan metode ini, harus mengetahui akar kata atau tashrif kata. Misalnya kata istaghfara, tidak bisa ditemukan di huruf “i”, karena huruf “i” dalam kata tersebut merupakan imbuhan, bukan kata dasar. Kata dasar atau akar kata dalam lafazh istaghfara adalah ghafara. maka harus mencari di huruf “gha” dari kata ghafara.[23]

Kelebihan dan kekurangan metode ini
Takhrij dengan menggunakan metode ini memiliki beberapa kelebihan dan kemudahan, di antaranya, (1) Dapat mentakhrij dengan sebatas mengetahui salah satu kosa kata dalam hadis. (2) Di akhir hadis muncul rincian tentang sumber atau kitab yang meriwayatkan hadis tersebut, nama kitab, bab, dan nomor hadis.[24]
Adapun kekurangannya, (1) Jika kita tidak dapat menemukan akar kata dari lafazh yang akan dicari, pentakhrijan hadis akan terasa sulit. (2) Jika terdapat pengurangan atau penambahan kata dalam matan, maka hadis yang ditampilkan tidak sesuai secara persis dengan yang dicari.[25]
Kitab-kitab yang digunakan mentakhrij dengan metode ini adalah kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaadli al-Hadis an-Nabawi, yang berisi hadis-hadis dari sembilan kitab yang paling terkenal di antara kitab-kitab hadis, yaitu: al-Kutub as-Sittah,dengan tambahan al-Muwaththa’ Imam Malik, Musnad Imam Ahmad, dan Musnad ad-Darimi.[26]
Kitab Muj’am ini disusun oleh tim yang terdiri dari enam orang orientalis diketuai oleh Prof. Dr. Vensink (w.1939 M.), seorang guru bahasa Arab di Universitas Leiden Belanda, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi.[27]
3. Takhrij dengan menggunakan perawi hadis pertama
Metode ini dapat digunakan dengan mengetahui nama perawi pertama yang meriwayatkan hadis tersebut, baik itu dari kalangan sahabat (jika hadisnya muttashil atau musnad) atau bisa juga dari tabi’in (jika hadisnya mursal). Namun jika nama perawi hadisnya tidak diketahui, maka metode ini tidak dapat digunakan untuk mentakhrij.[28]
Misalnya hadis riwayat Imam Ahmad:
حدثنا يونس بن محمد, ثنا عبد الواحد بن زياد, ثنا محمد بن إسحاق عن داود بن الحصين عن واقد بن عبد الرحمن بن معاذ عن جابر قال : قال رسول الله ضلى الله عليه وسلم إذا خطب أحدكم المرأة فإن استطاع أن ينظر منها ما يدعوه إلى نكاحها فايفعل.
Jika ditemukan hadis dengan bentuk seperti ini, maka kita dapat melacak keberadaannya melalui perawi pertama, yang dalam hadis di atas adalah Jabir. Pencariannya melalui kitab-kitab takhrij yang disusun berdasar urutan rawi, seperti kitab-kitab musnad.[29]
Kitab yang digunakan untuk mentakhrij dengan metode ini adalah kitab: musnad (kitab yang disusun berdasarkan perawi pertama), seperti musnad Imam Ahmad bin Hanbal. Kitab-kitab musnad tersusun dar hadis-hadis sesuai dengan para rowi-nya. Jadi setiap nama perawi, di bawahnya terdapat hadis-hadis yang diriwayatkannya.[30]
Kelebihan dan kekurangan metode ini
Kelebihan mentakhrij dengan metode ini adalah lebih tepat dalam mendapatkan hadis yang dicari, karena langsung fokus pada hadis yang diriwayatkan oleh sahabat atau rowi yang dimaksud. Adapun kekurangannya, tidak mungkin menggunakan cara ini jika tidak diketahui perawinya. Susunan semacam ini, terkadang membutuhkan kesabaran saat mencari hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang meriwayatkan banyak hadis, karena harus mencari satu persatu dari sekian banyak hadis riwayat dari perawi yang dimaksud.[31]
4. Takhrij dengan cara mengetahui tema pembahasan hadis
Takhrij dengan metode ini harus memiliki kecerdasan dan pegetahuan tentang fiqh hadis. Seorang pentakhrij diharuskan mampu memetakan hadis yang dicari sesuai dengan tema yang berkaitan.[32]
Jika telah diketahui tema dan objek pembahasan hadis, maka bisa dibantu dalam takhrijnya dengan karya-karya hadis yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini bisa dilakukan dengan menggunakan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadis yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis Belanda, yang juga menyusun kitab Mu’jam al-Mufahras, Prof. Dr. Arinjan Vensink. Kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadis yang terkenal, yaitu al-Kutub as-Sittah, ditambah Musnad Abu Dawud Al-Thayalisi, Musnad Zaid bin ‘Ali, Sirah Ibnu Hisyam, Maghazi al-Waqidi, dan Thabaqat Ibnu Sa’ad. Kitab Mu’jam ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi.[33]
Kelebihan dan kekurangan metode ini
Kelebihan mentakhrij dengan menggunakan metode ini antara lain, (1) Metode ini tidak menuntut keharusan mengetahui awal kata dari hadis, tidak juga pengetahuan tentang tashrif kosa kata, tidak pula pengetahuan tentang perawi pertama sebagaimana pada metode pertama, kedua, dan ketiga. Cukup dengan mengetahui makna yang terkandung dalam hadis tersebut. (2) Metode ini mengasah kecerdasan siswa atau peneliti saat berusaha menemukan makna yang terkandung dalam hadis yang hendak dicari. Dengan menggunakan cara ini berulang-ulang akan memberikan ketajaman dalam memahami fiqh hadis. (3) Metode ini juga akan memberikan informasi tentang hadis yang dicari dan hadis-hadis lain yang sesuai dengan topiknya, yang hal ini akan semakin membangkitkan motivasi pentakhrij.[34]
Kekurangannya, (1) Jika makna yang terkandung tidak ditemukan atau salah memahami, maka metode ini tidak dapat dilakukan. (2) Terkadang makna hadis yang dipahami penyusun berbeda dengan yang dipahami oleh pentakhrij, sehingga hadis tidak dapat ditemukan.[35]
5. Takhrij dengan mengetahui sifat dan jenis hadis
Metode kelima takhrij al-hadis ini dengan melihat kualitas, sifat yang jelas akan jenis hadis tersebut, maka sifat itu dapat digunakan sebagai patokan dalam mencari hadis.[36]
Para ulama’ telah mengklarifikasikan hadis-hadis Nabi dalam kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan jenisnya. Bagi peneliti tidak akan kesulitan tatkala hendak melacak hadis, jika sudah ditemukan jenis tersebut. Misalnya jika sudah diketahui bahwa hadis yang akan dicari termasuk kategori hadis mutawatir, maka kita tinggal melacak di kitab kumpulan hadis-hadis mutawatir, begitu pun seterusnya.[37]
Kitab-kitab yang dapat digunakan dalam metode ini antara lain: al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah (kumpulan hadis-hadis mutawatir) karya imam Jalaluddin Suyuthi, al-Ithafat al-Saniyah fi al-Ahadis al-Qudsiyyah (kumpulan hadis-hadis qudsi) disusun oleh Majlis al-A’la bidang al-Qur’an dan Hadis, Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Akhbar al-Syani’ah al-Maudhu’ah (kumpulan hadis maudhu’) karya Ibn ‘Iraq, dan lain sebagainya.[38]
Kelebihan dan kekurangan metode ini
Kelebihannya, metode ini cukup mudah dan simple, karena kitab yang digunakan mentakhrij sesuai sifat atau jenisnya, dan tidak banyak, sehingga melacaknya tidak terlalu sulit. Adapun kekurangannya, lebih dikarenakan minimnya kitab yang dimaksud, sehingga keleluasaan pelacakannya terbatasi.[39]
Selain men-takhrij hadis dengan metode atau cara-cara konvensional seperti yang telah dipaparkan di atas, ada pula mentakhrij hadits dengan menggunakan software computer, sebagai media pembelajaran digital. Di antaranya dengan menggunakan software al-Maktabah al-Syamilah, yang merupakan salah satu software paling komprehensif.
Al-Maktabah al-Syamilah ini memuat berbagai kitab yang dilengkapi keterangan pendukung untuk dapat digunakan dalam penelitian, seperti identitas kitabnya, mulai dari nama pengarang, tempat terbit, penerbit, dan tahun terbit. Dalam disiplin ilmu hadis misalnya, didukung dngan adanya sanad hadis, berbagai syarah hadis, asbab al-wurud, dan biografi para perawi. Selain ilmu hadis, Software ini juga memuat berbagai disiplin ilmu agama Islam, seperti fiqih, aqidah, tafsir, tarikh/sejarah, nahwu-sharaf, dan lain-lain.[40]
Al-Maktabah al-Syamilah dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu dalam metode takhrij al-hadîs, dengan langkah-langkah operasional sebagai berikut:
1. Langkah pertama adalah mencari hadis yang kita cari di dalam kitab induk hadis. Pencarian hadis dalam software al-Maktabah al-Syamilah, bisa menggunakan menu pencarian umum (bahs), dengan cara menuliskan kata kunci hadis yang akan kita cari, kemudian pilih kategori mutun al-hadis.[41]
2. Kemudian, akan muncul macam-macam kitab hadis yang memuat hadis sesuai dengan kata kunci yang telah dimasukkan. Lalu kita hanya perlu satu klik saja (memilih dari berbagai kitab yang muncul) untuk mengetahui hadis tersebut secara lengkap beserta sanadnya.[42]
3. Langkah selanjutnya adalah meneliti kualitas para perawi sanad hadis tersebut dengan menu tarajum (memuat biografi para rawi). Sehingga akan kita ketahui identitas perawi hadis mulai dari nama lengkap tokoh, tahun wafat, tempat tinggal dan data biografi lain secara lengkap, bahkan komentar para ulama tentang tokoh tersebut, hingga nama-nama guru dan murid beliau.[43]
4. Kemudian lanjut menelusuri sanad dari rowi dengan mencari nama guru dari perawi tersebut, caranya dengan mng-klik ikon syuyukh. Lalu kita cari nama guru dari perawi tersebut. Setelah ketemu, klik nama guru tersebut untuk mengetahui biografi guru tersebut. Kemudian telusuri terus sanad guru-gurunya dengan melacak biografi masing-masing, hingga sanad riwayat hadis tersebut sampai pada Nabi SAW.[44]
5. Kemudian kita teliti kualitas rowi dan sanad hadis tersebut. Apabila ada kemungkinan bertemu (sambung) antara guru dan murid, dan setiap perawinya siqah (kredibel), maka kita bisa menyimpulkan bahwa hadis tersebut berkualitas sahih. Jika ada kurang sedikit ke-siqah-annya, maka hadis tersebut hasan. Apabila ada rawi yang lemah, meskipun satu rawi saja, maka hukum hadis tersebut menjadi da’îf.[45]
6. Selanjutnya untuk mencari penjelasan isi hadis tersebut, kita bisa menggunakan kitab syarah, yang bisa ditemukan di menu pencarian umum. Caranya dengan menuliskan kata kunci hadis yang akan kita cari, kemudian pilih kategori Surukh al-Hadis. Lalu kita pilih kitab-kitab syarah (penjelasan) hadis, di antaranya yang terkenal adalah Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim bi Syarh an-Nawawi, ‘Aun al- Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud, Tuhfah al-Ahwazi Syarh Jami’ at-Tirmizi, Sunan an-Nasa’i bi Hasyiyah al-Sindi, dan Sunan Ibnu Majah bi Hasyiyah al-Sindi.[46]
7. Dalam al-Maktabah al-Syamilah, menyediakan informasi-informasi yang memuat penjelasan hadis yang akan kita teliti, kita tinggal memilih pada menu-menu yang tersedia, kemudian menyusunnya menjadi laporan penelitian takhrij al-hadis.[47]
            Takhrij al-hadis, baik itu menggunakan metode konvensional ataupun melalui software, kedua metode tersebut dapat saling melengkapi satu sama lain. Hadis-hadis yang sulit ditemukan melalui metode konvensional, dapat terbantu dengan penggunaan software untuk mempermudah penelusurannya. Begitu pula, hadis-hadis yang meragukan yang ditemui di aplikasi software dapat diklarifikasikan dengan kitab-kitab yang digunakan dalam metode konvensional.[48]

E. Penutup
            Setelah melalui pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa takhrij al-hadis adalah proses pencarian, penelusuran, atau penelitian sumber asal suatu hadis. Banyak manfaat yang didapatkan dengan mengkaji takhrij al-hadis, yang paling sederhana adalah untuk mengetahui kebenaran atau otentisitas suatu hadis berdasrkan sumbernya.
            Kajian takhrij al hadis ini juga menjadi sangat penting untuk menghindari penyalah-gunaan hadis dan menghindari dari pemahaman yang salah akan suatu hadis. Adapun metode yang dapat digunakan dalam penelitian atau mentakhrij hadis adalah metode konvensional dengan beragam caranya, dengan sumber utamanya adalah kitab-kitab klasik. Dapat pula menggunakan teknologi software yang menyajikan berbagai macam kitab lengkap dengan segala informasi dan identitas sumbernya, seperti al-Maktabah al-Syamilah.


DAFTAR PUSTAKA

A. Khoirul Fata, - M. Hukkam Azhadi. “Menyoal Otentisitas Hadts Duabelas Khalifah”. Jurnal Al-Qalam Vol.30. No.3, September-Desember 2013. Diakses dari www.academia.edu/download/49702282/991-Menyoal_Otentisitas_Hadits_merged.pdf  pada 20/04/18, pukul 14:54
Alimron. “Studi Validitas Hadis Tentang Ilmu Pengetahuan Dalam Buku Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Kurikulum 2013”. Jurnal Tadrib Vol.1. No.2, Desember 2015. Diakses dari http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Tadrib/article/view/1042/878 pada 20/04/18, pukul 23:20
B. Smeer, Zeid. Studi Hadis Kontemporer: Langkah Mudah dan Praktis Dalam Memahami Ilmu Hadis. Yogyakarta: Aura Pustaka, 2014.
B. Smeer, Zeid. Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis. Malang: UIN Malang Press, 2008.
Lubis, Askolan. “Urgensi Metodologi Takhrij Hadis Dalam Studi KeIslaman”. Jurnal Ihya’ al ‘Arabiyah Vol.2. No.1, 2016. Diakses dari http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ihya/article/view/36/48  pada 20/04/18, pukul 15:56.
Muhammad Ahmad, - M. Mudzakir. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia,  2004.
Muttaqin, Moch. Sabilil. Skripsi Sarjana: “Pengaruh Penggunaan Software Al-Maktabah Al-Syamilah Terhadap Motivasi Belajar Takhrij Al-Hadis Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta”. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Diakses dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/25302  pada 20/04/18, pukul 22:18
Nasrullah. “Metodologi Kritik Hadis: Studi Takhrij al-Hadis dan Kritik Sanad”. Jurnal Hunafa Vol.4. No.4, Desember 2007. Diakses dari https://www.jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/234  pada 20/04/18, pukul 14:27
Sulaiman, M. Noor. Antologi Ilmu Hadis. Jakarta: Gaung Persada Press, 2008.
Suryadi - M Alfatih Suryadilaga. Medologi Penelitian Hadis. Yogyakarta: Teras, 2009.


Catatan:
Makalah ini sebenarnya bagus, tetapi ada beberapa hal yang membuat saya kecewa:
1.      Similarity 38%.
2.      Tidak praktik dengan menggunakan mu’jam al-mufahras
3.      Software yang digunakan bukan Maktabah Syamilah, tetapi CD Mausu’ah. Lihat dan pahami SAP


[1] Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis, (UIN Malang Press: Malang, 2008). Hal. 171
[2] M. Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadis, (Gaung Persada Press: Jakarta, 2008). Hal. 155
[3] A. Khoirul Fata, - M. Hukkam Azhadi, “Menyoal Otentisitas Hadts Duabelas Khalifah”, Jurnal Al-Qalam Vol.30, No.3, September-Desember, 2013. Hal. 428. Diakses dari www.academia.edu/download/49702282/991Menyoal_Otentisitas_Hadits_merged.pdf  pada 20/04/18, pukul 14:54
[4] Nasrullah, Metodologi Kritik Hadis: Studi Takhrij al-Hadis dan Kritik Sanad”, Jurnal Hunafa Vol.4, No.4, Desember 2007. Hal. 407
Diakses dari https://www.jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/234  pada 20/04/18, pukul 14:27
[5] Nasrullah, Ibid.
[6] Nasrullah, Ibid.
[7] Nasrullah, Ibid.
[8] Nasrullah, Ibid.
[9] Suryadi - M Alfatih Suryadilaga, Medologi Penelitian Hadis, (Teras: Yogyakarta, 2009). Hal. 33
[10]Askolan Lubis, “Urgensi Metodologi Takhrij Hadis Dalam Studi KeIslaman”, Jurnal Ihya’ al ‘Arabiyah Vol.2, No.1, 2016. Hal. 17.
Diakses dari http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ihya/article/view/36/48  pada 20/04/18, pukul 15:56.
[11] Askolan Lubis, Ibid. Hal. 18
[12] Askolan Lubis, Ibid. Hal. 18
[13] Askolan Lubis, Ibid. Hal. 18
[14] Muhammad Ahmad, - M. Mudzakir, Ulumul Hadis, (Pustaka Setia:Bandung,  2004). Hal. 132
[15] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer Langkah Mudah dan Praktis Dalam Memahami Ilmu Hadis,(Aura Pustaka: Yogyakarta, 2014). Hal. 253
[16] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 254
[17] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 254
[18] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 254
[19] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 254
[20] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 254
[21] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 255
[22] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 255
[23] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 255
[24] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 256
[25] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 256
[26] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 256
[27] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 256
[28] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 257
[29] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 257
[30] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 257
[31] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 258
[32] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 258
[33] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 259
[34] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 260
[35] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 260
[36] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 261
[37] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 261
[38] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 261
[39] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 261
[40] Moch. Sabilil Muttaqin, Skripsi Sarjana: “Pengaruh Penggunaan Software Al-Maktabah Al-Syamilah Terhadap Motivasi Belajar Takhrij Al-Hadis Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta”, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta, 2014). Hal. 6 Diakses dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/25302  pada 20/04/18, pukul 22:18
[41] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 19
[42] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 20
[43] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 20
[44] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 21
[45] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 21
[46] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 21
[47] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 22
[48] Alimron, “Studi Validitas Hadis Tentang Ilmu Pengetahuan Dalam Buku Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Kurikulum 2013”, Jurnal Tadrib Vol.1, No.2, Desember 2015. Hal. 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar