Minggu, 11 Maret 2018

Ilmu Sosial Profetik (PIPS A Semester Genap 2017/2018)




INTEGRASI ILMU-ILMU SOSIAL DAN AL QURAN (ILMU SOSIAL PROFETIK KUNTOWIJOYO)
Adhe Putra Prasetyo, Zorin Silahuddin, dan Muflichul Ilmi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Pendidikan IPS A Agkatan 2016

Abstract
Kuntowijoyo is a Muslim thinker who is in the era of modernization, Kuntowijoyo began to trigger his social science prophetic because it is considered the western philosophy that existed in this era of modernization has killed the gods and humans, because in its application in western philosophy only use the ratio while the ratio only creates tools- tools not awareness, and the ratio does not teach humans to make sense of life, the ratio only teaches humans how to master life. In Kuntowijoyo's prophetic social science in it uses three scientific foundations of humanization, liberation, and transcendence. These three pillars are the foundation of Kuntowijoyo's prophetic social science in which social science is centered on the existence of transedental theory (faith / belief) as its center of support. And every element that exists in the social sciences kuntowijoyo is different from others, where the humanization of the western philosopher is the habitation of anthropocentrism which makes man as the main pedestal, where man is the ruler and always want to increase his power by fighting against the weak.
Abstrak
Kuntowijoyo adalah seorang pemikir muslim yang berada di era modernisasi, Kuntowijoyo mulai mencetuskan ilmu sosial profetiknya karena dianggap nya filsafat barat yang ada pada era modernisasi ini telah membunuh tuhan dan manusia, sebab dalam penerapannya dalam filsafat barat hanya menggunakan rasio sedangkan rasio itu hanya menciptakan alat-alat bukan kesadaran, dan rasio tidak mengajari manusia untuk memaknai hidup, rasio hanya mengajari manusia bagaimana cara menguasai hidup. Dalam ilmu sosial profetik milik Kuntowijoyo di dalamnya menggunakan tiga landasan keilmuan yaitu humanisasi, liberasi, dan transedensi. Ketiga pilar tersebutlah yang menjadi tumpuan ilmu sosial profetik milik Kuntowijoyo dimana ilmu sosial dipusatkan pada adanya teori transedental(iman/kepercayaan) sebagai pusat tumpuannya. Dan setiap unsur yang ada dalam ilmu sosial kuntowijoyo berbeda dengan yang lainnya, dimana humanisasi yang ada pada filsuf barat adalah hunisasi Antroposentrisme yang menjadikan manusia sebagai tumpuan utama, dimana manusia lah yang berkuasa dan selalu saja ingin  menambah kekuasaannya itu dengan  bertarung melawan orang lemah.
Keywords : Ilmu Sosial, Profetik

A. Pendahuluan
Dalam ajaran agama Islam, hubungan Al Quran dengan ilmu sosial sangat bersangkutan. Bentuk tingkah laku dan amal perbuatan manusia harus berpedoman kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah. Karena melalui Al Quran sesorang dapat berperilaku sesuai dengan syari’at Islam. Kadang juga manusia lalai dan tidak tahu mempergunakan pemikiran akal dan perasaan karunia Allah itu, untuk hal-hal yang bisa mengantarkannya kepada keselamatan dan kebahagiaan dirinya.[1]
Seiring berjalannya waktu, ilmu terus berkembang dari yang sempit menjadi luas. Keadaan tersebut mengakibatkan terbentuknya cabang-cabang ilmu. Salah satunya yaitu ilmu sosial. Ilmu sosial saat ini terlanjur dikemangkan dengan asumsi bahwa ilmu dan agama merupakan dua hal yang terpisah dalam mempengaruhi perkembangan ilmu sosial. Oleh karena itu, seorang ilmuwa Indonesia yang bernama Kuntowijoyo terinpirasi mencetuskan salah satu cabang dari ilmu sosial, yaitu ilmu soial profetik.
Ilmu sosial profetik ini, merupakan alternatif dalam ilmu sosial yang cenderung mudah dipengaruhi pemikiran-pemikiran barat dipadukan dengan pemikiran-pemikiran timur yang cenderung religius. Profetik sendiri berasal dari bahasa Inggris “prophet” yang berarti Nabi. Jadi, diharapkan dengan adanya ilmu profetik ini memiliki sifat seperti Nabi yang sadar akan keadaan sosial. Dimana Nabi adalah orang yang memiliki orientasi dan visi ke depan.
Upaya seperti ini, tidak bermaksud mengembalikan seperti pada zaman Nabi, akan tetapi hal tersebut digunakan sebagai semangat pergerakan membumikan nilai-nilai yang telah ia perjuangkan. Dan tentunya dengan konstruksi intelektual yang kontekstual pada zaman ini. Sebagai makhluk sosial, tentunya tidak boleh hanya dengan diam saja, tetai harus bertransformasi dengan tetap memperhatikan tiga unsur yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo yaitu humanisme, liberasi, dan transendensi untuk menggapai cita-cita yang sesuai dengan keinginan masyarakat.
B. Biografi Kuntowijoyo
Sebagai salah satu seorang cendekiawan muslim yang khas, dia akrab disapa dengan sapaan kunto, dia juga dikenal sebagai sejarawan, sastrawan dan budayawan. Ia lahir di tepi pantai selatan DIY, di desa sorobayan, sanden, bantul Yogyaarta pada tanggal 18 September 1943 dai adalah aank ke dua dari 9 bersaudara, ayahnya H. Abdl Wahid SOSromartojo ibunya Hj. Warasti.
Bagi Kunto, corak perkembangan intelektualnya banyak dipengaruhi oleh Prof. Dr. Sartono Kartodirjo. Seorang dosen sekaligus sejarawan kenamaan yang juga menekuni bidang sejarah sosial, yang menurut pengakuan Kunto selalu menganjurkan untuk tidak percaya pada reduksionisme, menganjurkan plurikausalitas dan pendekatan multidimensional dalam sejarah.[2]
Kuntowijoyo mencapai puncak karir akademik sebagai dosen yaitu pada 21 Juli 2001. la dikukuhkan sebagai guru besar ilmu sejarahpada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan membawakan pidato pengukuhan berjudul “Periodisasi Sejarah Kesadaran Keagamaan Umat Islam di Indonesia yang Meliputi Mitos, Idiologi, dan Ilmu”.[3]
Kendati menjalani hidup dalam keadaan sakit, semenjak mengalami serangan virus meningo enchepalitis pada 6 Januari 1992, dia terus berkarya sampai detik-detik akhir hayatnya. Prof Dr Kuntowijoyo meninggal dunia di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta, Selasa 22 Februari 2005 pukul 16.00 akibat komplikasi penyakit sesak napas, diare dan ginjal.[4]
Kuntowijoyo merupakan sosok yang produktif dan begitu konsisten dalam melahirkan karya-karya berbobot. Salah satu karya monomentalnya yaitu Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi (1991) yang menjadi magnum opusnya. Buku-buku Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia (1985); Budaya dan Masyarakat (1987); Identitas Politik Umat Islam (1987); Muslim Tanpa Masjid (2001); dan Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas (2002). Karya-karya ini dapat pengakuan luas dari berbagai kalangan media masa, perorangan dan masyarakat muslim lebih Mengenai corak pemikiran Kuntowijoyo, Syafi’i Anwar menulis di dalam bukunya yang berjudul Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia, memasukkan Kuntowijoyo dalam kelompok cendikiawan muslim dengan pemikiran transformatif.[5]
C. Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo
Ilmu sosial profetik merupakan gagasan yang dikemukakan oleh seorang pemikir islam yaitu Kuntowijoyo.  Gagasan ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1989 melalui wawancara yang dilakukan oleh jurnal “Ulumul Quran” (dikutip dari Nasiwan, Teori-teori Sosial Indonesia).[6] Lahirnya pemikiran-pemikiran Kuntowijoyo merupakan hasil dari pengaruh latar belakang keluarga yang berasal dari golongan keluarga priyayi dan taat beragama. Aktivitas keagamaan yang mentradisi sejak kecil serta latar belakang keluarganya yang aktif dalam Organisasi Islam seperti Muhammadiyah sedikit banyak menentukan cara pandangnya.[7]
Selain dari latar belakang keluarga yang dapat mempengaruhi pemikiran-pemikiran Kuntowijoyo, ada beberapa tokoh yang dapat mempengaruhi pemikiran Kuntowijoyo mengenai ilmu sosial profetik ini. Asal mula gagagsan ilmu sosial profetik, seperti yang telah diakui oleh Kuntowijoyo sendiri, terinspirasikan dari tulisan-tulisan Roger Garaudy dan Muhammad Iqbal. Dari pemikiran Roger Graudy, Kuntowijoyo mengambil filsafat profetiknya.[8] Sedangkan dalam pemikiran Muhammad Iqbal, beliau mengambil etika profetiknya, dimana tertera dalam bukunya yaitu the reconstruction of religious thought in islam.
Kata profetik sendiri berasal dari bahasa Inggris “prophet”, yang berarti nabi. Menurut Ox-ford Dictionary “prophetic” adalah (1) “Of, pertaining or proper to a prophet or prophe-cy”; “having the character or function of a prophet”; (2) “Charactericed by, containing, or of the nature of prophecy; predictive”.[9] Secara harfiah, Nabi adalah kata bentukan yang diturunkan dari kata dasar nabba’a, yang berarti orang yang memberi khabar, pembawa informasi (informan) tentang kebenaran dan perubahan masyarakat.[10] Jadi, makna dari profetik yaitu memiliki sifat seperti nabi. Nabi merupakan seorang yang sadar penuh dengan tanggung jawab sosial, dimana nabi datang dengan membawa cita-cita perubahan. Oleh karena itu dengan adanya ilmu sosial profetik ini Kuntowijoyo berharap bahwa ilmu sosial tidak harus difahami saja, tetapi juga harus mengemban  tugas transformasi demi menuju cita-cita yang diharapkan oleh masyarakat.
Ilmu sosial profetik ini merupakan suatu ilmu dimana menggabungkan antara ilmu sosial yang cenderung dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran barat dengan pemikiran-pemikiran timur yang cenderung bersifat religius. Dalam hal tersebut, dibutuhkan kesadaran tiap individu bahwa hal yang paling mendasar yaitu bagaimana proses transformasi nilai Islam tanpa kehilangan jati diri sebagai agama yang kaffah.
Kuntowijoyo menyadari sepenuhnya bahwa Islam hadir untuk membebaskan manusia dari pilihan-pilihan hidup yang dapat menjerat kemuliaannya.[11] Untuk membangun manusia seutuhnya itu, Allah menurunkan syariat-syariat-Nya yang termasuk di dalam Al Quranul Karim dan diperjelas oleh Sunnah Rasul-Nya.[12] Manusia, bila ingin menyusun konsep pembangunan manusia seutuhnya, mutlak harus berpedoman pada Al Quran dan Sunnah tersebut.[13]
Dalam hal ini, Kuntowijoyo merumuskan ilmu sosial profetik menjadi tiga pilar, yaitu humanisasi, liberasi, transendensi. Dimana sudah tertera di dalam Al Quran QS. Ali Imran (3): 10:
Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”[14]
Ketiga pilar tersebut digunakan sebagai landasan untuk mengembangkan ilmu sosial profetik. Diantara ketiga pilar tersebut yaitu humanisasi (ta’maruma bil ma’ruf), leberasi (tanhauna anil munkar), dan transendensi (tu’minuna billah). Tujuan humanisasi adalah memanusiakan manusia.[15] Tujuan liberasi adalah pembebasan bangsa dari kekejaman kemiskinan, keangkuhan teknologi, dan pemerasan kelimpahan.[16] Sedangkan tujuan transendensi adalah menambahkan dimensi transendental dalam kebudayaan.[17] Selain ayat di atas yang menerangkan tentang perilaku yang seharusnya dilakukan manusia dal Al Quran, juga disebutkan dalam QS. Al Baqarah (2) : 143 yang berbunyi:
Artinya : “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yan mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”[18]
Dari ayat tersebut Allah SWT menegaskan bahwa umat Islam yang diberikan syari’at Islam melalui Rasul-Nya, adalah umat yang sederhana, adil dan pilihan, agar mereka menjadi saksi atas tingkah laku.[19]
 Berikut ini adalah penjelasan mengenai tiga pilar ilmu sosial profetik yang disampaikan oleh Kuntowijoyo:
                                 1.         Humanisasi
Humanisme merupakan definisi dari ‘Amar Ma’ruf yang secara operasional memiliki arti memanusiakan manusia. A’mar ma’ruf itu sesuai dengan semangat peradaban Barat yang percaya kepada the idea of progress, demokrasi, HAM, liberalisme, kebebasan, kemanusiaan, kapitalisme, dan selfishness.[20]
Kuntowijoyo mengusulkan humanisme teosentris sebagai ganti dari humanisme antroposentris untuk mengangkat kembali martabat manusia. Dengan konsep tersebut, yang menjadi pusat manusia yaitu Tuhan, tetapi tujuannya yaitu untuk kepentingan manusia itu sendiri. Karena perkembangan manusia saat ini tidak diukur dengan rasionalitas tetapi dengan transendensi.
                                 2.         Liberasi
Liberasi dalam Ilmu Sosial Profetik merupakan definisi dari Nahiy Munkar, yang secara operasional memiliki arti membebaskan manusia dari perbudakan. Nahi munkar iu sesuai dengan prinsip sosialisme (Marxisme, komunisme, teori ketergantungan, teori pembebasan) yaitu liberation.[21] Liberasi ilmu sosial profetik ini merupakan ilmu yang didasari dengan nilai-nilai transendental.
Ilmu sosial profetik disini semangat liberalnya pada nilai-nilai profetik transenden dari agama yang telah ditransformasikan menjadi ilmu yang obyektif dan faktual. Kuntowijoyo menggariskan empat sasaran liberasi, yaitu sistem pengetahuan, sistem sosial, sistem ekonomi dan sistem politik.
                                 3.         Transendensi
Transendensi merupakan dasar dari dua unsur yang sebelumnya. Transendensi berasal dari definisi teoritis Yu’minuna billah yang secara operasional memiliki arti membawa manusia kepada Tuhannya. Tu’minuna billah menjadi prinsip dari semua agama.
Transendensi merupakan dasar dari humanisasi dan liberasi untuk menentukan arah dan tujuannya apa humanisasi dan liberasi itu dilakukan. Selain itu, transendensi juga berfungsi sebagai kritik. Dengan adanya kritik, transendensi akan dapat menjadi tolak ukur kemajuan dan kemunduran manusia dari segi ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya.
Demikian ilmu sosial profetik memang harus menjadi perhatian utama dalam ilmu sosial. Sekarang yang menjadi problem yaitu bagaimana menjadikan transformasi tersebut menuju masyarakat yang industrial, civil society, masyarakat demokratis, negara rasional, dan budaya yang manusiawi. Untuk menangani hal tersebut ada tiga program yang dapat dikerjakan:
                                 1.         Teorisasi
Yang diperlukan disini yaitu sebuah teori yang berbicara tentang sejarah, proses, dan hubungan.[22] Jadi tidak hanya berupa reaksi berdasarkan hukum terhadap gejala sosial (halal-haram), tetapi juga antisipasi ke depan, dengan demikian umat dapat aktif dan tidak hanya reaktif.[23]
                                 2.         Strukturasi
Di sini, yang perlu difahami yaitu bagaimana seseorang tersebut mengetahui apa yang akan dikerjakan umat di masa depan dengan negaranya.
                                 3.         Transformasi
Dalam hal ini, kaum intelektual diharapkan mampu menyiapkan umat dalam menghadapi transformasi. Terutama dalam perubahan-perubahan agama, kelembagaan, kepemimpinan, dan kebudayaan.
D. Posisi Ilmu Sosial dan Al Quran
A.    Kedudukan Ilmu sosial dan Alquran
Zaman modern telah berkembang teknologi dan berbagai bidang keilmuanpun sudah berkembang dengan pesat terutama dalam bidang sosial juga sudah berkembang seiring berjalannya waktu. Sedangkan dalam agama Islam sendiri pun syari’a tidak monoton untuk tetap seperti dahulu dengan hukum yang tetap akan tetapi Islam juga mengikuti perkembangan zaman.
Adapun dalam islam al-quran adalah pedoman bagi seorang muslim dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari agar dapat mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Dan pada zaman modern ini Al-quran sering dikaitkan dengan berbagai ilmu yang ada, separti penggabungan ilmu sosial dengan ilmu al-quran yang dilakukan oleh kuntowijoyo, yang mana dalam ilmu sosial yang telah dikembangkan oleh kuntowijoyo yang mana ilmu sosial kuntowijoyo adalah suatu Ilmu yang berdasarkan kepada transedental (keimanan) maka sudah jelas akan banyak mengaitkan ayat-ayat yang al-quran dengan fenomena sosial yang ada.
Sosial adalah suatu bidang keilmuan yang bisa dianggap urgent, karena ilmu sosial adalah ilmu yag membahas manusia, yang manusia sendiri adalah makhluk sosial, ilmu sosial barat hanya memandang dari segi kemanusiaannya saja tanpa memandang adanya tuhan, akan tetapi dalam sosial profetik lebih di pusatkan kepada peran tuhan dalam kehidupan manusia, yang mana nantinya adalah kembali untuk kepentingan manusia itu sendiri.[24]
1.      Posisi Al-quran
Adapun posisi al-quran pada zaman ini adalah sebagai sumber atau rujukan dalam pengambilan dalil-dalil yang berkenaan dengan syariah/hukum dalam muamalah dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidaklah luput dari yang namanya interkasi dengan sesamanya dengan begitu kemudian muculah suatu akad atau jual beli yang kemudian dibahas dalam al-quran tentang hukumnya jual beli. Jadi bisa diartikan posisi al-quran adalah sebagai sumber dalam menentukan hukum. Selain sebagai sumber pengambilan hukum al-quran juga sebagai pedoman dalam melakukan berbagai kegiatan sehari-hari manusia agar manusia dapat mencapai keberhsilan yang maksimal.[25]
2.      Posisi Ilmu Sosial
Era glabalisasi adalah era dimana ilmu sosial menjadi suatu disiplin ilmu yang menjadi sumber dari segala kegiatan manusia. Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa ada manusia yang lain maka ilmu sosial sangatlah penting karena membahas manusia sebagai makhluk sosial, terlebih lagi apabila yang dibahas adalah tentang ilmu sosial profetik yang mana didasarkan kepada transedental yang menjadi sumber kehidupan bagi orang-orang yang beragama.[26]
B.     Posisi Ilmu Sosial dan Al-quran
Namun apabila digabungkan keduanya memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Al-quran sebagai sumber pengambilan dalil adalah suatu hal yang sudah sewajarnya karana dalam islam sendiri al-quran adalah pedoman bagi ummat islam. Sedangkan Ilmu sosial berfungsi sebagai Ilmu yang kemudian digunakan dalam mengkaji suatu hukum dalam islam yang kemudian di jadikan sesuatu yang umum atau bisa juga sebagai dasar dalam menelaah suatu permasalahan yang ada di masyarkat pada umumnya. Contohnya adalah dalam pembayaran zakat bahwa dalam islam zakat adalah suatu hal yang wajib bagi ummat islam untuk melaksanakannya, kemudian apabila ditinjau dari segi sosialnya zakat biasanya diberikan kepada orang yang kurang mampu, dan kemudian secara sosial zakat kemudian dianggap sebagai suatu bakti sosial yang dilakukan antara ummat islam, maupun warga negara pada suatu negara, karena dengan adanya zakat manusia bisa saling tolong menolong.[27]
C.    Memahami Makna Ayat-Ayat Al-Quran dengan Pendekatan ISP
Seorang tokoh sosial mengatakan, bahwa pokok dari pembahasan dari ISP dalam pembahasannya terdiri dari dua bagian pokok yaitu:
1.                   Tranformasi Sosial dan Perubahan
Ilmu Sosial Profetik yang dibawakan oleh Kuntowijoyo adalah jalan keluar dari kondisi status sosial yang sedang buruk yang pengaruhnya terhadap kalangan akademisi dan intelektual indonesia sangatlah besar. Sementara itu, ISP tidak hanya berkepentingan menjelsakan dan mengubah fenomena sosial yang terjadi, tapi juga memberi interpretasi di dalamnya. Mengarahkan serta merubah pencapaian nilai nilai yang selama ini dianut oleh ummat islam agar senantiasa sesuao dengan petunjuk al-quran, yaitu, humanisasi, trransedensi, liberasi, dan emansipasi.
Dengan pendekatan yang dikemukakan oleh tokoh sosial tersebut, menerangkan bahwa Kuntowijoyo menginginkan agar Islam dapat terus berkembang dan mengubah masyarakatnya dengan berbagai aspeknya kedalam cakupan yang lebih luas lagi yang bersifat teoritis dan praktis.[28]
2.                   Menjadikan Al-quran Sebagai Paradigma
Maksud dari menjadikan Al-quran sebagai paradigma, yaitu bahwa Kuntowijoyo menginginkan uman islam mampu menjadikan Al-Quran bisa menciptaka suatu kontruksi ilmu pengetahuan yang memungkinkan kita memahami realitas sebagaimana dimaksudkan Al-Quran Itu sendiri. yang berarti bahwa Al-Quran dapat menciptakan suatu ilmu pengetahuan baru yang memuat dasar bagaimana untuk bergerak berdasarkan petunjuk yang ada dalam Al-Quran yang sudah dijadikan dalam bentuk pengetahuan sehingga bisa di pelajari oleh semua orang.
Untuk bisa memahami ayat-ayat dalam Al-Quran dengan baik dan cukup, maka Kuntowijoyo manganjurkan kepada Ummat Islam untuk kembali kepada pemikiran islam yang rasional dan empiris islami. Dalam mewujudkan upaya ini Kuntowijoyo melakukannya melalui beberapa program, dan program-programnya antara lai adalah sebagai berikut:
a.       Pengembangan Penafsiran social structural
b.      Merubah pola Berpikir
c.       Merubah pola pemahaman Islam
d.      Merubah pola Pemahaman Sejarah
e.       Membuat format formulasi penafsiran dan empiris
E. Penutup
Setelah melalui kajian di atas, dapat diketahui bahwa Al Quran sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu sosial. Karena pada dasarnya segala perilaku manusia sudah diatur dalam Al Quran. Sehingga dari situlah, sebagai manusia dapat menjadikan Al Quran sebagai acuan dalam berperilaku, terutama pada zaman ini globalisasi sudah sangat mempengaruhi kehidupan sosial. Tidak bisa dipungkiri bahwa memang sudah seharusnya membuka diri terhadap seluruh warisan peradaban.
Sehingga dengan adanya ilmu sosial profetik tersebut, diharapkan mampu mengelaborasi ajaran-ajaran agama (Islam) ke dalam bentuk suatu teori sosial, yaitu dengan mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu yang didalamnya memuat nilai dari cita-cita perubahan yang diinginkan oleh masyarakat. Dan perubahan tersebut harus didasarkan pada cita-cita humanisme, liberasi, dan transendensi. Perlu diyakini juga bahwa agama Islam merupakan sebuah alternatif untuk tetap berpegang teguh pada ajaran-ajaran yang dapat menghindarkan dari kemunkaran dan meperbanyak kebaikan.










DAFTAR PUSTAKA
Asghary, Basri Iba. Solusi Al Quran tentang problema sosial, politik, budaya. Jakarta: Rineka Cipta, 1994
Ensiklopedi Tokoh Indonesia, “Kuntowijoyo; Sejarawan.
Kuntowijoyo. Muslim Tanpa Masjid.  Bandung: Mizan, 2001
Jurnal nasional. Irwanto (pendekatan ilmu sosial profetik dalam memahami makna ayat-ayat Alquran). V, No. 1 Juni 2014. Hal 1.
Kuntowijoyo. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008

Muhammad, Abubakar. Membangun Manusia Seutuhnya menurut Al Quran. Surabaya : Al - Ikhlas
Suwito. Transformasi Sosial. Yogyakarta: Unggun Pelangi, 2004
http://viktriciussecondion.blogs.uny.ac.id/wpcontent/uploads/sites/15665/2018/01/Implementasi-pemikiran-kuntowijoyo-untuk-pengembangan-ilmu-sosial-indonesia.pdf. Diakses pada tanggal 08 Maret 2018

repository.uin-suska.ac.id/9548/1/2012_201209AF.pd. Diakses pada tanggal 08 Maret 2018

repositori.uin-alauddin.ac.id/5754/1/Tesis_Maskur_opt.pdf. Diakses pada tanggal 08 Maret 2018

Catatan:
1.      Similarity hanya 5%.
2.      Mengapa makalah ini masih saja mengambil referensi dari blog? Artikel jurnal dan penelitian mengenai ISP sudah banyak sekali, mengapa tidak mengutip dari itu saja?
3.      Repository itu merupakan perpustakaan yang menyimpan penelitian dan tulisan ilmiah. Yang dipakai sebagai footnote adalah penelitian dan tulisan ilmiahnya, dan bukan repositorinya.



.


[1] Abubakar Muhammad, Membangun Manusia Seutuhnya menurut Al Quran, (Al – Ikhlas: Surabaya), hlm. 42
[2] http://repository.uin-suska.ac.id/9548/1/2012_201209AF.pdf
[3] Ibid.
[4] Ensiklopedi Tokoh Indonesia, “Kuntowijoyo; Sejarawan...... op.cit., hlm. 1.
[6] http://viktriciussecondion.blogs.uny.ac.id/wp-content/uploads/sites/15665/2018/01/Implementasi-pemikiran-kuntowijoyo-untuk-pengembangan-ilmu-sosial-indonesia.pdf. Diakses pada tanggal 08 Maret 2018
[7] repository.uin-suska.ac.id/9548/1/2012_201209AF.pd. Diakses pada tanggal 08 Maret 2018
[8] Ibid., Hlm.10
[9] Ibid., Hlm.12
[10] Suwito, Transformasi Sosial, (Unggun Pelangi: Yogyakarta, 2004), hlm.99
[11] repositori.uin-alauddin.ac.id/5754/1/Tesis_Maskur_opt.pdf. Diakses pada tanggal 08 Maret 2018
[12] Ibid., hlm 24
[13] Ibid
[14] Ali Imran (3) : 10
[15] Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, ( PT Mizan Pustaka: Bandung, 2008), hlm 483
[16] Ibid., hlm. 489
[17] Ibid
[18] Al Baqarah (2) : 143
[19] Basri Iba Asghary, Solusi Al Quran tentang problema sosial, politik, budaya, (Rineka Cipta: Jakarta, 1994), hlm. 198
[20] Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, (Mizan: Bandung, 2001), hlm. 106
[21] Ibid
[22] Ibid, hlm. 108
[23] Ibid
[24] Ibid
[25] Jurnal nasional. Irwanto (pendekatan ilmu sosial profetik dalam memahami makna ayat-ayat Alquran). V, No. 1 Juni 2014. Hal 1.
[26] Ibid hal 2.
[27]Beberapa Gagasan Pokok Ilmu Sosial Profetik” dalam Wikipedia.com. Diakses pada
09/03/2018.
[28] Ibid  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar