Selasa, 26 September 2017

Makkiyah dan Madaniyah (PAI D Semester Ganjil 2017/2018)



 
Wildatun Bariroh dan Sayyidah Laila Rakhma Sulaiman
PAI D Angkatan 2016
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstrack
This article talks about Makiyyah and Madaniyah. In the article is the definision of Makiyyah and Madaniyah, the examples text of Makiyyah and Madaniyah. There is alsoa rule in the rule to know Makiyyah and Madaniyah. Because if you don’t know then there difference between Makiyyah and Madaniyah look the same. There are verses of Makiyyah contained in the letter of Madaniyah and there is also verses madaniyah contained in the letter of Makiyyah. Between Makiyyah and Madaniyah have the difference. The last, this article describe the usefulness of studying Makiyyah and Madaniyah.
Keywords : Makiyyah, Madaniyah, definition, examples, rule, Usability
Abstrak
Artikel ini berbicara tentang Makiyyah dan Madaniyah . didalamnya terdapat definisi Makiyyah dan Madaniyah, contoh-contoh ayat Makiyyah dan Madaniyah. Terdapat juga kaidah-kaidah dalam mengetahui Makiyyah dan Madaniyah. Karena jika tidak mengetahui letak perbedaannya maka ayat Makiyyah dan Madaniyah adalah sama. Karena ada beberapa ayat-ayat Makiyyah yang terdapat didalam surat Madaniyah dan juga sebaliknya ada ayat Madaniyah yang terdapat didalam surat Makiyyah.Artikel ini lebih menegaskan letak perbedaan antara Makiyyah dan Madaniyah, serta kegunaan mempelajari Makiyyah dan Madaniyah.
Kata Kunci : Makiyyah, Madaniyah, Pengertian, contoh, kaidah, kegunaan

A.   Pendahuluan
Para ulama’ antusias untuk menyelidiki surat-surat Makiyyah dan Madaniyah. Mereka meneliti Al-Qur’an ayat demi ayat dan surat demi surat untuk ditertibkan sesuai dengan turunnya, dengan memperhatikan waktu, tempat, dan pola kalimat. Lebih dari itu, mereka mengumpulkan antara waktu, tempat, dan pola kalimat. Cara demikian merupakan suatu kecermatan yang memberikan kepada peneliti gambaran mengenai kebenaran ilmiah mengenai ilmu Makiyyah dan Madaniyah. Itulah sikap ulama’ kita dalam melakukan pembahasan-pembahasan terhadap Al-Qur’an dan juga masalah lain.[1]
Merupakan satu kerja keras bila seorang peneliti menyelidiki turunnya wahyu dalam segala tahapannya,mengkaji ayat-ayat, serta kapan dan dimana turunnya. Dengan bantuan tema surat atau ayat, lalu merumuskan kaidah-kaidah analogis terhadap struktur sebuah seruan itu, apakah ia termasuk Makiyyah atau Madaniyah. Ataukah ia termasuk tema-tema yang menjadi titik tolak dakwah di Makkah atau di Madinah. Apabila suatu masalah masih kurang jelas bagi seorang peneliti karena terlalu banyak ragamnya, maka ia akan mengumpulkan, membandingkan dan mengklasifikasikannya mana yang serupa dengan yang turun di Makkah dan mana pula yang serupa dengan turun di Madinah.[2] Tiap ayat dikenal identitasnya dan jelas prosesinya, karena itu jika ada ayat bercampur dengan ayat-ayat lain bukan kelompoknya maka identitas ayat tersebut ditetapkan oleh para ulama’ ahli sebagai ayat Makiyyah atau ayat Madaniyah. Penetapan itu didasarkan pada kriteria yang telah mereka tentukan secara kritis.[3]   

B.    Definisi Makiyyah dan Madaniyah
1.      Teori
Alquran Makki/surah atau ayat Makiyah ialah yang turun di mekkah dan sekitarnya, baik waktu turunnya itu Nabi Muhammad SAW belum hijrah ke Madinah atau pun menurut teori Mulaahazhatu Makaanin Nuzuli (teori geografis) ialah ayat-ayat yang turun kepada Nabi Muhammad SAW ketika beliau berada di Mina, Arafah, Hudaibiyah, dan sebagainya.[4]
Dalil dari teori geografis ini ialah riwayat Abu Amr dan Utsman bin Said Ad-Darimi:

ما نزل بمكة وما نزل فى طرىق الى المدىنة قبل ان ىبلغ النبى صلى الله علىه وسلم المدىنة فهو من المكىز وما نزل غلى النبى صلى الله علىه فى اسفاره بعد ما قادىم المدىنة فهو من المدنىز
Artinya:
“Alquran yang diturunkan di Mekkah yang diturunkan dalam perjalanan hijrah ke Madinah sebelum Nabi Muhammad Sampai ke Madinah adalah termasuk Makki. Dan Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammas SAW dalam perjalanan-perjalanan beliau, setelah itu tiba di Madinah adalah termasuk Madani.
Kelebihan dari teori geografis ini ialah hasil rumusan pengertian Makki dan Madani ini jelas dan tegas, bahwa yang dinamakan Makki adalah ayat/surah yang turun di mekkah. Tetap dinamakan Makki, meski ayat/surah turun di Mekkah itu sesudah Nabi hijrah ke Madinah. Hal ini berbeda dengan rumusan teori lain, yaitu teori historis, bahwa ayat/surah yang turun sesudah Nabi hijrah itu dimasukkan kategori Madani, meski turunnya di mekkah atau di sekitarnya.
Kelemahan dari teori geografis ini ialah rumusannya tidak bisa dijadikan patokan, batasan atau definisi. Sebab, rumusannya itu belum mencakup seluruh ayat Alquran, karena tidak seluruh ayat Alquran itu hanya turun di Mekkah dan sekitarnya atau di Madinah atau sekitarnya. Kenyataanya, ada beberapa ayat yang turun di luar kedua daerah tersebut. Misalnya;

لو كان عرضا قرىبا وسفرا قاصىدا لا تبعوك (التوبة: 42)
Artinya:
“Dan kalau yang kamu serukan (kepada mereka) itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak jauh, tentu mereka itu akan mengikuti kamu”.[5] (Q.S. At-Taubah: 42)
Ayat ini diturunkan di daerah Tabuk, jauh dari kota mekkah maupun Madinah.

واسئل من ارسلنا من قبلك من رسلنا اجعلنا من دون الرحمن ءالهة ىعبدون (الزحرف: 45)
Artinya:
“Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang Maha Pemurah”. (Q.S. Az-Zukhruf: 45).

Ayat ini diturunkan di Baitul Muqaddas, daerah Palestina pada malam Isra’ Mikraj Nabi Muhammad SAW. Karena itu, ayat ini juga tidak bisa termasuk Makiyah ataupun Madaniyah, karena jauh sekali dengan kedua kota tersebut.
Apalagi kalau  menurut hadits Nabi Muhammad SAW, riwayat At-Thabrani dari Abu Umamah yang tegas menjelaskan, bahwa tempat turun Al-Qur’an ini tidak hanya di kota Makkah dan Madinah, melainkan di tiga kota: Mekkah, Madinah dan Syam.

عن ابي امامة قل رسلو الله صلى الله عليه وسلم : انزل القران في ثلاثة امكنة مكة, والمدينة والشام : قال الوليد : يعنى بيت المقدس
Artinya:
“dari Abu Umamah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Alquran itu diturunkan pada tiga tempat: Mekkah, Madinah, dan Syam.” Al-Walid mengatakan: Yakni, di Baitul Muqoddash.” (H.R. Ath-Thabrani dari Abu Umamah)
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                
2.      Teori Mulaahazhatul Mukhaathabina Fin Nuzuuli (Teori Subjektif)

Menurut Teori Subjektif ini, yang dinamakan Quran Makki/ Surah/ ayat Makkiyah ialah yang berisi panggilan kepada penduduk Mekkah dengan memakai kata-kata: “Yaa Ayyuhan Naasu” (wahai manusia) atau “Yaa Ayyuhal Kaafiruuna” (wahai orang-orang kafir) atau “Yaa Banii Aadama” (hai anak cucu Nabi Adam), dan sebagainya. Sebab, kebanyakan penduduk Mekah adalah orang-orang kafir, maka dipanggil dengan wahai orang-orang kafir atau wahai manusia, meski orang-orang kafir dari lain-lain daerah ikut dipanggil juga.
Dalil lain dari teori ini ialah riwayat Abu ‘Amr dan Utsman bin Sa’id Ad-Darimi:

ما كان من القران مقدما بيايها القران مقدما بيايها الذين امنوا فهو مدنى وما كان بيايها الناس فهو مكى
“Dan bagian dari Alquran yang dimulai dengan: “Yaa Ayyuhal Ladzina Aamanu” adalah Madani, dan yang dimulai dengan “Yaa Ayyuhan Naasu” adalah Makki.
            Kelebihan dari teori tersebut ialah rumusannya lebih mudah dimengerti. Sedangkan, kelemahan dari teori tersebut lebih banyak dari teori-teori yang lain. Sedikitnya teori ini memiliki dua kelemahan sebagai berikut:

a.       Dari seluruh ayat Alquran 6236 ayat itu, yang dimulai dengan nida’ (panggilan) menurut penelitian penulis hanya 511 ayat saja.
b.      Teori ini tidak mudah dipegangi dan tidak dapat dipertangungjawabkan. Sebab, ada beberapa ayat yang dimulai dengan Nida’: “Yaa Ayyuhan Naasu” itu bukan Makkiyah, melainkan Madaniyah
Sebaliknya, ada pula beberapa ayat yang dimulai dengan Nida’ : “Yaa Ayyuhal Ladzina Aamanuu” itu bukan Madaniyah, melainkan Makkiyah.[6]

3.      Teori Mulahazhathu Zamaanin Nuzuuli (Teori Historis)
Pengertian Makkiyah menurut teori ini, ialah ayat-ayat Alquran yang diturunkan sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah, meski turunnya ayat itu diluar kota Mekkah, seperti ayat-ayat yang turun di Mina, Arafah, Hudaibiyah ialah ayat-ayat yang turun setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, meski turunnya di Mekkah atau sekitarnya, seperti ayat-ayat yang diturunkan di Badar, Uhud, Arafah, dan Mekkah.
      Teori historis ini juga berpegang kepada dalil, riwayat Abu Amr dan Utsman bin Sa’id Ad-Darimi:

ما نزل بمكة وما نزل في طريق الى المدينة قبل ان يبلغ النبى صلى الله وسلم المدينة فهو من المكى. وما نزل على النبى النبى صلى الله وسلم في اسفاره بعد ما قدم المدينة فهو من المدنى
Artinya:
“Alquran yang diturunkan di Mekkah, dan yang diturunkan dalam perjalanan hijrah ke Madinah sebelum Nabi Muhammad SAW sampai ke Madinah adalah termasuk Makki. Dan Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan-perjalan berliau setelah tiba di Madinah adalah termasuk Madani.”

Kelebihan dari teori ini, dinilai para ulama’ sebagai teori yang benar, baik, dan selamat. Sebab, rumusan teori ini mencakup keseluruhan ayat Alquran, tidak ada seorangpun yang menilai teori historis ini jelek atau lemah. Tetapi menurut pengamatan penulis sebetulnya teori histori ini memang sudah baik, hanya saja sering terjadi kejanggalan-kejanggalan. Sebab, beberapa ayat-ayat Alquran yang nyata-nyata turun di Mekkah, tetapi hanya karena turunnya itu setelah hijrah,lalu tetap dianggap Madaniyah. Contohnya, seperti ayat-ayat sebagai berikut:

اليوم اكملتم لكم دينك واتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم الاسلم دينا (المئدة : 3)

Artinya:
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (Q.S. Al-Maidah:3)

4.      Teori Mulahazhatu Ma Tadhammanat As-Suuratu (teori content analysis)
Yang dinamakan Makkiyah menurut teori ini ialah surah/ayat yang berisi cerita-cerita umat dan para Nabi/Rasul dahulu.
Dalil-dalil yang dijadikan landasan teori content analysis ini antara lain ialah riwayat-riwayat sebagai berikut:
Riwayat Hisyam dari Ayahnya (Al-Hakim):

كل سورة ذكرت فيها الحدود والفرائض فهي مدنية وكل ما كان فيه ذكرالقرون الماضية فهي مكية

Artinya:
“setiap surah yang di dalamnya disebutkan hukum-hukum faraid adalah Madaniyah, dan setiap surah yang didalamnya disebutkan kejadian-kejadian masa lalu adalah Makiyah.”

Kelebihan dari teori ini adalah, bahwa kriterianya jelas,sehingga mudah difahami, sebab gampang dilihat orang.
Kekurangan dari teori ini, pelaksanaan pembedaan Makiyah dan Madaniyah menurut teori ini tidak praktis. Sebab, orang harus mempelajari isi kandungan masing-masing ayat dahulu, baru bisa mengetahui kriteria/kategorinya.[7]

Pembahasan tentang ayat-ayat Makiyyah dan Madaniyah sesungguhnya adalah memahami pengelompokan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan waktu dan tempat turunnya. Dalam persoalan ini, setidaknya ada tiga definisi atau ta’rif yang sering dikemukakan para ulama’ yang ahli dalam bidang ini[8], yaitu :
1.      Kategori Tempat : Makiyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebelum hijrah dan Madaniyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an sesudah hijrah. Ta’rif ini menetapkan ayat-ayat yang turun setelah hijrah, sekalipun terjadi di sekitar Mekkah tapi diklasifikasikan sebagai ayat Madaniyah.
2.      Kategori Waktu : Makiyyah adalah ayat-ayat yang turun di Mekah sekalipun turunnya ayat itu setelah hijrah dan Madaniyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah.
Bila definisi ini diterima, ada kesulitan untuk mengklasifikasikan ayat-ayat yang diterima Rasulullah Saw. Ketika beliau dalam perjalanan. Misalnya, ayat yang turun ketika Rasulullah Saw. di Tabuk.
3.      Kategori Mukhatab (objek pewahyuan) : Makiyyah adalah ayat-ayat yang khithabnya ditujukan kepada penduduk Mekah,dan Madaniyah adalah ayat-ayat yang Khitabnya ditujukan kepada penduduk Madinah.

Di kalangan ulama’ terdapat beberapa perbedaan pendapat tentang dasar (kriteria) yang untuk menentukan Makiyyah/ Madaniyah suatu surat atau ayat. Sebagian Ulama’ menetapkan lokasi turun ayat/surat sebagai dasar penentuan Makiyyah dan Madaniyah, sehingga mereka membuat definisi Makiyyah dan Madaniyah sebagai berikut : [9]

الْمَكِىُّ مَا نُزِلَ بِمَكَّةَ وَلَوْ بَعْدَ الْهِجْرَةِ, وَالْمَدَنِيُّ مَا نُزِلَ بِالْمَدِيْنَةِ
“Makiyyah ialah yang diturunkan di Mekah, sekalipun turunnya sesudah hijrah; Madaniyah ialah yang diturunkan di Madinah”
            Ada pula ulama’ yang menyatakan orang (golongan yang menjadi sasaran ayat/surat sebagai kriteria penentuan Makiyyah dan Madaniyah, sehingga mereka merumuskan sebagai berikut :[10]
الْمَكِىُّ مَا وَقَعَ خِطَابًا لِاَهْلِ مَكَّةَ وَالْمَدَنِىُّ مَا وَقَعَ خِطَابًا لِاَهْلِ الْمَدِيْنَةِ
“Makiyyah ialah khitabnya (seruannya) jatuh pada penduduk Mekah, dan Madaniyah ialah yang khitabnya (seruannya) jatuh pada penduduk Madinah”
            Ada pula ulama’ yang menetapkan, bahwa masa turun surat/ayat adalah merupakan dasar penentuan Makiyyah/Madaniyahnya, maka mereka membuat definisi sebagai berikut :[11]
الْمَكِىُّ مَا نُزِلَ قَبْلَ هِجْرَةِ الرَّسُوْلِ ص . م وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِغَيْرِ مَكَّةَ, وَالْمَدَنِىُّ مَا نُزِلَ بَعْدَ هَذِهِ الهِجْرَةِ, وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِمَكَّةَ
“ Makiyyah ialah yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya diluar Makkah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, meskipun turunnya di Mekah ”
Dari definisi diatas pada dasarnya merupakan bagian dan usaha pengklasifikasian ayat-ayat Al-Qur’an. Tetapi, untuk menghindari kerancuan, lebih tepat jika menggunakan definisi yang pertama. Dengan pengklasifikasian yang teliti berdasarkan tempat dan waktu turunnya ayat, akan diketahui ayat-ayat mana saja yang lebih dulu turun dan turun kemudian.[12]

C.   Contoh Ayat-ayat Makiyyah dan Madaniyah
1.      Adapun Madaniyah ada 20 surat, yaitu :[13]
1)      Al-Baqarah                        11) Al-Hujurat
2)      Ali Imran                           12) Al-Hadid
3)      An- Nisa’                          13) Al-Mujadilah
4)      Al- Maidah                        14)Al- Hasyr
5)      Al- Anfal                           15)Al- Mumtahanah
6)      At-Taubah                         16) Al-Jumu’ah
7)      An-Nur                              17) Al-Munafiqun
8)      Al-Ahzab                          18) Ath-Thalaq
9)      Muhammad                       19) At-Tahrim
10)  Al-Fath                              20) An-Nashr
2.      Sedangkan yang diperselisihkan ada 12 surat, yaitu :[14]
1)      Al- Fatihah                        7) Ar-Ra’d
2)      Ar-Rahman                       8)As-Shaff
3)      At-Taghabun                     9)Al-Muthoffifin
4)      Al- Qadr                            10)Al-Bayyinah
5)      Al-Zalzalah                       11)Al-Ikhlas
6)      Al-Falaq                            12)An-Nas
Kemudian, sisanya (selain yang disebutkan diatas adalah surat-surat Makiyyah, yaitu 82 surat. Maka jumlah semua surat-surat Al-Qur’an adalah 114 surat.
a)      Contoh Ayat-ayat Makiyyah
1.      Surat Al-Hajj ayat 77
يايها الذين امنوا اركعوا واسجدوا واعبدواربكم (الحج : 77)

Artinya:
“Hai orang-orang yang brinman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu…” (Q.S. Al-Hajj: 77)[15]
2.      Surat Al-An’am ayat 33
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِى يَقُوْلُوْنَ
Artinya:
“Sesungguhnya kami mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu menggundahkan hati engkau”[16]
b)      Contoh Ayat-ayat Madaniyah
1.      Surat An-Nisa’ ayat 1[17], memuat kata يَآيُّهَا النَّاسُ
يَآيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمْ
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada tuhanmu”
2.      Surat Al-Baqarah ayat 21, terdapat pula yang demikian[18]
يَآيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمْ
“Wahai Manusia! Sembahlah Tuhanmu !”
3.      Ayat-ayat Madaniyah dalam surat Makiyyah
Misalnya surat Al-An’am. Ibnu Abbas berkata, “surat ini diturunkan sekaligus di Makkah, maka ia adalah Makiyyah, kecuali tiga ayat yang diturunkan di Madinah, yaitu ayat 151-153.[19]
Dan surat Al-Hajj adalah Makiyyah. Tetapi, ada tiga ayat yang Madaniyah, yaitu ayat 19-21.[20]
هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوْا فِى رَبِّهِمْ
“Inilah dua golongan yang bertengkar tentang Tuhan mereka……..”
Hingga akhir ayat 21
4.      Yang serupa dengan yang diturunkan di Mekah dalam kelompok Madaniyah
Yang dimkasud oleh para Ulama’ di sini ialah, ayat ayat yang terdapat dalam surat Madaniyah tetapi mempunyai gaya bahasa dan ciri-ciri umum seperti surat Makiyyah. Contohnya terdapat dalam surat Al-Anfal yang Madaniyah.[21]
“ Dan (ingatlah) ketika mereka golongan musyrik berkata, ‘Ya Allah, jika benar Al-Qur’an ini dari engkau, hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami adzab yang pedih.” (Al-Anfal : 32)
5.      Ayat yang dibawa dari Makkah ke Madinah
Contohnya ialah surat Al-A’la. HR. Al-Bukhari dari Ba’ra bin Azib yang mengatakan “Orang yang pertama kali datang kepada kami dikalangan sahabat Nabi adalah Mush’ab bin Umair dan Ibnu Maktum. Keduanya membacakan Al-Qur’an kepada kami. Sesudah itu Ammar, Bilal, Sa’ad. Kemudian datang pula Umar bin Khattab sebagai orang yang kedua puluh. Baru setelah itu datanglah Nabi. Aku melihat penduduk Madinah bergembira setelah aku membaca ‘Sabbihisma robbikal a’la’ dari antara surat yang semisal dengannya.” Pengertian ini cocok dengan Al-Qur’an yang dibawa oleh golongan Muhajirin, lalu mereka ajarkan kepada kaum Anshar.[22]

D.   Kaidah Dalam Mengetahui Ayat Makiyyah dan Madaniyah
Studi Makiyyah adalah studi sejarah, studi sirah, dan studi tentang kejadian tertentu yang memerlukan penyaksian langsung. Oleh karena itu tidak ada jalan lain yang dapat membantu di dalam memahami ayat-ayat mana saja yang terbilang Makiyyah dan ayat-ayat mana saja yang termasuk Madaniyah, kecuali riwayat dari para sahabat Rasulullah SAW. karena merekalah yang mengikuti perjalanan hidup Rasulullah SAW. baik di Mekah maupun di Madinah. Dari segi sumbernya makiyyah dan Madaniyah sama dengan sabab Nuzul, artinya Makiyyah maupun Madaniyah hanya dapat diketahui melalui riwayat demi riwayat yang diturunkan secara estafet dari satu generasi ke generasi berikutnya sebelum kemudian dibubukan atau ditulis dalam bentuk suatu bentuk catatan. Sekalipun demikian, ada semacam “isyarat-isyarat” yang bisa ditangkap untuk membedakan ayat Makiyyah dengan ayat Madaniyah. Isyarat-isyarat yang biasa disebut dhawabith itu sebagai berikut :[23]
a)      Ciri-ciri Surah Makiyyah
1.      Terdapat kata kalla كَلاَّ disebagian atau seluruh ayatnya
2.      Terdapat sujud tilawah (ayat sajdah) disebagian atau seluruh ayatnya
3.      Diawali huruf tahajji seperti Qof (ق) nun (ن), dan ha mim (حم).
4.      Memuat kisah adam dan iblis (kecuali surah Al-Baqarah)
5.      Memuat kisah para Nabi dan Umat-umat terdahulu
6.      Didalamnya terdapat khithab (seruan) kepada semua manusia
7.      Menyeru dengan kalimat “anak Adam”
8.      Isinya memberikan penekanan pada masalah aqidah
9.      Ayat-ayatnya pendek.
b)      Ciri-ciri Surah Madaniyah
1.      Terdapat kalimat “orang-orang yang beriman” pada ayat-ayatnya
2.      Terdapat hukum-hukum faraidl, hudud, qishash, dan jihad.
3.      Menyebut “orang-orang munafiq” (kecuali Al-Ankabut)
4.      Memuat bantahan terhadap Ahlu Al-kitab (Yahudi dan Nasrani)
5.      Memuat hukum syara’, seperti ibadah, muamalah, dan al-akhwal al-syakhsiyah
Ciri Khas Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Setelah menganalisis karakter masing-masing ayat Makkiyah dan Madaniyah, maka bisa disimpulkan ciri khas masing-masing sebagai berikut:[24]
1.      Surat Makkiyah didominasi oleh ayat-ayat pendek. Sebagai contoh, surat al-Mudatsitsir jumlah ayatnya adalah 56 ayat; kebanyakan ayatnya terdiri dua kata, tiga atau tidak kurang dari sembilan kata, kecuali satu ayat: 31. Sedangkan surat Madaniyah, ayatnya justru panjang. Jika kita membuat perbandingan satu Hizb surat Makkiyah, seperti yang terdapat dalam surat as-Syu’arâ’ dengan Hizb surat Madaniyah seperti al-Anfâl, maka kita menemukan perbedaan jumlah ayat pada masing-masing Hizb tersebut. Jumlah ayat dalam satu Hizb surat Makkiyah as-Syu’arâ’ adalah 227 ayat, sementara surat Madaniyah al-Anfâl sebanyak  75
2.      Surat Makkiyah didominasi oleh pembahasan mengenai masalah akidah, penegakan dalil, dakwah untuk membebaskan diri dari menyembah berhala dan akidah- akidah yang rusak. Sebagai contoh tampak pada surat al- An’âm, Yûnus, al-Furqân, al-Qashash. Sedangkan surat Madaniyah didominasi oleh pembahasan mengenai masalah legislasi hukum, hukum ibadah, muamalah, sistem sosial, jihad dan derivatnya, seperti hukum tawanan, ghanîmah, perdamaian, perjanjian dan gencatan senjata. Karena di Madinah, telah berdiri negara dan masyarakat Islam, yang tidak ditemukan di Makkah.
3.      Tiap surat yang di dalamnya ada perintah sujud adalah Makkiyah, demikian juga ayat-ayat seputar kisah-kisah Nabi dan ummat terdahulu, kecuali kisah Adam dan Iblis yang disebutkan dalam surat al-Baqarah adalah Madaniyah.
4.      Tiap surat yang di dalamnya dinyatakan lafadz: Kallâ adalah Makkiyah. Lafadz ini telah dinyatakan sebanyak 33 kali dalam 15 surat. Semuanya pada surat terakhir al-Qur’an, seperti al- ‘Alaq, al-Muthaffifîn dan lain-lain.
5.      Jika didahului dengan panggilan: Yâ Ayyuhâ an-Nâs (wahai manusia) atau Yâ Banî Adam (wahai anak Adam) adalah Makkiyah, sedangkan jika didahului dengan panggilan: Yâ Ayyuhâ al-Ladzîna Amanû (wahai orang-orang yang beriman) adalah Madaniyah, kecuali pada tujuh tempat, antara lain: (1) surat al-Baqarah: 21, (2) an-Nisâ’: 1, (3) al-Hujurât: 13, (4) al- Baqarah: 168, (5) an-Nisâ’: 133, (6) al-Hajj: 1. Pada ayat-ayat tersebut digunakan panggilan: Yâ Ayyuhâ an-Nâs (wahai manusia).
Tiap ayat yang didahului dengan huruf Hijâiyah, seperti Qaf, Nun adalah surat Makkiyah, kecuali al-Baqarah dan Ali ‘Imrân adalah Madaniyah, sementara surat ar-Ra’d ada perbedaan pendapat. Berikut ini adalah surat Makkiyah sesuai dengan kronologi turunnya, berdasarkan laporan az-Zarkasyi, ada 85 surat: (1), al- ‘Alaq, (2) al-Qalam, (3),  al-Muzammil, (4) al-Mudatstsir, (5) al-Masad, (6) at-Takwîr, (7) al-A’lâ, (8) al-Layl, (9) al-Fajr, (10) ad-Dhuhâ, (11) as-Syarh, (12) al-‘Ashr, (13) al‘Adiyât, (14) al-Kawtsar, (15) at-Takâtsur, (16) al-Mâ’ûn, (17) al- Kâfirûn, (18) al-Fîl, (19), al-Falaq, (20) al-Nâs, (21) al-Ikhlâsh, (22) an-Najm, (23) ‘Abasa, (24) al-Qadar, (25) as-Syams, (26) al-Burûj, (27) at-Tîn, (28) Quraiys, (29) al-Qari’ah, (30) al-Qiyamah, (31) Humazah, (32) al-Mursalât, (33) Qaf, (34) al-Balad, (35) ar-Rahmân, (36) al-Jin, (37) Yasin, (38) al-A’râf, (39) al-Furqân, (40) al-Malaikah, (41) Fâthir, (42) Maryam, (43) Thâha, (44) al-Wâqi’ah, (45) as- Syu’arâ’, (46) an-Naml, (47) al-Qashash, (48) al-Isrâ’, (49) Hûd, (50) Yûsuf, (51) Yûnus, (52) al-Hijr, (53) as-Shâffât, (54) Luqmân, (55) al- Mu’minûn, (56) Saba’, (57) al-Anbiyâ’, (58) az-Zumar, (59) Hamim al-Mu’min, (60) Hamim ‘Aynsinqaf, (61) az-Zukhruf, (62) ad- Dukhân, (63) al-Jâtsiyât, (64) al-Ahqâf, (65) ad-Dzâriyât, (66) al- Ghâsyiyah, (67) al-Kahf, (68) al-An’âm, (69) an-Nahl, (70) Nûh, (71) Ibrâhîm, (72) Sajdah, (73) at-Thûr, (74) al-Mulk, (75) al-Hâqqah, (76) al-Mâ’arij, (77) an-Naba’, (76) an-Nâzi’ât, (79) Infithâr, (80) Insyiqâq, (81) ar-Rûm, al-Ankabût, (82) al-Muthaffifîn, (83) as-Sâ’ah, (84) al- Qamar, dan (85) at-Thâriq. 16 Adapun berikut ini, adalah yang secara konsensus disepakati sebagai ayat Madaniyyah. Dalam hal ini, ada dua puluh surat: (1) al- Baqarah, (2) Ali ‘Imrân, (3)  an-Nisâ’, (4) al-Mâidah, (5) al-Anfâl, (6) at-Tawbah, (7) an-Nûr, (8) al-Ahzâb, (9) Muhammad (al-Qitâl), (10) al-Fath, (11) al-Hujurât, (12) al-Hasyr, (13) al-Mumtahanah, (14) al- Jumu’ah, (15) al-Munâfiqûn, (16) at-Thalaq, (17) at-Tahrîm, (18) al- Hadîd, (19) al-Mujâdalah, dan (20) an-Nashr. Mengenai al-Fâtihah, ada yang mengatakan Makkiyah, dan ada yang mengatakan Madaniyah. Ada yang mengatakan diturunkan dua kali, sekali di Makkah dan sekali di Madinah. Ada yang mengatakan diturunkan dua kali, sebagian-sebagian; sebagian di Makkah, dan sebagian lagi di Madinah. Yang paling sahih adalah pendapat pertama. Juga terhadap surat an-Nisâ’, ar-Ra’d, al-Hajj, as-Shaff, at-Taghâbun, al-Qiyâmah, al-Kawtsar, dan al-Mu’awwidzatayn (al-Falaq dan an-Nâs), yang paling tepat surat-surat tersebut adalah Madaniyah. Juga terhadap ar- Rahmân, al-Hadîd, al-Insân dan al-Ikhlâsh, yang paling sahih surat- surat tersebut adalah Makkiyah. Sampai di sini, penjelasan as- Suyûthi. 17 Sementara az-Zarkasyi berpendapat, bahwa surat Madaniyah ada 29, yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 13, 22, 24, 33, 47, 48, 49, 55, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 76, 98, 99, 110. 18
E.    Kegunaan Mempelajari Makiyyah dan Madaniyah
Dengan mengetahui ilmu Makkiy dan Madani akan membawa hikmah dan faedah serta kegunaan yang bermacam-macam, antara lain:[25]
1.      Mudah diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayat yang turun belakangan dari kitab suci Al-Qur’an
2.      Mudah diketahui mana ayat-ayat Al-Qur’an yang hukum/ bacaannya telah dinasakh (dihapus dan diganti, dan mana ayat-ayat yang menasakhkannya, khususnya bila ada dua ayat yang menerangkan hukum suatu masalah, tetapi ketetapannya antara satu dengan yang lain.
3.      Mengetahui dan mengerti sejarah persyariatan hukum-hukum Islam yang amat bijaksana dalam menentukan peraturan-peraturannya
4.      Dengan mengetahui ilmu Makkiy dan Madani akan bisa menambah kepercayaaan orang terhadap kewahyuan Al-Qur’an
5.      Meningkatkan keyakinan orang terhadap kesucian, kemurnian dan keaslian Al-Qur’an
6.      Mengetahui perbedaan dan tahap-tahap dakwah islamiah
7.      Mengerti perbedaaan ushlub-ushlub (bentuk Bahasa) al-Qur’an, yang dalam surat Makiyyah berbeda dengan yang ada dalam surat Madaniyah
8.      Dengan mengetahui ilmu Makkiy dan Madani situasi dan kondisi masyarakat kota Mekah dan Madinah dapat diketahui, khususnya pada waktu turunnya ayat-ayat Al-Qur’an
Dari gambaran di atas, terlihat dengan jelas betapa pentingnya pembahasan Makkiyah dan Madaniyah; batasan, ciri khas, isi dan rekonstruksi visual kehidupan Rasulullah saw. dalam mengemban risalahnya. Dari sini bisa disimpulkan, bahwa manfaat mengetahui Makkiyah dan Madaniyah, antara lain:[26]
1.      Membantu untuk menafsirkan al-Qur’an: Dengan mengetahui tempat turunnya ayat, akan sangat membantu memahami ayat dan menafsirkannya secara benar, serta mengetahui mana nâsikh dan mansûkh.
2.      Mengetahui metode dakwah: Sebab, tiap situasi dan kondisi ada ungkapan tertentu yang digunakan (likulli maqâm maqâl). Ini seperti yang telah dijelaskan di atas.
3.      Memahami sirah Rasulullah saw.
Dengan mempelajari Makiyyah dan Madaniyah kita juga akan memahami tahapan-tahapan dalam sejarah persyari’atan (Tarikh at-tasyri’) sebagaimana Allah SWT mendahulukan ajaran-ajaran akidah pada periode Makkah dan kemudian mengajarkan hukum-hukum dan syari’at-syari’at pada periode Madinah.[27]

F.    Penutup
Setelah melalui proses kajian diatas, dapat diketahui bahwa Makiyyah adalah ayat-ayat yang diturun di Mekkah dan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah. Meskipun dikalangan ulama’ terdapat perbedaan pendapat tentang defenisi Makiyyah dan Madaniyah. Di dalam Al-Qur’an terdapat 82 surat Makiyyah, 20 surat Madaniyah dan 12 surat yang masih diperselisihkan. Didalam surat Makiyyah terdapat pula ayat Madaniyah dan demikian sebaliknya.
Kaidah dalam mengetahui ayat Makiyyah dan Madaniyah terdapat beberapa cara, salah satunya adalah dengan mengetahui ciri-ciri dari Makiyyah dan Madaniyah itu sendiri. Dalam mempelajari Makiyyah dan Madaniyah kita juga akan memahami kegunaannya seperti dapat mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an, sebab turunnya waktu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang menyertainya, baik periode Makkah maupun Madinah.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Syaikh Manna’. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Sumbulah, Umi dkk. Studi Al-Qur’an dan Hadist. Malang: Uin Maliki Press, 2014.
Zuhdi, Masjfuk. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya: Karya Abditama, 1997.
Masykur, Kahar. Pokok-pokok Ulumul Qur’an. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992.
As-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus, 19990.
Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Dunia Ilmu, 2000.
Ash-Shddiqiey, Teuku Muhammad Hasbih. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002
Abdurrahman, Hafidz. Ulumul Qur’an. CVIVDeA Pustaka Utama, 2003
Tolchah, Moch. Artikel : Aneka pengkajian Studi Al-Qur’an (http://digilib.uinsby.ac.id/6878/15/Bab%2011.pdf)
Madyan, Ahmad Shams. Peta pembelajaran Al-Qur’an. Yogyakatra: Pustaka Belajar, 2008

Catatan:
Makalah ini sudah cukup baik, hanya saja perlu beberapa perbaikan:
1.       Abstrak tolong diperbaiki lagi.
2.       Pendahuluan juga diperbaiki.
3.       Keterangan “Tolchah, Moch. Artikel : Aneka pengkajian Studi Al-Qur’an dicantumkan secara lengkap: apakah ia dari tesis, disertasi, artikel, dll.


[1] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta  : Pustaka Al-Kautsar, 2006) hlm 61
[2] Ibid hlm 61-62
[3] Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1990), hlm 207
[4] Prof.Dr.H.Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an, (Dunia Ilmu, 2000), hlm.78
[5] Ibid, hlm.79
[6] Ibid hlm 84
[7] Ibid hlm.85-87
[8] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil dan Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan Hadist (Malang : Uin Maliki Press, 2014), hlm 136.
[9] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur-an (Surabaya : Karya Abditama, 1997), hlm 64

[10] Ibid hlm 65
[11] Ibid hlm 66
[12] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil dan Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan Hadist (Malang : Uin Maliki Press, 2014), hlm 136
[13] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta  : Pustaka Al-Kautsar, 2006) hlm 64
[14] Ibid
[15] Kahar Masykur, pokok-pokok Ulumul Qur’an (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992) hlm 73
[16] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2002) hlm 83
[17] Ibid hlm 72
[18] Ibid hlm 73
[19] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta  : Pustaka Al-Kautsar, 2006) hlm 65
[20] Ibid hlm 66
[21] Ibid
[22] Ibid
[23] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil dan Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan Hadist (Malang : Uin Maliki Press, 2014), hlm 137-138
[24] Prof.Drs. Hafidz Abdurrahman MA, Ulumul Qur’an, CVIDeA Pustaka Utama, 2003, hlm.49

[25] Dr. H. Moch. Tolchah, M. Ag, Artikel : Aneka Pengkajian Studi Al-Qur’an (http://digilib.uinsby.ac.id/6878/15/Bab%2011.pdf)
[26] Prof.Drs. Hafidz Abdurrahman MA, Ulumul Qur’an, CVIDeA Pustaka Utama, 2003, hlm.56-57
[27] Ahmad Shams Madyan, Peta pembelajaran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), hlm 190

Tidak ada komentar:

Posting Komentar