Minggu, 07 Mei 2017

Gerakan Baru di Indonesia (PBA A Semester Genap 2016/2017)




GERAKAN BARU DI INDONESIA
Ahmad Aryan Pradana, M. Muhibbul Firdausi, Filza Aina Hanini, Latifah Mawardiah Asfriyani
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Angkatan 2016
e-mail: Latifah_MA@yahoo.com

Abstrak
Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia memiliki beberapa pergerakan-pergerakan baru yang berkembang dan tumbuh di Indonesia, diantaranya  adalah Hizbut Tahrir dan Islam Liberal.Tentunya gerakan-gerakan ini mempunyai gerakan dan pemikiran dan tujuan yang berbeda-beda.HTI lebih cenderung bagaimana mengembalikan kehidupan Islam melalui dakwah dan jihad yang hanya dapat diatasi oleh tegaknya pemerintahan Islam atau Khilafah Islamiyah.Sedangkan Islam Liberal ialah Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas.

(kata kunci: Gerakan, pemikiran dan tujuan)
Abstract
Along with the development of the times, Indonesia has several movements that are developing and developing in Indonesia, namely Hizbut Tahrir and Liberal Islam. Surely these movements have different movements and thoughts. HTI is more likely to sort out the life of Islam through dakwah and jihad which can only be overcome by the establishment of Islamic government or Khilafah Islamiyah. While Liberal Islam is Islam that strengthens personal freedom and liberation from oppressive socio-political structures.

(Keywords: Movement, thought and purpose)

A.    Pendahuluan

Beberapa gerakan islam muncul pada era ini sebagai bagian dari gerakan islam kontemporer. Meski demikian, ia tetap memiliki afiliasi dengan gerakan islam lama. Gerakan-gerakan islam lama muncul ke permukaan dengan membawa misi, tujuan, dan modelnya masing-masing, meskipun secara umum semuanya mengusung semangat revivalisme, seperti Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam(KISDI); Persatuan Forum Komunikasi Ahkus Sunnah Wal Jamaah; Forum Pembela Islam(FPI), Ikhwanul Muslimin, HAMMAS, dan Majelis Mujahiddin Indonesia.Berbagai aktivitas Islam ini pada umumnya dilakukan dengan cara-cara militant untuk memerangi musuh utama mereka, yakni kapitalisme dan sekularisme Barat dengan kaki tangannya.
            Lahirnya gerakan-gerakan Islam ini tidak lepas dari tujuan mereka untuk merespons masalah-masalah kontemporer dengan muara pada perjuangan menegakkan syariat islam di Indonesia. Hal ini berbeda dengan Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama’(NU), dua organisasi Islam terbesar di negeri ini, yang lebih fokus pada perjuangan menciptakan islam rahmatan lil alamin. Gerakan-gerakan Islam yang muncul belakangan ini mengusung tema-tema, seperti pemberlakuan syariat Islam, menolak presiden perempuan , demokrasi, dan Negara sekular. Perjuangan mereka pada umumnya berada diluar parlemen, namun sebagian dari mereka didukung oleh kekuatan Partai politik berasaskan Islam, seperi Partai Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan Sejahtera, dan Masyumi Baru.
            Begitu pula di Indonesia memiliki beberapa pergerakan-pergerakan baru yang berkembang dan tumbuh di Indonesia, dan salah satunya yang akan dibahas adalah Hizbut Tahrir dan Islam Liberal.

B.     Gerakan dan Pemikiran HTI

Hizb Al-Tahrir berdiri di Al-Quds Palestina tahun 1953.Sebelumnya awal tahun 1953 HT mengajukan izin pendirian partai politik kepada Departemen Dalam Negeri Pemerintah Yordania, namun ditolak, bahkan dilarang karena dipandang ilegal.Latar belakang berdirinya HT dapat ditelusuri dari sisi historis dan normative. Secara historis, HT melihat keterpurukan umat islam dalam rentang waktu yang panjang. Sejak abad ke-19 M, peradaban islam berada dalam keterpurukan akibat dominasi penjajahan barat. Dalam kondisi demikian, banyak gerakan islam yang berusaha menyelamatkan. Akan tetapi, alih-alih menyelamatkan, HT menilai mereka semakin menambah labirin keterpurukan umat islam.Adapun secara normative, HT didirikan dalam rangka menyambut dan menjawab firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 104.

ولتكن مّنكم أمّة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون
           
“ Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali-Imran : 104).[1]

Sementara itu, tujuan berdirinya HT adalah untuk mengembalikan kehidupan Islam melalui dakwah dan jihad yang hanya dapat diatasi oleh tegaknya pemerintahan Islam atau Khilafah Islamiyah.
            Hizb Al-Tahrir didirikan oleh Taqiyyuddin Annabhani.Setelah dia meninggal (1977 M), kepemimpinan HT kemudian dilanjutkan oleh Abdul Qodim Zallum hingga tahun 2003, kemudian oleh Atho’ abu Rashthah hingga 2011.Atho’ Abu Rashthah dilantik pada 13 April 2003 oleh Dewan Mazhalim.[2]
            Gerakan HT masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an yang dipimpin oleh Abd Al-Rohman Al-Baghdadi. Di Indonesia HT mendeklarasikan diri dengan nama Hizb Al-Tahrir Indonesia pada 2000.Menurut HTI, Indonesia merupakan salah satu sasaran penting khilafah.Hal ini terbukti dengan digelarnya Konferensi Khilafah Internasional Pertama pada 28 Mei 2000dan konferensi kedua pada 12 Agustus 2007.Bahkan melalui surat terbuka, HTI mengajak presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menegakkan khilafahdi Indonesia.Samsul Alam, salah satu aktivis HTI menyatakan:

Secara I’tiqodi bahwa semua itu hanya Allah yang mengetahui. Kita hanya bisa berusaha dan menciptakan suasana agar setiap negeri-negeri muslim ;ayal menjadi tempat tegaknya khilafah yang kedua kalinya. Indonesia adalah salah satu negeri muslim yang sangat berpotensi sebagai tempat tegaknya khilafah yang kedua kali, sebagaimana pernyataan Prof.Hasan Ko Nakata (Presiden Asosiasi Muslim Jepang): ‘Indonesia adalah tempat yang memenuhi persyaratan untuk mendirikan kembali khilafah.’

Menurut HTI, apabila umat Islam ingin kembali jaya seperti di masa klasik,umat Islam harus berjuang menegakkan berdiri kembali khilafah Islamiyah, yakni sistem pemerintahan Islam berdasarkan kesatuan umat bukan negara kebangsaan. Pemerintahan yang diikat dengan iman dan diatur oleh undang-undang Allah, Al-Qur‟an. Pemerintahan tersebut bersifat global atau mendunia dengan kepemimpinan tunggal yakni seorang khalifah.Pemerintahan ini tanpa batas-batas teritorial atau batas-batas geografis antar wilayah Islam serta bersih dari simbol nasionalisme.[3]
Pada 2011, Ismail Yusanto menjelaskan 5 alasan peluang besar bagi tegaknya khilafah di Indonesia.Yaitu :
1.      Dukungan umat Islam yang besar.
2.      HTI semakin besar dan dakwah berjalan aman.
3.      Kepercayaan publik kepada pemerintah Indonesia semakin merosot.
4.      Besarnya potensi SDA dan SDM di Indonesia.
5.      Pengalaman Historis Indonesia dalam menerapkan syariat Islam.

Mengingat besarnya apresiasi HTI terhadap khilafah, sementara doktrin ini mulai menyebar keberbagai daerah di Indonesia, penulis akan menulusuri dan membongkar ansumsi epistemologis dan ideologis dari khilafah massif HT/HTI, serta implikasi-implikasi sosial politiknya di Indonesia. Penulusan ini sangat penting mengingat belum ada karya tulis yang mencoba membongkar hiden agenda dibalik gerakan massif HT/HTI. Sejauh ini, Haedar Nasir hanya mengungkap sepak terjang HT bersama dengan kelompok-kelompok islam syariat, seperti Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI), KPPSI (Komite Persiapan Penerapan Syariat Islam), dan gerakan-gerakan islam lain di Sulawesi Selatan, Aceh, dan Jawa Barat.Kalaupun menyinggung masalah khilafah, Nashir membahasnya singkat dalam perspektif teologi islam semata.Syamsul Arifin menempatkan HT sebagai gerakan keagamaan yang memiliki orientasi ideologi fundamentalistik dala kategori akademik.[4]
Materi yang beragam, tetapi muaranya adalah politik Islam yakni dengan mendeklarasikan khilafah islamiyah di Indonesia.Pembahasa terkait PKS dan Hizbut Tahrir Indonesia dibahas juga oleh Arief Ihsan Rathomy. Beberapa gerakan yang dilakukan antara lain menggunakan tiga tahapan (marhalah) yakni:
1.      Marhalah tasqif (tahap pembinaan). Pada tahap ini yang dibentuk adalah kader-kader partai.
2.      Marhalah tafa’ul ma’a al ummah (tahap interaksi dengan masyarakat)pada tahap ini kader partai diturunkan ditengah masyarakat. Mereka mengemukakan gagasannya dengan menjawab masalah-masalah yang muncul dengan symbol-simbol islam, misalnya dianggap sebagai obat segala obat persoalan masyarakat yang demikian kompleks dan kontekstual. Islam dikemas agar cespleng dengan problem riil penduduk Indonesia, sekalipun tidak terjadi sampai saat ini.
3.      Marhalah istilam al-hukm (pengambilalihan dari Taqiyuddin Nabhani diharapkan masyarakat menuntut pemberlakuan syariah islam dan didirikannya Negara Islam.

Dalam rekrutmen dan pengaderan HTI memakai sistem stelsel (gaya komunis), selain bila sudah menjadi kader dan datang dalam forum-forum akan berupaya menguasai forum dengan menempatkan orang-orangnya disemua sudut ruangan untuk berkomentar, bertanya, interupsi dan mendebat dengan bertubi-tubi. Hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari Muhammadiyah dan NU adalah bahwa HTI sekarang telah masuk pada Muhammadiyah dan NU, bahkan belakangan menjadi idola di Muhammadiyah dan NU sehingga senantiasa diundang oleh anak-anak muda dan orang-orang tua Muhammadiyah dan NU yang sejatinya tidak mengetahui siapa sebenarnya latar belakang narasumber tersebut. Persebaran gerakan tarbiyah sayap Ikhwanul Muslimin dan HTI yang merupakan pecahan ikhwanul muslimin ternyata efektif dan terus berkembang di Indonesia.[5]
Aktivitas Hizbut tahrir adalah mengemban dakwah islam untuk merubah kondisi masyarakat yang rusak menjadi masyarakat yang islam, dengan merubah ide-ide yang ada menjadi ide-ide Islam, sehingga akan menjadi opini umum di tengah-tengah masyarakat, serta menjadi persepsi bagi mereka yang akan mendorongnya untuk merealisir dan menerapkannya sesuai dengan tuntutan Islam.
Seluruh aktivitas Hizbut Tahrir bersifat politik, dimana memperhatikan urusan masyarakat sesuai dengan hokum dan pemecahan yang syar’i.Sebab, polotik adalah mengatur dan memelihara urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum dan pemecahan Islam.[6]
HT telah mengadopsi dari fikrah islam ini perkara-perkara yang diperlukan oleh sebuah partai politik, yang bertujuan ingin mewujudkan islam ditengah-tengah kehidupan masyarakat, yaitu dengan merasukan islam kedalam sistem pemerintahan hubungan antara masyarakat dan seluruh aspek kehidupan.[7]

C.     Gerakan dan Pemikiran Islam Liberal

Term “liberal” diambil dari bahasa Latin liber artinya bebas dan bukan budak atau suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Makna bebas kemudian menjadi sebuah sikap kelas masyarakat terpelajar di Barat yang membuka pintu kebebasan berfikir (The old Liberalism).Dari makna kebebasan berfikir inilah kata liberal berkembang sehingga mempunyai berbagai makna. Secara politis liberalisme adalah ideologi politik yang berpusat pada individu, dianggap sebagai memiliki hak dalam pemerintahan, termasuk persamaan hak dihormati, hak berekspresi dan bertindak serta bebas dari ikatan-ikatan agama dan ideologi.2 Dalam konteks sosial liberalisme diartikan sebagai adalah suatu etika sosial yang membela kebebasan (liberty) dan persamaan (equality) secara umum.3 Menurut Alonzo L. Hamby, PhD, Profesor Sejarah di Universitas Ohio, liberalisme adalah paham ekonomi dan politik yang menekankan pada kebebasan (freedom), persamaan (equality), dan kesempatan (opportunity).[8]
Kita tahu bahwa Islam itu menghargai keragaman pemikiran dan itu merupakan rahmat.Pluralisme dalam Islam sebenarnya harus kita hormati dan kita lestarikan.Dengan peristiwa ini, demokratisasi yang sedang dibangun dan dikembangkan sedikitnya ternodai. Padahal, kehadiran Islam Liberal sebenarnya memperkaya pemikiran dikalangan umat Islam, dan bukan mematikan pluralisme pemikiran dalam islam itu sendiri apalagi membahayakan.
Kehadiran Islam Liberal sebagai citra suatu kelompok baru jika terlalu diangkat secara berlebihan mungkin akan mengulang dikotomi dikalangan kaum muslimin, bahkan tidak menutup kemungkinan kian memancing kehadiran kelompok Islam dari pendulu lain. Namun sebagai sebuah apresiasi, jika pada saat ini tumbuh kegairahan yang demikian tinggi dari sebagian kaum muslim khususnya kaum terpelajar, maupun sebagai penerimaan terhadap realitas gerakan pembaruan Islam sejak dasawarsa 1970-an, maka kehadiran Islam liberal tentu merupakan sesuatu yang positif, lebih-lebih ketika gerakan Islam ini memberikan harapan-harapan baru bagi pencerahan umat dan dunia kemanusiaan. Kita juga perlu memberikan apresiasi positif atas gagasan-gagasan dari gerakan Islam liberal ini.Kontribusi positif dari kehadiran Islam liberal ialah koreksi terhadap pemikiran modernisme Islam yang dalam beberapa hal memang memerlukan kontekstualisasi.Sebutlah tentang paradigma kaum modernis yang selama ini memakai tajdid yang cenderung menguat ke dimensi purifikasi yang skriptual melalui pemberantas syirk, takhayul, bid’ah, dan khufarat yang demikian perkasa. Pada saat yang sama, gerakan ini kehilangan fungsi tajdid dinamisasi atau kontekstualisasi yang lebih progresif. Sumbangan berharga lainnya dari kehadiran Islam liberal ialah apresiasi yang terbuka terhadap pluralisme, yang selama ini kurang memperoleh perhatian serius kaum modernis.[9]
Islam Liberal lebih baik didefinisikan sebagai “mazhab pemikiran”, atau “manhaj al-fikr”. Tetapi kata “mazhab” pun sebetulnya kurang tepat, sebab istilah itu mengandaikan adanya suatu keseragaman serta metodologi yang jelas. Dalam pemikiran Islam liberal terdapat perbedaan pandangan yang sangat signifikan mengenai beberapa isu. Meskipun demikian, ada sejumlah titik temu dalam beberapa hal. Sebagai mazhab pemikiran, Islam liberal tidak secara langsung kontradiktoris dengan arus-arus pemikiran yang lain. Seseorang bisa menganut mazhab pemikiran ini, seraya tetap menjadi seorang Syafi’I atau Asy’ariyah, atau tetap berada dalam tradisi NU atau Muhammadiyah.Seseorang juga bisa berhaluan Islam liberal, seraya tetap menjadi Syiah yang taat.
Sebagai mazhab pemikiran, islam liberal tidak “mengendap” dalam satu organisasi, tetapi bisa masuk kemana saja. Sebuah gagasan seperti udara : ia bisa masuk ke ruang mana pun dan bebas dihirup oleh siapa pun yang hendak menghirupnya. Oleh karena itu, mazhab atau, kalau isitilah ini terlalu “tertutup”, wawasan Islam liberal masuk ke ormas Islam mana pun : NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, dan bahkan MUI sendiri. Lagi ekstrem lagi, wawasan ini bahkan diam-diam tanpa disadari bisa juga masuk ke dalam “diri” KH.Ma’ruf Amin sendiri.Mendefinisikan Islam liberal sangat tidak mudah.Saya sendiri, sebagai “pelaku” dari gagasan ini, juga sulit mendefinisikannya.Sebetulnya, ini lumrah saja.Gagasan adalah sesuatu yang sifatnya “fluid”, cair.[10]
Dalam merumuskan wacana, Islam Liberal tampaknya mendasarkan kepada dekontruksi.Barangkali dekontruksi menjadi salah satu kata kunci dari Islam Liberal Indonesia yang tengah menggeliat. Dan inilah menurut saya pada akhirnya menjadi agak elitis dalam wacana, karena tidak semua tingkatan Islam mampu mengikuti apalagi memahami apa yang menjadi “misi suci” (sacred message) dimana sangat penting diikuti dan dipahami oleh sebagian besar umat Islam di Indonesia.[11]
Islam liberal akhir-akhir ini merupakan salah satu istilah yang sangat akrab dihadapan public Muslim Indonesia, apalagi setelah banyak dipropagandakan oleh para pendukungnya, terutama aktivis dan intelektual muda muslim yang bergabung dalam Jaringan Islam Liberal (JIL), sebuah lembaga independen yang digagas oleh Ulil Abshar Abdalla pada 8 Maret 2001. Jaringan Islam Liberal dan propaganda gagasan Islam Liberal nya sangat mengundang perhatian dari masyarakat, baik yang pro maupun yang kontra. Gagasan ini sangat kontroversial, menurut Abdalla (Ghazali, 2005: xv), karena ada kesan yang tertanam dalam sebagian orang bahwa istilah “liberal” dalam islam liberal mempunyai makna kebebasan tanpa batas, atau bahkan disetarakan dengan sikap permisif, ibahiyah; sikap yang menolerir setiap hal tanpa batas yang pasti.[12]
Tujuan dari dibentuknya JIL adalah untuk menyebarkan gagasan Islam liberal kepada khalayak masyarakat. Agenda besar komunitas ini diantaranya adalah mencari kompatibilitas Islam dan demokrasi; menolak sistem negara-agama (teokrasi) – dengan membela sekularisme; mengembangkan kebebasan berpikir dan berekspresi; mengembangkan kesetaraan hak-hak perempuan, toleransi agama, dan membela kaum minoritas non muslim.[13]
Sejak 25 Juni 2001, JIL mengisi satu halaman Jawa Pos Minggu, berikur 51 koran jaringannya, dengan artikel dan wawancara seputar perspektif Islam Liberal. Tiap kamis sore, JIL menyiarkan wawancara langsung (talkshow) dan diskusi interaktif dengan para kontributor Islam Liberal, lewat kantor Berita Radio 68H dan puluhan radio jaringannya. Dalam konsep JIL, talkshow itu dinyatakan sebagai upaya mengundang sejumlah tokoh yang selama ini dikenal sebagai “pendekar pluralism dan inklusivisme” untuk berbicara tentang berbagai isu sosial-keagamaan di tanah air. Acara ini diselenggarakan setiap minggu dan disiarkan oleh seluruh jaringan KBR 68H diseluruh Indonesia.[14]
Dalam website resminya, www.islamlib.comJIL mempublikasikan sikapnya dalam mengembangkan Islam Liberal di Indonesia, dengan memaparkan bahwa”Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut:
a)      Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam; Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam agar terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalah  (interaksi sosial), ubudiyat(ritual), dan ilahiyat (teologi).
b)      Mengutamakan semangat regioetik, bukan makna riteral teks; ijtihad yang dikembangkan Islam Liberal adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan semangat religio-etik qur’an dan sunnah nabi, bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal teks.
c)      Mempercayai kebenaran relative, terbuka dan plural ; Islam Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenran( Dalam penafsiran keagamaan) sebagai suatu yang relatif, sebab suatu penafsiran adalah kegiatan manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu; terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural, sebab penafsiran keagamaan dalam satu dan lain cara adalah cerminan dari kebutuhan penafsir disuatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.
d)      Memihak pada yang minoritas dan tertindas; Islam liberal berpijak pada penafsiran Islam yang memihak kepada kaum minorotas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang mengawetkan praktik ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam.
e)      Meyakini kebebasa beragama; Islam Liberal meyakini bahwa urusan Bergama dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi . Islam Liberal tidak membenarkan penganiayaan(persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan.
f)        Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik; Islam Liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan. Islam Liberal menentang Negara agama(teokrasi). Islam Liberal yakin bahwa bentuk Negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah Negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agamaadalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berda diruang privat, dan urusan public harus diselenggarakan melalui proses konsensus.

Dengan enam landasan seperti dikemukakan diatas, maka nama “Islam Liberal” menggambarkan prinsip-prinsip yang dianut para penganutnya, yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. “Liberal” disini bermakna dua: kebebasan dan pembebasan. Mereka percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya.Dalam konteks ini, mereka memilih satu jenis tafsir, dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam yaitu “Liberal”.Untuk mewujudkan Islam Liberal inilah kemudian mereka membentuk Jaringan Islam Liberal (JIL).[15]
D.    Penutup

Gerakan HT masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an yang dipimpin oleh Abd Al-Rohman Al-Baghdadi. Di Indonesia HT mendeklarasikan diri dengan nama Hizb Al-Tahrir Indonesia pada 2000.Seluruh aktivitas Hizbut Tahrir bersifat politik, dimana memperhatikan urusan masyarakat sesuai dengan hukum dan pemecahan yang syar’i.Sebab, politik adalah mengatur dan memelihara urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum dan pemecahan Islam.Islam Liberal lebih baik didefinisikan sebagai “mazhab pemikiran”, atau “manhaj al-fikr”. Tetapi kata “mazhab” pun sebetulnya kurang tepat, sebab istilah itu mengandaikan adanya suatu keseragaman serta metodologi yang jelas.“Islam Liberal” menggambarkan prinsip-prinsip yang dianut para penganutnya, yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas.Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut:
1.      Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam
2.      Mengutamakan semangat regioetik, bukan makna riteral teks
3.      Mempercayai kebenaran relative, terbuka dan plural
4.      Memihak pada yang minoritas dan tertindas
5.      Meyakini kebebasa beragama
6.      Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi

Daftar Pustaka
Al-Amin, Ainur Rofiq. 2012. Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia.yogyakarta : LKiS
Ausop, Asep Zaenal.Demokrasi dan Musyawarah dalam Pandangan Darul Arqam, NII, dan Hizbut Tahrir.AZ Ausop - Jurnal Sosioteknologi, 2009 - journals.itb.ac.id, diakses pada tanggan 06 Mei 2017.
Hidayatullah, Syarif. 2010. Islam “Isme-Isme” Aliran dan Paham Islam di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Hizbut tahrir, 2014.mengenal hizbut tahrir dan strategi dakwah hizbut tahrir, Bogor : Pustaka Thoriqur Izza
Husaini, Adian dan Nuim Hidayat. 2002. Islam Liberal Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya.Jakarta : Gema Insani Press
Munawar, Budhy dan Rachman. 2010. Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya. Jakarta : PT Grasindo
Qodir, Zuly. 2003. Islam Liberal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Qodir, Zuly. 2009. Gerakan Sosial Islam : Manifesto Kaum Beriman. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Solikin AR, Nur. 2013. Agama dan Problem Mondial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Zarkasyi, Hamid Fahmy.Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris, Orientalis dan Kolonialis, HF Zarkasyi - TSAQAFAH, 2009 - ejournal.unida.gontor.ac.id. diakses pada tanggal 06 Mei 2017

Catatan:
1.      Abstrak bahasa Inggris dulu, baru kemudian bahasa Indonesia.
2.      Jumlah person dalam makalah ini cukup banyak (4 orang), tapi kuantitas makalah masih terlalu minim.


[1] Q.S. Ali-Imran/03 : 104.
[2]Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia.(Yogyakarta: LKiS, 2012), hlm. 21-22.
[3]Asep Zaenal Ausop, Demokrasi dan Musyawarah dalam Pandangan Darul Arqam, NII, dan Hizbut Tahrir, AZ Ausop - Jurnal Sosioteknologi, 2009 - journals.itb.ac.id, diakses pada tanggan 06 Mei 2017.
[4]Op. cit, hlm. 4-7.
[5] Zuly Qodir, Gerakan Sosial Islam: Manifesto Kaum Beriman, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cetakan I, hlm. 106-107.
[6]Hizbut tahrir, mengenal hizbut tahrir dan strategi dakwah hizbut tahrir, Bogor.2014, hlm. 29-30.
[7]Ibid, hlm. 56.
[8]Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris, Orientalis dan Kolonialis, HF Zarkasyi - TSAQAFAH, 2009 - ejournal.unida.gontor.ac.id, diakses pada tanggal 06 Mei 2017.
[9] H. Nur Solikin AR, Agama dan Problem Mondial, ( Jember: Pustaka Pelajar(Anggota IKAPI), 2013), Cetakan I, hlm. 194-195
[10]Budhy Munawar-Rachman, Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya.(Jakarta: PT Grasindo, Anggota IKAPI, 2010), hlm. 29.
[11] Zuly Qodir, Islam Liberal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), Cetakan I, hlm. 136-137.
[12]Syarif Hidayatullah, Islam Isme-isme Aliran dan Paham Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cetakan I, hlm. 55.
[13]Budhy Munawar-Rachman, Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya. (Jakarta: PT Grasindo, Anggota IKAPI, 2010), hlm. 30.

[14] Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabannya, ( Jakarta: Gema Insani Press, 2002), cetakan I, hlm. 4.
[15]Syarif Hidayatullah, Islam Isme-isme Aliran dan Paham Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cetakan I, hlm. 56-58.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar