GERAKAN BARU DI INDONESIA
Ahmad Aryan Pradana, M. Muhibbul Firdausi, Filza Aina Hanini,
Latifah Mawardiah Asfriyani
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Angkatan 2016
e-mail:
Latifah_MA@yahoo.com
Abstrak
Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia memiliki beberapa
pergerakan-pergerakan baru yang berkembang dan tumbuh di Indonesia,
diantaranya adalah Hizbut Tahrir dan
Islam Liberal.Tentunya gerakan-gerakan ini mempunyai gerakan dan pemikiran dan
tujuan yang berbeda-beda.HTI lebih cenderung bagaimana mengembalikan kehidupan
Islam melalui dakwah dan jihad yang hanya dapat diatasi oleh tegaknya
pemerintahan Islam atau Khilafah Islamiyah.Sedangkan Islam Liberal ialah Islam
yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik
yang menindas.
(kata kunci: Gerakan, pemikiran dan tujuan)
Abstract
Along with the development of the times, Indonesia has several
movements that are developing and developing in Indonesia, namely Hizbut Tahrir
and Liberal Islam. Surely these movements have different movements and
thoughts. HTI is more likely to sort out the life of Islam through dakwah and
jihad which can only be overcome by the establishment of Islamic government or
Khilafah Islamiyah. While Liberal Islam is Islam that strengthens personal
freedom and liberation from oppressive socio-political structures.
(Keywords: Movement, thought and purpose)
A.
Pendahuluan
Beberapa gerakan islam muncul pada era ini sebagai bagian dari
gerakan islam kontemporer. Meski demikian, ia tetap memiliki afiliasi dengan
gerakan islam lama. Gerakan-gerakan islam lama muncul ke permukaan dengan
membawa misi, tujuan, dan modelnya masing-masing, meskipun secara umum semuanya
mengusung semangat revivalisme, seperti Komite Indonesia untuk Solidaritas
Dunia Islam(KISDI); Persatuan Forum Komunikasi Ahkus Sunnah Wal Jamaah; Forum
Pembela Islam(FPI), Ikhwanul Muslimin, HAMMAS, dan Majelis Mujahiddin
Indonesia.Berbagai aktivitas Islam ini pada umumnya dilakukan dengan cara-cara
militant untuk memerangi musuh utama mereka, yakni kapitalisme dan sekularisme
Barat dengan kaki tangannya.
Lahirnya
gerakan-gerakan Islam ini tidak lepas dari tujuan mereka untuk merespons
masalah-masalah kontemporer dengan muara pada perjuangan menegakkan syariat
islam di Indonesia. Hal ini berbeda dengan Muhammadiyah dan Nahdhatul
Ulama’(NU), dua organisasi Islam terbesar di negeri ini, yang lebih fokus pada
perjuangan menciptakan islam rahmatan lil
alamin. Gerakan-gerakan Islam yang muncul belakangan ini mengusung
tema-tema, seperti pemberlakuan syariat Islam, menolak presiden perempuan ,
demokrasi, dan Negara sekular. Perjuangan mereka pada umumnya berada diluar
parlemen, namun sebagian dari mereka didukung oleh kekuatan Partai politik
berasaskan Islam, seperi Partai Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang,
Partai Keadilan Sejahtera, dan Masyumi Baru.
Begitu pula di
Indonesia memiliki beberapa pergerakan-pergerakan baru yang berkembang dan
tumbuh di Indonesia, dan salah satunya yang akan dibahas adalah Hizbut Tahrir
dan Islam Liberal.
B.
Gerakan dan Pemikiran HTI
Hizb Al-Tahrir berdiri di Al-Quds Palestina tahun 1953.Sebelumnya
awal tahun 1953 HT mengajukan izin pendirian partai politik kepada Departemen
Dalam Negeri Pemerintah Yordania, namun ditolak, bahkan dilarang karena
dipandang ilegal.Latar belakang berdirinya HT dapat ditelusuri dari sisi
historis dan normative. Secara historis, HT melihat keterpurukan umat islam
dalam rentang waktu yang panjang. Sejak abad ke-19 M, peradaban islam berada
dalam keterpurukan akibat dominasi penjajahan barat. Dalam kondisi demikian,
banyak gerakan islam yang berusaha menyelamatkan. Akan tetapi, alih-alih
menyelamatkan, HT menilai mereka semakin menambah labirin keterpurukan umat
islam.Adapun secara normative, HT didirikan dalam rangka menyambut dan menjawab
firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 104.
ولتكن
مّنكم أمّة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون
“ Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
kepada yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali-Imran :
104).[1]
Sementara itu, tujuan berdirinya HT adalah untuk mengembalikan
kehidupan Islam melalui dakwah dan jihad yang hanya dapat diatasi oleh tegaknya
pemerintahan Islam atau Khilafah Islamiyah.
Hizb Al-Tahrir didirikan
oleh Taqiyyuddin Annabhani.Setelah dia meninggal (1977 M), kepemimpinan HT
kemudian dilanjutkan oleh Abdul Qodim Zallum hingga tahun 2003, kemudian oleh
Atho’ abu Rashthah hingga 2011.Atho’ Abu Rashthah dilantik pada 13 April 2003
oleh Dewan Mazhalim.[2]
Gerakan HT masuk
ke Indonesia pada tahun 1980-an yang dipimpin oleh Abd Al-Rohman Al-Baghdadi. Di
Indonesia HT mendeklarasikan diri dengan nama Hizb Al-Tahrir Indonesia pada
2000.Menurut HTI, Indonesia merupakan salah satu sasaran penting khilafah.Hal ini terbukti dengan
digelarnya Konferensi Khilafah
Internasional Pertama pada 28 Mei 2000dan konferensi kedua pada 12 Agustus
2007.Bahkan melalui surat terbuka, HTI mengajak presiden Susilo Bambang
Yudhoyono untuk menegakkan khilafahdi
Indonesia.Samsul Alam, salah satu aktivis HTI menyatakan:
Secara I’tiqodi bahwa semua itu
hanya Allah yang mengetahui. Kita hanya bisa berusaha dan menciptakan suasana
agar setiap negeri-negeri muslim ;ayal menjadi tempat tegaknya khilafah yang
kedua kalinya. Indonesia adalah salah satu negeri muslim yang sangat berpotensi
sebagai tempat tegaknya khilafah yang kedua kali, sebagaimana pernyataan
Prof.Hasan Ko Nakata (Presiden Asosiasi Muslim Jepang): ‘Indonesia adalah
tempat yang memenuhi persyaratan untuk mendirikan kembali khilafah.’
Menurut HTI,
apabila umat Islam ingin kembali jaya seperti di masa klasik,umat Islam harus
berjuang menegakkan berdiri kembali khilafah Islamiyah, yakni sistem
pemerintahan Islam berdasarkan kesatuan umat bukan negara kebangsaan. Pemerintahan
yang diikat dengan iman dan diatur oleh undang-undang Allah, Al-Qur‟an.
Pemerintahan tersebut bersifat global atau mendunia dengan kepemimpinan tunggal
yakni seorang khalifah.Pemerintahan ini tanpa batas-batas teritorial atau
batas-batas geografis antar wilayah Islam serta bersih dari simbol
nasionalisme.[3]
Pada 2011, Ismail Yusanto
menjelaskan 5 alasan peluang besar bagi tegaknya khilafah di Indonesia.Yaitu :
1. Dukungan umat Islam yang besar.
2. HTI semakin besar dan dakwah berjalan aman.
3. Kepercayaan publik kepada pemerintah Indonesia semakin
merosot.
4. Besarnya potensi SDA dan SDM di Indonesia.
5. Pengalaman Historis Indonesia dalam menerapkan syariat
Islam.
Mengingat
besarnya apresiasi HTI terhadap khilafah, sementara doktrin ini mulai
menyebar keberbagai daerah di Indonesia, penulis akan menulusuri dan membongkar
ansumsi epistemologis dan ideologis dari khilafah massif HT/HTI, serta
implikasi-implikasi sosial politiknya di Indonesia. Penulusan ini sangat
penting mengingat belum ada karya tulis yang mencoba membongkar hiden agenda
dibalik gerakan massif HT/HTI. Sejauh ini, Haedar Nasir hanya mengungkap
sepak terjang HT bersama dengan kelompok-kelompok islam syariat, seperti
Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI), KPPSI (Komite Persiapan Penerapan Syariat
Islam), dan gerakan-gerakan islam lain di Sulawesi Selatan, Aceh, dan Jawa
Barat.Kalaupun menyinggung masalah khilafah, Nashir membahasnya singkat dalam
perspektif teologi islam semata.Syamsul Arifin menempatkan HT sebagai gerakan
keagamaan yang memiliki orientasi ideologi fundamentalistik dala kategori
akademik.[4]
Materi yang beragam, tetapi muaranya adalah politik Islam yakni
dengan mendeklarasikan khilafah islamiyah di Indonesia.Pembahasa terkait PKS
dan Hizbut Tahrir Indonesia dibahas juga oleh Arief Ihsan Rathomy. Beberapa
gerakan yang dilakukan antara lain menggunakan tiga tahapan (marhalah) yakni:
1.
Marhalah tasqif (tahap pembinaan). Pada tahap ini yang dibentuk
adalah kader-kader partai.
2.
Marhalah tafa’ul ma’a al ummah (tahap interaksi dengan masyarakat)pada
tahap ini kader partai diturunkan ditengah masyarakat. Mereka mengemukakan
gagasannya dengan menjawab masalah-masalah yang muncul dengan symbol-simbol
islam, misalnya dianggap sebagai obat segala obat persoalan masyarakat yang
demikian kompleks dan kontekstual. Islam dikemas agar cespleng dengan problem riil penduduk Indonesia, sekalipun tidak
terjadi sampai saat ini.
3.
Marhalah istilam al-hukm
(pengambilalihan dari Taqiyuddin Nabhani diharapkan masyarakat menuntut
pemberlakuan syariah islam dan didirikannya Negara Islam.
Dalam rekrutmen dan pengaderan HTI memakai sistem stelsel (gaya
komunis), selain bila sudah menjadi kader dan datang dalam forum-forum akan
berupaya menguasai forum dengan menempatkan orang-orangnya disemua sudut
ruangan untuk berkomentar, bertanya, interupsi dan mendebat dengan
bertubi-tubi. Hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari Muhammadiyah dan
NU adalah bahwa HTI sekarang telah masuk pada Muhammadiyah dan NU, bahkan
belakangan menjadi idola di Muhammadiyah dan NU sehingga senantiasa diundang
oleh anak-anak muda dan orang-orang tua Muhammadiyah dan NU yang sejatinya
tidak mengetahui siapa sebenarnya latar belakang narasumber tersebut.
Persebaran gerakan tarbiyah sayap Ikhwanul Muslimin dan HTI yang merupakan
pecahan ikhwanul muslimin ternyata efektif dan terus berkembang di Indonesia.[5]
Aktivitas Hizbut tahrir adalah mengemban dakwah islam untuk merubah
kondisi masyarakat yang rusak menjadi masyarakat yang islam, dengan merubah
ide-ide yang ada menjadi ide-ide Islam, sehingga akan menjadi opini umum di
tengah-tengah masyarakat, serta menjadi persepsi bagi mereka yang akan
mendorongnya untuk merealisir dan menerapkannya sesuai dengan tuntutan Islam.
Seluruh aktivitas Hizbut Tahrir bersifat politik, dimana
memperhatikan urusan masyarakat sesuai dengan hokum dan pemecahan yang
syar’i.Sebab, polotik adalah mengatur dan memelihara urusan masyarakat sesuai
dengan hukum-hukum dan pemecahan Islam.[6]
HT telah mengadopsi dari fikrah islam ini perkara-perkara yang
diperlukan oleh sebuah partai politik, yang bertujuan ingin mewujudkan islam
ditengah-tengah kehidupan masyarakat, yaitu dengan merasukan islam kedalam
sistem pemerintahan hubungan antara masyarakat dan seluruh aspek kehidupan.[7]
C.
Gerakan dan Pemikiran Islam Liberal
Term “liberal” diambil dari bahasa Latin liber artinya bebas dan
bukan budak atau suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan
orang lain. Makna bebas kemudian menjadi sebuah sikap kelas masyarakat
terpelajar di Barat yang membuka pintu kebebasan berfikir (The old
Liberalism).Dari makna kebebasan berfikir inilah kata liberal berkembang
sehingga mempunyai berbagai makna. Secara politis liberalisme adalah ideologi
politik yang berpusat pada individu, dianggap sebagai memiliki hak dalam
pemerintahan, termasuk persamaan hak dihormati, hak berekspresi dan bertindak
serta bebas dari ikatan-ikatan agama dan ideologi.2 Dalam konteks sosial
liberalisme diartikan sebagai adalah suatu etika sosial yang membela kebebasan
(liberty) dan persamaan (equality) secara umum.3 Menurut Alonzo L. Hamby, PhD,
Profesor Sejarah di Universitas Ohio, liberalisme adalah paham ekonomi dan
politik yang menekankan pada kebebasan (freedom), persamaan (equality), dan
kesempatan (opportunity).[8]
Kita tahu bahwa Islam itu menghargai
keragaman pemikiran dan itu merupakan rahmat.Pluralisme dalam Islam sebenarnya
harus kita hormati dan kita lestarikan.Dengan peristiwa ini, demokratisasi yang
sedang dibangun dan dikembangkan sedikitnya ternodai. Padahal, kehadiran Islam
Liberal sebenarnya memperkaya pemikiran dikalangan umat Islam, dan bukan
mematikan pluralisme pemikiran dalam islam itu sendiri apalagi membahayakan.
Kehadiran Islam Liberal sebagai
citra suatu kelompok baru jika terlalu diangkat secara berlebihan mungkin akan
mengulang dikotomi dikalangan kaum muslimin, bahkan tidak menutup kemungkinan
kian memancing kehadiran kelompok Islam dari pendulu lain. Namun sebagai sebuah
apresiasi, jika pada saat ini tumbuh kegairahan yang demikian tinggi dari
sebagian kaum muslim khususnya kaum terpelajar, maupun sebagai penerimaan
terhadap realitas gerakan pembaruan Islam sejak dasawarsa 1970-an, maka
kehadiran Islam liberal tentu merupakan sesuatu yang positif, lebih-lebih
ketika gerakan Islam ini memberikan harapan-harapan baru bagi pencerahan umat
dan dunia kemanusiaan. Kita juga perlu memberikan apresiasi positif atas
gagasan-gagasan dari gerakan Islam liberal ini.Kontribusi positif dari
kehadiran Islam liberal ialah koreksi terhadap pemikiran modernisme Islam yang
dalam beberapa hal memang memerlukan kontekstualisasi.Sebutlah tentang
paradigma kaum modernis yang selama ini memakai tajdid yang cenderung menguat
ke dimensi purifikasi yang skriptual melalui pemberantas syirk, takhayul,
bid’ah, dan khufarat yang demikian perkasa. Pada saat yang sama, gerakan ini
kehilangan fungsi tajdid dinamisasi atau kontekstualisasi yang lebih progresif.
Sumbangan berharga lainnya dari kehadiran Islam liberal ialah apresiasi yang
terbuka terhadap pluralisme, yang selama ini kurang memperoleh perhatian serius
kaum modernis.[9]
Islam Liberal lebih baik
didefinisikan sebagai “mazhab pemikiran”, atau “manhaj al-fikr”. Tetapi kata
“mazhab” pun sebetulnya kurang tepat, sebab istilah itu mengandaikan adanya
suatu keseragaman serta metodologi yang jelas. Dalam
pemikiran Islam liberal terdapat perbedaan pandangan yang sangat signifikan
mengenai beberapa isu. Meskipun
demikian, ada sejumlah titik temu dalam beberapa hal. Sebagai mazhab pemikiran,
Islam liberal tidak secara langsung kontradiktoris dengan arus-arus pemikiran
yang lain. Seseorang bisa menganut mazhab pemikiran ini, seraya tetap menjadi
seorang Syafi’I atau Asy’ariyah, atau tetap berada dalam tradisi NU atau
Muhammadiyah.Seseorang juga bisa berhaluan Islam liberal, seraya tetap menjadi
Syiah yang taat.
Sebagai mazhab pemikiran, islam
liberal tidak “mengendap” dalam satu organisasi, tetapi bisa masuk kemana saja.
Sebuah gagasan seperti udara : ia bisa masuk ke ruang mana pun dan bebas
dihirup oleh siapa pun yang hendak menghirupnya. Oleh karena itu, mazhab atau,
kalau isitilah ini terlalu “tertutup”, wawasan Islam liberal masuk ke ormas
Islam mana pun : NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, dan bahkan MUI sendiri.
Lagi ekstrem lagi, wawasan ini bahkan diam-diam tanpa disadari bisa juga masuk
ke dalam “diri” KH.Ma’ruf Amin sendiri.Mendefinisikan Islam liberal sangat
tidak mudah.Saya sendiri, sebagai “pelaku” dari gagasan ini, juga sulit
mendefinisikannya.Sebetulnya, ini lumrah saja.Gagasan adalah sesuatu yang
sifatnya “fluid”, cair.[10]
Dalam merumuskan wacana, Islam Liberal
tampaknya mendasarkan kepada dekontruksi.Barangkali dekontruksi menjadi salah
satu kata kunci dari Islam Liberal Indonesia yang tengah menggeliat. Dan inilah
menurut saya pada akhirnya menjadi agak elitis dalam wacana, karena tidak semua
tingkatan Islam mampu mengikuti apalagi memahami apa yang menjadi “misi suci”
(sacred message) dimana sangat penting diikuti dan dipahami oleh sebagian besar
umat Islam di Indonesia.[11]
Islam liberal akhir-akhir ini
merupakan salah satu istilah yang sangat akrab dihadapan public Muslim
Indonesia, apalagi setelah banyak dipropagandakan oleh para pendukungnya,
terutama aktivis dan intelektual muda muslim yang bergabung dalam Jaringan
Islam Liberal (JIL), sebuah lembaga independen yang digagas oleh Ulil Abshar
Abdalla pada 8 Maret 2001. Jaringan Islam Liberal dan propaganda gagasan Islam
Liberal nya sangat mengundang perhatian dari masyarakat, baik yang pro maupun
yang kontra. Gagasan ini sangat kontroversial, menurut Abdalla (Ghazali, 2005:
xv), karena ada kesan yang tertanam dalam sebagian orang bahwa istilah
“liberal” dalam islam liberal mempunyai makna kebebasan tanpa batas, atau
bahkan disetarakan dengan sikap permisif, ibahiyah;
sikap yang menolerir setiap hal tanpa batas yang pasti.[12]
Tujuan dari dibentuknya JIL adalah untuk
menyebarkan gagasan Islam liberal kepada khalayak masyarakat. Agenda besar
komunitas ini diantaranya adalah mencari kompatibilitas Islam dan demokrasi;
menolak sistem negara-agama (teokrasi) – dengan membela sekularisme;
mengembangkan kebebasan berpikir dan berekspresi; mengembangkan kesetaraan
hak-hak perempuan, toleransi agama, dan membela kaum minoritas non muslim.[13]
Sejak 25 Juni 2001, JIL mengisi satu
halaman Jawa Pos Minggu, berikur 51 koran jaringannya, dengan artikel dan
wawancara seputar perspektif Islam Liberal. Tiap kamis sore, JIL menyiarkan
wawancara langsung (talkshow) dan diskusi interaktif dengan para kontributor
Islam Liberal, lewat kantor Berita Radio 68H dan puluhan radio jaringannya.
Dalam konsep JIL, talkshow itu dinyatakan sebagai upaya mengundang
sejumlah tokoh yang selama ini dikenal sebagai “pendekar pluralism dan
inklusivisme” untuk berbicara tentang berbagai isu sosial-keagamaan di tanah
air. Acara ini diselenggarakan setiap minggu dan disiarkan oleh seluruh
jaringan KBR 68H diseluruh Indonesia.[14]
Dalam website resminya, www.islamlib.comJIL mempublikasikan sikapnya dalam mengembangkan Islam Liberal di
Indonesia, dengan memaparkan bahwa”Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran
tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut:
a)
Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam; Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas
teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam agar terus
bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas
atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan
demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad
bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalah (interaksi sosial), ubudiyat(ritual),
dan ilahiyat (teologi).
b)
Mengutamakan semangat regioetik, bukan makna riteral teks; ijtihad yang dikembangkan Islam Liberal adalah upaya menafsirkan
Islam berdasarkan semangat religio-etik qur’an dan sunnah nabi, bukan
menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal teks.
c)
Mempercayai kebenaran relative, terbuka dan plural ; Islam Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenran(
Dalam penafsiran keagamaan) sebagai suatu yang relatif, sebab suatu penafsiran
adalah kegiatan manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu; terbuka,
sebab setiap bentuk penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan
benar; plural, sebab penafsiran keagamaan dalam satu dan lain cara adalah
cerminan dari kebutuhan penafsir disuatu masa dan ruang yang terus
berubah-ubah.
d)
Memihak pada yang minoritas dan tertindas; Islam liberal berpijak pada penafsiran Islam yang memihak kepada
kaum minorotas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik
yang mengawetkan praktik ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan
dengan semangat Islam.
e)
Meyakini kebebasa beragama; Islam Liberal meyakini bahwa urusan Bergama dan tidak beragama
adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi . Islam Liberal tidak
membenarkan penganiayaan(persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan.
f)
Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik; Islam Liberal yakin bahwa kekuasaan
keagamaan dan politik harus dipisahkan. Islam Liberal menentang Negara
agama(teokrasi). Islam Liberal yakin bahwa bentuk Negara yang sehat bagi
kehidupan agama dan politik adalah Negara yang memisahkan kedua wewenang
tersebut. Agamaadalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan
publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk
kebijakan publik. Agama berda diruang privat, dan urusan public harus
diselenggarakan melalui proses konsensus.
Dengan enam landasan seperti
dikemukakan diatas, maka nama “Islam Liberal” menggambarkan prinsip-prinsip
yang dianut para penganutnya, yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan
pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. “Liberal” disini
bermakna dua: kebebasan dan pembebasan. Mereka percaya bahwa Islam selalu
dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya.Dalam konteks ini, mereka
memilih satu jenis tafsir, dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam
yaitu “Liberal”.Untuk mewujudkan Islam Liberal inilah kemudian mereka membentuk
Jaringan Islam Liberal (JIL).[15]
D.
Penutup
Gerakan HT masuk ke Indonesia pada
tahun 1980-an yang dipimpin oleh Abd Al-Rohman Al-Baghdadi. Di Indonesia HT
mendeklarasikan diri dengan nama Hizb Al-Tahrir Indonesia pada 2000.Seluruh
aktivitas Hizbut Tahrir bersifat politik, dimana memperhatikan urusan
masyarakat sesuai dengan hukum dan pemecahan yang syar’i.Sebab, politik adalah
mengatur dan memelihara urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum dan
pemecahan Islam.Islam Liberal lebih baik didefinisikan sebagai “mazhab
pemikiran”, atau “manhaj al-fikr”. Tetapi kata “mazhab” pun sebetulnya kurang
tepat, sebab istilah itu mengandaikan adanya suatu keseragaman serta metodologi
yang jelas.“Islam Liberal” menggambarkan prinsip-prinsip yang dianut para
penganutnya, yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari
struktur sosial-politik yang menindas.Islam Liberal adalah suatu bentuk
penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut:
1.
Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam
2.
Mengutamakan semangat regioetik, bukan makna riteral teks
3.
Mempercayai kebenaran relative, terbuka dan plural
4.
Memihak pada yang minoritas dan tertindas
5.
Meyakini kebebasa beragama
6.
Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi
Daftar Pustaka
Al-Amin, Ainur Rofiq. 2012. Membongkar
Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia.yogyakarta : LKiS
Ausop, Asep
Zaenal.Demokrasi dan Musyawarah dalam Pandangan Darul Arqam, NII, dan Hizbut
Tahrir.AZ Ausop -
Jurnal Sosioteknologi, 2009 - journals.itb.ac.id, diakses pada tanggan 06 Mei
2017.
Hidayatullah, Syarif. 2010. Islam
“Isme-Isme” Aliran dan Paham Islam di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Hizbut tahrir, 2014.mengenal
hizbut tahrir dan strategi dakwah hizbut tahrir, Bogor : Pustaka Thoriqur
Izza
Husaini, Adian dan Nuim Hidayat.
2002. Islam Liberal Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya.Jakarta
: Gema Insani Press
Munawar, Budhy dan Rachman. 2010. Sekularisme,
Liberalisme dan Pluralisme Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya. Jakarta
: PT Grasindo
Qodir, Zuly. 2003. Islam Liberal. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Qodir, Zuly. 2009. Gerakan Sosial
Islam : Manifesto Kaum Beriman. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Solikin AR, Nur. 2013. Agama dan Problem Mondial. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar
Zarkasyi, Hamid Fahmy.Liberalisasi
Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris, Orientalis dan Kolonialis, HF
Zarkasyi - TSAQAFAH, 2009 -
ejournal.unida.gontor.ac.id. diakses pada tanggal 06 Mei 2017
Catatan:
1. Abstrak bahasa Inggris dulu, baru kemudian
bahasa Indonesia.
2. Jumlah person dalam makalah ini cukup banyak
(4 orang), tapi kuantitas makalah masih terlalu minim.
[1] Q.S. Ali-Imran/03 : 104.
[2]Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir
di Indonesia.(Yogyakarta: LKiS, 2012), hlm. 21-22.
[3]Asep Zaenal
Ausop, Demokrasi dan Musyawarah dalam Pandangan Darul Arqam, NII, dan Hizbut
Tahrir, AZ Ausop -
Jurnal Sosioteknologi, 2009 - journals.itb.ac.id, diakses pada tanggan 06 Mei
2017.
[5] Zuly Qodir, Gerakan Sosial Islam: Manifesto Kaum Beriman,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cetakan I, hlm. 106-107.
[6]Hizbut
tahrir, mengenal hizbut tahrir dan strategi dakwah hizbut tahrir,
Bogor.2014, hlm. 29-30.
[8]Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi
Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris, Orientalis dan Kolonialis, HF
Zarkasyi - TSAQAFAH, 2009 -
ejournal.unida.gontor.ac.id, diakses pada tanggal 06 Mei 2017.
[9] H. Nur Solikin AR, Agama dan
Problem Mondial, ( Jember: Pustaka Pelajar(Anggota IKAPI), 2013), Cetakan
I, hlm. 194-195
[10]Budhy Munawar-Rachman, Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme
Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya.(Jakarta: PT Grasindo,
Anggota IKAPI, 2010), hlm. 29.
[11] Zuly Qodir, Islam Liberal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), Cetakan I, hlm. 136-137.
[12]Syarif Hidayatullah, Islam Isme-isme Aliran dan Paham Islam di
Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cetakan I, hlm. 55.
[13]Budhy Munawar-Rachman, Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme
Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya. (Jakarta: PT Grasindo,
Anggota IKAPI, 2010), hlm. 30.
[14] Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal Sejarah, Konsepsi,
Penyimpangan, dan Jawabannya, ( Jakarta: Gema Insani Press, 2002), cetakan I,
hlm. 4.
[15]Syarif Hidayatullah, Islam Isme-isme Aliran dan Paham Islam di
Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cetakan I, hlm. 56-58.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar