Selasa, 25 April 2017

Pembaharuan Islam di Indonesia (PBA A Semester Genap 2016/2017)




SEJARAH TERBENTUKNYA ORGANISASI ISLAM DI INDONESIA
NAHDHOTUL ULAMA’ DAN MUHAMMADIYAH
OLEH  : AHAMAD MIRZA WILDAN ABRAR
: SITI FAIZAT  MUNAWWAROH
: AMINATUS SA’DIYAH
: IRTAHAT ISHAT
y

Abstract
This paper is made to clarify the Organization of islam in Indonesia the Islamic baset of the ahlussunah wal Jamaat in Islamic thought in Indonesia. NU and MUHMMADIYAH, as it was called, was the breakthrough set of traditions, and a culture that is rooted in the cache to become Indonesia's islman customs and cultures inherent in religious especially large organization.NU and MUHMMADIYAH in the archipelago. As a basis of thought, NU and MUHMMADIYAH is a blend of tradition and for the only Aswaja, in nationality and Indonesia 
NU is present in the context of the campaign "war against terrorism", a "clash of civilizations" and the "war of ideas" as well as against the tenets of the teachings that are not in accordance with the ahlussunah wal jamaah launched by two non ahlussunnah madhhab wal jamaaah and not in accordance with his thought. and in the context of religious purification and previous destructive socio-political order the arragement Indonesia, launched by Islamist groups SPILIS on the other party.
MUHAMMADIYAH is present in the context of the campaign "war against terrorism", a "clash of civilizations" and the "war of ideas" (war of ideas), SPILIS (skulerisme, pluarisme and previous) and not the responsibility of the responsibility against TBC (takhayyul, the innovation of chirafat) as well as against the tenets of the teachings that are not in accordance with the ahlussunah wal jamaah launched by two non ahlussunnah madhhab wal jamaaah and not in accordance with his thought and in the context of religious purification and previous destructive socio-political order tatatnan Indonesia, launched by Islamist groups SPILIS on the other party.
Two-position of this direction, NU who founded by HADRATUSSYEKH in KH HASYIM Ash'ari and the MUHAMMADIYAH in founded  by a character named KH. AHMAD DAHLAN (ahmad Dervish) are the result of thought in an Islamic vision in accordance with the times and not leave that originally houses the two organisation in Indonesia into the amplifier penyanggah as well as a strong supporter of Islamic generation bertamabat and successful so expect Islamic seed from two generations of islam in Indonesia that comply with the islam wal ahlussunah worshipers
·         NAHDHOTUL ULAMA’ DAN MUHAMMADIYAH

PENDAHULUAN.
Islam adalah sebuah agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw agama yang rahmatal lil alamin islam yang tasammuh islam yang tolenransi bukan intolaransi bahakan intervensi terhadap sebuah ajaran agama yang karna isalam di atur dalam al qur’an dan hadist yang sesuai dengan ajaran, perkataan dan ketetapan nabi Muhammad saw. Sehingga islam berkembang pesat sampai ke Indonesia sehingga ulama’ di Indonesia mengamalkan serta mengajarkan kepadaa masyarakat Indonesia melalui organisasi besar yaitu NAHDHOTUL ULAMA’ DAN MUHAMMADIYAH melalui terobosan ulama’ intelektual ini yang berfikir kepada ummat islam untuk mengembangkan dan memajuka islam yang didirikan oleh kh. Hasyim asy’ari dan kh ahmad dahlan sehingga islam di Indonesia islam yang ramah tamah dan islam yang majemuk.



Kh hasyim asy’ari danSejarah Nahdlatul ‘Ulama
A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari atau nama lengkapnya Muhammad Hasyim, lahir di desa Gedang Jombang pada 24 Zulkaidah 1287 H/14 Februari 1871,dan wafat di Jombang pada Juli 1947. Secara genealogi, KH. Hasyim Asy’ari merupakan keturunan kyai, karena kakek buyutnya adalah Kyai Sihah yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras, sedangkan kakeknya Kyai Usman adalah kyai terkenal pendiri pondok pesantren Gedang, sedangkan ayahnya Asy’ari adalah pengasuh pondok pesantren Keras di Jombang. Dari silsilah ini maka dapat dilihat bahwa KH. Hasyim Asy’ari lahir dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren. Bahkan pada usia 13 tahun ia sudah menguasai kitab-kitab Islam klasik dan diangkat menjadi  badal (asisten pengajar) di pondok pesantren
ayahnya. Pada usia 15 tahun, Hasyim Asy’ari mulai mengembara ke berbagai pesantren di pulau Jawa untuk memperdalam ilmu agama, seperti di Pesantren Wonocolo Jombang, Pesantren Probolinggo, Pesantren Langitan, Pesantern Tranggilis, dan berguru kepada Kyai Kholil di Bangkalan, Madura. Pada 1893, KH. Hasyim Asy’ari berangkat ke Mekah untuk memperdalam ilmu agama dan berguru kepada Syekh Mahfudh At- Tarmisi yang berasal dari Tremas, Jawa Timur. Syekh Mahfudh At- Tarmisi menjadi pengajar di Masjidil Haram dan merupakan ulama ahli hadits di Mekah, beliau adalah murid Syekh Nawawi Al-Bantany yang menjadi murid Syekh Ahmad Khatib SyamBasi (tokoh tasawuf yang berhasil menggab ungkan tarik at Q adariah dan tarikat (Naqsabandiah). Untuk melengkapi pengetahuannya di bidang agama, KH. Hasyim Asy’ari kemudian berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Al- Minangkabau. Namun dari sekian banyak gurunya itu, yang paling mempengaruhi jalan pikiran KH. Hasyim Asy’ari adalah Syekh Mahfudh At-Tarmisi. Dari gurunya inilah dia memperoleh ijazah tarikat Qadariah dan Naqsabandiah. Setelah 7 tahun belajar di Mekah, KH. Hasyim Asy’ari pulang ke Jawa dan mendirikan pondok Pesantren Tebu Ireng di Jombang pada 26 Rabiul Awal 1317 H/1899 M. Di pondok pesantren inilah KH. Hasyim Asy’ari mengajarkan kitab-kitab klasik kepada santrinya dikenal dengan “kitab kuning”. Dari pesantren ini pula kemudian banyak bermunculan kyai dan ulama terkemuka yang mewarnai pemikiran Islam di Indonesia.

            Nahdhatul ‘Ulama adalah sebuah organisasi ynag didirikan oleh para ulama dengan tujuan memelihara tetap tegaknya ajaran Islam Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia. Dengan demikian antara NU dan Aswaja mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, NU sebagai organisasi / jam’iyyah merupakan alat untuk menegakkan Aswaja dan Aswaja merupakan aqidah pokok Nahdhatul ‘Ulama.
            Ulama secara lughowi (etimologis / kebahasaan) berarti orang yang pandai, dalam hal ini ilmu agama islam. Begitu berharganya seorang ulama, sampai nabi pernah bersabda yang artinya : “ Ulama itu pewaris nabi. Sesungguhnya nabi tidak mewariskan dirham atau dinar, melainkan hanya mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang cukup banyak.”
            Di Indonesia, seorang ulama diidentikkan atau biasa disebut “Kai” atau berarti orang yang dihormati. Agar tidak gampang memperoleh gelar “Ulama” atau “Kai”, maka ada 3 kriteria yaitu :
·         Norma pokok yang harus dimiliki oleh seorang ulama adalah ketakwaan kepada Allah SWT.
·         Seorang ulama mempunyai tugas utama mewarisi misi (risalah) Rasulullah SAW, meliputi : ucapan, ilmu, ajaran, perbuatan, tingkah laku, mental dan moralnya.
·         Seorang ulama memiliki teladan dalam kehidupan sehari-hari seperti : tekun beribadah tidak cinta dunia, peka terhadap permasalahan dan kepentingan umat dan mengabdikan hidupnya di jalan Allah SWT.

1.      Kai Hasyim Asy’ari dan NU : Pejuang Syariah

Kiai Hasyim Asy’ari yang lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang secara turun temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asy’ari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Kakeknya Kiai Ustman, terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya bersal dari seluruh Jawa, pada akhir abad ke-19. Ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiri pesantren Tambakberas di Jombang.

Sejak kecil hingga berusia 14 tahun, putra ketiga dari 11 bersaudara ini memdapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, Kiai Utsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, sejak usia 15 tahun, ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain ; mulai dari menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo),  Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo).

Pada tahun 1892, Kiai Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah hai dan menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib dan Syaikh Mahfudh At-Tarmisi, gurunya di bidang hadits.

Dalam perjalanan pulang ke Tanah Air, ia singgah di Johor, Malaysia, dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia pada tahun 1899 Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren di Tebuirengyang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad ke-20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy’ari memosisikan pesantren Tebuireng sebagai pusat pembaruanbagi pengajaran islam tradisional. Dip pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, beorganisasi dan berpidato.

Tanggal 31 Januari 1926, bersama tokoh-tokoh isam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdhatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temanya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Cikal-bakal berdirinya perkumpulan Nahdhotul Ulama ( Kebangkitan Ulama) tidak terlepas dari sejarah khilafah. Ketika itu, tanggal 3 Maret 1924, Majelis Nasional yang bersidang di Ankara mengambil keputusan, “khilafah telah berakhir tugas-tugasnya. Khilafah telah dihapuskan karena khilafah, pemerintahan dan republik, semuanya menjadi satu gabungan dalam berbagi pengertian dan konsepnya.
Keputusan tersebut menguncang umat islam diseluruh dunia, termasuk di indonesia. Untuk merespon peristiwa itu, sebuah komite khilafah (Comite Chilafat) didirikan di surabaya tanggal 4 oktober 1924 dengan ketua Wondosudirjo ( kemudian dikenal dengan nama Wondoamiseno) dari Sarikat islam dan wakil ketua KH A. Wahab Hasbullah dari golongan tradisi ( yang kemudian melahirkan NU). Tujuanya untuk membahas undangan kongres ke Khilafahan di Kairo (Bandera Islam, 16 Oktober 1924). Kemudian pada Desember 1924 berlangsung kongres al-islam yang dielenggarakan oleh komite Khilafah pusat (Central Comite Chilafat). Kongres memutuskan untuk mengirim delegasi ke Konferensi Khilafah di Kairo untuk menyampaikan proposal Khalifah. Setelah itu, diadakan lagi kongres al-islam di Yogyakarta pada 21-27 Agustus 1925. Topik Kongres ini masih seputar Khilafah dan situasi Hijaz yang masih bergolak. Kongres diadakan lagi pada 6 Februari 1926 di Bandung, September 1926 di Surabaya, 1931, dan 1932. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang melibatkan Sarikat Islam (SI), Nahdhotul Ulama (NU), Muhammadiyah dan organisasi lainya menyelengarakan kongres pada 26 Februari sampai 1 Maret 1938 di Surabaya. Arahnya adalah menyatukan kembali umat islam.
Meskipun pada awalnya, Kongres Al-Islam merupakan wadah untuk mengatasi perbedaan, pertikaian dan konflik di antara berbagai kelompok umat islam akibat perbedaan pemahaman dan praktik keagamaan menyangkut persoalan furu’iyah (cabang), seperti dilakukan sebelumnya pada Kongres Umat Islam (Kongres Al-Islam Hindia) di Cirebon pada tanggal 31 Oktober – 22 November 1922. Namun, pada perkembangan selanjutnya, lebih difokuskan untuk mewujudkan persatuan dan mencari penyelesaian masalah khilafah.
Lahirnya NU sendiri, yang merupakan kelanjutan dari Komite Merembuk Hijaz, yang tujuannya untuk melobi Ibnu Suud, penguasa Saudi saat itu, untuk mengakomodasi pemahaman umat yang bermadzhab, jalas tidak terlepas dari sejarahkeruntuhan Khilafah. Ibnu Suud adalah pengganti syarif Husain, penguasa Arab yang lebih dulu membelotdari Khilafah Utsmaniyah. Jadi, secara historis lahirnya NU tidak terlepas dari persoalan Khilafah. Di sisi lain, NU sejak kelahirannya tidak berpaham sekuler dan tidak pula anti formalisasi. Bahkan NU memandang formalisasi syariahmenjadi sebuah kebutuhan. Hanya saja yang ditempuh NU dalam melakukan upaya formalisasi bukanlah cara-cara paksaan dan kekerasan, tetapi menggunakan cara gradualyang mengarah pada penyadaran. Hal ini karena sepak terjang NU senantiasa berpegang pada kaidah fiqhiyah seperti : ma la yudraku kulluh la yutraku kulluh (apa yang tidak bisa dicapai semua janganlah kemudian meninggalkan semua); dar’ al-mafasid muqaddamun ‘ala jalb al-mashalih (mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil kemashlahatan). Sejarah NU menjadi bukti bahwa sejak kelahirannya NU justru concern pada perjuangan formalisasi islam.[1]
Nahdhatul Ulama didirikan atas dasar kesadaran dan keinsafan bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan menolak bahaya terhadapnya. Persatuan, ikatan batin, saling bantu membantu dan keseiakataan merupakan prasyarat dari tumbuhnya persaudaraan (ukhuwwah) dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.
Nahdhatu Ulama sebagai jam’iyyah diniyyah adalah wadah bagi para ulama dan para pengikut-pengikutnya yang didirikan pada 16 Rajab/31 Januari 1926 dengan tujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran islam yang berhaluan Ahlussunah Wal Jama’ah dan menganut salah satu empat madzhab, masing-masing Imam Abu Hanifah An-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal, serta untuk mempersatukan langkah para ulamadan pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan-kegiatannya yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat manusia.

Nahdhatul Ulama dengan demikian merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berakhlaq mulia, tentram, adil dan sejahtera.

Nahdhatul Ulama mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiah yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan yang membentuk kepribadian khas Nahdhatul Ulama. Inilah yang kemudian disebut sebagai Khittah Nahdhatul Ulama.

v   Pengertian Khittah Nahdhatul Ulama
a.       Khittah Nahdhatul Ulama adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga Nahdhatul Ulama yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
b.      Landasan tersebut adalah faham islam ahlussunah wal jamaah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.
c.       Khittah Nahdhatul Ulama juga digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari masa ke masa.
v  Dasar-dasar Faham Keagamaan Nahdhatul Ulama
a.       Nahdhatul Ulama mendasarkan faham keagamaannya kepada sumber ajaran islam : al-Qur’an, as-Sunah, al-Ijma’, al-Qiyas.
b.      Dalam memahami, menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya tersebut diatas, Nahdhatul Ulama mengikuti faham ahlussunah wal jamaah dan menggunakan jalan pendekatan (madzhab) :
1.      Di bidang akidah, Nahdhatul Ulama mengikuti faham ahlussunah wal jamaah yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi.
2.      Di bidang fiqh, Nahdhatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (madzhab) salah satu dari madzhab Abu Hanifah An-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.
3.      Di bidang tasawwuf mengikuti antara lain Imam Al-Junaid Al-Baghdadi, dan Imam Al-Ghazali serta imam-imam yang lain.
c.       Nahdhatul Ulama mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikanyang sudah dimiliki oleh manusia. Faham keagamaan yang dianut oleh Nahdhatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang sudah ada dan menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia seperti suku maupun bangsa, dan tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut.

v  Sikap Kemasyarakatan Nahdhatul Ulama
Dasar-dasar pendirian faham keagamaan Nahdhatul Ulama tersebut menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang bercirikan pada :
a.       Sikap Tawasuth dan I’tidal
Sikap tengah yang berintikan pada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama. Nahdhatul Ulama dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersikap tatharruf (ekstrim).
b.      Sikap Tasamuh
Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’, atau menjadi masalah khilafiyah; serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
c.       Sikap Tawazun
Sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan khidmah kepada Allah SWT., Khidmah kepada sesama manusia, serta kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
d.      Amar Makruf Nahi Mungkar
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama; serta menolak dan mencegah semua hal yang menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran: 104)[2]


v  Perilaku yang dibentuk oleh dasar keagamaan dan Sikap kemasyarakatan Nahdhatul Ulama
Dasar-dasar keagamaan (angka 3) dan sikap kemasyarakatan tersebut (angka 4) membentuk perilaku warga Nahdhatul Ulama, baik dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi yang :
a.       Menjunjung tinggi nilai-nilai maupun norma-norma ajaran islam.
b.      Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
c.       Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dalam berkhidmah dan berjuang.
d.      Menjunjung tinggi persaudaraan (al-ukhuwwah), persatuan (al-ittihad), serta kasih mengasihi.
e.       Meluhurkan kemuliaan moral (al-akhlak al-karimah), serta menjunjung tinggi kejujuran (as-sidqu), dalam berfikir, bersikap dan bertindak.
f.       Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa dan negara.
g.      Menjunjung tinggi nilai-nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
h.      Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan serta ahli-ahlinya.
i.        Selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemashlahatan manusia.
j.        Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu dan mempercepat perkembangan masyarakat.
k.      Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.[3]
Wajib Taqlid Bagi Orang yang Tidak Mampu Ijtihad[4]
            Menurut para ‘ulama, setiap orang yang tidak mampu berihtihad wajib mengikuti pendapat para ulama ahli ijtihad. Hal ini wajib dilakukan sekalipun mereka mampu mempelajari sejumlah ilmu yang menjadi instrumen ijtihad. Dengan mengikuti salah seorang imam mujtahid, mereka akan terbebas dari hukum taklif. Hal ini sesuai firman Allah SWT :
فَاسْأَلُوْا اَهْلَ الذِّكْرِإِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
            Artinya : Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.(Q.S An-Nahl : 43)
            Maka wajiblah bertanya bagi orang yang tidak mengetahui, dan hal yang demikian ini disebut taqlid kepada orang alim. Ayat diatas adalah umum bagi setiap orang, sehingga perintahnya pun umum pula, yakni setiap hal belum diketahui.
            Sesungguhnya orang awam pada generasi sahabat dan tabi’in selalu meminta fatwa kepada para ulama (dari kalangan sahabat) tentang permasalahn agama. Dan para ulama akan segera merespon pertanyaan-pertanyaan tersebut tanpa harus menjelaskan secara detail dalil-dalilnya.
            Kondisi yang demikian tidak pernah dilarang oleh para sahabat, sehingga terjadilah ijma’ bahwa orang awam harus mengikuti para ulama. Karena pemahaman orang awam atas al-kitab dan as-sunah tidak bisa dijadikan pijakanjika tidak mencocoki pemahaman para ulama. Karena banyak juga para ahli bid’ah yang sesat mendasarkan pemahamannya terhadap al-kitab dan as-sunah, tetapi mereka tidak mendapat kebenaran sama sekali.
            Orang awam tidak harus selalu mengikuti madzhab tertentu pada tiap kondisi yang dia jalani. Seperti orang yang mengikuti madzhab Syafi’i, tidak harus baginya mngikuti terus menerus, tetapi diperbolehkan berpindah ke madzhab yang lain.
            Orang awam yang tidak memiliki kemampuan nalar, tidak pernah membaca kitab tentang cabang-cabang masalah (fiqhiyah), maka pengakuan bermadzhabnya tidak bisa dijadikan dalil (untuk ia menghukumi suatu masalah).
            Telah ada yang mengatakan bahwa : orang awam yang mengikuti suatu madzhabmaka wajib ia untuk mengikutinya secara terus menerus, karena itulah cara yang benar. Dan bagi orang yang taqliddibolehkan mengikuti madzhab yang lain. Seperti ia taqlid kepada seorang imam yang lain dalam sholat ashar. Jika seorang bermadzhab syafi’i mengira bahwa shalatnya sah dalam madzhab tersebut, lalu setelah shalat ternyata tidak sah menurut madzhab imam Syafi’i, tetapi sah menurut imam yang lain, maka dia boleh berpindah madzhabdan shalatnya tetap menjadi sah.[5]
         
1.      Tawashul Dan Istighotsah[6]

Tawasul adalah salah satu jalan dari berbagai jalan tadzarru’ kepada allah. Sedangkan Wasilah adalah setiap sesuatu yang dijadikan oleh Allah sebagai sebab untuk mendekatkan diri kepadanya. Sebagaimana firmanya :

يَا ايها الذين امنوا اتّقوا الله وابتغو ا إليه الوسيلة وجاهدوا في سبيله لعلّكم تفلحون

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapatkan keberuntungan. (Q.S. Al-Maidah,35).

          Adapun istighotsah adalah meminta pertolongan kepada orang yang memilikinya, yang pada hakikatnya adalah Allah semata. Akan tetapi allah membolehkan pula meminta pertolongan (istighotsah) kepada para nabi dan para walinya.
Dalil-dali Tawasul Dan Istighotsah
Diperbolehkanya tawasul dan istighotsah ini oleh ulama salaf tidaklah terjadi pertentangan. Karena dalam yawasul itu sendiri seseorang bukanlah meminta kepada sesuatu yang dijadikan wasilah itu sendiri, akan tetapi pada hakikatnya meminta kepada allah dengan barokahnya orang yang dekat  kepada Allah, baik seorang nabi, wali maupun orang-orang sholeh dan juga dengan amal sholeh.

واستعينوا با لصبر والصّلاة , و انّها لكبيرة الاّ على الخاشعين

Artinya :
Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang khusu’. (Q.S. Al-Baqoroh : 45).
Dan nabi bersabda :

اللهم اسقنا غيثا مغيثا

Artinya :
Ya Allah berikanlah kepada kami hujan yang memberikan pertolongan. (HR. Bukhori/967,968)

Dalil tentang kebolehan bertawasul dengan amal sholeh ini sangat masyhur karena telah diriwayatkan oleh Imam al- Bukhori, Muslim dan Ahmad yaitu hadist tentang tiga orang dari bani israil yang terjebak dalam goad an kemudian bertawashul dengan amal sholehnya masing-masing agar selamat, ini adalah penjelasan tentang tawasul dengan amal sholehnya.
 Ebagaimana diperbolehkan tawasul dengan amal sholeh, tawasul dengan orang-orang sholehpun diperbolehkan, karena pada hakekatnya bukan orangnya yang dijadikan tawasul tetapi amalnya. Sebab seseorang tidak dikatakan sholeh ketika tidak melakukan amalan-amalan baik.
 Berikut ini adalah dali-dalil yang menjelaskan tentang kebolehan wasilah.

Dalil al-quran

Surat al-Maidah ayat 35

يا ايّها الذين امنوا اتّقوا الله وبتغوا إليه الوسيلة وجا هدوا في سبيله لعلّكم تفلحون

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

2.      Dzikir Dengan Suara Nyaring

الذين يذّكرون الله قياما وقعودا وعلى جنو بهم ويتفكّرون فى خلق السّما وات والارض ربّنا ما خلقت هذا با طلا سبحانك فقنا عذا ب النّار
Artinya :
Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
(QS. Ali Imron : 191) 
Dasar dari pendapat ulama’
a.       Imam Ibnu Al-Jauzi
Imam ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya “khuson al-khosin” menjelaskan bahwa : “setiap dzikir yang disyariatkan, baik dalam kategori wajib maupun sunnah, tidak akan diberi pahala kecuali telah diucapkan minimal dapat didengar oleh dirinya sendiri.           
b.      Syeh ibnu ‘athoillah as-sakandari
Syeh ibnu a’thoillah berpendapat dengan dibolehkannya dzikir dengan suara keras ketika dalam kondisi bersama-sama.
c.       Imam abdul wahab as-sya’roni
Para ulama’ berijma’ atas wajibnya dzikir dengan suara keras.


   
3.      Dzikir Bersama-Sama
Artinya :
Karena itu, ingatlah kamu kepadaku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepadaku, dan janganlah kamu mengingkari (ni’mat)-ku
(QS. Al-Baqorah : 152)

Menurut pendapat para ulama’
a.       Imam Ibnu Abidin
Imam al-Alamah ibnu abidin dalam kitabnya “hisyiah fi ma’rodi dzikrillah” berkata, bahwa dzikir berjama’ah itu lebih besar pengaruhnya di hati daripada dzikir sendirian.
b.      Imam Abdul Wahab Sya’roni
c.       Imam abdul wahab sya’roni dalam kitabnya mengatakan bahwa ulama’ salaf maupun ulama khalaf telah sepakat atas disunnahkanya dzikir berjama’ah baik di masjid maupun di luarnya”.

4.      Tabaruk (Meminta Barokah)[7]

Istilah barokah mengandung makna yang bermacam-macam, yaitu disesuaikan dengan penggunaan lafadz tersebut dalam rangkaian sebuah kalimat. Barokah antara lain mengandung makna ziyadah dan nama (pertambahan). Kedua arti lafadz tersebut mencakup sesuatu yang dapat diraba (arab : hissi) dan yang tidak dapat diraba (arab : ma’nawi), artinya berwujud nyata maupun tidak nyata secara bersamaan.
Barokah pada hakikatnya adalah sebuah rahasia Allah dan pancara dari-Nya yang bisa diperoleh oleh siapa pun yang dikehendaki-Nya. Seseorang bisa dikatakan mendapatkan barokah ketika ia mampu memperlihatkan tanda-tanda berupa peningkatan kualitas amal kebaikan, karena barokah itu sendiri adalah buah dari konsistensi dalam menjalankan amal sholeh.
Dalil –dalil tentang adanya barokah

Al-Qur’an Surat Shad ayat : 29
كتاب أنزلناه إليك مبارك ليدّبّروا اياته وليتذكرر أولواالباب
Artinya :
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuhdengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.
تبارك اسم ربك ذي الجلال والإكرام

Artinya :
Maha Agung nama Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan karunia.


5.      Ziarah Kubur
Kita telah diperintahkan untuk ziarah kubur , Rasulullah SAW dan para sahabat juga pernah ziarah kubur. Jadi tidak ada dasar sama sekali untuk melarang ziarah kubur, karena kita semua tahu bahwa Rasulullah pernah ziarah ke makam Baqi’ dan mengucapkan kata-kata yang ditujukan kepada ahli kubur di makam Baqi’ tersebut.

Dalil tentang ziarah kubur
قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : نهيتكم عن زيارة القبور فزورها
Artinya :
Rasulullah SAW bersabda : dahulu aku telh melarang kalian berziarah ke kubur. Namun
sekarang, berziarahlah kalian kesana. (HR. Muslim)

Pendapat Para Ulama tentang Ziarang Kubur
a.       Imam Ahmad bin Hambal
Ibnu Qudamah dalam kitabnya “Al-Mughni” menceritakan bahwa Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya pendapatnya tentang masalah ziarah kubur, manakah yang lebih utama antara ziarah kubur atau meninggalkannya. Beliau Imam Ahmad bin Hambal menjawab, bahwa ziarah kubur itu lebih utama.

b.      Imam Nawawi
Imam Nawawi secara konsisten berpendapat dengan hukum sunnahnya ziarah kubur. Imam Nawawi juga menjelaskan tentang adanya ijma’ dari kalangan ashabus syafi’i (para pengikut Imam Syafi’i) tentang sunnahnya ziarah kubur.
c.       Doktor Said Romadlon Al-Buthi
Doktor Said Romadlon Al-Buthi juga berpendapat dengan pendapat yang memperbolehkan ziarah kubur. Al-Buthi berkata, “Belakangan ini banyak dari kalangan umat islam yang mengingkari sampainya pahala kepada mayit, dan menyepelekan permasalahan ziarah ke kubur.

6.      Maulid Nabi

Orang pertama yang menyelengarakan Maulid Nabi adalah Raja Mudzofaruddin Abu Saidal-Kaukabari ibnu Zainuddin Ali bin Baktarin.

Pendapat para ulama’ tentang Maulid Nabi.
a.       Syeikh Taqiyudin Ibnu Taymiah
Beliau berkata: “mengagungkan maulid nabi adalah mengandung pahala yang sangat agung, karena hal itu adalah wujud ta’dzim kepada Rasullulah.
b.      Imam jalaluddin as-suyuti
Beliau berkata : “perayaan maulid nabi adalah bid’ah hasanah. Orang yang merayakanya diberi pahala olehnya”.
            Imam Suyuthi juga berkata : “Disunnahlan bagi kita untuk menampakkan rasa syukur atas lahirnya rosullulah. Dan juga beliau berkata : tidak ada rumah atau masjid atau apa saja yang dibacakan maulid didalamnya. Kecuali mendapatkan rahmat kepada dari Allah.


7.                  Pujian-Pujian Sholawat Setelah Adzan[8]

            Sesungguhnya membaca sholawat kepada Nabi setelah adzan adalah sunnah hukumnya, dan tidak ada perbedaan pendapat didalamnya. Hal ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan Imam muslim dan Abu Daud, yaitu ketika kalian mendengarkan adzan maka jawablah, kemudian setelah itu bacalah sholawat kepadaku.
            Pendapat diatas ini juga didukung oleh Imam Jalaludin as-Suyuti, ibnu Hajar al-Haitsami, syeikh Zakariyah al-Ansyori, dan lain-lain.
            Imam Ibnu Abidin mengatakan, bahwa pendapat yang didukung oleh Madzab Syafi’I dan Hambali adalah pendapat yang mengatakan sholawat setelah adzan adalah sunnah bagi orang yang adzan dan pendengarnya.



1.      KH.AHMAD DAHLAN (ahmad darwis) DAN MUAHAMMADIYAH[9]

Lahir dari seorang bapak K.H. Abu Bakar (seorang Ketib Masjid Besar Kauman Yogyakarta),dan ibu Siti Aminah, Muhammad Darwis (nama kecil Ahmad Dahlan) tumbuh
dalam lingkungan kampung Kauman yang religius.
Semangat belajarnya yang tinggi membuatnya terus belajar dari satu guru ke guru
lainnya. Hingga, ketika ia berkesempatan menunaikan ibadah haji untuk pertama
kalinya, ia juga menyempatkan diri untuk menimba ilmu dari para syeikh di Makkah.
Pada 1889, tidak lama setelah kepulangannya dari Makkah, Darwis yang telah berganti
nama menjadi Ahmad Dahlan pun mempersunting Siti Walidah, sepupunya
sendiri, puteri keempat dari Kiai Penghulu Muhammad Fadhil yang notabene saudara
Siti Aminah, ibunda Ahmad Dahlan.Tujuh tahun kemudian, setelah K.H. Abu Bakar, sang ayah wafat, K.H. Ahmad Dahlan diangkat sebagai Ketib Amin oleh Kraton, menggantikan ayahnya. Pada periode 1898-1910 merupakan masa-masa perjuangan K.H. Ahmad Dahlan yang penuh liku-liku. Sejak menjadi Ketib Amin, Dahlan justru sering melakukan tindakan- tindakan yang saat itu dianggap nyeleneh. Bermula sejak gagasannya untuk membenarkan arah kiblat di Masjid Besar Kauman ditolak mentah-mentah, dicap Kiai kafir, hingga suraunya yang dibakar, dan berbagai cobaan lain. Semua rintangan itu tak menyurutkan semangat Dahlan untuk menghembuskan nafas pembaharuan. Maka dari permasalah itu maka di buatlah sebuah gagasan yang di beri nama muhammadiyah yang bermula mula berdiri di itu berdiri di Kampung Kauman Yogyakarta. Yang di dirikan oleh kh ahmad dahlan atau ahmaad darwis yang deberi nama perserikataan muhammadiyah, beliau mendirikan muhammadiyah  dengan alasan Karena Beliau banyak hubungannya dengan orang-orangterpelajar pada waktu itu. Beliau berkumpul dan bergauldengan para pensiunan, pegawai, pelajar-pelajar, dan guruguruKweekschool dan lain-lainnya. Beliau juga bergauldengan para pengurus Budi Utomo pada waktu itu. Begitupula Almarhum kh ahamad dahalan  juga menjadi salah seorang pengurus syariat islam dan timbul banyak pertanyaan kenapa di namakan muhammadiyah maka beliau menjelaskan kepada masyarakat di kauman Yogyakarta dengan lantang dan tegas Muhammadiyah itu bahasa Arab. Berasal dari kata-kata“Muhammad” kemudian mendapat tambahan kata “iyyah”.“iyyah” itu menurut tata bahasa Arab (Nahwu) bernamaya’ nisby, artinya untuk menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti sejenis dari Muhammad. Tegasnya golongan-golongan yang berkemauan mengikuti
Sunnah Nabi Muhammad SAW. Oleh Almarhum dimaksudkan agar Muhammadiyah ini dapat menggerakkan Umat Islam untuk mengikuti gerakgerik Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Baik soal-soal yang berhubungan dengan kehidupan maupun soal-soal yang berhubungan dengan peribadatan.

Berkembangnya muhammadiyah dari nol sehingga ke pintu utama.
Tidak ada yang sengaja berdiri di posisi berseberangan dengan tradisinya, kecuali ia meyakini sebuah gagasan yang mampu membawa perubahan besar. Dakwah dan tajdid yang menjadi karakter gerakan Muhammadiyah diilhami gagasan dan spirit pelopornya, Kiai Haji Ahmad Dahlan, yang secara berani mendobrak kemapanan, melampaui berbagai hadangan dan tentangan.[10]

2.      BERDIRINYA CABANG, SEKOLAH, ORTOM DAN AMAL USAHA LAINNYA

Perkembangan Muhammadiyah ternyata sangat cepat. Beberapa tahun setelah berdiri saja, telah berdiri cabang-cabang Muhammadiyah. Di Srandakan, Wonosari, Imogiri, dan lain sebagainya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi saat itu Pemerintah Hindia Belanda tidak merestui perkembangan Muhammadiyah, karena awalnya hanya diberikan izin untuk bergerak di daerah Yogyakarta saja– akhirnya di luar Yogyakarta, cabang Muhammadiyah berdiri dengan nama lain. Sebut saja Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Makassar, Ahmadiyah di Garut, dan perkumpulan SATF (Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah) di Surakarta. Mulailah berturut-turut, Muhammadiyah mendirikan sekolah. Di Karangkajen, Yogyakarta pada 1913, di Lempuyangan tahun 1915, di Pasar Gede (Kota Gede) tahun1916, dan seterusnya. Tahun 1918 didirikanlah sekolah bagi calon guru agama yang dinamakan Qismul Arqa. Qismul Arqa ini yang kemudian kelak menjadi Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, sekolah kader enam tahun yang dikelola langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada 1915, majalah Soewara Moehammadijah diterbitkan, menggunakan Bahasa dan huruf Jawa. Majalah Soewara Moehammadijah dipimpin oleh Haji Fachrodin, dengan anggota redaksi: H. Ahmad Dahlan, H.M. Hisyam, R.H. Djalil, M. Siradj, Soemodirdjo, Djojosugito dan R.H. Hadjid. Dalam penerbitan edisi itu disebutkan pengelola administrasi: H.M. Ma’roef dibantu Achsan B. Wadana, dengan alamat redaksi dan tata usaha di Jagang Barat, Kauman, Yogyakarta. Terbitan tahun pertama dicetak di Percetakan Pakualaman. Berikutnya pembentukan organisasi kaum perempuan Muhammadiyah, yaitu ‘Aisyiyah. Perkumpulan Muhammadiyah Isteri ini kemudian menjadi organisasi otonom khusus, ‘Aisyiyah diresmikan pada 27 Rajab 1335 H/19 Mei 1917 dalam perhelatan akbar yang meriah bertepatan dengan momen Isra Mi’raj Nabi Muhammad. Sembilan perempuan terpilih sebagai sang pemula kepemimpinan ‘Aisyiyah. Mereka antara lain adalah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busyro (putri KHA Dahlan), Siti Dawingah, dan Siti Badilah Zuber. Siti Bariyah mendapatkan amanah sebagai ketua pertama aisyiah

3.      KEPEMIMPINAN MUHAMMADIYAH 100 TAHUN

Sejak 1912 sampai 2017 persyarikatan Muhammadiyah telah melakukan permusyawaratan pimpinan tingkat pusat/nasional sebanyak 46 kali. Tahun 1912 sampai dengan 1925 dalam bentuk Rapat Tahunan yang diselenggarakan setiap tahun (Rapat Tahunan ke 1 -14). Tahun 1926-1941 dengan nama Kongres Tahunan (Kongres ke 15-30). Tahun 1944 (masa pendudukan Jepang) permusyawaratan tersebut di diberi nama Muktamar Darurat. Tahun 1946 diselenggarakan Silaturahmi se-Jawa. Tahun 1950 diselenggarakan lagi permusyawaratan nasional dengan nama Muktamar ke- 31. Sampai Muktamar ke-40 (1978) permusyawaratan ini diselenggarakan dalam selang waktu 3 tahunan. Baru mulai Muktamar ke-41 (1985) sampai terakhir Muktamar 1 Abad (ke-46, tahun 2010) muktamar diselenggarakan dalam selang waktu 5 tahun.

Berikut daftar ketua yang memimpin Muhammadiyah dari masa ke masa :
No Nama Masa Jabatan

1 K.H. Ahmad Dahlan 1912-1923
2 K.H. Ibrahim 1923-1932
3 K.H. Hisyam 1932-1936
4 K.H. Mas Mansyur 1936-1942
5 Ki Bagus Hadikoesoemo 1942-1953
6 Buya AR Sutan Mansur 1953-1959
7 K.H. M. Yunus Anis 1959-1962
8 K.H. Ahmad Badawi 1962-1968
9 K.H. Faqih Usman 1968-1971
10 K.H. A.R. Fachruddin 1971-1990
11 K.H. Ahmad Azhar Basyir, MA. 1990-1995
12 Prof. Dr. H. Amien Rais 1995-1998
13 Prof. Dr. H. A. Syafi’I Ma’arif 1999-2005
14 Prof. Dr. H. Din Syamsuddin 2005-2015
15. Dr. haidar nasir MSi 2015-2019.

Di dalam ajaran organisasi perserikatan islam muhammadiyah ada bebarapa ajaran yang dianngap sangat penting terhadap kemajuan dan perkembangan muhammadiyah yaitu

1.      Pemurnian ajaran Islam

Muhammadiyah, yang dipelopori KHA Dahlan, datang dengan membawa spirit
pembaharuan, semangat pemurnian ajaran Islam ke tengah masyarakat yang terbiasa dengan praktek-praktek takhayyul, bid’ah, dan khurafat. Ketidakmurnian ajaran Islam yang dipahami oleh sebagian umat Islam Indonesia pada waktu itu, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara ajaran Islam dan tradisi lokal nusantara yang bermuatan faham animisme dan dinamisme. Sehingga dalamprakteknya umat Islam Indonesia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran Islam, terutama yang berhubungan dengan prinsip akidah Islam yang menolak segala bentuk kemusyrikan, taklid, bid’ah, dan khurafat.

2.      Ijtihad

Ijtihad adalah pencurahan segenap kemampuan untuk menggali dan merumuskanajaran Islam baik dalam bidang hukum, filsafat, tasawuf, maupun disiplin ilmu lainnya berdasarkan wahyu dengan pendekatan tertentu. Majelis Tarjih merupakan lembaga khusus yang membidangi masalah agama yang terdiri dari para ulama Muhammadiyah yang berkompeten di dalam melakukan ijtihad, guna menghadapi berbagai persoalan yang muncul di tengah- tengah masyarakat. Majelis Tarjih menerima ijtihad, termasuk qiyas, sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara tegas. Majelis Tarjih tidak mengikatkan diri kepada suatu mazhab, tetapi pendapat-pendapat mazhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum sepanjang sesuai dengan Al- Qur’an dan as-Sunnah atau dasar-dasar lain yang kuat.

3.      Modernisasi Pendidikan

Muhammadiyah dipandang memiliki empat peran penting, yakni; sebagai agengerakan pembaruan; agen perubahan sosial; kekuatan sosial politik; dan sebagai gerakan “membendung secara aktif” misi-misi Kristenisasi di Indonesia. Dalam wilayah gerakan sosial, Muhammadiyah telah melakukan proses-proses pencerahan, perubahan dan pengembangan masyarakat melalui jalan modernisasi. Maksudnya, modernisasi dalam masyarakat muslim Indonesia sebagai sebuah model untuk melihat fenomena-fenomena yang terjadi di nusantara. Dengan modernisasi ini, Muhammadiyah telah meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang modern.

 Muhammadiyah dapat dikatakan menjadi salah satu pelopor gerakan emansipasiperempuan di Indonesia. K.H. Ahmad Dahlan sangat menaruh perhatian terhadap pendidikan para gadis di kampung Kauman, baik pendidikan agama maupun ilmu umum. Pada 1913, tiga orang wanita dari Kauman, Yogyakarta masuk ke sekolah umum Neutraal Meisjes School (kini Sekolah Dasar Negeri Ngupasan) atas dorongan Kiai Dahlan. Mereka adalah Siti Bariyah (puteri H. Hasyim Ismail), Siti Wadingah, dan Siti Dawimah (kemenakan H. Fakhrudin). Beberapa wanita yang mendapatkan didikan langsung dari Kiai Dahlan, di antaranya adalah ketiga gadis yang masuk Neutraal Meisjes School yakni Siti Bariyah, Siti Wadingah, Siti Dawimah, selain itu puteri Dahlan sendiri, Siti Busyro, Siti Dalalah, dan Siti Badilah Zuber. Dari murid-murid Ahmad Dahlan ini, baik yang dididik di Madrasah Diniyah, anggota kursus agama, dan murid-murid Neutraal Meisjes School, terbentuklah kelompok pengajian yang diberi nama Sapa Tresna. Sapa Tresna inilah cikal bakal dari organisasi Sebab model-model tradisional yang pernah menjadi bagian kehidupan bangsa ini, perlahan-lahan berubah. Modernisasi Muhammadiyah sebenarnya yang paling terang dapat dilihat dari model- model pendidikan yang dikembangkan Muhammadiyah sejak awalnya. Model pendidikan Muhammadiyah, sebenarnya merupakan model pendidikan ala Barat Kristen yang diadopsi untuk kemudian disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Modernisasi Muhammadiyah juga terlihat dalam bentuk pembangunan rumah sakit dan panti asuhan, yang merupakan karakteristik pelayanan sosial yang dilakukan oleh Barat Kristen dalam melakukan pelayanan gerejawi.

4.      Beramal ilmiah, berilmu amaliah

Cerita terkenal tentang pengajaran surat Al-Maun oleh Kiai Dahlan kepada murid muridnya menjadi landasan kuat akan berkembangnya prinsip “Beramal ilmiah,berilmu amaliah” dalam menjalankan gerak persyarikatan Muhammadiyah. Tidakcukup hanya dengan mengaji dan mengkaji saja terhadap ajaran agama Islam, namun harus melakukan tindakan nyata di lapangan. Harus beramal nyata. Beramal
yang dilandasi ilmu dan ilmu yang mesti diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.


5.   Sadar akan pentingnya politik tanpa harus terlibat politik praktis

Ada lima poin penting yang dapat diambil dari perjalanan K.H. Mas Mansur (KetuaPP Muhammadiyah 1936-1942) dalam berkiprah di dunia politik
.
a. Politik itu urusan penting, tetapi tidak masuk ke dalam urusan Muhammadiyah
b. Jika orang Muhammadiyah mau mengurusi politik, maka ia harus bergerak di luar Muhammadiyah.
c. Muhammadiyah tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik
d. Bagi yang bergerak di luar Muhammadiyah, harus menyelaraskan langkahnya
dengan Muhammadiyah
e. Harus ada kerjasama antarkelompok umat Islam.
Prinsip-prinsip itu juga tercermin jelas berpuluh tahun kemudian, saat M. Amien Rais, Ketua Umum PP Muhammadiyah (1995-2000) meletakkan jabatannya di tahun
1998 karena panggilan sejarah untuk mendirikan partai politik sebagai wujud pengabdiannya kepada negeri setelah memimpin gerakan reformasi Mei 1998. Salah satu faktor keberhasilan Muhammadiyah dalam menjalankan misinya adalah kemampuannya memelihara jarak dengan negara, kekuasaan, dan politik sehari-hari.
Muhammadiyah dalam banyak perjalanan sejarahnya cenderung melakukan political disengagement, menghindarkan diri dari keterlibatan langsung dalam politik. Hasilnya, Muhammadiyah dapat memelihara karakternya sebagai organisasi civil society.
Ada beberapa macam politik di muhammadiyah :

Politik Santri

Merupakan politik yang diorganisir oleh sekelompok santri (Islam) baik melalui jalur politik (Islam politik) atau jalur kultural (Islam kultural).59 Islam kultural juga disebut Islam etis.

 Politik Praktis

Dalam khittahnya, MD mengatakan tidak berpolitik praktis. Karena itulah definisi di sini menjadi bermakna bahwa politik praktis yang dimaksud adalah bahwa MD tidak mempunyai partai politik dan tidak ada hubungan organisatoris dengan partai politik mana pun (menjaga jarak yang sama dengan partai politik). Tidak ‘berpolitik praktis’ atau tidak ‘berafiliasi politik’ dalam MD bukan berarti tidak mau tahu atau bungkam, buta dengan persoalan politik.

Pemilu (Pemilihan Umum)

Pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam UUD Tahun 1945; adapun pelaksanaan pemilu diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi rakyat seluas-luasnya dan berdasarkan atas asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.60 Pemilu yang dijadikan setting adalah pemilu 2009 yang mencakup pemilu legislatif (5 April 2009) dan presiden-wakil

6.   Gerakan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, denganmaksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif.

7.      Dakwah Kuktural

Salah satu kekhasan gerakan dakwah Muhammadiyah adalah dakwah kultural.Hakekatnya adalah berkomunikasi dengan bahasa kaumnya. Dakwah kultural bukan berarti harus kompromi terhadap adat istiadat atau budaya yang menyimpang dari ajaran Islam, tetapi lebih dipahami sebagai menyesuaikan dalam cara penyampaian dakwah agar mudah diterima oleh masyarakat. Dakwah kultural yang dipahami oleh Muhammadiyah adalah upaya menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas dalam rangka mewujudkan tujuan Muhammadiyah, yakni Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Fokus dakwah kultural terletak pada penyadaran iman sehingga ummat manusia bersedia menerima dan memenuhi seluruh ajaran Islam meliputi akidah, akhlak, ibadah dan muammalah dengan memperhatikan tahapan perubahan social berdasarkan keragaman sosial, ekonomi, budaya dan politik suatu masyarakat hingga akhirnya tahapan ideal masyarakat Islami dapai dicapai.[11]

penutup.

             Dari sekian banyak sejarah dan implementasi yang deberikan dan si tuangkan oleh 2 organisasi islam yang berkembang besar dan tumbuh pesat di dindonesia yaitu NAHDHOTUL ULMA’ DAN MUHAMMADIYAH merupakan sebuah perjuangan yang tidak bisa di ukur dengan uang karena begitu besarnya sebuah tuangan ilmunya sehingga menjadi garda terdepan bagi bangsa atau sebuah tameng bangsa ini dari gangguang ganguan polotik maupun akidah yang tidak berhaluan islam ahlussunnah wal jamaah. Maka dari itu berlomba lombalah dalam kebaikan sehingga menjadi islam yang kuat islam yang ramah tamah islam yang rahmatal lil alamin. Mohon maaf apabila karya tulis kami masih jauh dari kesempurnaan wabillaahi taufiq wal hidayah wassalamualaikum.




















Daftar pustaka

1.Ngabdurrohman al jawi risalah ahlussunuah wal jamaah di terbitkan oleh LTM PBNU dan Pesantren Ciganjur.
2. amalan dan ajaran NU
3. M.Raihan dkk. 100 tahun muhammadiyah menyinari negeri di terbitkan oleh dewan pusat muhammadiyah
4.k.h ar fachruddin mengenal dan menjadi muhammadiyah di terbitkan oleh UMM malang, 2005.
5.prof. quraisy syihab logika berfikir di terbitkan oleh lentera hati 2005.
6. nur sayyid santoso Kristeva, MA. Sejarah teologi islam dan akar pemikiran ahlussunah wal jamaah di terbitkan oleh pustaka pelajar Yogyakarta 2012
7. ahmad muhibbin zuhri pemikiran kh. Hasyim asy ari tentang islam ahlussunah wal jamaah di terbitkan oleh khalista Surabaya 2010
8. Dr. munawwar fuad nuh kiai di panggung pemilu dari kiai khost sampai kiai cost di terbitkan oleh ranebook Jakarta barat 2014.
9. idrus ramli buku pintar berdebat dengan wahabi di terbitkan oleh bina aswaja 2010.
10. suheri.M.Pd.i  tafsir dari toeritik ke aplikatif di terbitkan oleh man bondowoso press
11. H. Moh Najih Maimon ahlussunnah wal jamaah aqidah syariah dan amaliyah kitab al munawwar.




Catatan:
1.      Makalah ini sangat jauh dari yang diharapkan.
2.      Makalah ini tidak sesuai dengan format yang dijadikan acuan.
3.      Penulisan footnote salah.
4.      Rujukan sangat minimalis.
5.      Seharusnya dalam karya ilmiah, penulisan gelar (Prof. Dr., Ustadz dll) dihilangkan.
6.      Fokus penting dalam pembahasan, yakni Islam nusantara dan Islam berkemajuan tidak diterangkan.




















[1]Sejarah teologi islam dan akar pemikiran ahlussunnah wal jamaah hlm, 197-200
[2]Tafsir toritik ke aplikatif hlm. 136
[3]Ibid, hlm, 112-118
[4]Risalah ahlussunnah wal jamaah hal, 28-29
[5]Ibid hlm, 28-30
[6]Amaliayah dan amalan nu hlm, 3
[7]Buku pintar berdebat dengan wahabi 4.
[8]Ibid hlm, 43
[9]100 tahun muhammadiyah menyinari negeri, 1
[10]Ibid xiv
[11] 100 Muhammadiyahmenyinari negeri 18


































Tidak ada komentar:

Posting Komentar