SEJARAH TERBENTUKNYA ORGANISASI ISLAM DI
INDONESIA
NAHDHOTUL ULAMA’ DAN MUHAMMADIYAH
NAHDHOTUL ULAMA’ DAN MUHAMMADIYAH
OLEH : AHAMAD MIRZA WILDAN
ABRAR
: SITI FAIZAT MUNAWWAROH
: AMINATUS SA’DIYAH
: IRTAHAT ISHATy
: SITI FAIZAT MUNAWWAROH
: AMINATUS SA’DIYAH
: IRTAHAT ISHATy
Abstract
This paper is made to clarify the Organization of islam in
Indonesia the Islamic baset of the ahlussunah wal Jamaat in Islamic thought in
Indonesia. NU and MUHMMADIYAH, as it was called, was the breakthrough set of
traditions, and a culture that is rooted in the cache to become Indonesia's
islman customs and cultures inherent in religious especially large
organization.NU and MUHMMADIYAH in the archipelago. As a basis of thought, NU
and MUHMMADIYAH is a blend of tradition and for the only Aswaja, in nationality
and Indonesia
NU is present in the context of the campaign "war against
terrorism", a "clash of civilizations" and the "war of
ideas" as well as against the tenets of the teachings that are not in
accordance with the ahlussunah wal jamaah launched by two non ahlussunnah
madhhab wal jamaaah and not in accordance with his thought. and in the context
of religious purification and previous destructive socio-political order the arragement Indonesia, launched by Islamist groups
SPILIS on the other party.
MUHAMMADIYAH is present in the context of the campaign "war
against terrorism", a "clash of civilizations" and the "war
of ideas" (war of ideas), SPILIS (skulerisme, pluarisme and previous) and
not the responsibility of the responsibility against TBC (takhayyul, the
innovation of chirafat) as well as against the tenets of the teachings that are
not in accordance with the ahlussunah wal jamaah launched by two non
ahlussunnah madhhab wal jamaaah and not in accordance with his thought and in
the context of religious purification and previous destructive socio-political
order tatatnan Indonesia, launched by Islamist groups SPILIS on the other
party.
Two-position of this direction, NU who founded by HADRATUSSYEKH in
KH HASYIM Ash'ari and the MUHAMMADIYAH in founded by a character named KH. AHMAD DAHLAN (ahmad
Dervish) are the result of thought in an Islamic vision in accordance with the
times and not leave that originally houses the two organisation in Indonesia
into the amplifier penyanggah as well as a strong supporter of Islamic
generation bertamabat and successful so expect Islamic seed from two
generations of islam in Indonesia that comply with the islam wal ahlussunah
worshipers
·
NAHDHOTUL ULAMA’ DAN MUHAMMADIYAH
PENDAHULUAN.
Islam adalah
sebuah agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw agama yang rahmatal lil
alamin islam yang tasammuh islam yang tolenransi bukan intolaransi bahakan
intervensi terhadap sebuah ajaran agama yang karna isalam di atur dalam al
qur’an dan hadist yang sesuai dengan ajaran, perkataan dan ketetapan nabi
Muhammad saw. Sehingga islam berkembang pesat sampai ke Indonesia sehingga
ulama’ di Indonesia mengamalkan serta mengajarkan kepadaa masyarakat Indonesia
melalui organisasi besar yaitu NAHDHOTUL ULAMA’ DAN MUHAMMADIYAH melalui terobosan
ulama’ intelektual ini yang berfikir kepada ummat islam untuk mengembangkan dan
memajuka islam yang didirikan oleh kh. Hasyim asy’ari dan kh ahmad dahlan
sehingga islam di Indonesia islam yang ramah tamah dan islam yang majemuk.
Kh hasyim asy’ari danSejarah
Nahdlatul ‘Ulama
A. Biografi KH.
Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim
Asy’ari atau nama lengkapnya Muhammad Hasyim, lahir di desa Gedang Jombang pada
24 Zulkaidah 1287 H/14 Februari 1871,dan wafat di Jombang pada Juli 1947.
Secara genealogi, KH. Hasyim Asy’ari merupakan keturunan kyai, karena kakek
buyutnya adalah Kyai Sihah yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Tambak
Beras, sedangkan kakeknya Kyai Usman adalah kyai terkenal pendiri pondok
pesantren Gedang, sedangkan ayahnya Asy’ari adalah pengasuh pondok pesantren
Keras di Jombang. Dari silsilah ini maka dapat dilihat bahwa KH. Hasyim Asy’ari
lahir dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren. Bahkan pada usia 13 tahun
ia sudah menguasai kitab-kitab Islam klasik dan diangkat menjadi badal (asisten pengajar) di pondok pesantren
ayahnya. Pada
usia 15 tahun, Hasyim Asy’ari mulai mengembara ke berbagai pesantren di pulau
Jawa untuk memperdalam ilmu agama, seperti di Pesantren Wonocolo Jombang,
Pesantren Probolinggo, Pesantren Langitan, Pesantern Tranggilis, dan berguru
kepada Kyai Kholil di Bangkalan, Madura. Pada 1893, KH. Hasyim Asy’ari
berangkat ke Mekah untuk memperdalam ilmu agama dan berguru kepada Syekh
Mahfudh At- Tarmisi yang berasal dari Tremas, Jawa Timur. Syekh Mahfudh At-
Tarmisi menjadi pengajar di Masjidil Haram dan merupakan ulama ahli hadits di
Mekah, beliau adalah murid Syekh Nawawi Al-Bantany yang menjadi murid Syekh
Ahmad Khatib SyamBasi (tokoh tasawuf yang berhasil menggab ungkan tarik at Q
adariah dan tarikat (Naqsabandiah). Untuk melengkapi pengetahuannya di bidang
agama, KH. Hasyim Asy’ari kemudian berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Al-
Minangkabau. Namun dari sekian banyak gurunya itu, yang paling mempengaruhi
jalan pikiran KH. Hasyim Asy’ari adalah Syekh Mahfudh At-Tarmisi. Dari gurunya
inilah dia memperoleh ijazah tarikat Qadariah dan Naqsabandiah. Setelah 7 tahun
belajar di Mekah, KH. Hasyim Asy’ari pulang ke Jawa dan mendirikan pondok
Pesantren Tebu Ireng di Jombang pada 26 Rabiul Awal 1317 H/1899 M. Di pondok
pesantren inilah KH. Hasyim Asy’ari mengajarkan kitab-kitab klasik kepada
santrinya dikenal dengan “kitab kuning”. Dari pesantren ini pula kemudian
banyak bermunculan kyai dan ulama terkemuka yang mewarnai pemikiran Islam di
Indonesia.
Nahdhatul
‘Ulama adalah sebuah organisasi ynag didirikan oleh para ulama dengan tujuan
memelihara tetap tegaknya ajaran Islam Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia.
Dengan demikian antara NU dan Aswaja mempunyai hubungan yang tidak dapat
dipisahkan, NU sebagai organisasi / jam’iyyah merupakan alat untuk menegakkan
Aswaja dan Aswaja merupakan aqidah pokok Nahdhatul ‘Ulama.
Ulama
secara lughowi (etimologis / kebahasaan) berarti orang yang pandai, dalam hal
ini ilmu agama islam. Begitu berharganya seorang ulama, sampai nabi pernah
bersabda yang artinya : “ Ulama itu pewaris nabi. Sesungguhnya nabi tidak
mewariskan dirham atau dinar, melainkan hanya mewariskan ilmu. Maka barang
siapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang cukup banyak.”
Di
Indonesia, seorang ulama diidentikkan atau biasa disebut “Kai” atau berarti
orang yang dihormati. Agar tidak gampang memperoleh gelar “Ulama” atau “Kai”,
maka ada 3 kriteria yaitu :
·
Norma
pokok yang harus dimiliki oleh seorang ulama adalah ketakwaan kepada Allah SWT.
·
Seorang
ulama mempunyai tugas utama mewarisi misi (risalah) Rasulullah SAW, meliputi :
ucapan, ilmu, ajaran, perbuatan, tingkah laku, mental dan moralnya.
·
Seorang
ulama memiliki teladan dalam kehidupan sehari-hari seperti : tekun beribadah
tidak cinta dunia, peka terhadap permasalahan dan kepentingan umat dan
mengabdikan hidupnya di jalan Allah SWT.
1.
Kai
Hasyim Asy’ari dan NU : Pejuang Syariah
Kiai Hasyim Asy’ari yang lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa
Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang secara turun temurun
memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asy’ari, pemimpin Pesantren Keras yang
berada di sebelah selatan Jombang. Kakeknya Kiai Ustman, terkenal sebagai
pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya bersal dari seluruh Jawa, pada akhir
abad ke-19. Ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiri pesantren Tambakberas di
Jombang.
Sejak kecil hingga berusia 14 tahun, putra ketiga dari 11
bersaudara ini memdapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, Kiai
Utsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih
giat dan rajin. Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, sejak usia 15 tahun, ia
berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain ; mulai dari menjadi santri di
Pesantren Wonokoyo (Probolinggo),
Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan
Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo).
Pada tahun 1892, Kiai Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah hai dan
menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib dan Syaikh
Mahfudh At-Tarmisi, gurunya di bidang hadits.
Dalam perjalanan pulang ke Tanah Air, ia singgah di Johor,
Malaysia, dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia pada tahun 1899 Kiai Hasyim
Asy’ari mendirikan pesantren di Tebuirengyang kelak menjadi pesantren terbesar
dan terpenting di Jawa pada abad ke-20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy’ari
memosisikan pesantren Tebuireng sebagai pusat pembaruanbagi pengajaran islam tradisional.
Dip pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga
pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca
buku-buku yang berisi pengetahuan umum, beorganisasi dan berpidato.
Tanggal 31 Januari 1926, bersama tokoh-tokoh isam tradisional, Kiai
Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdhatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi
ini berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin
besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temanya. Itu dibuktikan
dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Cikal-bakal berdirinya perkumpulan Nahdhotul Ulama (
Kebangkitan Ulama) tidak terlepas dari sejarah khilafah. Ketika itu, tanggal 3
Maret 1924, Majelis Nasional yang bersidang di Ankara mengambil keputusan, “khilafah
telah berakhir tugas-tugasnya. Khilafah telah dihapuskan karena khilafah,
pemerintahan dan republik, semuanya menjadi satu gabungan dalam berbagi
pengertian dan konsepnya.”
Keputusan tersebut menguncang umat islam diseluruh dunia, termasuk
di indonesia. Untuk merespon peristiwa itu, sebuah komite khilafah (Comite
Chilafat) didirikan di surabaya tanggal 4 oktober 1924 dengan ketua
Wondosudirjo ( kemudian dikenal dengan nama Wondoamiseno) dari Sarikat islam
dan wakil ketua KH A. Wahab Hasbullah dari golongan tradisi ( yang kemudian
melahirkan NU). Tujuanya untuk membahas undangan kongres ke Khilafahan di Kairo
(Bandera Islam, 16 Oktober 1924). Kemudian pada Desember 1924 berlangsung
kongres al-islam yang dielenggarakan oleh komite Khilafah pusat (Central
Comite Chilafat). Kongres memutuskan untuk mengirim delegasi ke Konferensi
Khilafah di Kairo untuk menyampaikan proposal Khalifah. Setelah itu, diadakan
lagi kongres al-islam di Yogyakarta pada 21-27 Agustus 1925. Topik Kongres ini
masih seputar Khilafah dan situasi Hijaz yang masih bergolak. Kongres diadakan
lagi pada 6 Februari 1926 di Bandung, September 1926 di Surabaya, 1931, dan
1932. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang melibatkan Sarikat Islam (SI),
Nahdhotul Ulama (NU), Muhammadiyah dan organisasi lainya menyelengarakan
kongres pada 26 Februari sampai 1 Maret 1938 di Surabaya. Arahnya adalah
menyatukan kembali umat islam.
Meskipun pada awalnya, Kongres Al-Islam merupakan wadah untuk
mengatasi perbedaan, pertikaian dan konflik di antara berbagai kelompok umat
islam akibat perbedaan pemahaman dan praktik keagamaan menyangkut persoalan furu’iyah
(cabang), seperti dilakukan sebelumnya pada Kongres Umat Islam (Kongres
Al-Islam Hindia) di Cirebon pada tanggal 31 Oktober – 22 November 1922. Namun,
pada perkembangan selanjutnya, lebih difokuskan untuk mewujudkan persatuan dan
mencari penyelesaian masalah khilafah.
Lahirnya NU sendiri, yang merupakan kelanjutan dari Komite Merembuk
Hijaz, yang tujuannya untuk melobi Ibnu Suud, penguasa Saudi saat itu, untuk
mengakomodasi pemahaman umat yang bermadzhab, jalas tidak terlepas dari
sejarahkeruntuhan Khilafah. Ibnu Suud adalah pengganti syarif Husain, penguasa
Arab yang lebih dulu membelotdari Khilafah Utsmaniyah. Jadi, secara historis
lahirnya NU tidak terlepas dari persoalan Khilafah. Di sisi lain, NU sejak
kelahirannya tidak berpaham sekuler dan tidak pula anti formalisasi. Bahkan NU
memandang formalisasi syariahmenjadi sebuah kebutuhan. Hanya saja yang ditempuh
NU dalam melakukan upaya formalisasi bukanlah cara-cara paksaan dan kekerasan,
tetapi menggunakan cara gradualyang mengarah pada penyadaran. Hal ini karena
sepak terjang NU senantiasa berpegang pada kaidah fiqhiyah seperti : ma
la yudraku kulluh la yutraku kulluh (apa yang tidak bisa dicapai semua
janganlah kemudian meninggalkan semua); dar’ al-mafasid muqaddamun ‘ala jalb
al-mashalih (mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil
kemashlahatan). Sejarah NU menjadi bukti bahwa sejak kelahirannya NU justru concern
pada perjuangan formalisasi islam.[1]
Nahdhatul Ulama didirikan atas dasar kesadaran dan keinsafan bahwa
setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup
bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan menolak bahaya
terhadapnya. Persatuan, ikatan batin, saling bantu membantu dan keseiakataan
merupakan prasyarat dari tumbuhnya persaudaraan (ukhuwwah) dan kasih sayang
yang menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan
harmonis.
Nahdhatu Ulama sebagai jam’iyyah diniyyah adalah wadah bagi para
ulama dan para pengikut-pengikutnya yang didirikan pada 16 Rajab/31 Januari
1926 dengan tujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan
mengamalkan ajaran islam yang berhaluan Ahlussunah Wal Jama’ah dan menganut
salah satu empat madzhab, masing-masing Imam Abu Hanifah An-Nu’man, Imam Malik
bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal, serta
untuk mempersatukan langkah para ulamadan pengikut-pengikutnya dalam melakukan
kegiatan-kegiatannya yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat,
kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat manusia.
Nahdhatul Ulama dengan demikian merupakan gerakan keagamaan yang
bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang
bertakwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berakhlaq mulia, tentram, adil dan
sejahtera.
Nahdhatul Ulama mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui
serangkaian ikhtiah yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan yang
membentuk kepribadian khas Nahdhatul Ulama. Inilah yang kemudian disebut
sebagai Khittah Nahdhatul Ulama.
v Pengertian Khittah Nahdhatul Ulama
a.
Khittah
Nahdhatul Ulama adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga
Nahdhatul Ulama yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun
organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
b.
Landasan
tersebut adalah faham islam ahlussunah wal jamaah yang diterapkan menurut
kondisi kemasyarakatan di Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun
kemasyarakatan.
c.
Khittah
Nahdhatul Ulama juga digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari
masa ke masa.
v Dasar-dasar Faham Keagamaan Nahdhatul Ulama
a.
Nahdhatul
Ulama mendasarkan faham keagamaannya kepada sumber ajaran islam : al-Qur’an,
as-Sunah, al-Ijma’, al-Qiyas.
b.
Dalam
memahami, menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya tersebut diatas, Nahdhatul
Ulama mengikuti faham ahlussunah wal jamaah dan menggunakan jalan pendekatan
(madzhab) :
1.
Di
bidang akidah, Nahdhatul Ulama mengikuti faham ahlussunah wal jamaah yang
dipelopori oleh Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi.
2.
Di
bidang fiqh, Nahdhatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (madzhab) salah satu
dari madzhab Abu Hanifah An-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin
Idris Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.
3.
Di
bidang tasawwuf mengikuti antara lain Imam Al-Junaid Al-Baghdadi, dan Imam
Al-Ghazali serta imam-imam yang lain.
c.
Nahdhatul
Ulama mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat
menyempurnakan segala kebaikanyang sudah dimiliki oleh manusia. Faham keagamaan
yang dianut oleh Nahdhatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai yang baik
yang sudah ada dan menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia seperti
suku maupun bangsa, dan tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut.
v Sikap Kemasyarakatan Nahdhatul Ulama
Dasar-dasar
pendirian faham keagamaan Nahdhatul Ulama tersebut menumbuhkan sikap
kemasyarakatan yang bercirikan pada :
a.
Sikap
Tawasuth dan I’tidal
Sikap
tengah yang berintikan pada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan
berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama. Nahdhatul Ulama
dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan
bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk
pendekatan yang bersikap tatharruf (ekstrim).
b.
Sikap
Tasamuh
Sikap
toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama
hal-hal yang bersifat furu’, atau menjadi masalah khilafiyah; serta dalam
masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
c.
Sikap
Tawazun
Sikap
seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan khidmah kepada Allah SWT., Khidmah
kepada sesama manusia, serta kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan
kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
d.
Amar
Makruf Nahi Mungkar
Selalu
memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan baik, berguna dan bermanfaat bagi
kehidupan bersama; serta menolak dan mencegah semua hal yang menjerumuskan dan
merendahkan nilai-nilai kehidupan.
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung. (Ali
Imran: 104)[2]
v Perilaku yang dibentuk oleh dasar keagamaan dan Sikap
kemasyarakatan Nahdhatul Ulama
Dasar-dasar
keagamaan (angka 3) dan sikap kemasyarakatan tersebut
(angka 4) membentuk perilaku warga Nahdhatul Ulama, baik dalam tingkah laku
perorangan maupun organisasi yang :
a.
Menjunjung
tinggi nilai-nilai maupun norma-norma ajaran islam.
b.
Mendahulukan
kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
c.
Menjunjung
tinggi sifat keikhlasan dalam berkhidmah dan berjuang.
d.
Menjunjung
tinggi persaudaraan (al-ukhuwwah), persatuan (al-ittihad), serta kasih
mengasihi.
e.
Meluhurkan
kemuliaan moral (al-akhlak al-karimah), serta menjunjung tinggi kejujuran
(as-sidqu), dalam berfikir, bersikap dan bertindak.
f.
Menjunjung
tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa dan negara.
g.
Menjunjung
tinggi nilai-nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada
Allah SWT.
h.
Menjunjung
tinggi ilmu pengetahuan serta ahli-ahlinya.
i.
Selalu
siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa manfaat bagi
kemashlahatan manusia.
j.
Menjunjung
tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu dan mempercepat perkembangan
masyarakat.
k.
Menjunjung
tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.[3]
Wajib Taqlid
Bagi Orang yang Tidak Mampu Ijtihad[4]
Menurut para ‘ulama, setiap orang
yang tidak mampu berihtihad wajib mengikuti pendapat para ulama ahli ijtihad.
Hal ini wajib dilakukan sekalipun mereka mampu mempelajari sejumlah ilmu yang
menjadi instrumen ijtihad. Dengan mengikuti salah seorang imam mujtahid, mereka
akan terbebas dari hukum taklif. Hal ini sesuai firman Allah SWT :
فَاسْأَلُوْا اَهْلَ الذِّكْرِإِنْ كُنْتُمْ لَا
تَعْلَمُوْنَ
Artinya : Maka
bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kalian tidak
mengetahui.(Q.S An-Nahl : 43)
Maka wajiblah bertanya
bagi orang yang tidak mengetahui, dan hal yang demikian ini disebut taqlid
kepada orang alim. Ayat diatas adalah umum bagi setiap orang, sehingga
perintahnya pun umum pula, yakni setiap hal belum diketahui.
Sesungguhnya orang awam
pada generasi sahabat dan tabi’in selalu meminta fatwa kepada para ulama (dari
kalangan sahabat) tentang permasalahn agama. Dan para ulama akan segera
merespon pertanyaan-pertanyaan tersebut tanpa harus menjelaskan secara detail
dalil-dalilnya.
Kondisi yang demikian
tidak pernah dilarang oleh para sahabat, sehingga terjadilah ijma’ bahwa orang
awam harus mengikuti para ulama. Karena pemahaman orang awam atas al-kitab dan
as-sunah tidak bisa dijadikan pijakanjika tidak mencocoki pemahaman para ulama.
Karena banyak juga para ahli bid’ah yang sesat mendasarkan pemahamannya
terhadap al-kitab dan as-sunah, tetapi mereka tidak mendapat kebenaran sama
sekali.
Orang awam tidak harus
selalu mengikuti madzhab tertentu pada tiap kondisi yang dia jalani. Seperti
orang yang mengikuti madzhab Syafi’i, tidak harus baginya mngikuti terus
menerus, tetapi diperbolehkan berpindah ke madzhab yang lain.
Orang awam yang tidak
memiliki kemampuan nalar, tidak pernah membaca kitab tentang cabang-cabang
masalah (fiqhiyah), maka pengakuan bermadzhabnya tidak bisa dijadikan dalil
(untuk ia menghukumi suatu masalah).
Telah ada yang
mengatakan bahwa : orang awam yang mengikuti suatu madzhabmaka wajib ia untuk
mengikutinya secara terus menerus, karena itulah cara yang benar. Dan bagi
orang yang taqliddibolehkan mengikuti madzhab yang lain. Seperti ia taqlid
kepada seorang imam yang lain dalam sholat ashar. Jika seorang bermadzhab
syafi’i mengira bahwa shalatnya sah dalam madzhab tersebut, lalu setelah shalat
ternyata tidak sah menurut madzhab imam Syafi’i, tetapi sah menurut imam yang
lain, maka dia boleh berpindah madzhabdan shalatnya tetap menjadi sah.[5]
1.
Tawashul Dan Istighotsah[6]
Tawasul adalah salah satu jalan dari berbagai jalan tadzarru’
kepada allah. Sedangkan Wasilah adalah setiap sesuatu yang dijadikan oleh Allah
sebagai sebab untuk mendekatkan diri kepadanya. Sebagaimana firmanya :
يَا ايها الذين امنوا اتّقوا الله وابتغو ا إليه الوسيلة وجاهدوا في
سبيله لعلّكم تفلحون
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah
jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya
kamu mendapatkan keberuntungan. (Q.S. Al-Maidah,35).
Adapun istighotsah
adalah meminta pertolongan kepada orang yang memilikinya, yang pada hakikatnya
adalah Allah semata. Akan tetapi allah membolehkan pula meminta pertolongan
(istighotsah) kepada para nabi dan para walinya.
Dalil-dali Tawasul Dan Istighotsah
Diperbolehkanya tawasul dan istighotsah ini oleh ulama salaf
tidaklah terjadi pertentangan. Karena dalam yawasul itu sendiri seseorang
bukanlah meminta kepada sesuatu yang dijadikan wasilah itu sendiri, akan tetapi
pada hakikatnya meminta kepada allah dengan barokahnya orang yang dekat kepada Allah, baik seorang nabi, wali maupun
orang-orang sholeh dan juga dengan amal sholeh.
واستعينوا با لصبر والصّلاة , و انّها لكبيرة الاّ على الخاشعين
Artinya :
Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang khusu’. (Q.S.
Al-Baqoroh : 45).
Dan nabi bersabda :
اللهم اسقنا غيثا مغيثا
Artinya :
Ya Allah berikanlah kepada kami hujan yang memberikan pertolongan.
(HR. Bukhori/967,968)
Dalil tentang kebolehan bertawasul dengan amal sholeh ini sangat
masyhur karena telah diriwayatkan oleh Imam al- Bukhori, Muslim dan Ahmad yaitu
hadist tentang tiga orang dari bani israil yang terjebak dalam goad an kemudian
bertawashul dengan amal sholehnya masing-masing agar selamat, ini adalah
penjelasan tentang tawasul dengan amal sholehnya.
Ebagaimana diperbolehkan
tawasul dengan amal sholeh, tawasul dengan orang-orang sholehpun diperbolehkan,
karena pada hakekatnya bukan orangnya yang dijadikan tawasul tetapi amalnya.
Sebab seseorang tidak dikatakan sholeh ketika tidak melakukan amalan-amalan
baik.
Berikut ini adalah
dali-dalil yang menjelaskan tentang kebolehan wasilah.
Dalil al-quran
Surat al-Maidah ayat 35
يا ايّها الذين امنوا اتّقوا الله وبتغوا إليه الوسيلة وجا هدوا في
سبيله لعلّكم تفلحون
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah
jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya
kamu mendapat keberuntungan.
2.
Dzikir Dengan Suara Nyaring
الذين يذّكرون الله قياما وقعودا وعلى جنو بهم
ويتفكّرون فى خلق السّما وات والارض ربّنا ما خلقت هذا با طلا سبحانك فقنا عذا ب
النّار
Artinya :
Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata) : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
(QS. Ali Imron : 191)
Dasar dari pendapat ulama’
a.
Imam Ibnu Al-Jauzi
Imam ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya “khuson
al-khosin” menjelaskan bahwa : “setiap dzikir yang disyariatkan, baik dalam
kategori wajib maupun sunnah, tidak akan diberi pahala kecuali telah diucapkan
minimal dapat didengar oleh dirinya sendiri.
b.
Syeh ibnu ‘athoillah as-sakandari
Syeh ibnu a’thoillah berpendapat dengan
dibolehkannya dzikir dengan suara keras ketika dalam kondisi bersama-sama.
c.
Imam abdul wahab as-sya’roni
Para ulama’ berijma’ atas wajibnya dzikir
dengan suara keras.
3.
Dzikir Bersama-Sama
Artinya :
Karena itu, ingatlah kamu kepadaku niscaya aku
ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepadaku, dan janganlah kamu
mengingkari (ni’mat)-ku
(QS. Al-Baqorah : 152)
Menurut pendapat para ulama’
a.
Imam Ibnu Abidin
Imam al-Alamah ibnu abidin dalam kitabnya
“hisyiah fi ma’rodi dzikrillah” berkata, bahwa dzikir berjama’ah itu lebih
besar pengaruhnya di hati daripada dzikir sendirian.
b.
Imam Abdul Wahab Sya’roni
c.
Imam abdul wahab sya’roni dalam kitabnya mengatakan bahwa
ulama’ salaf maupun ulama khalaf telah sepakat atas disunnahkanya dzikir
berjama’ah baik di masjid maupun di luarnya”.
4.
Tabaruk (Meminta Barokah)[7]
Istilah barokah mengandung makna yang
bermacam-macam, yaitu disesuaikan dengan penggunaan lafadz tersebut dalam
rangkaian sebuah kalimat. Barokah antara lain mengandung makna ziyadah dan
nama (pertambahan). Kedua arti lafadz tersebut mencakup sesuatu yang dapat
diraba (arab : hissi) dan yang tidak dapat diraba (arab : ma’nawi), artinya
berwujud nyata maupun tidak nyata secara bersamaan.
Barokah pada hakikatnya adalah sebuah rahasia
Allah dan pancara dari-Nya yang bisa diperoleh oleh siapa pun yang dikehendaki-Nya.
Seseorang bisa dikatakan mendapatkan barokah ketika ia mampu memperlihatkan
tanda-tanda berupa peningkatan kualitas amal kebaikan, karena barokah itu
sendiri adalah buah dari konsistensi dalam menjalankan amal sholeh.
Dalil –dalil tentang adanya barokah
Al-Qur’an Surat Shad ayat : 29
كتاب أنزلناه إليك مبارك ليدّبّروا اياته
وليتذكرر أولواالباب
Artinya :
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuhdengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.
تبارك اسم ربك ذي الجلال والإكرام
Artinya :
Maha Agung nama Tuhanmu yang mempunyai
kebesaran dan karunia.
5.
Ziarah Kubur
Kita telah diperintahkan untuk ziarah kubur ,
Rasulullah SAW dan para sahabat juga pernah ziarah kubur. Jadi tidak ada dasar
sama sekali untuk melarang ziarah kubur, karena kita semua tahu bahwa
Rasulullah pernah ziarah ke makam Baqi’ dan mengucapkan kata-kata yang
ditujukan kepada ahli kubur di makam Baqi’ tersebut.
Dalil tentang ziarah kubur
قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : نهيتكم عن زيارة القبور فزورها
Artinya :
Rasulullah SAW bersabda : dahulu aku telh
melarang kalian berziarah ke kubur. Namun
sekarang, berziarahlah kalian kesana. (HR.
Muslim)
Pendapat Para Ulama tentang Ziarang Kubur
a.
Imam Ahmad bin Hambal
Ibnu Qudamah dalam kitabnya “Al-Mughni”
menceritakan bahwa Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya pendapatnya tentang
masalah ziarah kubur, manakah yang lebih utama antara ziarah kubur atau
meninggalkannya. Beliau Imam Ahmad bin Hambal menjawab, bahwa ziarah kubur itu
lebih utama.
b.
Imam Nawawi
Imam Nawawi secara konsisten berpendapat
dengan hukum sunnahnya ziarah kubur. Imam Nawawi juga menjelaskan tentang
adanya ijma’ dari kalangan ashabus syafi’i (para pengikut Imam Syafi’i) tentang
sunnahnya ziarah kubur.
c.
Doktor Said Romadlon Al-Buthi
Doktor Said Romadlon Al-Buthi juga berpendapat
dengan pendapat yang memperbolehkan ziarah kubur. Al-Buthi berkata, “Belakangan
ini banyak dari kalangan umat islam yang mengingkari sampainya pahala kepada
mayit, dan menyepelekan permasalahan ziarah ke kubur.
6.
Maulid Nabi
Orang pertama yang menyelengarakan Maulid Nabi adalah Raja
Mudzofaruddin Abu Saidal-Kaukabari ibnu Zainuddin Ali bin Baktarin.
Pendapat para ulama’ tentang Maulid Nabi.
a.
Syeikh Taqiyudin Ibnu Taymiah
Beliau berkata: “mengagungkan maulid nabi adalah mengandung pahala
yang sangat agung, karena hal itu adalah wujud ta’dzim kepada Rasullulah.
b.
Imam jalaluddin as-suyuti
Beliau berkata : “perayaan maulid nabi adalah bid’ah hasanah. Orang
yang merayakanya diberi pahala olehnya”.
Imam Suyuthi juga
berkata : “Disunnahlan bagi kita untuk menampakkan rasa syukur atas lahirnya
rosullulah. Dan juga beliau berkata : tidak ada rumah atau masjid atau apa saja
yang dibacakan maulid didalamnya. Kecuali mendapatkan rahmat kepada dari Allah.
7.
Pujian-Pujian Sholawat Setelah Adzan[8]
Sesungguhnya
membaca sholawat kepada Nabi setelah adzan adalah sunnah hukumnya, dan tidak
ada perbedaan pendapat didalamnya. Hal ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan
Imam muslim dan Abu Daud, yaitu ketika kalian mendengarkan adzan maka jawablah,
kemudian setelah itu bacalah sholawat kepadaku.
Pendapat diatas
ini juga didukung oleh Imam Jalaludin as-Suyuti, ibnu Hajar al-Haitsami, syeikh
Zakariyah al-Ansyori, dan lain-lain.
Imam Ibnu Abidin
mengatakan, bahwa pendapat yang didukung oleh Madzab Syafi’I dan Hambali adalah
pendapat yang mengatakan sholawat setelah adzan adalah sunnah bagi orang yang
adzan dan pendengarnya.
1.
KH.AHMAD
DAHLAN (ahmad darwis) DAN MUAHAMMADIYAH[9]
Lahir
dari seorang bapak K.H. Abu Bakar (seorang Ketib Masjid Besar Kauman
Yogyakarta),dan ibu Siti Aminah, Muhammad Darwis (nama kecil Ahmad Dahlan)
tumbuh
dalam lingkungan kampung Kauman yang
religius.
Semangat belajarnya yang tinggi membuatnya
terus belajar dari satu guru ke guru
lainnya. Hingga, ketika ia
berkesempatan menunaikan ibadah haji untuk pertama
kalinya, ia juga menyempatkan diri
untuk menimba ilmu dari para syeikh di Makkah.
Pada 1889, tidak lama setelah
kepulangannya dari Makkah, Darwis yang telah berganti
nama menjadi Ahmad Dahlan pun
mempersunting Siti Walidah, sepupunya
sendiri, puteri keempat dari Kiai
Penghulu Muhammad Fadhil yang notabene saudara
Siti Aminah, ibunda Ahmad Dahlan.Tujuh
tahun kemudian, setelah K.H. Abu Bakar, sang ayah wafat, K.H. Ahmad Dahlan diangkat
sebagai Ketib Amin oleh Kraton, menggantikan ayahnya. Pada periode 1898-1910
merupakan masa-masa perjuangan K.H. Ahmad Dahlan yang penuh liku-liku. Sejak
menjadi Ketib Amin, Dahlan justru sering melakukan tindakan- tindakan yang saat
itu dianggap nyeleneh. Bermula sejak gagasannya untuk membenarkan arah kiblat
di Masjid Besar Kauman ditolak mentah-mentah, dicap Kiai kafir, hingga suraunya
yang dibakar, dan berbagai cobaan lain. Semua rintangan itu tak menyurutkan
semangat Dahlan untuk menghembuskan nafas pembaharuan. Maka dari permasalah itu
maka di buatlah sebuah gagasan yang di beri nama muhammadiyah yang bermula mula
berdiri di itu berdiri di Kampung Kauman
Yogyakarta. Yang di dirikan oleh kh ahmad dahlan atau ahmaad darwis yang deberi
nama perserikataan muhammadiyah, beliau mendirikan muhammadiyah dengan alasan Karena Beliau banyak
hubungannya dengan orang-orangterpelajar pada waktu itu. Beliau berkumpul dan
bergauldengan para pensiunan, pegawai, pelajar-pelajar, dan guruguruKweekschool
dan lain-lainnya. Beliau juga bergauldengan para pengurus Budi Utomo pada
waktu itu. Begitupula Almarhum kh ahamad dahalan juga menjadi salah seorang pengurus syariat
islam dan timbul banyak pertanyaan kenapa di namakan muhammadiyah maka beliau
menjelaskan kepada masyarakat di kauman Yogyakarta dengan lantang dan tegas
Muhammadiyah itu bahasa Arab. Berasal dari kata-kata“Muhammad” kemudian
mendapat tambahan kata “iyyah”.“iyyah” itu menurut tata bahasa
Arab (Nahwu) bernamaya’ nisby, artinya untuk menjeniskan. Jadi
Muhammadiyah berarti sejenis dari Muhammad. Tegasnya golongan-golongan yang
berkemauan mengikuti
Sunnah Nabi Muhammad
SAW. Oleh Almarhum dimaksudkan agar Muhammadiyah ini dapat menggerakkan Umat Islam
untuk mengikuti gerakgerik Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Baik soal-soal yang
berhubungan dengan kehidupan maupun soal-soal yang berhubungan dengan
peribadatan.
Berkembangnya muhammadiyah dari nol
sehingga ke pintu utama.
Tidak
ada yang sengaja berdiri di posisi berseberangan dengan tradisinya, kecuali ia
meyakini sebuah gagasan yang mampu membawa perubahan besar. Dakwah dan tajdid
yang menjadi karakter gerakan Muhammadiyah diilhami gagasan dan spirit
pelopornya, Kiai Haji Ahmad Dahlan, yang secara berani mendobrak kemapanan,
melampaui berbagai hadangan dan tentangan.[10]
2.
BERDIRINYA
CABANG, SEKOLAH, ORTOM DAN AMAL USAHA LAINNYA
Perkembangan
Muhammadiyah ternyata sangat cepat. Beberapa tahun setelah berdiri saja, telah berdiri
cabang-cabang Muhammadiyah. Di Srandakan, Wonosari, Imogiri, dan lain
sebagainya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi saat itu
Pemerintah Hindia Belanda tidak merestui perkembangan Muhammadiyah, karena
awalnya hanya diberikan izin untuk bergerak di daerah Yogyakarta saja– akhirnya
di luar Yogyakarta, cabang Muhammadiyah berdiri dengan nama lain. Sebut saja
Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Makassar, Ahmadiyah di Garut, dan
perkumpulan SATF (Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah) di Surakarta. Mulailah
berturut-turut, Muhammadiyah mendirikan sekolah. Di Karangkajen, Yogyakarta
pada 1913, di Lempuyangan tahun 1915, di Pasar Gede (Kota Gede) tahun1916, dan
seterusnya. Tahun 1918 didirikanlah sekolah bagi calon guru agama yang dinamakan
Qismul Arqa. Qismul Arqa ini yang kemudian kelak menjadi Madrasah
Mu’allimin dan Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, sekolah kader enam tahun
yang dikelola langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada 1915, majalah Soewara
Moehammadijah diterbitkan, menggunakan Bahasa dan huruf Jawa. Majalah
Soewara Moehammadijah dipimpin oleh Haji Fachrodin, dengan anggota redaksi: H.
Ahmad Dahlan, H.M. Hisyam, R.H. Djalil, M. Siradj, Soemodirdjo, Djojosugito dan
R.H. Hadjid. Dalam penerbitan edisi itu disebutkan pengelola administrasi: H.M.
Ma’roef dibantu Achsan B. Wadana, dengan alamat redaksi dan tata usaha di
Jagang Barat, Kauman, Yogyakarta. Terbitan tahun pertama dicetak di Percetakan
Pakualaman. Berikutnya pembentukan organisasi kaum perempuan Muhammadiyah,
yaitu ‘Aisyiyah. Perkumpulan Muhammadiyah Isteri ini kemudian menjadi
organisasi otonom khusus, ‘Aisyiyah diresmikan pada 27 Rajab 1335 H/19 Mei 1917
dalam perhelatan akbar yang meriah bertepatan dengan momen Isra Mi’raj Nabi
Muhammad. Sembilan perempuan terpilih sebagai sang pemula kepemimpinan
‘Aisyiyah. Mereka antara lain adalah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah,
Siti Busyro (putri KHA Dahlan), Siti Dawingah, dan Siti Badilah Zuber. Siti
Bariyah mendapatkan amanah sebagai ketua pertama aisyiah
3.
KEPEMIMPINAN
MUHAMMADIYAH 100 TAHUN
Sejak 1912 sampai 2017 persyarikatan
Muhammadiyah telah melakukan permusyawaratan pimpinan tingkat pusat/nasional
sebanyak 46 kali. Tahun 1912 sampai dengan 1925 dalam bentuk Rapat Tahunan yang
diselenggarakan setiap tahun (Rapat Tahunan ke 1 -14). Tahun 1926-1941 dengan
nama Kongres Tahunan (Kongres ke 15-30). Tahun 1944 (masa pendudukan Jepang)
permusyawaratan tersebut di diberi nama Muktamar Darurat. Tahun 1946
diselenggarakan Silaturahmi se-Jawa. Tahun 1950 diselenggarakan lagi
permusyawaratan nasional dengan nama Muktamar ke- 31. Sampai Muktamar ke-40
(1978) permusyawaratan ini diselenggarakan dalam selang waktu 3 tahunan. Baru
mulai Muktamar ke-41 (1985) sampai terakhir Muktamar 1 Abad (ke-46, tahun 2010)
muktamar diselenggarakan dalam selang waktu 5 tahun.
Berikut daftar ketua yang memimpin
Muhammadiyah dari masa ke masa :
No Nama Masa Jabatan
1 K.H. Ahmad Dahlan 1912-1923
2 K.H. Ibrahim 1923-1932
3 K.H. Hisyam 1932-1936
4 K.H. Mas Mansyur 1936-1942
5 Ki Bagus Hadikoesoemo 1942-1953
6 Buya AR Sutan Mansur 1953-1959
7 K.H. M. Yunus Anis 1959-1962
8 K.H. Ahmad Badawi 1962-1968
9 K.H. Faqih Usman 1968-1971
10 K.H. A.R. Fachruddin 1971-1990
11 K.H. Ahmad Azhar Basyir, MA.
1990-1995
12 Prof. Dr. H. Amien Rais 1995-1998
13 Prof. Dr. H. A. Syafi’I Ma’arif
1999-2005
14 Prof. Dr. H. Din Syamsuddin
2005-2015
15. Dr. haidar nasir MSi 2015-2019.
Di dalam ajaran organisasi
perserikatan islam muhammadiyah ada bebarapa ajaran yang dianngap sangat
penting terhadap kemajuan dan perkembangan muhammadiyah yaitu
1.
Pemurnian
ajaran Islam
Muhammadiyah,
yang dipelopori KHA Dahlan, datang dengan membawa spirit
pembaharuan, semangat pemurnian
ajaran Islam ke tengah masyarakat yang terbiasa dengan praktek-praktek takhayyul,
bid’ah, dan khurafat. Ketidakmurnian ajaran Islam yang dipahami oleh sebagian
umat Islam Indonesia pada waktu itu, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara
ajaran Islam dan tradisi lokal nusantara yang bermuatan faham animisme dan
dinamisme. Sehingga dalamprakteknya umat Islam Indonesia memperlihatkan hal-hal
yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran Islam, terutama yang berhubungan
dengan prinsip akidah Islam yang menolak segala bentuk kemusyrikan, taklid,
bid’ah, dan khurafat.
2.
Ijtihad
Ijtihad
adalah pencurahan segenap kemampuan untuk menggali dan merumuskanajaran Islam
baik dalam bidang hukum, filsafat, tasawuf, maupun disiplin ilmu lainnya
berdasarkan wahyu dengan pendekatan tertentu. Majelis Tarjih merupakan lembaga
khusus yang membidangi masalah agama yang terdiri dari para ulama Muhammadiyah
yang berkompeten di dalam melakukan ijtihad, guna menghadapi berbagai persoalan
yang muncul di tengah- tengah masyarakat. Majelis Tarjih menerima ijtihad,
termasuk qiyas, sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya
secara tegas. Majelis Tarjih tidak mengikatkan diri kepada suatu mazhab, tetapi
pendapat-pendapat mazhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan
hukum sepanjang sesuai dengan Al- Qur’an dan as-Sunnah atau dasar-dasar lain
yang kuat.
3.
Modernisasi
Pendidikan
Muhammadiyah
dipandang memiliki empat peran penting, yakni; sebagai agengerakan pembaruan;
agen perubahan sosial; kekuatan sosial politik; dan sebagai gerakan “membendung
secara aktif” misi-misi Kristenisasi di Indonesia. Dalam wilayah gerakan
sosial, Muhammadiyah telah melakukan proses-proses pencerahan, perubahan dan
pengembangan masyarakat melalui jalan modernisasi. Maksudnya, modernisasi dalam
masyarakat muslim Indonesia sebagai sebuah model untuk melihat fenomena-fenomena
yang terjadi di nusantara. Dengan modernisasi ini, Muhammadiyah telah meningkatkan
harkat dan martabat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang modern.
Muhammadiyah dapat dikatakan menjadi salah
satu pelopor gerakan emansipasiperempuan di Indonesia. K.H. Ahmad Dahlan sangat
menaruh perhatian terhadap pendidikan para gadis di kampung Kauman, baik
pendidikan agama maupun ilmu umum. Pada 1913, tiga orang wanita dari Kauman,
Yogyakarta masuk ke sekolah umum Neutraal Meisjes School (kini Sekolah Dasar
Negeri Ngupasan) atas dorongan Kiai Dahlan. Mereka adalah Siti Bariyah (puteri
H. Hasyim Ismail), Siti Wadingah, dan Siti Dawimah (kemenakan H. Fakhrudin). Beberapa
wanita yang mendapatkan didikan langsung dari Kiai Dahlan, di antaranya adalah
ketiga gadis yang masuk Neutraal Meisjes School yakni Siti Bariyah, Siti Wadingah,
Siti Dawimah, selain itu puteri Dahlan sendiri, Siti Busyro, Siti Dalalah, dan
Siti Badilah Zuber. Dari murid-murid Ahmad Dahlan ini, baik yang dididik di Madrasah
Diniyah, anggota kursus agama, dan murid-murid Neutraal Meisjes School,
terbentuklah kelompok pengajian yang diberi nama Sapa Tresna. Sapa Tresna
inilah cikal bakal dari organisasi Sebab model-model tradisional yang pernah
menjadi bagian kehidupan bangsa ini, perlahan-lahan berubah. Modernisasi
Muhammadiyah sebenarnya yang paling terang dapat dilihat dari model- model
pendidikan yang dikembangkan Muhammadiyah sejak awalnya. Model pendidikan
Muhammadiyah, sebenarnya merupakan model pendidikan ala Barat Kristen yang
diadopsi untuk kemudian disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Modernisasi
Muhammadiyah juga terlihat dalam bentuk pembangunan rumah sakit dan panti
asuhan, yang merupakan karakteristik pelayanan sosial yang dilakukan oleh Barat
Kristen dalam melakukan pelayanan gerejawi.
4.
Beramal
ilmiah, berilmu amaliah
Cerita
terkenal tentang pengajaran surat Al-Maun oleh Kiai Dahlan kepada murid
muridnya menjadi landasan kuat akan berkembangnya prinsip “Beramal
ilmiah,berilmu amaliah” dalam menjalankan gerak persyarikatan Muhammadiyah.
Tidakcukup hanya dengan mengaji dan mengkaji saja terhadap ajaran agama Islam,
namun harus melakukan tindakan nyata di lapangan. Harus beramal nyata. Beramal
yang dilandasi ilmu dan ilmu yang
mesti diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Sadar
akan pentingnya politik tanpa harus terlibat politik praktis
Ada
lima poin penting yang dapat diambil dari perjalanan K.H. Mas Mansur (KetuaPP
Muhammadiyah 1936-1942) dalam berkiprah di dunia politik
.
a. Politik itu urusan penting,
tetapi tidak masuk ke dalam urusan Muhammadiyah
b. Jika orang Muhammadiyah mau
mengurusi politik, maka ia harus bergerak di luar Muhammadiyah.
c. Muhammadiyah tidak boleh
digunakan untuk kepentingan politik
d. Bagi yang bergerak di luar
Muhammadiyah, harus menyelaraskan langkahnya
dengan Muhammadiyah
e. Harus ada kerjasama antarkelompok
umat Islam.
Prinsip-prinsip itu juga tercermin
jelas berpuluh tahun kemudian, saat M. Amien Rais, Ketua Umum PP Muhammadiyah
(1995-2000) meletakkan jabatannya di tahun
1998 karena panggilan sejarah untuk
mendirikan partai politik sebagai wujud pengabdiannya kepada negeri setelah
memimpin gerakan reformasi Mei 1998. Salah satu faktor keberhasilan
Muhammadiyah dalam menjalankan misinya adalah kemampuannya memelihara jarak
dengan negara, kekuasaan, dan politik sehari-hari.
Muhammadiyah dalam banyak perjalanan
sejarahnya cenderung melakukan political disengagement, menghindarkan diri dari
keterlibatan langsung dalam politik. Hasilnya, Muhammadiyah dapat memelihara
karakternya sebagai organisasi civil society.
Ada beberapa macam politik di
muhammadiyah :
Politik Santri
Merupakan
politik yang diorganisir oleh sekelompok santri (Islam) baik melalui jalur
politik (Islam politik) atau jalur kultural (Islam kultural).59 Islam kultural
juga disebut Islam etis.
Politik Praktis
Dalam
khittahnya, MD mengatakan tidak berpolitik praktis. Karena itulah definisi di
sini menjadi bermakna bahwa politik praktis yang dimaksud adalah bahwa MD tidak
mempunyai partai politik dan tidak ada hubungan organisatoris dengan partai
politik mana pun (menjaga jarak yang sama dengan partai politik). Tidak
‘berpolitik praktis’ atau tidak ‘berafiliasi politik’ dalam MD bukan berarti
tidak mau tahu atau bungkam, buta dengan persoalan politik.
Pemilu (Pemilihan
Umum)
Pemilihan
umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana
diamanatkan dalam UUD Tahun 1945; adapun pelaksanaan pemilu diselenggarakan
dengan melibatkan partisipasi rakyat seluas-luasnya dan berdasarkan atas asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.60 Pemilu yang dijadikan setting
adalah pemilu 2009 yang mencakup pemilu legislatif (5 April 2009) dan
presiden-wakil
6.
Gerakan
Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Muhammadiyah
adalah Gerakan Islam Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, denganmaksud dan tujuan
menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut
seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat
dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam
kehidupan perseorangan maupun kolektif.
7.
Dakwah
Kuktural
Salah
satu kekhasan gerakan dakwah Muhammadiyah adalah dakwah kultural.Hakekatnya
adalah berkomunikasi dengan bahasa kaumnya. Dakwah kultural bukan berarti harus
kompromi terhadap adat istiadat atau budaya yang menyimpang dari ajaran Islam,
tetapi lebih dipahami sebagai menyesuaikan dalam cara penyampaian dakwah agar mudah
diterima oleh masyarakat. Dakwah kultural yang dipahami oleh Muhammadiyah
adalah upaya menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi kehidupan
dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya
secara luas dalam rangka mewujudkan tujuan Muhammadiyah, yakni Masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya. Fokus dakwah kultural terletak pada penyadaran iman
sehingga ummat manusia bersedia menerima dan memenuhi seluruh ajaran Islam
meliputi akidah, akhlak, ibadah dan muammalah dengan memperhatikan tahapan
perubahan social berdasarkan keragaman sosial, ekonomi, budaya dan politik
suatu masyarakat hingga akhirnya tahapan ideal masyarakat Islami dapai dicapai.[11]
penutup.
Dari sekian banyak
sejarah dan implementasi yang deberikan dan si tuangkan oleh 2 organisasi islam
yang berkembang besar dan tumbuh pesat di dindonesia yaitu NAHDHOTUL ULMA’ DAN
MUHAMMADIYAH merupakan sebuah perjuangan yang tidak bisa di ukur dengan uang karena
begitu besarnya sebuah tuangan ilmunya sehingga menjadi garda terdepan bagi
bangsa atau sebuah tameng bangsa ini dari gangguang ganguan polotik maupun
akidah yang tidak berhaluan islam ahlussunnah wal jamaah. Maka dari itu
berlomba lombalah dalam kebaikan sehingga menjadi islam yang kuat islam yang
ramah tamah islam yang rahmatal lil alamin. Mohon maaf apabila karya tulis kami
masih jauh dari kesempurnaan wabillaahi taufiq wal hidayah wassalamualaikum.
Daftar pustaka
1.Ngabdurrohman al jawi risalah
ahlussunuah wal jamaah di terbitkan oleh LTM PBNU dan Pesantren Ciganjur.
2. amalan dan ajaran NU
3. M.Raihan dkk. 100 tahun
muhammadiyah menyinari negeri di terbitkan oleh dewan pusat muhammadiyah
4.k.h ar fachruddin mengenal dan
menjadi muhammadiyah di terbitkan oleh UMM malang, 2005.
5.prof. quraisy syihab logika
berfikir di terbitkan oleh lentera hati 2005.
6. nur sayyid santoso Kristeva, MA. Sejarah
teologi islam dan akar pemikiran ahlussunah wal jamaah di terbitkan oleh pustaka
pelajar Yogyakarta 2012
7. ahmad muhibbin zuhri pemikiran kh.
Hasyim asy ari tentang islam ahlussunah wal jamaah di terbitkan oleh
khalista Surabaya 2010
8. Dr. munawwar fuad nuh kiai di
panggung pemilu dari kiai khost sampai kiai cost di terbitkan oleh ranebook
Jakarta barat 2014.
9. idrus ramli buku pintar
berdebat dengan wahabi di terbitkan oleh bina aswaja 2010.
10. suheri.M.Pd.i tafsir dari toeritik ke aplikatif di
terbitkan oleh man bondowoso press
11. H. Moh Najih Maimon ahlussunnah
wal jamaah aqidah syariah dan amaliyah kitab al munawwar.
Catatan:
1.
Makalah ini sangat jauh dari yang diharapkan.
2.
Makalah ini tidak sesuai dengan format yang dijadikan acuan.
3.
Penulisan footnote salah.
4.
Rujukan sangat minimalis.
5.
Seharusnya dalam karya ilmiah, penulisan gelar (Prof. Dr., Ustadz dll) dihilangkan.
6.
Fokus penting dalam pembahasan, yakni Islam nusantara dan Islam berkemajuan
tidak diterangkan.
[1]Sejarah teologi islam dan akar
pemikiran ahlussunnah wal jamaah hlm, 197-200
[2]Tafsir toritik ke aplikatif hlm. 136
[3]Ibid, hlm, 112-118
[4]Risalah ahlussunnah wal jamaah hal,
28-29
[5]Ibid hlm, 28-30
[6]Amaliayah dan amalan nu hlm, 3
[7]Buku pintar berdebat dengan wahabi
4.
[8]Ibid hlm, 43
[9]100 tahun muhammadiyah menyinari
negeri, 1
[10]Ibid xiv
Tidak ada komentar:
Posting Komentar