Selasa, 25 April 2017

Pembaharuan Islam di Indonesia (PBA B Semester Genap 2016/2017)




PEMBARUAN ISLAM DI INDONESIA

Ahmad Fibrian Nurul Ahadi, Rizka Ridho Utami, Evi Khoirun Nisa’, Nadia Eka Nur Humaidah
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Angkatan 2016
e-mail: ahmad.fibrian99@gmail.com
Abstract
This paper on the bunk in a systematic confiragution in fulfilling our task history of Islamic civilization. Islam Succeeded in Rosulluloh saw the Golden Summit of islam so that Since the death of the Islamic prophet Muhammad was split asunder so some of the same group the same based on the qur'an and the Hadith, as well as the use of reason as human reason in carred so there is a different movement and thinking to appreciate with fellow Islamic symbol, "rahmatal islam lil alamin" islam that appreciate ethnic culture, Islamic love affection of fellow beings God omniscient. Most of the Islamic creed flow after brokend out in the range firqoh one of them namely AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH are in accordance with the qur'an and the Hadith, as well as to leave no reasonable, which is made by Sheikh abu hasan ash'ari and al maturidi well from where islam began to develop into one of the various countries in Indonesia and rapidly growing especially in Java from this position came an Islamic organization which was in Indonesia, namely organization of NU (Nahdhatul Ulama) that are founded by HADRATUSSYEKH KH HASYIM Ash'ari and the second is from the Organization MUHAMMADIYAH who in perkasai by a character named KH. AHMAD DAHLAN (Ahmad Darwis) are the result of thought in an Islamic pendangan in accordance with the times and not leave that terdahulunya houses. Both came from a variety of thought-provoking new movement that not much different because sesame one madhhab one guideline to the qur'an and the Hadith, as well as the words of sahabat.

Abstrak
Makalah ini disusun dalam bentuk yang sistematis dalam menunaikan tugas sejarah peradaban islam. Islam Berjaya dimasa rasullulah saw sehingga puncak keemasan islam Semenjak wafatnya nabi Muhammad saw islam terpecah belah jadi beberapa golongan yang sama-sama berlandaskan al qur’an dan hadist serta menggunakan akal sebagai nalar manusia dalam berakidah, sehingga timbullah gerakan danpemikiran yang berbeda- beda untuk menghargai sesama islamnya dengan simbol “islam rahmatal lil alamin” islam yang menghargai etnis budaya, islam cinta kasih sayang sesama makhluk tuhan yang maha mengetahui. Kebanyakan aliran akidah islam setelah terpecah pecah dalam  barbagai  firqoh  salah satunya yaitu AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH  yang sesuai dengan al qur’an dan hadist serta tidak meninggalkan akal, yang dibuat oleh syekh abu hasan al asy’ari dan maturidi. Nah, dari sinilah islam mulai berkembang ke berbagai negara salah satunya di Indonesia dan berkembang pesat terutama di pulau jawa. Dari posisi  ini,  muncullah sebuah organisasi islam yang berada di indonesia  yaitu dari organisasi NU (Nahdhatul Ulama) yang didirikan oleh HADRATUSSYEKH KH HASYIM ASY’ARI dan dari organisasi yang kedua adalah  MUHAMMADIYAH yang diperkasai oleh tokoh yang bernama KH.AHMAD DAHLAN (Ahmad Darwis) merupakan hasil pemikiran dalam suatu pandangan islam yang sesuai dengan zaman dan tidak meninggalkan ajaran yang terdahulunya berada. Dari keduanya muncullah berbagai gerakan dan pemikiran baru yang tidak jauh berbeda karena sesama satu madzhab satu pedoman al qur’an dan hadist serta perkataan sahabat.
Keywords: Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Gerakan, Pemikiran

A.  Pendahuluan
Lahirnya pemikiran modern diawal  abad ke-20 tidak dapat dilepaskan dari situasi sosial, politik dan keagamaan yang umumnya dihadapi umat Islam saat itu. Pemikiran-pemikiran yang dicetuskan mencoba untuk menjawab tantangan yang dihadapi sesuai dengan kemampuan para tokoh dan pemikir membaca dan memahami situasi yang ada.[1]Dari sini muncullah organisasi masyarakat Islam yang ada di Indonesia, dan yang paling besar pengaruhnya adalah Organisasi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
KH.Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang berlambang matahari, sedangkan KH.Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama yang berlambang bumi dan bintang.[2]Muhammadiyah banyak dijiwai oleh semangat Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 104, yang artinya “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. sedangkan Nahdlatul Ulama, dijiwai oleh semangat Surah Ali Imran ayat 103, yang artinya “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai berai dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.
Ide-ide reformasi Islam Muhammad Abduh yakni gerakan pembaharuan pemikiran Islam telah  menarik perhatian santri-santri Indonesia yang sedang belajar di Makkah, tidak terkecuali KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. Ada 4 ide besar Abduh terhadap reformasi Islam, yaitu pemurnian kembali Islam dari pengaruh dan praktik keagamaan yang sebenarnya bukan dari Islam, reformasi pendidikan Islam, perumusan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan kehidupan modern, dan mempertahankan Islam dari serangan pemikiran orientalisme Barat. Untuk mencapai tujuannya itu, Abduh melancarkan ide agar umat Islam melepaskan diri dari keterikatan mereka pada pola pikiran para madzhab yang dianggap telah melemahkan umat Islam untuk berpikir kreatif dan dinamis.Ide-ide reformasi Abduh itu kemudian dikembangkan oleh beberapa santri ketika pulang ke Indonesia. Salah satu diantaranya adalah KH. Ahmad Dahlan, yang kemudian mendirikan Muhammadiyah. Hal ini berbeda dengan KH. Hasyim Asy’ari yang sebenarnya juga menerima ide-ide Abduh tersebut, tetapi menolak untuk melepaskan diri dari keterikatan madzhab, karena tidak mungkin memahami ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Hadits tanpa mempelajari pendapat-pendapat para ulama besar yang tergabung dalam sistem madzhab.[3]
Dalam tahap perkembangannya, pemikiran besar kedua tokoh ini mengalami benturan di bawah antara golongan yang nonmadzhab (kelompok modernis) dan golongan yang bermadzhab, yang diwakili kalangan pesantren (kelompok tradisional).Pada akhirnya, kelompok yang kedua membentuk Komite Hijaz, yang dipelopori KH.Abdullah Wahab Chasbullah untuk menyampaikan aspirasinya kepada penguasa Arab Saudi.Selanjutnya, komite ini menjelma menjadi wadah organisasi sosial keagamaan, yaitu Nahdlatul Ulama, untuk mempertahankan sistem madzhab dan praktik keagamaan yang dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam.
Melalui kedua ulama besar ini, kita dapat belajar tentang psikologi umat yang telah mampu mereka kembangkan dalam cara pandang  mempertahankan eksistensi umat Islam di Indonesia dan kemampuan adaptasi dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, perbedaan pendapat dalam masalah furu’iyah tentu saja harus dipahami sebagai kekayaan khazanah keilmuan Islam, bukan sebagai pemecah belah keutuhan umat Islam.[4]Maka dalam makalahini penulis akan menjelaskan tentang gerakan dan pemikiran Ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdahtul Ulama dan Muhammadiyah.
B.  Sejarah Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama, disingkat NU, artinya kebangkitan ulama. Sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama pada tanggal 31 Januari 1926/16 Rajab1344 H di Surabaya.NU adalah sebuah organisasi Islam terbesar yg diprakarsai oleh para ulama tradisionalis yang bertujuan untuk melestarikan tradisi-tradisi Islam yang sudah ada.
Latar belakang berdirinya NU berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia islam kala itu. Pada tahun 1924, Syarif Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi.Tersebarlah berita penguasa baru itu akan melarang semua bentuk amaliyahkeagamaan ala kaum Sunni,  yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di Tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Tidak hanyaitu, Raja Ibnu Saud juga ingin melebarkan pengaruhkekuasaannya ke seluruh dunia islam. Dengan dalih demi kejayaan di Turki pasca runtuhnya Daulah Usmaniyah. Untuk itu dia berencana menggelar  Muktamar Khilafah di Kota Suci Makkah, sebagai penerus khilafah yang terputus itu.
Seluruh negara islam akan diundang untuk menghadiri muktamar tersebut, termasuk Indonesia. Awalnya, utusan yang direkomendasikan adalah HOS Cokroaminoto (SI), K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah) dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah (pesantren).Namun rupanya ada permainan licik antara kelompok yang mengusung para calon utusan Indonesia.Dengan alasan Kiai Wahab tidak mewakili organisasi resmi, maka namanya dicoret dari daftar calon utusan.
Peristiwa itu menyadarkan para ulama pengasuh pesantren akan pentingnya sebuah organisasi. sekaligus menyisakan sakit hati yang mendalam, karena tidak ada lagi yang bisa dititipi sikap kebenaran akan rencana Raja Ibnu Saud yang akan mengubah model beragama di Makkah. Para ulama pesantren sangat tidak bisa menerima kebijakan raja yang anti kebebasan bermadzhab, anti maulid Nabi, anti ziarah makam, dan lain sebagainya.Bahkan terdengar berita makam Nabi Muhammad SAW pun berencana digusur.
Bagi para Kyai pesantren, pembaharuan adalah suatu keharusan. K.H. Hasyim Asy’ari juga tidak mempersoalkan dan bisa menerima gagasan para kaum modernis untuk menghimbau umat Islam kembali pada ajaran Islam ‘murni’. Namun Kiai Hasyim tidak bisa menerima pemikiran mereka yang meminta umat Islam melepaskan diri dari sistem bermadzhab.
Di samping itu, karena ide pembaharuan dilakukan dengan cara melecehkan, merendahkan, dan membodoh-bodohkan, maka para ulama pesantren menolaknya. Bagi mereka, pembaharuan tetap dibutuhkan, namun tidak dengan meninggalkan khazanah keilmuan yang sudah ada dan masih relevan.Karena latar belakang yang mendesak itulah akhirnya Jam’iyah Nahdlatul Ulama didirikan.[5]
C.  Gerakan dan Pemikiran Nahdlatul Ulama
NU adalah gerakan islam tradisionalis yang awal perkembangannya hanyalah sebuah organisasi sosial keagamaan yang berkiprah di dunia pesantren, kemudian merambah pada dunia politik dan akhirnya kembali lagi pada khittah (semangat) NU 1926.
a)   Pergerakan NU melalui Pondok Pesantren dan Masjid-masjid.
1.    Organisasi sosial keagamaan
Pada awalnya organisasi ini dibentuk karena adanya kaum modernis islam yang mendesak kaum tradisionalis untuk membentuk gerakan tandingan bagi kaum modernis.
NU sebuah gerakan yang berkeinginan tetap mempertahankan tradisi-tradisi ulama dan mengukuhkan syariat Islam.Para kaum NU mendapatkan simpati dikalangan pedesaan terutama di Jawa.Gerakan sosial keagamaan NU ini berkembang melalui pondok pesantren dan juga masjid-masjid.NU melakukan kegiatan pendidikan Islam yang diterapkan melalui pondok pesantren cenderung tidak mengikuti modernitas. Mereka tetap mempertahankan apa yang diajarkan oleh para Ulama dan mewariskannya dari generasi ke generasi. Sebagai contoh satu kegiatan yang tetap bertahan hingga kini adalah Bahtsul Masa’il.
Di dalam pesantren kaum NU mengembangkan pemikiran Ahlus Sunnah wal Jama’ah.Kurikulum yang ada di pesantren-pesantren NU tak searah dengan terorisme.Dalam pesantren diajarkan kitab-kitab kuning tentang syariah, fiqih, dakwah, dan tasawuf.[6]
2.    Aspirasi NU dalam dunia Politik
Pada mulanya NU yang hanya berkiprah dalam urusan agama dan kepesantrenan mulai ikut andil dalam dunia politik.Hal ini ditandai dengan munculnya partai politik yang berdasarkan dorongan Nahdlatul Ulama.Pada tahun 1973, pemerintah orde baru menerbitkan partai-partai peserta pemilu 1971, disederhanakan menjadi dua partai PDI dan PPP, partai NU tidak diakui lagi dan diharuskan melebur kedalam PPP.Sedangkan golongan karya (Golkar), tidak diakui sebagai partai, tetapi diperbolehkan sebagai salah satu kontestan pemilu.
Pada masa ini para tokoh NU dibersihkan dari pemerintahan bahkan menteri agama yang sejak awal menjadi langganan tetap NU pun diberikan pada orang lain. Para tokoh NU juga dikikis habis dari berbagai jabatan di pemerintahan.Hanya dua orang yang diberi posisi penting.Yaitu K.H. maskur sebagai ketua MPR-DPR RI (1977-1983) dan DR. K.H. Idham Chalid sebagai ketua dewan pertimbangan agung.[7]
3.    Kembali kepada khittah NU 1926
Dalam kancah politik maupun pemerintahan, para tokoh NU benar-benar dipinggirkan oleh pemerintah orde baru yang didukung penuh oleh TNI dan Polri.Dalam dua kali pemilu banyak tokoh NU yang masuk penjara dengan aneka macam tuduhan, selain itu juga banyak cabang NU beserta badan organisasi otonomnya berada di daerah yang tidak aktif, dan pengurusnya ketakutan.[8] . Persoalan kian tambah rumit dan serius ketika NU mengalami konflik dalam tubuh PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dimasa itu.Sehingga muncul desakan agar NU keluar dari PPP, mundur dari gelanggang politik serta mengonsentrasikan dirinya sebagai jami’ah ad-diniyyah al-ijtima’iyyah (organisasi agama dan kemasyarakatan).Dari sinilah kemudian muncul ide “Kembali ke Khittah 1926”.[9]
Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berpikir, bersikap, dan bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku  perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap pengambilan keputusan. Landasan tersebut adalah faham Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.[10]dalam kembalinya NU ke khittah 1926 NU memulai gerakan-gerakan baru seperti membenahi sekolah-sekolah, dan rumah sakit yang telah lama terabaikan. Pengajian-pengajian mulai masuk ke unit pemerintahan.Hubungan kepada pemerintahan yang telah lama terputus kini dirajutkembali sedikit demi sedikit.Selain itu juga menghidupkan cabang ranting yang telah lama mati.[11] Disisi lain nama NU semakin terkenal di luar negeri. Beberapa kali ketua PBNU K.H Abdurrahman Wahid mendapatkan penghargaan bahkan pertama kalinya ketuaPBNU menjadi salah satu presiden agama-agama di dunia.[12]
4.    Orde reformasi politik
Setelah jatuhnya jabatan presiden Soeharto, dibukalah orde baru yaitu reformasi politik.NU kembali kekancah politik praktis.PBNU memfasilitasi berdirinya partai kebangkitan bangsa (PKB) pada 23 Juli 1998.Dan pada masa ini adalah pertama kalinya ketua umum PBNU K.H Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden republik Indonesia.Naiknya K.H Abdurrahman Wahid menjadi presiden RI membawa dampak yang bagus bagi NU.Banyak tokoh NU yang semula dipinggirkan kembali lagi ke pemerintahan.[13]
5.    Khittah Solo 2004
Pada Tahun 2003 K.H Abdurrahman Wahid dijatuhkan lewat impeachment DPR, dan itu sangat berdampak pada NU dan PKB.Posisi Nu terasagoyang dimana-mana.Dan posisi PKB pun semakin buruk bahkan akhirnya partai itu menjaditerpecah belah.Oleh karena itu, lewat muktamar NU yang ke-31 di Donohudan, Solo pada 2004 NU meneguhkan kembali jati dirinya untuk keluar dari politik praktis dan kembali ke jalan khittah.[14]Perjuangan NU lebih difokuskan pada peningkatan kualitas NU dan dakwah.Sementara dalam politik NU sangat menjaga jarak.
Pada masa ini NU semakin dikenal diluar negeri.Bahkan telah membuka pengurus cabang istimewa (PCI) di beberapa Negara. Amerika, Australia, inggris, jepang, Saudi Arabia, mesir, dan sebagainya. Dan sedikit demi sedikit para mahasiswa NU dikirim untuk belajar ke luar negeri.
Pada tahun 2004 NU memprakarsai berdirinya International Conference of Islamic Schoolars (ICIS, konferensi internasionalcendekiawan islam) di Jakarta.  ICIS adalah sebuah organisasi islam yang beranggotakan ulama-ulama moderat se-Indonesia. Lewat ICIS itu nama NU semakin terkenal di pentas dunia sebagai pelopor gerakan islam Moderat, hingga sekarang.
b)   Pemikiran NU menganut paham Ahlussunah wal Jama’ah berdasarkan pada Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
1.    Ahlussunah wal Jama’ah
Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam yg tradisionalis tidak hanya berpacu pada Al-Qur’an dan Sunah saja melainkan warga NU juga berpacu pada Ijma’ (kesepakatan Ulama) dan Qiyas (analogi/perbandingan).Seiring perkembangan zaman masalah-masalah yang muncul semakin banyak dan beragam.Oleh karena itu, tidak cukup jika hanya menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah, warga NU menggunakan Ijma’ dan Qiyas yang tetap didasarkan pada sumber hukum Islam yang utama.
Hal ini adalah sebagai perbedaan antara NU dan kaum modernitas yang hanya berpacu pada al-Qur’an dan Sunah.Kaum modernitas yang beranggapan bahwa hanya menggunakan sumber hukum Islam utama adalah sebuah pemurnian, dengan mengesampingkan munculnya masalah yang semakin banyak dan beragam yang tidak semuanya dibahas dalam al-Qur’an.
2.    Kewajiban bermadzhab
Selain itu, warga NU juga menganut ajaran bermadzhab dari salah satu Imam Madzhab diantaranya yaitu: Madzab Imam Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’I, dan Imam Ahmad bin Hanbal.[15]NU berkeyakinan bahwa sebagai orang awam maka wajib taklid (bermadzhab) pada orang alim yang lebih mengetahui dibandingkan mereka.Sebagaimana dijelaskan dalam firman Alloh SWT.Surat al-Anbiyaa ayat 7
فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَاتَعْلَمُوْنَ (الأنبياء: 7)
اِحْتِيَاطًا فِيْ أَخْذِ الدِّيْنِ فَلَا يَأْخُذُ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِ.
“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiiada mengetahui” (al-Alnbiyaa 7).
Berhati-hatilah dalam mengambil (sumber) agama, jangan mengambil dari yang bukan ahlinya.[16]
Dalam bidang Tasawuf mengikuti Imam Junaid Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali, serta imam-imam lain.[17]
c)    Pendekatan Kemasyarakatan
Pendekatan kemasyarakatan NU dikategorikan menjadi beberapa bagian:
a.    Tawasuth dan I’tidal, yaitu sikap moderat yang berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha menghindari segala bentuk pendekatan.[18] Inti prinsip hidupnya yaitu menjunjung tinggi kewajiban untuk berlaku adil dan benar ditengah masyarakat.[19]
b.    Tasamuh, yaitu sikap toleran yang berintikan penghargaan terhadap perbedaan pandangan dan kemajemukan identitas budaya masyarakat.[20]
c.    Tawazun, yaitu sikap seimbang dalam berkhidmat demi terciptanya keserasian hubungan antara sesama umat manusia dan antara manusia dengan Allah. Dengan tujuan untuk menyelaraskan kepentingan-kepentingan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.[21]
d.   Amar ma’ruf nahi munkar, untuk selalu peka mendorong perbuatan baik, berguna dan menguntungkan bagi masyarakat, dan menolak serta mencegah semua hal yang menyebabkan kemerosotan nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai ini secara wajar menyebabkan sikap yang moderat. Dari sini ternyata bahwa bagi NU kewajiban-kewajiban “untuk patuh kepada pemerintahan juga merupakan suatu kewajiban.[22]
v  Islam Nusantara
“Islam Nusantara” yang menjadi tema utama Muktamar NU ke-33 di Jombang pada 1-5 Agustus 2015 menuai debat publik yang ramai. Bagi kalangan NU, Islam bukanlah sekte atau aliran baru, dan tidak dimaksudkan untuk mengubah doktrin Islam.Mereka mengartikan Islam Nusantara sebagai keislaman yang toleran, damai, dan akomodatif terhadap budaya Nusantara.[23]
Islam Nusantara adalah cara muslim yang hidup di Nusantara di era sekarang ini dalam menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh, bukan hanya dalam wilayah ubudiyyah tapi juga mu’amalah dan awa’id. Dalam domain ubudiyyah, aturannya bersifat permanen (al-tsawabit), tak memberi tempat bagi inovasi. Sedang dalam wilayah mu’amalah dan awa’id, aturannya bersifat fleksibel dan dinamis (al-mutaghayyirat), seiring dengan dinamika perubahan ruang dan waktu, dengan tetap berporos pada kemaslahatan.Mereka menghargai konteks lokal dan semangat zaman untuk memastikan bahwa maslahat sebagai tujuan syariah betul-betul membumi.[24]
Sebagai ideologi, Islam Nusantara ialah islam yang telah didialogkan dengan budaya Nusantara; sehingga IslamNusantara berarti Islam yang Nusantarawi.   Penjelasan lain yang lebih mengerucut islam Nusantara adalah islam yang telah di dialogkan, disesuaikan, dibumikan, diadaptasikan (atau apapun itu istilahnya) ke dalam budaya Nusantara.[25]
v  Metodologi Islam Nusantara
Ide islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan islam dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Upaya itu dalam ushul fiqih disebut dengan ijtihad tathbiqi yaitu ijtihad untuk menerapkan hukum.[26]
Upaya dalam menerapkan hukum itu disebut tahqiq al-manath yaitu proses untuk menerapkan hukum. Para ulama’ biasanya menyederhanakan aktivitas tahqiq al-manath itu dalam bentuk Maslahah Mursalah, istihsan, dan ‘Urf.
Penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan adalah soko guru hukum islam. Izzuddin ibn Abdi al-Salam berkata, “tercapainya kemaslahatan manusia adalah tujuan dari seluruh pembebanan hukum dalam islam (innama al-takalif kulluha raji’atun ila mashalih al-‘ibad)”.
Para ulama yang menyepakati mashlahah sebagai sumber hukum islam berkata, dimana ada maslahat maka di situ ada syariat, dan dimana ada syariat di situ ada mashlahat (haitsuma kanat al-mashlahah fatsamma syar’u Allah wa haitsuma kana syar’u al-mashlahah). Ini berarti, tak ada pertentangan antara nash syariat dan maslahat. Demikian pentingnya kemaslahatan tersebut, maka kemaslahatan yang tak diafirmasi oleh teks al-Qur’an dan Hadits pun bisa dijadikan sebagai sumber hukum. Tentu dengan, kemaslahatan itu tak dinegasi nash al-Qur’an dan Hadits. Itulah mashlahah mursalah.[27]
Istihsan menurut ulama’ Malikiyah adalah sebagai upaya meninggalkan hukum umum (hukum kulli) dan mengambil hukum pengecualian (hukum juz’i), meninggalkan qiyas Jali dan qiyas khafi. Ulama Hanafiyah membagi istihsan kedalam enam bagian.
·           Istihsan bi al-nash yaitu istihsan berdasarkan al-Qur’an dan Hadis
Contoh: menurut ketentuan umum shalat dzuhur, ashar, isya adalah empat rakaat. Akan tetapi dalam perjalanan dengan jarak tertentu seseorang boleh meringkasnya menjadi dua rakaat
·           Istihsan bi al-ijma’ yaitu istihsan yang didasarkan pada konsensus ulama artinya melalui ijma’ dari para ulama
·           Istihsan bi al-qiyas al-kahfi yaitu istihsan yang didasarkan pada qiyas yang tersembunyi
·           Istihsan bi al-mashlahah yaitu istihsan yang didasarkan pada kemaslahatan
·           Istihsan bi al-dharurah yaitu istihsan yang didasarkan pada kondisi darurat.
Contoh istihsan al-dharurah dalam masa sekarang ini adalah sebagai berikut. Ketentuan umum bahwa muslimah wajib menutup aurat. Namun, bagaimana sekiranya perempuan muslimah itu hidup di sebuah negeri non-muslim yang undang-undang nya melarang memakai jilbab. Bahkan bukan hanya larangan, mereka juga akan mendapatkan sanksi bagi perempuan yang memakai jilbab. Jika sanksi tersebut mengancam pekerjaan dan bahkan mengancam jiwa perempuan maka dengan ini kita dapat menggunakan dalil istihsan bi al-dharurah.
·           Istihsan bi al’urf yaitu istihsan yang didasarkan pada tradisi masyarakat.
Misalnya disebut dalam syariat bahwa menutup aurat bagi perempuan muslimah adalah wajib. Namun dikalangan ulama terdapat perbedaan tentang batas aurat perempuan. Ada ulama yang longgar ada juga ulama yang ketat dengan menyatakan bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat bahkan suaranya adalah bagian dari aurat yang harus disembunyikan. Keragaman pandangan ulama berdampak pada keragaman ekspresi perempuan muslimah dalam berpakaian. Pakaian istri tokoh islam zaman dahulu berbeda dengan zaman sekarang. Pada zaman dulu mereka hanya memakai kain-sampir, kebaya, dan kerudung penutup kepala.

v  Karakteristik Islam Nusantara
·         Semangat menghargai tradisi
·         Menghargai pluralitas budaya
·         Menghargai martabat manusia sebagai makhuk budaya
·         Mengakui manifestasi tradisi dan budaya untuk hidup dan berkembang[28]
v  Contoh Praktek islam Nusantara
Belakangan ini sering terdapat kontrofersi antara NU dan orang selain NU tentang salah satu praktek dari Islam Nusantara yaitu tahlilan. Kelompok yang anti tahlil kerap menuduh tahlil sebagai bid’ah karena sebagai warisan tradisi agama pra-islam di jawa, yaitu Budha dan Hindu sehingga praktek tahlil ini diharamkan karena menyerupai dengan tradisi agama lain. Seperti sebagaimana mereka mengharamkan perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. Karena menyerupai perayaan kelahiran dalam agama lain. Berbagai pandangan bahwa suatu praktek jika itu bukan orang islam yang pertama kali melakukannya maka itu adalah bid’ah, haram, kafir.
Contoh lain yaitu budaya sarungan. Pada zaman Rasulullah SAW tidak ada budaya Sarungan. Budaya sarungan umat islam ya Cuma di Indonesia. Begitu pula dengan budaya memakai celana yang sudah diganndrungi masyarakat Indonesia. Pada zaman dahulu budaya masyarakat islam di Indonesia haram. Hal tersebut dengan suatu dalil dan alasan bahwa orang yang menyerupai sesuatu maka mereka merupakan bagian dari mereka. Karena dianggap menyerupai orang Belanda dan Jepang yang beragama non-Islam, maka memakai celana adalah haram. Akan tetapi pengaharaman lambat laun menyusut dan para kiai pun banyak yang memakai celana.[29]
v  Pro dan Kontra Islam Nusantara
Setelah munculnya istilah islam Nusantara banyak dari kalangan ulama yang kontra terhadap islam Nusantara ada pula yang pro terhadap islam Nusantara.
Islam Nusantara juga kadang dipahami sebagai perlawanan terhadap cara berpenampilan islam salafi (kalau tidak boleh dikatakan islam Arab) yang berjenggot tebal dan bercelana cingkrang. Atau, asosiasi lainnya islam Nusantara terwujud dalam seremoni semacam tahlilan,peringatan haul, slametan dan lainya yang merupakan segenap amaliah NU. Yang terakhir ini berimplikasi bahwa islam Nusantara sama belaka dengan Islam NU, atau boleh jadi islam Nusantara dimaksudkan sedari awal tak kurang tak lebih adalah islam NU itu sendiri (suatu corak keberislaman yang sering disebut-sebut ramah terhadap budaya Nusantara itu). Kalau memang demikian dan peristilahan islam Nusantara itu bisa dikatakan bungkus baru dengan konten lama. Artinya ya hanya permainan kata saja. Tapi, dampak semantik dari dibuatnya istilah baru itu memang tidak sederhana, jika makna islam Nusantara dipersempit seperti itu implisit terandaikan bahwa corak islam lain berkembang di indonesia saat ini (katakanlah kalau saya boleh membuat kategorisasi islam ala Muhamadiyah, persis, ikhwani, salafi, dan sebagainya) bukan atau setidaknya kurang Nusantarawi.[30]
Problem defisinya adalah kata “Nusantara” lebih merupakan kategori wilayah geografis, dan atau budaya bukan kata sifat dan berkategori nilai, atau setidaknya belum jelas apakah ia memiliki suatu sifat khas yang bisa dinisbatkan pada kata “islam”. Dalam hal ini NU seperti hendak menjadikan islam Nusantara sebagai ideologi yang eksklusif, kalau tidak boleh dikatakan memonopoli tafsir islam Nusantara. Pada gilirannya istilah itu menjadi beban tersendiri sebab memunculkan perdebatan yang berkutat pada istilah bukan instansi.[31]

D.  Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di kampung kauman, Yogyakarta, pada 8 dzulhijjah 1330 H/ 18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis). Beliau adalah pegawai kesultanan keraton Yogyakarta, khatib, sekaligus pedagang. Melihat keadaan umat islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, dia tergerak untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran islam yang sebenarnya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Dia banyak memberikan pengertian keagamaan di rumahnya, ditengah kesibukannya sebagai khatib dan pedagang batik.[32]
Muhammadiyah itu bahasa Arab. Berasal dari kata-kata “Muhammad” kemudian mendapat tambahan kata ”iyyah” itu menurut tata bahasa Arab (Nahwu) bernama ya’nisby, artinya untuk menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti sejenis dari Muhammad, maksudnya golongan-golongan yang berkemauan mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW. Oleh KH. Ahmad Dahlan dimaksudkan agar Muhammadiyah ini dapat menggerakkan umat Islam untuk mengikuti gerak gerik Rasulullah Nabi Muhammad SAW, baik soal-soal yang berhubungan dengan kehidupan maupun soal-soal yang berhubungan dengan peribadatan.[33]Asas dan tujuan didirikannya Muhammadiyah adalah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.[34]
Sebagai seorang ulama yang ingin melakukan perubahan bagi negerinya, K.H. Ahmad Dahlan banyak dipengaruhi oleh gerakan tajdid (reformasi) yang digelorakan oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792) di Arab Saudi, Muhammad Abduh (1849-1905), serta Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935) di Mesir.
Ketiga tokoh tersebut memiliki corak pemikiran yang khas, berbeda antara yang satu dengan yang lain. Muhammad bin Abdul Wahab menekankan pada pemurnian akidah atau keimanan, sehingga gerakannya lebih bersifat pemurnian. Keimanan yang menyimpang dari tuntunan islam harus diluruskan. Muhammad Abduh lebih menekankan pada pemanfaatan budaya modern dan menempuh jalur pendidikan, sehingga tidak tertinggal oleh perkembangan zaman.Maka, gerakannya lebih bersifat modernis dan langsung bersentuhan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Sedangkan Muhammad Rasyid Ridha lebih menekankan pada gerakan kembali pada tuntutan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menekankan pentingnya keterikatan pada teks-teks ayat Al-Qur’an dalam rangka memahami dan mengamalkan ajaran islam.
Menurut pemahaman K.H. Ahmad Dahlan, ketiga macam pemikiran para tokoh pembaharu tadi sama-sama bagus dan sama-sama cocok untuk diterapkan di Indonesia yang menghadapi permasalahan serupa, terutama di tanah Jawa.[35]Muhammadiyah di Indonesia dikenal sebagai organisasi sosial keagamaan, kemanusiaan dan pendidikan.Hampir di setiap daerah perkotaan dapat ditemukan berbagai amal usahanya, baik yang berupa lembaga peribadatan, rumah sakit, panti asuhan maupun lembaga pendidikan.Secara awami kenyataan tersebut menunjukkan, muhammadiyah memiliki pusat kegiatan sosial yang telah mapan di dalam kehidupan masyarakat Indonesia.[36]
Muhammadiyah mengelola amal usahanya sehingga menjadi sedemikian sejak awal abad ke-20. Sejak didirikannya oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Muhammadiyah mengalami pertumbuhan yang pesat hal itu telihat dari perkembangan organisasinya sebagai berikut: pada tahun 1912 Muhammadiyah hanya ada di daerah Yogyakarta, tahun 1919 memiliki 3 cabang, tahun 1921 berkembang menjadi 7 cabang, tahun 1922 menjadi 15 cabang, tahun 1927 menjadi 176 cabang, tahun 1961 berkembang lagi menjadi 524 cabang, dan tercatat tahun 1980 meliputi 247 daerah dengan 2.137 cabang.[37]K.H. Ahmad Dahlan telah menetapkan bahwa muhammadiyah bukan organisasi politik, melainkan organisasi yang bersifat sosial dan bergerak dibidang agama, pendidikan, kesejahteraan, dan kemasyarakatan.
Pada awalnya, pembentukan Muhammadiyah banyak mendapat penolakan, baik dari kalangan keluarga sendiri maupun dari masyarakat sekitarnya.Berbagai macam fitnah, tuduhan, dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Beliau dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama islam. Ada yang menuduhnya sebagai kyai palsu karena meniru bangsa Belanda yang Kristen juga macam-macam tuduhan lainnya.Bahkan, ada pula yang hendak membunuhnya.Namun, rintangan-rintangan tersebut beliau hadapi dengan sabar.Seperti biasanya, KH.Ahmad Dahlan menghadapi cobaan tersebut dengan mengadu kepada Allah SWT.[38]
Secara terbuka, saat itu K.H. Ahmad Dahlan memberantas hal-hal yang menyimpang dari ajaran islam. Misalnya perbuatan menyekutukan Tuhan (syirik), bid’ah, khurafat, dan upacara-upacara peribadatan yang tidak diadakan Al-Qur’an.Salah satu tindakan nyata yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan pada waktu itu adalah memperbaiki arah kiblat yang semula lurus ke barat tapi kemudian dengan mengacu kepada ilmu falak dibuat agak condong ke utara 22 derajat.Pembetulan arah kiblat ini dimulai dari Langgar Kidul milik K.H. Ahmad Dahlan, dengan membuat garis shaf.[39]
E.  Gerakan dan Pemikiran Muhammadiyah
Dinamika Muhammadiyah sejak berdiri hingga saat ini telah menjadi sejarah tersendiri dalam perkembangan Islam, terutama di Indonesia.Latar belakang berdirinya Muhammadiyah tidak terlepas dari perkembangan Islam, baik nasional maupun internasional. Dan karena adanya akulturasi (percampuran) budaya dan agama islam tidak dapat dielakkan dimasyarakat. Akibatnya pada masa itu muncul TBC (Takhayul, Bid’ah, dan Khurafat).[40]
a.    Gerakan Muhammadiyah
Setelah melakukan kajian dan perenungan secara mendalam atas ayat-ayat Al-Qur’an,Hadits,seta mempertimbangkan kondisi masyarakat yang perlu pencerahan, KH.Ahmad Dahlan mendirikan gerakan Muhammadiyah yang berkedudukan di Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.Persyarikatan ini dipimpin langsung oleh KH.Ahmad Dahlan sendiri, sebagai ketuanya. Gerakan ini bertekad melaksanakan ajaran islam secara murni, bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Muhammadiyah memiliki watak dinamis dan selalu dapat membawa diri sehingga tidak terbawa arus zaman.
·           Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
Muhammadiyah sebagai gerakan islam, mengajak beramal nyata karena umat islam adalah umat yang berhak untuk tampil sebagai umat terbaik dan menjadi pemimpin dalam melakukan perombakan besar menuju masyarakat utama, penuh keadilan dan dibawah naungan ridha Allah, yaitu menuju gerakan Islam berkemajuan.
Pandangan “Islam Berkemajuan” yang diusung pada Muktamar ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta bukan sekadar tema retorika, dan bersifat isu belaka, tetapi pemikiran yang esensial dan sistematik yang mencandra Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan yang terus-menerus berkiprah dalam memajukan kehidupan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan universal secara terorganisasi. Selanjutnya pada Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar, Muhammadiyah menegaskan jati dirinya sebagai “Gerakan Pencerahan”.Memasuki abad kedua, Muhammadiyah dihadapkan pada tantangan dunia yang sangat kompleks. Kemiskinan, bencana alam, tragedi kemanusiaan, merebaknya kekerasan atas nama agama adalah beberapa diantaranya.
·           Muhammadiyah sebagai gerakan Dakwah
Gerakan dakwah Muhammadiyah adalah gerakan yang berusaha mendekat dahulu, sehingga yang antipati (benci) menjadi simpati (menaruh hati) dengan apa yang dibawa Muhammadiyah. Setelah simpati diharapkan menjadi pengikut; pengikut menjadi pengikut setia (kader) dan kader akan menjadi pembela (hizbun) bagi tegaknya Islam.
·           Muhammadiyah sebagai gerakan Tajdid
Tajdid dalam gerakan Muhammadiyah dapat diartikan dua macam, yaitu pertama sebagai usaha untuk mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan baik pemahaman maupun amal, kepada bentuk yang asli atau murni sesuai dengan contoh zaman awal masa Nabi, terutama pada masalah akidah dan ibadah. Kedua, tajdid Muhammadiyah diartikan sebagai usaha untuk mengamalkan atau menerapkan ajaran agama Islam sesuai dengan tantangan perkembangan kehidupan.[41]
b.   Pemikiran Muhammadiyah

1.    TEOLOGI
Tiga hal yang dipermasalahkan dalam bidang pemikiran ini adalah:
·      PerbuatanManusia (Af’al al-‘Ibad)
Pandangan Muhammadiyah tentang perbuatan manusia tercantum dalam Himpunan Putusan Tarjih.Muhammadiyah meninjau perbuatan dari sisi Tuhan dan manusia.[42]
Tiga hal yang dipahami dari hasil himpunan putusan tarjih yaitu:
a)      Perbuatan manusia bergantung pada qada dan qadar atau ketentuan Tuhan.
b)      Manusia tidak berhak menentukan perbuatannya, ia hanya dapat berusaha.
c)      Perbuatan ditinjau dari sisi manusia adalah merupakan kasb baginya, sedangkan dari sisi tuhan ia merupakan ciptaan (al-khalq).
Muhammadiyah meninjau perbuatan dari sisi Tuhan dan manusia.Dari sisi tuhan perbuatan adalah sebagai ciptaan, sedangkan dari sisi manusia adalah sebagai kasb baginya.
·      Qada dan Qadar
Kata qada dan qadar diartikan dengan “ketentuan”. Bahwa Allah memberikan ketentuan terhadap semua yang diciptakan-Nya sebelum ia menciptakan segala sesuatu. Itulah yang mereka sebut dengan qadar, dan makhluk hidup memiliki qadar masing-masing yang diciptakan Tuhan baginya.Qada tampaknya diartikan sebagai akibat, yaitu akibat atau balasan yang diterima seseorang dari hasil pekerjaan yang dipilihnya.
·      Sifat – Sifat Tuhan
Muhammadiyah cenderung kepada metode Salaf dalam memahami sifat-sifat Tuhan, dan hanya mengimani apa yang ditunjukkan oleh Nash.[43]
Pandangan Muhammadiyah tentang ayat-ayat mutasyabihat yang menunjukkan adanya sifat-sifat jasmani pada tuhan khususnya, tampaknya relevan dengan pandangan mereka tentang sifat-sifat Tuhan, yaitu menerima sifat-sifat tersebut sebagaimana adanya dengan tidak menyamakan Tuhan dengan makhluk.
2.    SYARI’AH
Syari’ah adalah ketentuan yang menyangkup semua aspek kehidupan, sejak dari masalah akhlak sampai kepada soal-soal pemerintahan.
a)    Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum di Samping Qur’an.
b)   Metode Istinbath Hukum yang Diterapkan.
c)    Pengaruh Faktor-faktor Lokal dan Regional.
Masalah syari’ah dalam organisasi Muhammadiyah dikelola oleh sebuah majelis yang disebut majelis tarjih.[44]
3.    PENDIDIKAN
a)    Memasukkan pelajaran Agama ke dalam lembaga pendidikan barat.
b)   Menerapkan sistem pendidikan barat dalam lembaga pendidikan Agama.

Muhammadiyah telah melahirkan banyak khittah.Isi suatu khittah harus sesuai dengan dasar dan tujuan Muhammadiyah serta mengikuti perkembangan persyarikatan pada masa tersebut. Diantara beberapa khittah yang pernah dilahirkan antara lain: [45]
1.    KHITTAH LANGKAH DUA BELAS
Suatu khittah yang disusun pada masa kepemimpinan KH. Mas Mansur (1936-1942). Dinamakan langkah dua belas karena berisi dua belas tuntunan bagi warga Muhammadiyah.Isi langkah dua belas Muhammadiyah adalah sebagai berikut.
·      Memperdalam masuknya iman
·      Memperluas paham agama
·      Memperluas budi pekerti
·      Menuntun amalan intiqad
·      Menguatkan persatuan
·      Menegakkan keadilan
·      Melakukan kebijaksanaan
·      Menguatkan tanwir
·      Mengadakan musyawarah
·      Memusyawarahkan keputusan
·      Mengawasi gerakan kedalam
·      Mempersambungkan gerakan luar.[46]

2.    KHITTAH PALEMBANG
Lahir pada masa kepemimpinan AR. Sutan Mansur (1953-1959).Prinsip khittah Palembang adalah pembinaan dan bimbingan kepribadian dan amal usaha Muhammadiyah.
3.    KHITTAH PONOROGO
Salah satu keputusan sidang majelis Tanwir yang diselenggarakan di Ponorogo pada tahun 1969. Khittah perjuangan ini berisi pola dasar perjuangan tentang cara dan taktik Muhammadiyah dalam mewujudkan cita-cita dan keyakinan hidupnya.
4.    KHITTAH PERJUANGAN 1978
Hasil keputusan Mukatamar ke-40 tahun 1978 di Surabaya pada masa kepemimpinan KH. A.R. Fakhruddin. Berisi hal-hal pokok yaitu: menegaskan kembali hakikat perjuangan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam serta hubungannya dengan lapangan kemasyarakatan yang telah dipilihnya sebagai medan perjuangan, pembinaan ukhuwah islamiyah, pembinaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.[47]
F.   Penutup
Islam adalah agama yang indah, variatif dan selalu memberikan kemudahan pada pemeluknya.Agama ini merupakan rahmat bagi seluruh alam.Pembaharuan yang terjadi khususnya di Indonesia merupakan bukti bahwa Islam bisa beradaptasi dengan zaman yang senantiasa berkembang.Gerakan-gerakan yang muncul pasca pembaharuan merupakan indikasi kuat bahwa agama ini tidak stagnan dan konserfatif.
Paham-paham agama Islam di Indonesia yang paling terkenal adalah Muhammadiyah dan NU.Muhammadiyah berdiri pada 8 Dzulhijjah 1330 H / 18 November 1912 M yang dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan. Gerakan ini bertekad melaksanakan ajaran Islam secara murni, bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Misi utama yang dibawa oleh Muhammadiyah adalah pembaharuan (tajdid) pemahaman agama, yakni usaha untuk mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan kepada bentuk yang asli atau murni sesuai dengan contoh zaman masa Nabi, dan usaha untuk mengamalkan ajaran agama Islam sesuai dengan tantangan perkembangan kehidupan.Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan yang terus-menerus berkiprah dalam memajukan kehidupan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan universal secara terorganisasi.
NU berdiri pada 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M pendirinya yaitu KH. Hasyim Asy’ari. NU merupakan organisasi yang bermotif dan berlandaskan keagamaan yang spesifik dengan haluan Ahlussunnah wal Jama’ah.Tujuan berdirinya NU yaitu untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah dan menganut salah satu madzhab empat, serta umtuk mempersatukan langkah para ulama dan para pengikut-pengikutnya.Istilah “Islam Nusantara” yang menjadi tema muktamar NU ke-33 mengajak umat Islam kepada keislaman yang toleran, damai, dan akomodatif terhadap budaya Nusantara.


DAFTAR PUSTAKA
Arifin, MT. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1987.
AS, Muhammad Kholid.Pendidikan kemuhammadiyahan.Surabaya: Majelis Dikdasmen PWM Jatim, 2008.
Asy’ari, Muhammad Hasyim. Terjemah Risalah Ahlussunah Wal Jama’ah. Jakarta: LTM PBNU Pesantren Ciganjur, 2011.
Baso, Ahmad. NU Studies.Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2006.
Fachruddin, AR. Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah.Malang: UMM Press, 2009.
Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan.Buku 1 Antologi NU.Surabaya: Khalista, 2008.
Kato, Hisanori. Agama dan Peradaban.Jakarta: Dian Rakyat, 2002.
Lubis, Arbiyah. Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh.Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Mustamar, Marzuki. Terjemahan المقتطفات لأهل البدايات, . Yogyakarta: Naila Pustaka, 2015.
Noor, Acep Zamzam dkk.NUhammadiyah Bicara Nasionalisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Nu.or.id (Mukafi NU Online|Senin,26 Agustus 2013 19:00), pada tanggal 23 April 2017.
Nugraha, Adi.Biografi Singkat KH Ahmad Dahlan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009.
Pahri, dkk.Pendidikan Kemuhammadiyahan. Surabaya: Majelis Dikdasmen PWM Jatim, 2013.
Shodiqin, Mochammad Ali. Muhammadiyah Itu NU. Jakarta: PT Mizan Publika, 2013.
Wahid, Abdurrahaman dkk.Islam Nusantara. Bandung: Mizan, 2015.
Wibowo, Susatyo Budi.Dahlan Asy’ari Kisah Perjalanan Wisata Hati.Yogyakarta:DIVA Press, 2011.

Catatan:
Membaca keterangan tentang NU, saya puas. Namun, ketika membaca tentang Muhammadiyah sepertinya ada beberapa hal yang harus ditambahi, terlebih pada bagian Islam berkemajuan yang disuarakan pada muktamar kemarin.


[1]Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 13.
[2]Susatyo Budi Wibowo, Dahlan Asy’ari Kisah Perjalanan Wisata Hati (Yogyakarta: DIVA Press, 2011), hlm. 8.
[3]Ibid., hlm. 10.
[4]Ibid., hlm. 11.
[5] Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Buku 1 Antologi NU (Surabaya: Khalista, 2008), hlm. 1-3.
[6] Acep Zamzam dkk, NUhammadiyah Bicara Nasionalisme (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 111.
[7] Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Buku 1 Antologi NU (Surabaya: Khalista, 2008), hlm. 21.
[8]Ibid.
[9] Ahmad Baso, NU Studies (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2006), hlm. 285.

[10]Muhammad Hasyim Asy’ari, Terjemah Risalah Ahlussunah Wal Jama’ah (Jakarta: LTM PBNU Pesantren Ciganjur, 2011), hlm. 113-114.
[11] Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Buku 1 Antologi NU (Surabaya: Khalista, 2008), hlm. 21.
[12]Ibid., hlm. 22.
[13]Ibid.
[14]Ibid., hlm. 23.
[15]Ibid., hlm. 12.
[16]Marzuki Mustamar, Terjemahan المقتطفات لأهل البدايات, (Yogyakarta: Naila Pustaka, 2015), hlm. 239.
[17] Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Buku 1 Antologi NU (Surabaya: Khalista, 2008), hlm. 12.
[18]Ibid., hlm. 13.
[19] Hisanori Kato, Agama dan Peradaban (Jakarta: Dian Rakyat, 2002), hlm. 108.
[20]Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Buku 1 Antologi NU (Surabaya: Khalista, 2008), hlm. 13.
[21] Hisanori Kato, Agama dan Peradaban (Jakarta: Dian Rakyat, 2002), hlm. 108.
[22]Ibid., hlm. 109.
[23] Abdurrahaman Wahid dkk, Islam Nusantara (Bandung: Mizan,  2015), hlm. 16.
[24]Ibid., hlm. 30.
[25]Ibid.
[26]Ibid., hlm. 106.
[27]Ibid., hlm. 107-108.
[28]Ibid., hlm. 24.


[29]Nu.or.id ( Mukafi NU Online|Senin,26 Agustus 2013 19:00), pada tanggal 23 April 2017 pukul 23.17.
[30] Abdurrahaman Wahid dkk, Islam Nusantara (Bandung: Mizan,  2015), hlm. 263.
[31]Ibid.
[32] Adi Nugraha, Biografi Singkat KH Ahmad Dahlan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 52.
[33] AR Fachruddin, Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah (Malang: UMM Press, 2009), hlm. 7.
[34]Ibid., hlm. 5.
[35] Susatyo Budi Wibowo, Dahlan Asy’ari Kisah Perjalanan Wisata Hati (Yogyakarta: DIVA Press, 2011), hlm. 132.
[36] MT Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah (akarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1987), hlm. 9.
[37]Ibid., hlm. 10.
[38] Susatyo Budi Wibowo, Dahlan Asy’ari Kisah Perjalanan Wisata Hati (Yogyakarta: DIVA Press, 2011), hlm. 152-153.
[39]Adi Nugraha, Biografi Singkat KH Ahmad Dahlan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 53.
[40]Muhammad Kholid AS, Pendidikan kemuhammadiyahan (Surabaya: Majelis Dikdasmen PWM Jatim, 2008), hlm. 40.
[41]Ibid.
[42]Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 41.
[43]Ibid., hlm. 75.
[44]Ibid., hlm. 90.
[45] Pahri dkk, Pendidikan kemuhammadiyahan (Surabaya: Majelis Dikdasmen PWM Jatim, 2013), hlm. 1.
[46]Ibid., hlm. 2.
[47]Ibid., hlm. 10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar