PEMBARUAN ISLAM DI INDONESIA
Ahmad Fibrian Nurul Ahadi, Rizka Ridho Utami, Evi Khoirun Nisa’,
Nadia Eka Nur Humaidah
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang Angkatan 2016
e-mail: ahmad.fibrian99@gmail.com
Abstract
This
paper on the bunk in a systematic confiragution in fulfilling our task history
of Islamic civilization. Islam Succeeded in Rosulluloh saw the Golden Summit of
islam so that Since the death of the Islamic prophet Muhammad was split asunder
so some of the same group the same based on the qur'an and the Hadith, as well
as the use of reason as human reason in carred so there is a different movement
and thinking to appreciate with fellow Islamic symbol, "rahmatal islam lil
alamin" islam that appreciate ethnic culture, Islamic love affection of
fellow beings God omniscient. Most of the Islamic creed flow after brokend out
in the range firqoh one of them namely AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH are in accordance
with the qur'an and the Hadith, as well as to leave no reasonable, which is
made by Sheikh abu hasan ash'ari and al maturidi well from where islam began to
develop into one of the various countries in Indonesia and rapidly growing
especially in Java from this position came an Islamic organization which was in
Indonesia, namely organization of NU (Nahdhatul Ulama) that are founded by
HADRATUSSYEKH KH HASYIM Ash'ari and the second is from the Organization
MUHAMMADIYAH who in perkasai by a character named KH. AHMAD DAHLAN (Ahmad
Darwis) are the result of thought in an Islamic pendangan in accordance with
the times and not leave that terdahulunya houses. Both came from a variety of
thought-provoking new movement that not much different because sesame one
madhhab one guideline to the qur'an and the Hadith, as well as the words of
sahabat.
Abstrak
Makalah ini disusun dalam bentuk yang sistematis dalam menunaikan
tugas sejarah peradaban islam. Islam Berjaya dimasa rasullulah saw sehingga
puncak keemasan islam Semenjak wafatnya nabi Muhammad saw islam terpecah belah
jadi beberapa golongan yang sama-sama berlandaskan al qur’an dan hadist serta
menggunakan akal sebagai nalar manusia dalam berakidah, sehingga timbullah
gerakan danpemikiran yang berbeda- beda untuk menghargai sesama islamnya dengan
simbol “islam rahmatal lil alamin” islam yang menghargai etnis budaya,
islam cinta kasih sayang sesama makhluk tuhan yang maha mengetahui. Kebanyakan
aliran akidah islam setelah terpecah pecah dalam barbagai
firqoh salah satunya yaitu
AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH yang sesuai
dengan al qur’an dan hadist serta tidak meninggalkan akal, yang dibuat oleh
syekh abu hasan al asy’ari dan maturidi. Nah, dari sinilah islam mulai
berkembang ke berbagai negara salah satunya di Indonesia dan berkembang pesat
terutama di pulau jawa. Dari posisi
ini, muncullah sebuah organisasi
islam yang berada di indonesia yaitu
dari organisasi NU (Nahdhatul
Ulama) yang didirikan oleh HADRATUSSYEKH KH HASYIM ASY’ARI dan dari organisasi
yang kedua adalah MUHAMMADIYAH yang diperkasai
oleh tokoh yang bernama KH.AHMAD DAHLAN (Ahmad Darwis) merupakan hasil pemikiran
dalam suatu pandangan islam yang sesuai dengan zaman dan tidak meninggalkan
ajaran yang terdahulunya berada. Dari keduanya muncullah berbagai gerakan dan pemikiran
baru yang tidak jauh berbeda karena sesama satu madzhab satu pedoman al qur’an
dan hadist serta perkataan sahabat.
Keywords: Nahdlatul
Ulama, Muhammadiyah, Gerakan, Pemikiran
A.
Pendahuluan
Lahirnya pemikiran modern diawal abad ke-20 tidak dapat dilepaskan dari
situasi sosial, politik dan keagamaan yang umumnya dihadapi umat Islam saat
itu. Pemikiran-pemikiran yang dicetuskan mencoba untuk menjawab tantangan yang
dihadapi sesuai dengan kemampuan para tokoh dan pemikir membaca dan memahami
situasi yang ada.[1]Dari
sini muncullah organisasi masyarakat Islam yang ada di Indonesia, dan yang
paling besar pengaruhnya adalah Organisasi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
KH.Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang berlambang matahari,
sedangkan KH.Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama yang berlambang bumi dan
bintang.[2]Muhammadiyah
banyak dijiwai oleh semangat Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 104, yang artinya “Dan
hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung”. sedangkan Nahdlatul Ulama, dijiwai oleh semangat Surah Ali
Imran ayat 103, yang artinya “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah bercerai berai dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang
bersaudara, dan kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan
kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar
kamu mendapat petunjuk”.
Ide-ide reformasi Islam Muhammad Abduh yakni gerakan pembaharuan
pemikiran Islam telah menarik perhatian
santri-santri Indonesia yang sedang belajar di Makkah, tidak terkecuali KH.
Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. Ada 4 ide besar Abduh terhadap reformasi
Islam, yaitu pemurnian kembali Islam dari pengaruh dan praktik keagamaan yang
sebenarnya bukan dari Islam, reformasi pendidikan Islam, perumusan kembali
doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan kehidupan modern,
dan mempertahankan Islam dari serangan pemikiran orientalisme Barat. Untuk
mencapai tujuannya itu, Abduh melancarkan ide agar umat Islam melepaskan diri
dari keterikatan mereka pada pola pikiran para madzhab yang dianggap telah
melemahkan umat Islam untuk berpikir kreatif dan dinamis.Ide-ide reformasi
Abduh itu kemudian dikembangkan oleh beberapa santri ketika pulang ke Indonesia. Salah satu
diantaranya adalah KH. Ahmad Dahlan, yang kemudian mendirikan Muhammadiyah. Hal
ini berbeda dengan KH. Hasyim Asy’ari yang sebenarnya juga menerima ide-ide
Abduh tersebut, tetapi menolak untuk melepaskan diri dari keterikatan madzhab, karena
tidak mungkin memahami ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Hadits tanpa mempelajari
pendapat-pendapat para ulama besar yang tergabung dalam sistem madzhab.[3]
Dalam tahap perkembangannya, pemikiran besar kedua tokoh ini
mengalami benturan di bawah antara golongan yang nonmadzhab (kelompok modernis)
dan golongan yang bermadzhab, yang diwakili kalangan pesantren (kelompok
tradisional).Pada akhirnya, kelompok yang kedua membentuk Komite Hijaz, yang
dipelopori KH.Abdullah Wahab Chasbullah untuk menyampaikan aspirasinya kepada
penguasa Arab Saudi.Selanjutnya, komite ini menjelma menjadi wadah organisasi
sosial keagamaan, yaitu Nahdlatul Ulama, untuk mempertahankan sistem madzhab
dan praktik keagamaan yang dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam.
Melalui kedua ulama besar ini, kita dapat belajar tentang psikologi
umat yang telah mampu mereka kembangkan dalam cara pandang mempertahankan eksistensi umat Islam di
Indonesia dan kemampuan adaptasi dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu,
perbedaan pendapat dalam masalah furu’iyah tentu saja harus dipahami
sebagai kekayaan khazanah keilmuan Islam, bukan sebagai pemecah belah keutuhan
umat Islam.[4]Maka
dalam makalahini penulis akan menjelaskan tentang gerakan dan pemikiran Ormas
Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdahtul Ulama dan Muhammadiyah.
B. Sejarah Nahdlatul Ulama
Nahdlatul
Ulama, disingkat NU, artinya kebangkitan ulama. Sebuah organisasi yang
didirikan oleh para ulama pada tanggal 31 Januari 1926/16 Rajab1344 H di
Surabaya.NU adalah sebuah organisasi Islam terbesar yg diprakarsai oleh para
ulama tradisionalis yang bertujuan untuk melestarikan tradisi-tradisi Islam
yang sudah ada.
Latar
belakang berdirinya NU berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan
dan politik dunia islam kala itu. Pada tahun 1924, Syarif Husein, Raja Hijaz
(Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang
beraliran Wahabi.Tersebarlah berita penguasa baru itu akan melarang semua
bentuk amaliyahkeagamaan ala kaum Sunni,
yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di Tanah Arab, dan akan
menggantinya dengan model Wahabi. Tidak hanyaitu, Raja Ibnu Saud juga ingin
melebarkan pengaruhkekuasaannya ke seluruh dunia islam. Dengan dalih demi
kejayaan di Turki pasca runtuhnya Daulah Usmaniyah. Untuk itu dia berencana menggelar Muktamar Khilafah di Kota Suci Makkah,
sebagai penerus khilafah yang terputus itu.
Seluruh
negara islam akan diundang untuk menghadiri muktamar tersebut, termasuk
Indonesia. Awalnya, utusan yang direkomendasikan adalah HOS Cokroaminoto (SI),
K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah) dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah (pesantren).Namun
rupanya ada permainan licik antara kelompok yang mengusung para calon utusan
Indonesia.Dengan alasan Kiai Wahab tidak mewakili organisasi resmi, maka
namanya dicoret dari daftar calon utusan.
Peristiwa
itu menyadarkan para ulama pengasuh pesantren akan pentingnya sebuah
organisasi. sekaligus menyisakan sakit hati yang mendalam, karena tidak ada
lagi yang bisa dititipi sikap kebenaran akan rencana Raja Ibnu Saud yang akan
mengubah model beragama di Makkah. Para ulama pesantren sangat tidak bisa
menerima kebijakan raja yang anti kebebasan bermadzhab, anti maulid Nabi, anti
ziarah makam, dan lain sebagainya.Bahkan terdengar berita makam Nabi Muhammad
SAW pun berencana digusur.
Bagi
para Kyai pesantren, pembaharuan adalah suatu keharusan. K.H. Hasyim Asy’ari
juga tidak mempersoalkan dan bisa menerima gagasan para kaum modernis untuk
menghimbau umat Islam kembali pada ajaran Islam ‘murni’. Namun Kiai Hasyim
tidak bisa menerima pemikiran mereka yang meminta umat Islam melepaskan diri
dari sistem bermadzhab.
Di
samping itu, karena ide pembaharuan dilakukan dengan cara melecehkan,
merendahkan, dan membodoh-bodohkan, maka para ulama pesantren menolaknya. Bagi
mereka, pembaharuan tetap dibutuhkan, namun tidak dengan meninggalkan khazanah
keilmuan yang sudah ada dan masih relevan.Karena latar belakang yang mendesak
itulah akhirnya Jam’iyah Nahdlatul Ulama didirikan.[5]
C. Gerakan dan Pemikiran Nahdlatul Ulama
NU
adalah gerakan islam tradisionalis yang awal perkembangannya hanyalah sebuah
organisasi sosial keagamaan yang berkiprah di dunia pesantren, kemudian
merambah pada dunia politik dan akhirnya kembali lagi pada khittah (semangat)
NU 1926.
a) Pergerakan NU melalui Pondok Pesantren dan
Masjid-masjid.
1. Organisasi sosial keagamaan
Pada awalnya
organisasi ini dibentuk karena adanya kaum modernis islam yang mendesak kaum
tradisionalis untuk membentuk gerakan tandingan bagi kaum modernis.
NU sebuah
gerakan yang berkeinginan tetap mempertahankan tradisi-tradisi ulama dan
mengukuhkan syariat Islam.Para kaum NU mendapatkan simpati dikalangan pedesaan
terutama di Jawa.Gerakan sosial keagamaan NU ini berkembang melalui pondok
pesantren dan juga masjid-masjid.NU melakukan kegiatan pendidikan Islam yang
diterapkan melalui pondok pesantren cenderung tidak mengikuti modernitas.
Mereka tetap mempertahankan apa yang diajarkan oleh para Ulama dan
mewariskannya dari generasi ke generasi. Sebagai contoh satu kegiatan yang
tetap bertahan hingga kini adalah Bahtsul Masa’il.
Di dalam
pesantren kaum NU mengembangkan pemikiran Ahlus Sunnah wal Jama’ah.Kurikulum
yang ada di pesantren-pesantren NU tak searah dengan terorisme.Dalam pesantren
diajarkan kitab-kitab kuning tentang syariah, fiqih, dakwah, dan tasawuf.[6]
2. Aspirasi NU dalam dunia Politik
Pada mulanya NU
yang hanya berkiprah dalam urusan agama dan kepesantrenan mulai ikut andil
dalam dunia politik.Hal ini ditandai dengan munculnya partai politik yang
berdasarkan dorongan Nahdlatul Ulama.Pada tahun 1973, pemerintah orde baru
menerbitkan partai-partai peserta pemilu 1971, disederhanakan menjadi dua
partai PDI dan PPP, partai NU tidak diakui lagi dan diharuskan melebur kedalam
PPP.Sedangkan golongan karya (Golkar), tidak diakui sebagai partai, tetapi
diperbolehkan sebagai salah satu kontestan pemilu.
Pada masa ini
para tokoh NU dibersihkan dari pemerintahan bahkan menteri agama yang sejak
awal menjadi langganan tetap NU pun diberikan pada orang lain. Para tokoh NU
juga dikikis habis dari berbagai jabatan di pemerintahan.Hanya dua orang yang
diberi posisi penting.Yaitu K.H. maskur sebagai ketua MPR-DPR RI (1977-1983)
dan DR. K.H. Idham Chalid sebagai ketua dewan pertimbangan agung.[7]
3. Kembali kepada khittah NU 1926
Dalam kancah
politik maupun pemerintahan, para tokoh NU benar-benar dipinggirkan oleh
pemerintah orde baru yang didukung penuh oleh TNI dan Polri.Dalam dua kali
pemilu banyak tokoh NU yang masuk penjara dengan aneka macam tuduhan, selain
itu juga banyak cabang NU beserta badan organisasi otonomnya berada di daerah
yang tidak aktif, dan pengurusnya ketakutan.[8] .
Persoalan kian tambah rumit dan serius ketika NU mengalami konflik dalam tubuh
PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dimasa itu.Sehingga muncul desakan agar NU
keluar dari PPP, mundur dari gelanggang politik serta mengonsentrasikan dirinya
sebagai jami’ah ad-diniyyah al-ijtima’iyyah (organisasi agama dan
kemasyarakatan).Dari sinilah kemudian muncul ide “Kembali ke Khittah 1926”.[9]
Khittah
Nahdlatul Ulama adalah landasan berpikir, bersikap, dan bertindak warga NU yang
harus dicerminkan dalam tingkah laku
perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap pengambilan keputusan.
Landasan tersebut adalah faham Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang diterapkan
menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia, meliputi dasar-dasar amal
keagamaan maupun kemasyarakatan.[10]dalam
kembalinya NU ke khittah 1926 NU memulai gerakan-gerakan baru seperti membenahi
sekolah-sekolah, dan rumah sakit yang telah lama terabaikan. Pengajian-pengajian
mulai masuk ke unit pemerintahan.Hubungan kepada pemerintahan yang telah lama
terputus kini dirajutkembali sedikit demi sedikit.Selain itu juga menghidupkan
cabang ranting yang telah lama mati.[11]
Disisi lain nama NU semakin terkenal di luar negeri. Beberapa kali ketua PBNU
K.H Abdurrahman Wahid mendapatkan penghargaan bahkan pertama kalinya ketuaPBNU
menjadi salah satu presiden agama-agama di dunia.[12]
4. Orde reformasi politik
Setelah jatuhnya
jabatan presiden Soeharto, dibukalah orde baru yaitu reformasi politik.NU
kembali kekancah politik praktis.PBNU memfasilitasi berdirinya partai
kebangkitan bangsa (PKB) pada 23 Juli 1998.Dan pada masa ini adalah pertama
kalinya ketua umum PBNU K.H Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden
republik Indonesia.Naiknya K.H Abdurrahman Wahid menjadi presiden RI membawa
dampak yang bagus bagi NU.Banyak tokoh NU yang semula dipinggirkan kembali lagi
ke pemerintahan.[13]
5. Khittah Solo 2004
Pada Tahun 2003
K.H Abdurrahman Wahid dijatuhkan lewat impeachment DPR, dan itu sangat
berdampak pada NU dan PKB.Posisi Nu terasagoyang dimana-mana.Dan posisi PKB pun
semakin buruk bahkan akhirnya partai itu menjaditerpecah belah.Oleh karena itu,
lewat muktamar NU yang ke-31 di Donohudan, Solo pada 2004 NU meneguhkan kembali
jati dirinya untuk keluar dari politik praktis dan kembali ke jalan khittah.[14]Perjuangan
NU lebih difokuskan pada peningkatan kualitas NU dan dakwah.Sementara dalam
politik NU sangat menjaga jarak.
Pada masa ini NU
semakin dikenal diluar negeri.Bahkan telah membuka pengurus cabang istimewa
(PCI) di beberapa Negara. Amerika, Australia, inggris, jepang, Saudi Arabia,
mesir, dan sebagainya. Dan sedikit demi sedikit para mahasiswa NU dikirim untuk
belajar ke luar negeri.
Pada tahun 2004
NU memprakarsai berdirinya International Conference of Islamic Schoolars (ICIS,
konferensi internasionalcendekiawan islam) di Jakarta. ICIS adalah sebuah organisasi islam yang
beranggotakan ulama-ulama moderat se-Indonesia. Lewat ICIS itu nama NU semakin
terkenal di pentas dunia sebagai pelopor gerakan islam Moderat, hingga
sekarang.
b) Pemikiran NU menganut paham Ahlussunah
wal Jama’ah berdasarkan pada Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
1.
Ahlussunah
wal Jama’ah
Nahdlatul Ulama
sebagai organisasi Islam yg tradisionalis tidak hanya berpacu pada Al-Qur’an
dan Sunah saja melainkan warga NU juga berpacu pada Ijma’ (kesepakatan Ulama)
dan Qiyas (analogi/perbandingan).Seiring perkembangan zaman masalah-masalah
yang muncul semakin banyak dan beragam.Oleh karena itu, tidak cukup jika hanya
menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah, warga NU menggunakan Ijma’ dan Qiyas yang
tetap didasarkan pada sumber hukum Islam yang utama.
Hal ini adalah
sebagai perbedaan antara NU dan kaum modernitas yang hanya berpacu pada
al-Qur’an dan Sunah.Kaum modernitas yang beranggapan bahwa hanya menggunakan
sumber hukum Islam utama adalah sebuah pemurnian, dengan mengesampingkan
munculnya masalah yang semakin banyak dan beragam yang tidak semuanya dibahas
dalam al-Qur’an.
2. Kewajiban bermadzhab
Selain itu,
warga NU juga menganut ajaran bermadzhab dari salah satu Imam Madzhab
diantaranya yaitu: Madzab Imam Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam
Muhammad bin Idris as-Syafi’I, dan Imam Ahmad bin Hanbal.[15]NU
berkeyakinan bahwa sebagai orang awam maka wajib taklid (bermadzhab) pada orang
alim yang lebih mengetahui dibandingkan mereka.Sebagaimana dijelaskan dalam
firman Alloh SWT.Surat al-Anbiyaa
ayat 7
فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذّكْرِ إِنْ
كُنْتُمْ لَاتَعْلَمُوْنَ (الأنبياء: 7)
اِحْتِيَاطًا فِيْ أَخْذِ الدِّيْنِ
فَلَا يَأْخُذُ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِ.
“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu,
jika kamu tiiada mengetahui” (al-Alnbiyaa 7).
Berhati-hatilah dalam mengambil (sumber) agama, jangan
mengambil dari yang bukan ahlinya.[16]
Dalam
bidang Tasawuf mengikuti Imam Junaid Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali, serta
imam-imam lain.[17]
c)
Pendekatan Kemasyarakatan
Pendekatan
kemasyarakatan NU dikategorikan menjadi beberapa bagian:
a.
Tawasuth dan I’tidal, yaitu sikap moderat yang berpijak pada
prinsip keadilan serta berusaha menghindari segala bentuk pendekatan.[18]
Inti prinsip hidupnya yaitu menjunjung tinggi kewajiban untuk berlaku adil dan
benar ditengah masyarakat.[19]
b.
Tasamuh, yaitu sikap toleran yang berintikan penghargaan terhadap
perbedaan pandangan dan kemajemukan identitas budaya masyarakat.[20]
c.
Tawazun, yaitu sikap seimbang dalam berkhidmat demi terciptanya
keserasian hubungan antara sesama umat manusia dan antara manusia dengan Allah.
Dengan tujuan untuk menyelaraskan kepentingan-kepentingan masa lalu, masa
sekarang, dan masa depan.[21]
d.
Amar ma’ruf nahi munkar, untuk selalu peka mendorong perbuatan
baik, berguna dan menguntungkan bagi masyarakat, dan menolak serta mencegah
semua hal yang menyebabkan kemerosotan nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai ini
secara wajar menyebabkan sikap yang moderat. Dari sini ternyata bahwa bagi NU
kewajiban-kewajiban “untuk patuh kepada pemerintahan juga merupakan suatu
kewajiban.[22]
v
Islam Nusantara
“Islam Nusantara” yang menjadi tema utama Muktamar NU ke-33 di
Jombang pada 1-5 Agustus 2015 menuai debat publik yang ramai. Bagi kalangan NU,
Islam bukanlah sekte atau aliran baru, dan tidak dimaksudkan untuk mengubah
doktrin Islam.Mereka mengartikan Islam Nusantara sebagai keislaman yang
toleran, damai, dan akomodatif terhadap budaya Nusantara.[23]
Islam Nusantara adalah cara muslim yang hidup di Nusantara di era
sekarang ini dalam menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh, bukan hanya dalam
wilayah ubudiyyah tapi juga mu’amalah dan awa’id. Dalam domain ubudiyyah,
aturannya bersifat permanen (al-tsawabit), tak memberi tempat bagi inovasi. Sedang dalam wilayah mu’amalah dan awa’id, aturannya
bersifat fleksibel dan dinamis (al-mutaghayyirat), seiring dengan dinamika
perubahan ruang dan waktu, dengan tetap berporos pada kemaslahatan.Mereka
menghargai konteks lokal dan semangat zaman untuk memastikan bahwa maslahat
sebagai tujuan syariah betul-betul membumi.[24]
Sebagai ideologi, Islam Nusantara ialah islam yang telah
didialogkan dengan budaya Nusantara; sehingga IslamNusantara berarti Islam yang
Nusantarawi. Penjelasan lain yang lebih mengerucut islam
Nusantara adalah islam yang telah di dialogkan, disesuaikan, dibumikan,
diadaptasikan (atau apapun itu istilahnya) ke dalam budaya Nusantara.[25]
v
Metodologi Islam Nusantara
Ide islam Nusantara datang bukan untuk
mengubah doktrin islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan islam
dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Upaya itu dalam ushul fiqih
disebut dengan ijtihad tathbiqi yaitu ijtihad untuk menerapkan hukum.[26]
Upaya dalam menerapkan hukum itu disebut tahqiq
al-manath yaitu proses untuk menerapkan hukum. Para ulama’ biasanya
menyederhanakan aktivitas tahqiq al-manath itu dalam bentuk Maslahah
Mursalah, istihsan, dan ‘Urf.
Penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan
adalah soko guru hukum islam. Izzuddin ibn Abdi al-Salam berkata, “tercapainya
kemaslahatan manusia adalah tujuan dari seluruh pembebanan hukum dalam islam (innama
al-takalif kulluha raji’atun ila mashalih al-‘ibad)”.
Para ulama yang menyepakati mashlahah sebagai
sumber hukum islam berkata, dimana ada maslahat maka di situ ada syariat, dan
dimana ada syariat di situ ada mashlahat (haitsuma kanat al-mashlahah
fatsamma syar’u Allah wa haitsuma kana syar’u al-mashlahah). Ini berarti,
tak ada pertentangan antara nash syariat dan maslahat. Demikian pentingnya
kemaslahatan tersebut, maka kemaslahatan yang tak diafirmasi oleh teks
al-Qur’an dan Hadits pun bisa dijadikan sebagai sumber hukum. Tentu dengan,
kemaslahatan itu tak dinegasi nash al-Qur’an dan Hadits. Itulah mashlahah
mursalah.[27]
Istihsan menurut ulama’ Malikiyah adalah sebagai upaya
meninggalkan hukum umum (hukum kulli) dan mengambil hukum pengecualian (hukum
juz’i), meninggalkan qiyas Jali dan qiyas khafi. Ulama
Hanafiyah membagi istihsan kedalam enam bagian.
·
Istihsan bi al-nash yaitu istihsan berdasarkan al-Qur’an
dan Hadis
Contoh: menurut ketentuan umum shalat dzuhur, ashar, isya adalah empat
rakaat. Akan tetapi dalam perjalanan dengan jarak tertentu seseorang boleh
meringkasnya menjadi dua rakaat
·
Istihsan bi al-ijma’ yaitu istihsan yang didasarkan pada
konsensus ulama artinya melalui ijma’ dari para ulama
·
Istihsan bi al-qiyas al-kahfi yaitu istihsan yang didasarkan pada
qiyas yang tersembunyi
·
Istihsan bi al-mashlahah yaitu istihsan yang didasarkan pada
kemaslahatan
·
Istihsan bi al-dharurah yaitu istihsan yang didasarkan pada
kondisi darurat.
Contoh istihsan al-dharurah dalam masa sekarang ini adalah sebagai
berikut. Ketentuan umum bahwa muslimah wajib menutup aurat. Namun, bagaimana
sekiranya perempuan muslimah itu hidup di sebuah negeri non-muslim yang
undang-undang nya melarang memakai jilbab. Bahkan bukan hanya larangan, mereka
juga akan mendapatkan sanksi bagi perempuan yang memakai jilbab. Jika sanksi
tersebut mengancam pekerjaan dan bahkan mengancam jiwa perempuan maka dengan
ini kita dapat menggunakan dalil istihsan bi al-dharurah.
·
Istihsan bi al’urf yaitu istihsan yang didasarkan pada
tradisi masyarakat.
Misalnya disebut dalam syariat bahwa menutup aurat bagi perempuan muslimah
adalah wajib. Namun dikalangan ulama terdapat perbedaan tentang batas aurat
perempuan. Ada ulama yang longgar ada juga ulama yang ketat dengan menyatakan
bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat bahkan suaranya adalah bagian dari
aurat yang harus disembunyikan. Keragaman pandangan ulama berdampak pada
keragaman ekspresi perempuan muslimah dalam berpakaian. Pakaian istri tokoh
islam zaman dahulu berbeda dengan zaman sekarang. Pada zaman dulu mereka hanya
memakai kain-sampir, kebaya, dan kerudung penutup kepala.
v
Karakteristik Islam Nusantara
·
Semangat menghargai tradisi
·
Menghargai pluralitas budaya
·
Menghargai martabat manusia sebagai makhuk budaya
·
Mengakui manifestasi tradisi dan budaya untuk hidup dan
berkembang[28]
v
Contoh Praktek islam Nusantara
Belakangan ini sering terdapat kontrofersi
antara NU dan orang selain NU tentang salah satu praktek dari Islam Nusantara
yaitu tahlilan. Kelompok yang anti tahlil kerap menuduh tahlil sebagai bid’ah
karena sebagai warisan tradisi agama pra-islam di jawa, yaitu Budha dan Hindu
sehingga praktek tahlil ini diharamkan karena menyerupai dengan tradisi agama
lain. Seperti sebagaimana mereka mengharamkan perayaan maulid Nabi Muhammad
SAW. Karena menyerupai perayaan kelahiran dalam agama lain. Berbagai pandangan bahwa
suatu praktek jika itu bukan orang islam yang pertama kali melakukannya maka
itu adalah bid’ah, haram, kafir.
Contoh lain yaitu budaya sarungan. Pada zaman
Rasulullah SAW tidak ada budaya Sarungan. Budaya sarungan umat islam ya Cuma di
Indonesia. Begitu pula dengan budaya memakai celana yang sudah diganndrungi
masyarakat Indonesia. Pada zaman dahulu budaya masyarakat islam di Indonesia
haram. Hal tersebut dengan suatu dalil dan alasan bahwa orang yang menyerupai
sesuatu maka mereka merupakan bagian dari mereka. Karena dianggap menyerupai
orang Belanda dan Jepang yang beragama non-Islam, maka memakai celana adalah
haram. Akan tetapi pengaharaman lambat laun menyusut dan para kiai pun banyak
yang memakai celana.[29]
v
Pro dan Kontra Islam Nusantara
Setelah munculnya istilah islam Nusantara
banyak dari kalangan ulama yang kontra terhadap islam Nusantara ada pula yang
pro terhadap islam Nusantara.
Islam Nusantara juga kadang dipahami sebagai
perlawanan terhadap cara berpenampilan islam salafi (kalau tidak boleh dikatakan
islam Arab) yang berjenggot tebal dan bercelana cingkrang. Atau, asosiasi
lainnya islam Nusantara terwujud dalam seremoni semacam
tahlilan,peringatan haul, slametan dan lainya yang merupakan segenap amaliah
NU. Yang terakhir ini berimplikasi bahwa islam Nusantara sama belaka dengan
Islam NU, atau boleh jadi islam Nusantara dimaksudkan sedari awal tak kurang
tak lebih adalah islam NU itu sendiri (suatu corak keberislaman yang sering
disebut-sebut ramah terhadap budaya Nusantara itu). Kalau memang demikian dan
peristilahan islam Nusantara itu bisa dikatakan bungkus baru dengan konten
lama. Artinya ya hanya permainan kata saja. Tapi, dampak semantik dari
dibuatnya istilah baru itu memang tidak sederhana, jika makna islam Nusantara
dipersempit seperti itu implisit terandaikan bahwa corak islam lain berkembang
di indonesia saat ini (katakanlah kalau saya boleh membuat kategorisasi islam
ala Muhamadiyah, persis, ikhwani, salafi, dan sebagainya) bukan atau setidaknya
kurang Nusantarawi.[30]
Problem defisinya adalah kata “Nusantara”
lebih merupakan kategori wilayah geografis, dan atau budaya bukan kata sifat
dan berkategori nilai, atau setidaknya belum jelas apakah ia memiliki suatu
sifat khas yang bisa dinisbatkan pada kata “islam”. Dalam hal ini NU seperti hendak
menjadikan islam Nusantara sebagai ideologi yang eksklusif, kalau tidak boleh
dikatakan memonopoli tafsir islam Nusantara. Pada gilirannya istilah itu
menjadi beban tersendiri sebab memunculkan perdebatan yang berkutat pada
istilah bukan instansi.[31]
D.
Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di kampung kauman, Yogyakarta, pada 8
dzulhijjah 1330 H/ 18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis).
Beliau adalah pegawai kesultanan keraton Yogyakarta, khatib, sekaligus
pedagang. Melihat keadaan umat islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku
dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, dia tergerak untuk
mengajak mereka kembali kepada ajaran islam yang sebenarnya berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadis. Dia banyak memberikan pengertian keagamaan di rumahnya, ditengah
kesibukannya sebagai khatib dan pedagang batik.[32]
Muhammadiyah itu bahasa Arab. Berasal dari kata-kata “Muhammad” kemudian
mendapat tambahan kata ”iyyah” itu menurut tata bahasa Arab (Nahwu)
bernama ya’nisby, artinya untuk menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti
sejenis dari Muhammad, maksudnya golongan-golongan yang berkemauan mengikuti
Sunnah Nabi Muhammad SAW. Oleh KH. Ahmad Dahlan dimaksudkan agar Muhammadiyah
ini dapat menggerakkan umat Islam untuk mengikuti gerak gerik Rasulullah Nabi
Muhammad SAW, baik soal-soal yang berhubungan dengan kehidupan maupun soal-soal
yang berhubungan dengan peribadatan.[33]Asas
dan tujuan didirikannya Muhammadiyah adalah untuk menegakkan dan menjunjung
tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.[34]
Sebagai seorang ulama yang ingin melakukan perubahan bagi
negerinya, K.H. Ahmad Dahlan banyak dipengaruhi oleh gerakan tajdid (reformasi)
yang digelorakan oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792) di Arab Saudi,
Muhammad Abduh (1849-1905), serta Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935) di Mesir.
Ketiga tokoh tersebut memiliki corak pemikiran yang khas, berbeda
antara yang satu dengan yang lain. Muhammad bin Abdul Wahab menekankan pada
pemurnian akidah atau keimanan, sehingga gerakannya lebih bersifat pemurnian.
Keimanan yang menyimpang dari tuntunan islam harus diluruskan. Muhammad Abduh
lebih menekankan pada pemanfaatan budaya modern dan menempuh jalur pendidikan,
sehingga tidak tertinggal oleh perkembangan zaman.Maka, gerakannya lebih
bersifat modernis dan langsung bersentuhan dengan kehidupan masyarakat
sehari-hari. Sedangkan Muhammad Rasyid Ridha lebih menekankan pada gerakan
kembali pada tuntutan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menekankan pentingnya
keterikatan pada teks-teks ayat Al-Qur’an dalam rangka memahami dan mengamalkan
ajaran islam.
Menurut pemahaman K.H. Ahmad Dahlan, ketiga macam pemikiran para
tokoh pembaharu tadi sama-sama bagus dan sama-sama cocok untuk diterapkan di
Indonesia yang menghadapi permasalahan serupa, terutama di tanah Jawa.[35]Muhammadiyah
di Indonesia dikenal sebagai organisasi sosial keagamaan, kemanusiaan dan
pendidikan.Hampir di setiap daerah perkotaan dapat ditemukan berbagai amal
usahanya, baik yang berupa lembaga peribadatan, rumah sakit, panti asuhan
maupun lembaga pendidikan.Secara awami kenyataan tersebut menunjukkan,
muhammadiyah memiliki pusat kegiatan sosial yang telah mapan di dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.[36]
Muhammadiyah mengelola amal usahanya sehingga menjadi sedemikian
sejak awal abad ke-20. Sejak didirikannya oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun
1912, Muhammadiyah mengalami pertumbuhan yang pesat hal itu telihat dari
perkembangan organisasinya sebagai berikut: pada tahun 1912 Muhammadiyah hanya
ada di daerah Yogyakarta, tahun 1919 memiliki 3 cabang, tahun 1921 berkembang
menjadi 7 cabang, tahun 1922 menjadi 15 cabang, tahun 1927 menjadi 176 cabang,
tahun 1961 berkembang lagi menjadi 524 cabang, dan tercatat tahun 1980 meliputi
247 daerah dengan 2.137 cabang.[37]K.H.
Ahmad Dahlan telah menetapkan bahwa muhammadiyah bukan organisasi politik,
melainkan organisasi yang bersifat sosial dan bergerak dibidang agama,
pendidikan, kesejahteraan, dan kemasyarakatan.
Pada awalnya, pembentukan Muhammadiyah banyak mendapat penolakan,
baik dari kalangan keluarga sendiri maupun dari masyarakat sekitarnya.Berbagai
macam fitnah, tuduhan, dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Beliau
dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama islam. Ada yang
menuduhnya sebagai kyai palsu karena meniru bangsa Belanda yang Kristen juga
macam-macam tuduhan lainnya.Bahkan, ada pula yang hendak membunuhnya.Namun,
rintangan-rintangan tersebut beliau hadapi dengan sabar.Seperti biasanya,
KH.Ahmad Dahlan menghadapi cobaan tersebut dengan mengadu kepada Allah SWT.[38]
Secara terbuka, saat itu K.H. Ahmad Dahlan memberantas hal-hal yang
menyimpang dari ajaran islam. Misalnya perbuatan menyekutukan Tuhan (syirik),
bid’ah, khurafat, dan upacara-upacara peribadatan yang tidak diadakan
Al-Qur’an.Salah satu tindakan nyata yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan pada waktu
itu adalah memperbaiki arah kiblat yang semula lurus ke barat tapi kemudian
dengan mengacu kepada ilmu falak dibuat agak condong ke utara 22
derajat.Pembetulan arah kiblat ini dimulai dari Langgar Kidul milik K.H. Ahmad
Dahlan, dengan membuat garis shaf.[39]
E.
Gerakan dan Pemikiran Muhammadiyah
Dinamika Muhammadiyah sejak berdiri hingga saat ini telah menjadi
sejarah tersendiri dalam perkembangan Islam, terutama di Indonesia.Latar
belakang berdirinya Muhammadiyah tidak terlepas dari perkembangan Islam, baik
nasional maupun internasional. Dan karena adanya akulturasi (percampuran)
budaya dan agama islam tidak dapat dielakkan dimasyarakat. Akibatnya pada masa
itu muncul TBC (Takhayul, Bid’ah, dan Khurafat).[40]
a.
Gerakan
Muhammadiyah
Setelah melakukan kajian dan perenungan secara mendalam atas ayat-ayat
Al-Qur’an,Hadits,seta mempertimbangkan kondisi masyarakat yang perlu
pencerahan, KH.Ahmad Dahlan mendirikan gerakan Muhammadiyah yang berkedudukan
di Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.Persyarikatan
ini dipimpin langsung oleh KH.Ahmad Dahlan sendiri, sebagai ketuanya. Gerakan
ini bertekad melaksanakan ajaran islam secara murni, bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadits. Muhammadiyah memiliki watak dinamis dan selalu dapat membawa diri
sehingga tidak terbawa arus zaman.
·
Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam
Muhammadiyah sebagai gerakan islam, mengajak beramal nyata karena
umat islam adalah umat yang berhak untuk tampil sebagai umat terbaik dan
menjadi pemimpin dalam melakukan perombakan besar menuju masyarakat utama,
penuh keadilan dan dibawah naungan ridha Allah, yaitu menuju gerakan Islam
berkemajuan.
Pandangan “Islam Berkemajuan” yang diusung pada
Muktamar ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta bukan sekadar tema retorika, dan
bersifat isu belaka, tetapi pemikiran yang esensial dan sistematik yang
mencandra Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan yang terus-menerus berkiprah
dalam memajukan kehidupan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan universal secara
terorganisasi. Selanjutnya pada Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar,
Muhammadiyah menegaskan jati dirinya sebagai “Gerakan Pencerahan”.Memasuki abad
kedua, Muhammadiyah dihadapkan pada tantangan dunia yang sangat kompleks.
Kemiskinan, bencana alam, tragedi kemanusiaan, merebaknya kekerasan atas nama
agama adalah beberapa diantaranya.
·
Muhammadiyah
sebagai gerakan Dakwah
Gerakan dakwah Muhammadiyah adalah gerakan yang berusaha mendekat
dahulu, sehingga yang antipati (benci) menjadi simpati (menaruh hati) dengan
apa yang dibawa Muhammadiyah. Setelah simpati diharapkan menjadi pengikut; pengikut
menjadi pengikut setia (kader) dan kader akan menjadi pembela (hizbun) bagi
tegaknya Islam.
·
Muhammadiyah
sebagai gerakan Tajdid
Tajdid dalam gerakan Muhammadiyah dapat diartikan dua macam, yaitu
pertama sebagai usaha untuk mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan baik
pemahaman maupun amal, kepada bentuk yang asli atau murni sesuai dengan contoh
zaman awal masa Nabi, terutama pada masalah akidah dan ibadah. Kedua, tajdid
Muhammadiyah diartikan sebagai usaha untuk mengamalkan atau menerapkan ajaran
agama Islam sesuai dengan tantangan perkembangan kehidupan.[41]
b.
Pemikiran
Muhammadiyah
1.
TEOLOGI
Tiga hal yang dipermasalahkan dalam bidang pemikiran ini adalah:
· PerbuatanManusia (Af’al al-‘Ibad)
Pandangan Muhammadiyah tentang
perbuatan manusia tercantum dalam Himpunan Putusan Tarjih.Muhammadiyah meninjau
perbuatan dari sisi Tuhan dan manusia.[42]
Tiga hal yang dipahami dari hasil himpunan putusan tarjih yaitu:
a)
Perbuatan
manusia bergantung pada qada dan qadar atau ketentuan Tuhan.
b)
Manusia
tidak berhak menentukan perbuatannya, ia hanya dapat berusaha.
c)
Perbuatan
ditinjau dari sisi manusia adalah merupakan kasb baginya, sedangkan dari sisi
tuhan ia merupakan ciptaan (al-khalq).
Muhammadiyah meninjau perbuatan dari
sisi Tuhan dan manusia.Dari sisi tuhan perbuatan adalah sebagai ciptaan,
sedangkan dari sisi manusia adalah sebagai kasb baginya.
·
Qada
dan Qadar
Kata qada dan qadar diartikan dengan
“ketentuan”. Bahwa Allah memberikan ketentuan terhadap semua yang diciptakan-Nya
sebelum ia menciptakan segala sesuatu. Itulah yang mereka sebut dengan qadar,
dan makhluk hidup memiliki qadar masing-masing yang diciptakan Tuhan
baginya.Qada tampaknya diartikan sebagai akibat, yaitu akibat atau balasan yang
diterima seseorang dari hasil pekerjaan yang dipilihnya.
·
Sifat
– Sifat Tuhan
Muhammadiyah cenderung kepada metode
Salaf dalam memahami sifat-sifat Tuhan, dan hanya mengimani apa yang
ditunjukkan oleh Nash.[43]
Pandangan Muhammadiyah tentang
ayat-ayat mutasyabihat yang menunjukkan adanya sifat-sifat jasmani pada tuhan
khususnya, tampaknya relevan dengan pandangan mereka tentang sifat-sifat Tuhan,
yaitu menerima sifat-sifat tersebut sebagaimana adanya dengan tidak menyamakan
Tuhan dengan makhluk.
2.
SYARI’AH
Syari’ah adalah ketentuan yang
menyangkup semua aspek kehidupan, sejak dari masalah akhlak sampai kepada
soal-soal pemerintahan.
a)
Kedudukan
Hadits Sebagai Sumber Hukum di Samping Qur’an.
b)
Metode
Istinbath Hukum yang Diterapkan.
c)
Pengaruh
Faktor-faktor Lokal dan Regional.
Masalah syari’ah dalam organisasi
Muhammadiyah dikelola oleh sebuah majelis yang disebut majelis tarjih.[44]
3.
PENDIDIKAN
a)
Memasukkan
pelajaran Agama ke dalam lembaga pendidikan barat.
b)
Menerapkan
sistem pendidikan barat dalam lembaga pendidikan Agama.
Muhammadiyah telah melahirkan banyak khittah.Isi suatu khittah
harus sesuai dengan dasar dan tujuan Muhammadiyah serta mengikuti perkembangan
persyarikatan pada masa tersebut. Diantara beberapa khittah yang pernah
dilahirkan antara lain: [45]
1.
KHITTAH
LANGKAH DUA BELAS
Suatu khittah yang disusun pada masa
kepemimpinan KH. Mas Mansur (1936-1942). Dinamakan langkah dua belas karena
berisi dua belas tuntunan bagi warga Muhammadiyah.Isi langkah dua belas
Muhammadiyah adalah sebagai berikut.
· Memperdalam masuknya iman
· Memperluas paham agama
· Memperluas budi pekerti
· Menuntun amalan intiqad
· Menguatkan persatuan
· Menegakkan keadilan
· Melakukan kebijaksanaan
· Menguatkan tanwir
· Mengadakan musyawarah
· Memusyawarahkan keputusan
· Mengawasi gerakan kedalam
· Mempersambungkan gerakan luar.[46]
2.
KHITTAH
PALEMBANG
Lahir pada masa kepemimpinan AR.
Sutan Mansur (1953-1959).Prinsip khittah Palembang adalah pembinaan dan
bimbingan kepribadian dan amal usaha Muhammadiyah.
3.
KHITTAH
PONOROGO
Salah satu keputusan sidang majelis
Tanwir yang diselenggarakan di Ponorogo pada tahun 1969. Khittah perjuangan ini
berisi pola dasar perjuangan tentang cara dan taktik Muhammadiyah dalam
mewujudkan cita-cita dan keyakinan hidupnya.
4.
KHITTAH
PERJUANGAN 1978
Hasil keputusan Mukatamar ke-40
tahun 1978 di Surabaya pada masa kepemimpinan KH. A.R. Fakhruddin. Berisi
hal-hal pokok yaitu: menegaskan kembali hakikat perjuangan Muhammadiyah sebagai
gerakan Islam serta hubungannya dengan lapangan kemasyarakatan yang telah
dipilihnya sebagai medan perjuangan, pembinaan ukhuwah islamiyah, pembinaan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.[47]
F.
Penutup
Islam adalah agama yang indah, variatif dan selalu memberikan
kemudahan pada pemeluknya.Agama ini merupakan rahmat bagi seluruh
alam.Pembaharuan yang terjadi khususnya di Indonesia merupakan bukti bahwa Islam
bisa beradaptasi dengan zaman yang senantiasa berkembang.Gerakan-gerakan yang
muncul pasca pembaharuan merupakan indikasi kuat bahwa agama ini tidak stagnan
dan konserfatif.
Paham-paham agama Islam di Indonesia yang paling terkenal adalah
Muhammadiyah dan NU.Muhammadiyah berdiri pada 8 Dzulhijjah 1330 H / 18 November
1912 M yang dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan. Gerakan ini bertekad melaksanakan
ajaran Islam secara murni, bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Misi utama yang
dibawa oleh Muhammadiyah adalah pembaharuan (tajdid) pemahaman agama,
yakni usaha untuk mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan kepada bentuk
yang asli atau murni sesuai dengan contoh zaman masa Nabi, dan usaha untuk
mengamalkan ajaran agama Islam sesuai dengan tantangan perkembangan kehidupan.Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan yang terus-menerus
berkiprah dalam memajukan kehidupan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan
universal secara terorganisasi.
NU berdiri pada 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M pendirinya
yaitu KH. Hasyim Asy’ari. NU merupakan organisasi yang bermotif dan
berlandaskan keagamaan yang spesifik dengan haluan Ahlussunnah wal Jama’ah.Tujuan
berdirinya NU yaitu untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan
mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah dan
menganut salah satu madzhab empat, serta umtuk mempersatukan langkah para ulama
dan para pengikut-pengikutnya.Istilah “Islam Nusantara” yang menjadi tema
muktamar NU ke-33 mengajak umat Islam kepada keislaman yang toleran, damai, dan
akomodatif terhadap budaya Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, MT. Gagasan
Pembaharuan Muhammadiyah. Jakarta: PT
Dunia Pustaka Jaya, 1987.
AS, Muhammad
Kholid.Pendidikan kemuhammadiyahan.Surabaya: Majelis Dikdasmen PWM
Jatim, 2008.
Asy’ari,
Muhammad Hasyim. Terjemah Risalah Ahlussunah Wal Jama’ah. Jakarta: LTM
PBNU Pesantren Ciganjur, 2011.
Baso, Ahmad. NU
Studies.Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2006.
Fachruddin, AR.
Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah.Malang: UMM Press, 2009.
Fadeli,
Soeleiman dan Mohammad Subhan.Buku 1 Antologi NU.Surabaya: Khalista,
2008.
Kato, Hisanori.
Agama dan Peradaban.Jakarta: Dian Rakyat, 2002.
Lubis, Arbiyah.
Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh.Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Mustamar,
Marzuki. Terjemahan المقتطفات لأهل
البدايات,
.
Yogyakarta: Naila Pustaka, 2015.
Noor, Acep
Zamzam dkk.NUhammadiyah Bicara Nasionalisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2011.
Nu.or.id (Mukafi NU Online|Senin,26 Agustus
2013 19:00), pada tanggal 23 April 2017.
Nugraha, Adi.Biografi
Singkat KH Ahmad Dahlan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009.
Pahri, dkk.Pendidikan
Kemuhammadiyahan. Surabaya: Majelis Dikdasmen PWM Jatim, 2013.
Shodiqin, Mochammad Ali. Muhammadiyah Itu NU. Jakarta: PT
Mizan Publika, 2013.
Wahid, Abdurrahaman dkk.Islam
Nusantara. Bandung: Mizan, 2015.
Wibowo, Susatyo
Budi.Dahlan Asy’ari Kisah Perjalanan Wisata Hati.Yogyakarta:DIVA Press,
2011.
Catatan:
Membaca keterangan tentang NU, saya puas.
Namun, ketika membaca tentang Muhammadiyah sepertinya ada beberapa hal yang
harus ditambahi, terlebih pada bagian Islam berkemajuan yang disuarakan pada
muktamar kemarin.
[1]Arbiyah
Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh (Jakarta: Bulan
Bintang, 1993), hlm. 13.
[2]Susatyo Budi Wibowo, Dahlan Asy’ari Kisah Perjalanan Wisata Hati
(Yogyakarta: DIVA Press, 2011), hlm. 8.
[5] Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Buku 1 Antologi NU (Surabaya:
Khalista, 2008), hlm. 1-3.
[6]
Acep Zamzam dkk, NUhammadiyah Bicara Nasionalisme (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), hlm. 111.
[7] Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Buku 1 Antologi NU (Surabaya:
Khalista, 2008), hlm. 21.
[9] Ahmad Baso, NU Studies (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama,
2006), hlm. 285.
[10]Muhammad Hasyim Asy’ari, Terjemah Risalah Ahlussunah Wal Jama’ah
(Jakarta: LTM PBNU Pesantren Ciganjur, 2011), hlm. 113-114.
[11] Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Buku 1 Antologi NU (Surabaya:
Khalista, 2008), hlm. 21.
[16]Marzuki Mustamar, Terjemahan المقتطفات لأهل البدايات, (Yogyakarta:
Naila Pustaka, 2015), hlm. 239.
[17]
Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, Buku 1 Antologi NU (Surabaya:
Khalista, 2008), hlm. 12.
[19] Hisanori Kato, Agama dan Peradaban (Jakarta: Dian Rakyat,
2002), hlm. 108.
[20]Soeleiman
Fadeli dan Mohammad Subhan, Buku 1 Antologi NU (Surabaya: Khalista,
2008), hlm. 13.
[21] Hisanori Kato, Agama dan Peradaban (Jakarta: Dian Rakyat,
2002), hlm. 108.
[23]
Abdurrahaman Wahid dkk, Islam Nusantara (Bandung: Mizan, 2015), hlm. 16.
[29]Nu.or.id ( Mukafi NU Online|Senin,26 Agustus 2013 19:00),
pada tanggal 23 April 2017 pukul 23.17.
[30]
Abdurrahaman Wahid dkk, Islam Nusantara (Bandung: Mizan, 2015), hlm. 263.
[31]Ibid.
[32] Adi Nugraha, Biografi Singkat KH Ahmad Dahlan (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 52.
[33] AR Fachruddin, Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah (Malang:
UMM Press, 2009), hlm. 7.
[35]
Susatyo Budi Wibowo, Dahlan Asy’ari Kisah Perjalanan Wisata Hati
(Yogyakarta: DIVA Press, 2011), hlm. 132.
[36] MT Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah (akarta: PT
Dunia Pustaka Jaya, 1987), hlm. 9.
[38]
Susatyo Budi Wibowo, Dahlan Asy’ari Kisah Perjalanan Wisata Hati
(Yogyakarta: DIVA Press, 2011), hlm. 152-153.
[39]Adi Nugraha, Biografi Singkat KH Ahmad Dahlan (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 53.
[40]Muhammad Kholid AS, Pendidikan kemuhammadiyahan (Surabaya:
Majelis Dikdasmen PWM Jatim, 2008), hlm. 40.
[42]Arbiyah
Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh (Jakarta: Bulan
Bintang, 1993), hlm. 41.
[45] Pahri dkk, Pendidikan kemuhammadiyahan (Surabaya: Majelis
Dikdasmen PWM Jatim, 2013), hlm. 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar