Minggu, 02 April 2017

Islam di Indonesia (PBA B Semester Genap 2016/2017)




ISLAM DI INDONESIA
(TELA’AH PROSES MASUK SERTA BERKEMBANGNYA ISLAM)
Nur Aini, Makomam Mahmuda, Desma Anggraini, Rif’ah Rizki Ramadhani
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab 2016 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstract
This article is about the process of entry and development of Islam in Indonesia. In issue in this article regarding when Islam entered Indonesia and who the carrier is, how the process of Islamization is done and how the development of Islam in the time thereafter. Related to the time and who carier of Islam to Indonesia, historians have three theories, as the theory of Gujarat, theory of Makkah, and the theory of Persia. Accepted Islam in Indonesia because of the Islamization process is done in a peace method without enforcement and adapted to the culture that existed at that time. Starting from the coast, Islam grew rapidly until overran kingdoms in different regions at the time. After growing rapidly in Indonesia Islamic movement emerged modern Islam. This movement exists because the teachings of Islam that has been mixed with the pre-Islamic culture (animism, dynamism, Hindu-Buddhist) were already entrenched in people's lives. This reform movement seeks to purify Islamic teaching appropriate return Quran and Hadith.

Abstrak
Artikel ini berisi tentang proses masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Pokok pembahasan dalam artikel ini mengenai kapan islam masuk di indonesia dan siapa pembawanya, bagaimana proses islamisasi dilakukan serta bagaimana perkembangan Islam pada masa setelahnya. Berkaitan dengan waktu dan pembawa agama Islam ke Indonesia, para ahli sejarah menyebut tiga teori, yaitu teori Gujarat, teori Makkah, dan teori Persia. Islam diterima di indonesia karena proses islamisasi dilakukan dengan cara yang damai tanpa unsur paksaan dan disesuaikan dengan kultur yang ada pada saat itu. Bermula dari pesisir, islam semakin pesat hingga berhasil menguasai kerajaan-kerajaan di berbagai daerah yang ada pada saat itu. Setelah islam berkembang pesat di indonesia muncul gerakan modern islam. Gerakan ini ada karena ajaran islam yang telah tercampur budaya pra-islam (animism, dinamisme, hindu-budha) yang terlanjur mengakar pada kehidupan masyarakat. Gerakan pembaharuan ini berusaha memurnikan kembali ajaran islam yang sesuai Al-quran dan Hadits.
Keyword: Islamisasi, pembaharuan, Indonesia.
A.      Pendahuluan
Islam merupakan agama sempurna yang universal. Meskipun pada awalnya turun di tanah Haram, pada masa selanjutnya islam dapat tersebar ke pelosok jazirah arab, kemudian merambah ke luar jazirah arab hingga menjauh dari pusat sembernya, seperti di benua Eropa, Cina, hingga Asia tenggara. Indonesia yang merupakan bagian dari Asia Tenggara tidak luput dari persebaran islam.
Kawasan Asia Tenggara telah berfungsi sebagai jalur lintas perdagangan dan pelayaran antarbenua, khususnya Asia-Eropa sejak awal masehi.oleh karena itu, kawasan ini ramai dengan hadirnya para pedagang dan pelaut yang melintasi wilayah tersebut. Dampak dari interaksi internasional ini adalah masuknya pengaruh tradisi besar ke kawasan Asia Tenggara, salah satunya yaitu Islam. Indonesia yang dahulu bernama Nusantara mulai mengenal Islam dari para pedagang muslim yang berlayar dan singgah untuk beberapa waktu. Pengenalan Islam terus berlanjut dari yang awalnya hanya di daerah pesisir pantai kemudian ke pusat pemerintahan dan pedalaman gunung. Proses ini dilakukan secara bertahap dan membutuhkan waktu yang lumayan panjang.
B.       Kedatangan Islam Di Indonesia: Proses Islamisasi
Kedatangan islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Para tokoh sejarah memiliki  pendapat beragam mengenai siapa pembawa islam ke Indonesia dan kapan islam mulai masuk ke Indonesia. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber terpercaya yang memiliki bukti dan alasan kuat menjelaskan siapa dan kapan islam mulai masuk di Indonesia.
a.    Teori Gujarat
Teori ini dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda, diantaranya Snouck Hurgronje yang berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat (bukan Arab langsung)[1]. Menurut teori ini islam masuk di Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Gujarat (India).
Bukti- bukti dari teori ini adalah sebagai berikut:[2]
·      Bukti batu nisan sultan pertama Kerajaan Samudra Pasai (sekarang Aceh), yakni Malik  al-Shaleh yang wafat pada tahun 1297. Relief nisan tersebut bersifat hinduistis, yang mempunyai kesamaan dengan nisan yang terdapat di Gujarat.
·      Adanya kenyataan bahwa agama Islam disebarkan melalui jalan dagang antara  Indonesia-Cambai (Gujarat)-Timur Tengah-Eropa.
Ada juga bukti lain, di Gresik terdapat makam dari bahan marmer berasal dari Gujarat, Cambay yaitu makam Maulana Malik Ibrahim (w.822/1419M) danmakam Fatimah binti maimun. Dengan memperhatikan bahan batu nisan, tulisan gaya kufi yang tertera pada makam, serta pola hiasan dapat dipastikan bahwa nisan tersebut diimpor dari Cambay, Gujarat.[3]
ternyata sama bentuknya dengan batu nisan yang terdapat di Cambay Gujarat. Dilihat dari segi bahan yang dibuat, tampak batu nisan ini bukan buatan lokal. Khat yang tertulis bergaya Khufi member kesan kuat bahwa itu di buat di Gujarat India.
b.    Teori Persia
Pandangan teori ini berbeda dengan teori Gujarat dan Makkah. Teori ini menerangkan bahwa agama Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia,yang singgah ke Gujarat, sedangkan waktunya sekitar abad ke-13 M.[4] Teori ini memfokuskan tinjauannya pada sosio-kultural di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang ada kesamaan dengan di Persia. Pengaruh Persia dapat dilihat  dari banyak ditemukannya ungkapan-ungkapan dan kata-kata Persia dalam hikayat-hikayat Melayu, Aceh, dan bahkan juga Jawa.[5] Pengaruh lainnya dapat dilihat sebagai berikut:
1)      Peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syi’ah atas syahidnya Husain.
2)      Adanya kesamaan ajaran antara Syekh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran, Al-Hallaj. Meskipun Al-Hallaj telah meninggal dunia pada tahun 310 H/ 922 M, tetapi ajarannya berkembang terus dalam bentuk puisi sehingga memungkinkan Syekh Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat mempelajarinya.[6]
c.    Teori Makkah
Teori Makkah lebih belakangan lahir jika dibandingka dengan teori Gujarat yang telah lama muncul dalam khazanah ilmu pengetahuan sejarah. Teori Mekah muncul ketika banyaknya kritikan yang ditujukan pada teori Gujarat karena terdapat sisi-sisi lain yang tidak terungkap sehingga melemahkan teori itu sendiri.
Teori ini dicetuskan oleh Hamka di dalam pidatonya saat Dies Natalis PTAIN ke-8 di Yogyakarta  pada tahun 1958. Sejak dari tersebut, kemudian dikuatkan sanggahannya dalam Seminar Sejarah Masuknya Agama Islam ke Indoensia di Medan, 17-20 Maret 1963.  Hamka menolak pandangan yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 dan berasal Gujarat. Hamka lebih mendasarkan pandangannya pada peranan bangsa Arab sebagai pembawa agama Islam ke Indonesia. Gujarat dinyatakan sebagai tempat singgah semata, dan Makkah sebagai pusat, atau Mesir sebagai tempat penggambilan ajaran Islam.[7]
Alasan lain yaitu karena pada abad ke-13, saat itu telah berdiri kekuasaan politik Islam. Jadi, masuknya Islam ke Nusantara terjadi jauh sebelumnya, yaitu sejak abad ke-7 M.[8]
Islam berkembang di Indonesia melalui enam saluran yang saling melengkapi satu dengan lainnya, yaitu:
1)   Perdagangan
Diantara saluran islamisasi di Indonesia, pada awalnya adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke -7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab,Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir pulau Jawa.
Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di pesisisr Pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa  dan  kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2)   Perkawinan
Dari sudut ekonomi,para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi,terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah, kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan,tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila,Sunan Gunung Jati dengan putri Kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden patah (Raja pertama Demak), dan lain-lain.
3)   Taaswuf dan Tarekat
Bersamaan dengan pedagang yang datang di Indonesia, datang pula  para ulama, da’i, dan sufi penggembara. Keberhasilan para sufi dalam syiar Islam lebih disebabkan dalam menyajikan ajaran Islam mereka memakai unsur-unsur kultur pra-Islam. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Di antara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syaikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4)   Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak yang di undang ke Malulu untuk mengajarkan agama Islam.
5)   Kesenian
Saluran yang banyak digunakan untuk penyebaran Islam terutama di pulau Jawa adalah seni.[9] Salah satu walisongo yang mahir mempergunakan seni sebagai proses islamisasi adalah Sunan Kalijaga. Beliau menggunakan banyak cabang seni, diantaranya adalah seni wayang, gamelan, seni arsitektur, dan seni busana. Sebagai seorang dalang wayang kulit, beliau terkenal sangat menarik. Ketika Sunan Kalijaga mengadakan pentas wayang (Pentas ini diadakan dalam rangka mendakwahkan islam) di suatu desa, penonton berjubel memadati halaman. Beliau tidak pernah menarik bayaran materi, melainkan mengajak seluruh hadirin untuk bersyahadat mengucapkan sumpah pengakuan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan mengakui nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah.[10]
Dengan cara perlahan dan bertahap, tanpa menolak dengan keras terhadap sosial kultural masyarakat sekitar, Islam memperkenalkan toleransi dan persamaan derajat. Hal ini tentu menarik perhatian masyarakat Hindu-Jawa yang sebelumnya menekankan perbedaan derajat (kasta sosial). Islam diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia, mulai dari rakyat jelata hingga kaum bangsawan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya[11]:
1)   Syarat masuk agama Islam sangatlah mudah. Seorang hanya mengucapkan kalimat syahadat agar resmi menganut agama Islam.
2)   Agama Islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat berdasarkan kasta. Dalam ajaran agam Islam, tidak dikenal adanya perbedaan golongan dalam masyarakat. Setiap anggota masyarakat memiliki kedudukan yang sama sebagai hamba Allah SWT.
3)   Penyebaran agama islam dilakukan dengan cara damai.
4)   Sifat bangsa Indonesia yang ramah dan tamah memberi peluang untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain. Dalam pergaulan yang erat itu, terjadi saling mempengaruhi dan pengertian.
5)   Upacara-upacara dalam Islam lebih sederhana.
C.      Pertumbuhan Lembaga Sosial Dan Politik: Kerajaan-Kerajaa
Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam merupakan masa penting dalam proses islamisasi di Indonesia. Pada mulanya, kehadran Islam hanya terbatas pada pembentukan komunitas Islam di pesisir dan pusat perdagangan. Dengan berdirinya kesultanan, Islam mulai tampil sebagai kekuatan politik dan budaya. Islam memperoleh kekuatan politik, sehingga perkembanganya semakin efektif dan pengaruhnya semakin mendalam dalam tata kehidupan masyarakat.[12]
a.       Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Sumatera
1.    Kerajaan Perlak
Perlak merupakan kerajaan islam tertua di Indonesia. Masa pemerintahan  kerajaan ini cukup lama, yaitu mulai berdiri pada tahun 840 M dan berakhir pada tahun 1292 M lantaran bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai.
Raja pertama kerajaan Perlak yaitu Sultan Alaidin Sayid Maulana Syah (225-249 H atau 840-964 M) yang bernama asli Sayud Abdul Aziz.Kerajaan Perlak mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Makdum Alaudin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H atau 1225-1263 M). Pada masa penmerintahan mengalami perkembangan pesat dalam bidang pendidikan islam dan perluasan dakwah islam. Perlak merupakan kerajaan yang maju, ditemukan bahwa kerajaan tersebut memilik mata uang sendiri yakni yang terbuat emas (dirham), perak (kupang) dan tembang dan kuningan.[13]
2.    Samudera Pasai
Kerajaaan islam pertama kali di indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai  yang merupkan kerajaan kembar. Kerajan ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kerajaannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai proses dari hasil islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7, ke-8  M, dan seterusnya. Bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai yakni  pada abad ke-13 itu didukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan itu, dapat diketahui bawa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan pada tahun 1297 M.
Malik as-Saleh, raja pertama itu, merupakan pendiri kerajaan tersebut. Hal itu diketahui dari tradisi-tradisi Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan sarjana-sarjana Barat, khusunya para sarjana Belanda, seperti Snouck Hurgronye, J. P. Molquette, J. L. Moens, J. Hushoff Poll, G. P. Rouffaer, H. K. J. Cowan, dan lain-lain.[14]
Dari segi politik, munculnya kerajaan Samudera Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan suramnya peranan maritim kerajan sriwijaya yang sebelumnya memegang peranan penting di kawasan sumatera dan sekelilingnya.
Dalam Hiikayat Raja-raja Pasai disebutkan Malik Al Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk islam berkat pertemuannya dengan syech ismail, seorang utusan syarif mekah, yang kemudian memberikan ia gelar Sultan Malik Al-Saleh. Nisan kubur itu didapatkan di Gampong Samuderai bekas dari kerajaan Samudra Pasai.
Merah Selu adalah putra Merah Gajah, nama merah merupakan gelar bangsawan yang lazim di Sumatera Utara. Selu kemungkianan berasal dari kata sungkala yang aslinya berasal dari Sanskrit Chula. Kepemimpinan yang menonjol menepatkan dirinya menjadi raja.
Dari hikayat itu, terdapat petunjuk bahwa tempat pertama bahwa sebagai pusat kerajaan Samudera Pasai adalah Maura Sungai Peusang, sebuah sungai yang cukup pajang dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu. Ada dua kota yang terletak bersebarangan di Muara Sungai Peusangan itu, Pasai dan Samudera. Kota Samudera terletak agak lebih kepedalaman, sedangkan kota Pasai terletak ke Muara. Di tempet yang terakhir inilah terletak makam raja-raja.
Pendapat bahwa Islam sudah berkembang disana sejak awal 13 M, didukung oleh berita cina dan pendapat Ibn Batuta, seorang pengembara terkenal asal Maroko, yang pada pertengahan abad  14 M (tahun 746 H atau 1345 M) mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya dari delhi ke cina. Ketika itu Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al-Zahir, putra Sultan Malik as-saleh. Menurut sumber-sumber cina, pada awal tahun 1282 M kerajaan kecil Sa-mu-ta-la(Samudera) mngirim kepada raja cina duta-duta yang disebut dengan nama-nama muslim yakni Husei dan Sulaiaman. Ibn Batuta menyatakan bahwa islam sudah hampir 1 abad disiarkan disana. Ia meriwayatkan keshalihan, kerendahan hati dan semangat keagamaan rajanya yang seperti rakyatnya, mengikuti Madzhab Syafii. Berdasarkan beritanya pula, Kerajaan Samudera Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama islam dan tempat berkumpul ulama-ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagi masalah keagamaan dan keduniaan.[15]
Perekonomian kerajaan maritim ini, tidak memiliki basis agrasi. Perekoniamnya berdomisili pada perdagangan dan pelayaran yang memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan dan pajak yang besar.Tomes pires menceritakan bahwab ia menemukan mata uang dirham di pasai, dikatakan bahwa setiap kapal yang membawa barang-barang dari barat dikenai pajak senilai 6%. Pada saat itu Samudera Pasai merupakan suatu daerah yang penting sebagai pusat perhubungan perdagangan di pulau Indonesia, india,cina dan arab.
Diteliti oleh H.K.J Cowan bahwasanya mata uang dirham tersebutmenggunakan nama-nama Sultan Alaudin, Sultan Mansur Malik Al-Zahir, Sultan Abu Zaid, dan Abdullah. Pada tahun 1973 ditemukannya mata uang yang bertuliskan nama Sultan Muhammad Malik Al-Zahir. Dari mata uang emas tersebut dapat diketahuai nama-nama raja Samudera Pasai:
1.        Sultan Malik Al-Saleh (tahun 1207 M)
2.        Sultan Malik Al-Zahir (1297-1327 M)
3.        Sultan Mahmud Malik Al-Zahir(1326-1345 M)
4.        Sultan Mansur Malik AL-Zahir ( 1345-1346 M)
5.        Ahmad Malik Al-Zahir (1346-1383 M)
6.        Zain Al-Abidin Malik Al-Zahir (1383-1405 M)
7.        Sultan Nahrasiyah (1402 M)
8.        Sultan Abu Zaid Malik Al-Zahir (1445 M)
9.        Sultan Mahmud Malik Al-Zahir (1445-1477 M)
10.    Sultan Zain Al-Abidin (1477-1500 M)
11.    Sultan Abdullah Malik Al-Zahir (1505-1513M)
12.    Sultan Malik Al-Abidin (1513-1524 M)
Kerajaan Samudera Pasai berlangsung pada tahun 1524, pada tahub 1521 kerajaan ini ditaklikan oleh pbangsa portugis selama tiga tahun, an pada tahun 1524 dianeksasi oleh raja aceh yakni raja Ali Mughayathsyah. Selanjutnya dibawah kekuasaan kerajaan Aceh Darusalam.[16]
3.    Kerajaan Aceh Darusalam
Kerajaan  Aceh terletak pada pusat Aceh besar letak ibu kota kerajaan tersebut. Menurut Anas Mahmud, Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15, diatas puing-puing kerajaan lamuri oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M).Menurutnya pemerintahan Aceh Darusalam mengalami kemajuan dibidang perdaganagan karena saudagar-saudagar Muslim yang melakukan perbindah berdagng yang awal mulanya di malaka merak berbindah ke Aceh.
Ali mughyat Syah meluaskan wilayah kekuasaanya ke pidie yang bekerja sama dengan portugis kemudian ke Pasai pada tahun (1524 M). Dengan kemenangannya atas dua kerajaan dengan mudahnya ia melebarakan kekuasaanya ke Sumatera Timur.
Peletak kekuasaan dan kebesaran kerajaan Aceh adalah sultan Alaudin Riayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Dalam memerangi portugis, ia bekerja sama dengan kerajaan Utsmani di Turki dan kerajaan-kerajaan islam yang berada di Indonesia. Dengan bantuan Utsmani kerajaan Aceh dapat membangun angkatan perang dengan kokoh.
Kejayaan kerajan Aceh terletak pada masa kepemimpinan raja Iskandar Muda (1608-1637), pada masanya kerajaan Aceh dpat menguasai pelabuhan Pesisir Timur dan Barat Sumatera. Dari Aceh tanah Gayo yang berbatasan di Islamkan dan Minang Kabau. Hanya orang-orang batak kafir yang melawan kekuasaan Islam dengan meminta bantua Portugis, namun Sultan Iakandar tidak menggantungkan bantuannya kepada kerajaan Utsmani di Turki yang jaraknya jauh. Untuk mengalahkan portugis Sultan Alaudiin bergabung dengan musuh Portugis yakni Belanda dan Inggris.
Kemudian kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Tsani yang bersikap liberal, lembut dan adil. Pengethuan agama berkembang dengan pesat akan tetapi wafatanya Sultan Iskandar Tsani diikuti oleh masa-masa bencana. Tatkala Sultan perempuan menduduki tahta (1641-1699)., beberapa wilayah taklukan terpecah belah. Menjelang abad ke-18 M kesultanan Aceh merupakan bayangan belaka.
b.      Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Pulau Jawa
1.    Kerajaan Demak
Pada akhir abad XV, Raden fatah murid Sunan Bonang merupakan raja pertama dari Kerajaan demak, berdirinya kerajaan demak karena melepaskan diri dari kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama kali di Pulau Jawa, demak berada di pesisir utara dengan lingkungan alam yang subur yang dalam babad disebut Gelagahwangi. Konon tempat tersebut didiami para Muslim yang dibawah pimpina RadenFatah yang kehadirannya di tempat itu diberi petunjuk oleh seorang wali yang bernama Sunan Rahmat atau Ampel.
Raden Fatah merupakan keturunan Putra Brawijya dari ibunya, putri Tiongkok (cempa) yang ketika dalam kandungan ibunya dititipkan oleh Brawijaya kepada gubernur Palembang disanala Raden Fatah dilahirkan. Tempat tersebut menjadi kerajaan yang pertama kali berdiri di Pulau Jawa konon sejak abad ke-15 an M, banyak yang mengatakan sejak lenyapnya kerajan Majapahit di daerah Trowulan oleh Wangsa Girindrhawaedana penguasa kerajaan Kediri pada tahun 1474.
Sedangkan, babad lokal menerangkan tentang keruntuhan kerajaan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan candra sengkalanya, Sirna Hilang Kertaning Bhumi (1400 saka). Raden Fatah wafat pada tahun 1518 digantikan oleh Muhammad Yunus yang dikenal dengan nama Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor. Ia diberi gelar sebagai Sultan Demak II, ia digantikan oleh Pangeran Trenggono. Ketika pemeritahan Pangeran Trenggono datanglah Syeikh Nurullah atau Fatahillah dari Pasai dan Nurullah diangkat sebagai Panglima perang. Dia dinikahkan dengan adik perempuan dari Pangeran Trenggono.
Ancaman Portugis dalam bidang agama dan ekonomi menyebabkan Demak meluaskan wilayah kekuasaannya ke barat maupun ke timur dibawah pimpinan Fatahillah dan ia mampu merobohkan benteng Portugis. Pada tanggal tanggal 22 Juni 1927 Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Sultan Trenggono wafat pada saat pertempuran di Pasuruan. Kerajaan Demak mengalami masa kejayaan pada masa kepemimpinn Sultan Trenggono. Setelah wafatnya Sultan Trenggono, Kerajaan Demak selanjutnya dipimpin oleh adik dari Sultan Trenggono yang bernama Prawoto. Namun, masa kepemimpinan Prawoto tidak berlangsung lama karena banyak pemberontakan dari adipati-adipati sekitar  wilayah Kerajaan Demak. Lalu Sunan Prawoto terbunuh oleh Aria Penangsang dari Jipang pada tahun 1549, dengan terbunuhnya Sunan Prawoto maka berakhirlah Kerajaan Demak dan dilanjutkan oleh Kerajaan Pajang dibawah pimpinan Jaka Tingkir yang berhasil membunuh Aria Pengangsang.
2.    Kerjaan Cirebon
Kerajaan pertama di Jawa Barat adalah Kerjaan Cirebon yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Mula-mula Cirebon ini merupakan sebuah daerah yang berada dibawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Sunan Gunung Jati mengembangkan pengaruh Islam dari daerah Cirebon ke Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali, Sunda Kelapa, dan Banten. Pangeran Walangsungsang adalah seorang guru labuhan dari Raja Pajajran sekaligus memilki hubungan darah yang sangat erat dengannya. Pangeran Walangsungsang inilah yang berhasil memajukan Cirebon, dan ketika itu ia telah menagnut agama Islam. Disebutkan oleh Tome Pires Islam sudah ada di Cirebon sekitar 1470-1475 M.
Status Cirebon berhasil ditingkatkan oleh Syarif Hidayatullah menjadi suatu kerajaan yang terkenal, karena keberhasilannya ia diberi gelar Sunan Gunung Jati. Sunan Gunug Jati lahir pada tahun 1448 M dan wafat pada tahun 1568 M. Setelah wafatnya Sunan Gunung Jati, kepemimpinan kerajaan digantikan oleh Panembahan Ratu, selanjutnya digantikan lagi oleh Panembahan Giri Liya. Panembahan Giri Liya bisa dikatakan penguasa Kerajaan Cirebon yang terakhir. Sebab, setelah itu, Kerajaan Cirebon terbagi menjadi dua, yakni Kasepuhan dan Kanoman.
3.    Kerajaan Mataram
Kerajaan Mataram adalah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh raja Sutawijaya, ia merupakan salah satu putra dari Ki Ageng Pemanahan, Raja Sutawijaya diberi gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama, karena berhasil memindahkan pusat pemerintahan ke daerah kekuasaan ayahnya. Pemerintahan Senopti tahun (1586-1601 M) tidak berjalan mulus karena diwarnai pemberontakan. Setelah wafatnya Panembahan Senopati, lalu ia digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang. Pada tahun (1601-1613), Mas jolang berhasil naik tahta dan bergelar Sultan Anyarkrawati. Namun, Mas Jolang wafat ketika bertempur dalam pertempuran di daerah Krapyak.
Lalu, Mas Jolang digantikan oleh Mas Rangsang. Pada masa pemerintahan Mas Rangsang lah Kerajaan Mataram mencapai masa keemasannya, kemudian pusat pemerintahan dipindahkan ke Plered. Sultan Agung ingin merebut kekusaan Kerajaan Banten, namun terhambat oleh VOC yang menguasai Sunda Kelapa. Sultan Agung menghadapi VOC terlebih dahulu selama 2 kali penyerangan pada tahun 1628 dan 1629 namun tidak berhasil juga, tetapi dapat membendung pengaruh VOC di Jawa.
Pada tahun 1645, Sultan Agung wafat, lalu digantikan oleh Amangkurat I yang memiliki hubungan erat dengan Belanda. Selanjutnya, digantikan lagi oleh Amangkurat II, pada masa ini Kerajaan Mataram semakin terancam sempit dikarenakan Belanda  yang sangat kuat akan menaklukan Kerajaan Mataram ini sehingga raja-raja yang memerintah di kerajaan ini tidak dapat berkutik lagi. Pada tahun 1755, Mataram terpecah menjadi dua akibat Perjanjian Giyati.
Dilihat dari segi sosial ekonominya, Kerajaan Mataram cukup maju sebagai salah satu Kerajaan besar di pulau Jawa, seperti pada bidang pertanian, agama, dan budaya. Karya kesustraan yang terkenal di Kerajaan Mataram ini adalah  Sastra Gading yang merupakan sebuah karya dari Sultan Agung.
4.    Kerajaan Banten
Sejak sebelum zaman islam kerajaan banten berada dibawah kekuasaan raja-raja sunda (pajajaran). Pada tahun 1524-1525 M, Sunan Gunung Jati meletakkan dasar pengembangan agama dan kerajaan Islam di banten. Sultan Banten pertamalkali yakni Maulana Hasanudin ia adalah putra Fatahillah. Setelah Hasanudin pemerinthan Banten diteruskan oleh panembahan Yusuf.
Panembahan Yusuf memeritah selam 10 tahun ia wafat karena sakit. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Maulana Muhammad dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Maulana Muhammad wafat pada saat pertempuran di Palembang. Maulana Yusuf digantikan oleh Abu Mufakir dan kemudin digantikan Abu Ma’ali. Sultan Ageng Tirtayasa menggantikan tahta Abu Ma’ali dan mengalami masa kejayaan pada masa kesultanan Ageng Tirtayasa yakni sekitar tahun (1651-1682 M). Keruntuhan Kerajaan Banten disebabkan adanya perang saudara antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan anankyayakni yang bernama Sultan Haji yang berkompromi dengan VOC.
c.    Kerajaan Gowa dan Talo
Kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan terdiri atas dua kerajaan yakni kerajaan Talo dan Kerajaan Gowa. Kerajaaan tersebut bersatu menjadi satu kerajaan yakni Raja Gowa, Daeng Manrabaimenjadi raja yang bergelar Sultan Alaudin. Sedangkan Raja Talo Karaeng Mantoayamenjadi perdana menteri dengan gelar Sultan Abdullah.
Kerajaan Gowa Talo merupakan wilayah yang setrategis yakni berada diantara wilayah barat dan timur nusantara, dan kerajaan Gowa Talo menjadi bandar utama rempah-rempah sebagai pusat pelabuhan memasuki Indonesia timur.
d.   Kerajaan Ternate dan Tidore
Kerajaan islam yang selanjutnya berkembang di Indonesia adalah kerajaan Ternate dan Tidore. Ternate merupakan kerajaan di wilayah timur pada abad ke-13 dengan rajanya yang bernama Zainal Abidin (1486-1500). Zainal abidin merupakan murid dari Sunan Giri yang berada di Demak. Kerajaan Tidore di pulau lainnya dipimpin oleh Raja Mansur. Wilayah timur Indonesia merupakan sasaran dalam perdagangan karena maluku kaya akan rempah-rempah.
Kerajaan Ternate cepat berkembangnya karena penghasilan cengkeh yang dihasilkan, dua kerajaan tersebut hidup berdampingan dan damai, tetapi tidak berlangsung lama dengan kedatangan portugis dan spanyol ke Maluku yang mengadu domba kerajaan tersebut. Portugis yang masuk ke Maluku pada tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutu. Dengan membangun Benteng Sao Paolo. Sedangkan Spanyol yang masuk pada tahun 1521 menjadikan Tidore sebagi sekutunya, Namun setelah mereka sadar bahwa mereka diadu domba merekapun membaik kembali. Sultan Khairun digantikan oleh Sultab Baabullah (1570-1583) pada masa pemerintahannya portugis dapat di usir.
D.      Gerakan Modern Islam: Asal Usul Dan Perkembangan
Jauh sebelum Islam datang, masyarakat Indonesia telah mengenal sistem kepercayaan tentang hal-hal ghaib dan roh-roh leluhur atau  disebut dengan Animisme dan Dinamisme. Disampng itu sebagian mereka juga telah mengenal agama Hindu-Budha. Ketika islam datang, proses islamisasi dilakukan dengan cara damai dan sangat toleran terhadap kultur pra-islam yang telah mengakar pada kehidupan masyarakat. Hal ini kemudian mempengaruhi ajaran islam sendiri.
Secara umum, gerakan modern islam merupakan suatu upaya menghidupkan kembali keimanan islam beserta praktik-praktiknya dalam komunitas muslimin. Gerakan modern islam juga bisa dikatakan sebagai pembaharuan dalam islam. pembaharuan disini bukanlah pembaharuan akan syariat ubudiah yang telah ditetapkan dalam islam, melainkan memurnikan kembali ajaran islam yang telah terakulturasi dengan warisan budaya pra-islam di indonesia. Berkembangnya paham Islam sinkretis, khurafat, tahayul dan praktik bid’ah. Semua praktek tersebut dipandang kelompok revivalis atau pembaru (Wahabi) sebagai bid’ah dan menyimpang dari al-Quran dan Hadits.
Dalam perjalanan sejarah di akhir abad ke 19 M dan awal abad 20 M, muncul di wilayah nusantara upaya pembaharuan dan pemurnian dengan mencontoh tokoh-tokoh dari Mekah, Mesir, India dan Pakistan seperti Jamaluddin al-Afghani, Moh. Abduh, Rasyid Ridha, Syah Waliyullah, Syayid Ahmad, Muh. Abdul wahab, dan lain-lain. Gerakan yang lahir di Timur Tengah  tersebut telah memberikan pengaruh besar terhadap kebangkitan islam di indonesia dan kawasan Asia Tenggara lainnya.[17]
Asal usul dan perkembangan gerakan modern Islam Indonesia pertama kali dimulai di Minangkabau. Hal ini didasarkan karena daerah Minangkabau terdapat tanda-tanda pembaharuan dibandingkan daerah-daerah lain yang masih merasa puas dengan praktek-praktek tradisional mereka. Minangkabau juga merupakan pusat revitalisasi Islam dan pusat aksi sosial. Sejarah pembaharuan di Minangkabau bermula pada abad ke-19 dengan gerakan Padri, yang berusaha menjadikan adat Minangkabau sesuai dengan syari’at Islam.[18]
Bermula dari pembaharuan pemikiran pemikiran dan pendidikan islam di Minangkabau, yang disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia, kebangkitan islam semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi sosial keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor (1909) dan Solo (1911), Persyarikatan Ulama di Majalengka, Jawa Barat (1911), Muhammadiyah di Yogyakarta (1912), Persatuan Islam (Persis) di Bandung (1920-an), Nahdatul Ulama (NU) di Surabaya (1926), dan Persatuan Tarbiyah Islamiah (Perti) di Candung, Bukittinggi (1930), dan Partai-partai Politik, seperti Sarekat Islam (SI) yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) di Padang Panjang (1932) yang merupakan kelanjutan, dan perluasan dari organisasi pendidikan Thawalib, dan Partai Islam Indonesia (PII) pada tahun 1938 M.[19]
Persatuan Islam (Persis), yang didirikan di Jawa Barat pada tahun 1923 oleh kelompok dagang yang diketahui oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus, mencurahkan pada pengkajian agama, menyebarkan prakktik ritual Islam yang benar, dan kepatuhan dalam menjalankan hokum Islam. Persatuan Islam melarang praktik umum masyarakat Indonesia seperti praktk penggunaan jimat dan penggunaan kekuatan magis untuk penyembuhan.[20]
Organisasi-organisasi sosial keagamaan Islam dan organisasi-organisasi yang didirikan kaum terpelajar, menandakan tumbuhnya benih-benih nasionalisme dalam pengertian modern.

DAFTAR PUSTAKA
Aizid, Rizem. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Yogyakarta: DIVA Press, 2015.
Ambary, Hasan Muarif. Menemukan Peradaban. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998.
Ghofur, Abd., Tela’ah Kritis Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara, Jurnal Ushuluddin, 2011.
Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000.
Saifullah. Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Suryanegara, Ahmad Mansur. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan islam Indonesia, Bandung: Penerbit Mizan, 1995.
Sutrisno, Budiono Hadi. Sejarah Walisongo. Yogyakarta: Grha Pustaka, 2010.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.

Catatan:
1.     Tolong pendahuluan diperbaiki.
2.     Perujukan masih minimalis.
3.     Rujukan jurnal harus ditulis lengkap keterangan jurnalnya.
4. Berikan sedikit ulasan tentang wali songo. sebaiknya menggunakan buku atlas wali songo karya Agus Sunyoto.


[1] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 8.
[2] Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: DIVA Press, 2015), hlm. 482
[3] Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hlm. 71.
[4] Rizem Aizid, Op. Cit., hlm.483
[5] Saifullah, Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 15.
[6] Rizem Aizid, Op. Cit., hlm.484
[7] Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan islam Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan), hlm.82.
[8] Loc. Cit.,
[9] Musyrifah Sunanto, Op.Cit., hlm. 12.
[10] Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo, (Yogyakarta: Grha Pustaka, 2010), hlm. 205-206.
[11] Rizem Aizid, Op. Cit., hlm. 499-500
[12] Saifullah, Op. Cit, hlm. 26.
[13] Rizem Aizid, Op. Cit., hlm. 488
[14] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 205
[15]Ibid., hlm. 206-207
[16] Ibid., hlm. 208.
[17] Abd. Ghofur, Tela’ah Kritis Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara, Jurnal Ushuluddin 2011.
[18] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), hlm. 331.
[19] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 258.
[20] Ira M. Lapidus, Op. Cit., hlm. 329-330.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar