ISLAM
DI INDONESIA
(TELA’AH PROSES
MASUK SERTA BERKEMBANGNYA ISLAM)
Nur Aini, Makomam Mahmuda, Desma Anggraini, Rif’ah
Rizki Ramadhani
Mahasiswa
Pendidikan Bahasa Arab 2016 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract
This article is
about the process of entry and development of Islam in Indonesia. In issue in
this article regarding when Islam entered Indonesia and who the carrier is, how
the process of Islamization is done and how the development of Islam in the
time thereafter. Related to the time and who carier of Islam to Indonesia,
historians have three theories, as the theory of Gujarat, theory of Makkah, and
the theory of Persia. Accepted Islam in Indonesia because of the Islamization
process is done in a peace method without enforcement and adapted to the
culture that existed at that time. Starting from the coast, Islam grew rapidly
until overran kingdoms in different regions at the time. After growing rapidly
in Indonesia Islamic movement emerged modern Islam. This movement exists
because the teachings of Islam that has been mixed with the pre-Islamic culture
(animism, dynamism, Hindu-Buddhist) were already entrenched in people's lives.
This reform movement seeks to purify Islamic teaching appropriate return Quran
and Hadith.
Abstrak
Artikel ini berisi tentang proses masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia. Pokok pembahasan dalam artikel ini mengenai kapan islam masuk di
indonesia dan siapa pembawanya, bagaimana proses islamisasi dilakukan serta bagaimana
perkembangan Islam pada masa setelahnya. Berkaitan dengan waktu dan pembawa
agama Islam ke Indonesia, para ahli sejarah menyebut tiga teori, yaitu teori
Gujarat, teori Makkah, dan teori Persia. Islam diterima di indonesia karena
proses islamisasi dilakukan dengan cara yang damai tanpa unsur paksaan dan
disesuaikan dengan kultur yang ada pada saat itu. Bermula dari pesisir, islam
semakin pesat hingga berhasil menguasai kerajaan-kerajaan di berbagai daerah
yang ada pada saat itu. Setelah islam berkembang pesat di indonesia muncul
gerakan modern islam. Gerakan ini ada karena ajaran islam yang telah tercampur
budaya pra-islam (animism, dinamisme, hindu-budha) yang terlanjur mengakar pada
kehidupan masyarakat. Gerakan pembaharuan ini berusaha memurnikan kembali
ajaran islam yang sesuai Al-quran dan Hadits.
Keyword: Islamisasi,
pembaharuan, Indonesia.
A.
Pendahuluan
Islam merupakan agama sempurna yang universal. Meskipun pada
awalnya turun di tanah Haram, pada masa selanjutnya islam dapat tersebar
ke pelosok jazirah arab, kemudian merambah ke luar jazirah arab hingga menjauh
dari pusat sembernya, seperti di benua Eropa, Cina, hingga Asia tenggara.
Indonesia yang merupakan bagian dari Asia Tenggara tidak luput dari persebaran
islam.
Kawasan Asia
Tenggara telah berfungsi sebagai jalur lintas perdagangan dan pelayaran
antarbenua, khususnya Asia-Eropa sejak awal masehi.oleh karena itu, kawasan ini
ramai dengan hadirnya para pedagang dan pelaut yang melintasi wilayah tersebut.
Dampak dari interaksi internasional ini adalah masuknya pengaruh tradisi besar
ke kawasan Asia Tenggara, salah satunya yaitu Islam. Indonesia yang dahulu
bernama Nusantara mulai mengenal Islam dari para pedagang muslim yang berlayar
dan singgah untuk beberapa waktu. Pengenalan Islam terus berlanjut dari yang
awalnya hanya di daerah pesisir pantai kemudian ke pusat pemerintahan dan
pedalaman gunung. Proses ini dilakukan secara bertahap dan membutuhkan waktu
yang lumayan panjang.
B.
Kedatangan Islam Di Indonesia: Proses Islamisasi
Kedatangan islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan.
Para tokoh sejarah memiliki pendapat
beragam mengenai siapa pembawa islam ke Indonesia dan kapan islam mulai masuk
ke Indonesia. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber terpercaya yang memiliki
bukti dan alasan kuat menjelaskan siapa dan kapan islam mulai masuk di
Indonesia.
a.
Teori Gujarat
Teori
ini dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda, diantaranya Snouck
Hurgronje yang berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M
dari Gujarat (bukan Arab langsung)[1].
Menurut teori ini islam masuk di Indonesia dibawa oleh para pedagang dari
Gujarat (India).
Bukti-
bukti dari teori ini adalah sebagai berikut:[2]
·
Bukti batu nisan sultan pertama Kerajaan Samudra Pasai (sekarang Aceh),
yakni Malik al-Shaleh yang wafat pada
tahun 1297. Relief nisan tersebut bersifat hinduistis, yang mempunyai kesamaan
dengan nisan yang terdapat di Gujarat.
·
Adanya kenyataan bahwa agama Islam disebarkan melalui jalan dagang
antara Indonesia-Cambai (Gujarat)-Timur
Tengah-Eropa.
Ada juga
bukti lain, di Gresik terdapat makam dari bahan marmer berasal dari Gujarat,
Cambay yaitu makam Maulana Malik Ibrahim (w.822/1419M) danmakam Fatimah binti
maimun. Dengan memperhatikan bahan batu nisan, tulisan gaya kufi yang tertera
pada makam, serta pola hiasan dapat dipastikan bahwa nisan tersebut diimpor
dari Cambay, Gujarat.[3]
ternyata
sama bentuknya dengan batu nisan yang terdapat di Cambay Gujarat. Dilihat dari
segi bahan yang dibuat, tampak batu nisan ini bukan buatan lokal. Khat yang
tertulis bergaya Khufi member kesan kuat bahwa itu di buat di Gujarat India.
b.
Teori Persia
Pandangan
teori ini berbeda dengan teori Gujarat dan Makkah. Teori ini menerangkan bahwa
agama Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia,yang singgah ke Gujarat,
sedangkan waktunya sekitar abad ke-13 M.[4]
Teori ini memfokuskan tinjauannya pada sosio-kultural di kalangan
masyarakat Islam Indonesia yang ada kesamaan dengan di Persia. Pengaruh Persia
dapat dilihat dari banyak ditemukannya ungkapan-ungkapan
dan kata-kata Persia dalam hikayat-hikayat Melayu, Aceh, dan bahkan juga Jawa.[5]
Pengaruh lainnya dapat dilihat sebagai berikut:
1)
Peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syi’ah
atas syahidnya Husain.
2)
Adanya kesamaan ajaran antara Syekh Siti Jenar dengan ajaran Sufi
Iran, Al-Hallaj. Meskipun Al-Hallaj telah meninggal dunia pada tahun 310 H/ 922
M, tetapi ajarannya berkembang terus dalam bentuk puisi sehingga memungkinkan
Syekh Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat mempelajarinya.[6]
c.
Teori Makkah
Teori
Makkah lebih belakangan lahir jika dibandingka dengan teori Gujarat yang telah
lama muncul dalam khazanah ilmu pengetahuan sejarah. Teori Mekah muncul ketika
banyaknya kritikan yang ditujukan pada teori Gujarat karena terdapat sisi-sisi
lain yang tidak terungkap sehingga melemahkan teori itu sendiri.
Teori
ini dicetuskan oleh Hamka di dalam pidatonya saat Dies Natalis PTAIN ke-8 di
Yogyakarta pada tahun 1958. Sejak dari
tersebut, kemudian dikuatkan sanggahannya dalam Seminar Sejarah Masuknya Agama
Islam ke Indoensia di Medan, 17-20 Maret 1963. Hamka menolak pandangan yang mengatakan bahwa
Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 dan berasal Gujarat. Hamka lebih
mendasarkan pandangannya pada peranan bangsa Arab sebagai pembawa agama Islam
ke Indonesia. Gujarat dinyatakan sebagai tempat singgah semata, dan Makkah
sebagai pusat, atau Mesir sebagai tempat penggambilan ajaran Islam.[7]
Alasan lain
yaitu karena pada abad ke-13, saat itu telah berdiri kekuasaan politik Islam.
Jadi, masuknya Islam ke Nusantara terjadi jauh sebelumnya, yaitu sejak abad
ke-7 M.[8]
Islam berkembang di Indonesia melalui enam saluran yang saling
melengkapi satu dengan lainnya, yaitu:
1)
Perdagangan
Diantara
saluran islamisasi di Indonesia, pada awalnya adalah melalui perdagangan.
Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke -7 hingga ke-16 M. membuat
pedagang-pedagang Muslim (Arab,Persia dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para
raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka
menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan
saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir pulau Jawa.
Uka
Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di
pesisisr Pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil
mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga
jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang
Jawa dan
kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat
sebagai bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak
yang masuk Islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang
goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang
Muslim. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih
perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2)
Perkawinan
Dari sudut
ekonomi,para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari pada
kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi,terutama putri-putri bangsawan, tertarik
untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. sebelum kawin, mereka diislamkan
terlebih dahulu. Setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka makin
luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah, kerajaan-kerajaan
Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita muslim yang dikawini
oleh keturunan bangsawan,tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam
terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi
antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati,
karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses
islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel
dengan Nyai Manila,Sunan Gunung Jati dengan putri Kawunganten, Brawijaya dengan
putri Campa yang menurunkan Raden patah (Raja pertama Demak), dan lain-lain.
3)
Taaswuf dan Tarekat
Bersamaan
dengan pedagang yang datang di Indonesia, datang pula para ulama, da’i, dan sufi penggembara. Keberhasilan
para sufi dalam syiar Islam lebih disebabkan dalam menyajikan ajaran Islam
mereka memakai unsur-unsur kultur pra-Islam. Mereka mahir dalam soal-soal magis
dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Di antara
mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf,
“bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan
dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama
baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang
memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia
pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syaikh Lemah Abang, dan Sunan
Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M
bahkan di abad ke-20 M ini.
4)
Pendidikan
Islamisasi juga
dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan
oleh guru-guru agama, kyai-kyai, ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu,
calon ulama, guru agama, dan kyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar
dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwah ke
tempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh
Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren
Giri ini banyak yang di undang ke Malulu untuk mengajarkan agama Islam.
5)
Kesenian
Saluran yang
banyak digunakan untuk penyebaran Islam terutama di pulau Jawa adalah seni.[9]
Salah satu walisongo yang mahir mempergunakan seni sebagai proses islamisasi
adalah Sunan Kalijaga. Beliau menggunakan banyak cabang seni, diantaranya
adalah seni wayang, gamelan, seni arsitektur, dan seni busana. Sebagai seorang
dalang wayang kulit, beliau terkenal sangat menarik. Ketika Sunan Kalijaga
mengadakan pentas wayang (Pentas ini diadakan dalam rangka mendakwahkan islam) di
suatu desa, penonton berjubel memadati halaman. Beliau tidak pernah menarik
bayaran materi, melainkan mengajak seluruh hadirin untuk bersyahadat
mengucapkan sumpah pengakuan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan mengakui nabi
Muhammad SAW adalah utusan Allah.[10]
Dengan cara perlahan dan bertahap, tanpa menolak dengan keras
terhadap sosial kultural masyarakat sekitar, Islam memperkenalkan toleransi dan
persamaan derajat. Hal ini tentu menarik perhatian masyarakat Hindu-Jawa yang
sebelumnya menekankan perbedaan derajat (kasta sosial). Islam diterima dengan
baik oleh masyarakat Indonesia, mulai dari rakyat jelata hingga kaum bangsawan.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya[11]:
1)
Syarat masuk agama Islam sangatlah mudah. Seorang hanya mengucapkan
kalimat syahadat agar resmi menganut agama Islam.
2)
Agama Islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat berdasarkan
kasta. Dalam ajaran agam Islam, tidak dikenal adanya perbedaan golongan dalam
masyarakat. Setiap anggota masyarakat memiliki kedudukan yang sama sebagai
hamba Allah SWT.
3)
Penyebaran agama islam dilakukan dengan cara damai.
4)
Sifat bangsa Indonesia yang ramah dan tamah memberi peluang untuk
bergaul lebih erat dengan bangsa lain. Dalam pergaulan yang erat itu, terjadi
saling mempengaruhi dan pengertian.
5)
Upacara-upacara dalam Islam lebih sederhana.
C.
Pertumbuhan Lembaga Sosial Dan Politik: Kerajaan-Kerajaa
Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam merupakan masa penting dalam
proses islamisasi di Indonesia. Pada mulanya, kehadran Islam hanya terbatas
pada pembentukan komunitas Islam di pesisir dan pusat perdagangan. Dengan
berdirinya kesultanan, Islam mulai tampil sebagai kekuatan politik dan budaya.
Islam memperoleh kekuatan politik, sehingga perkembanganya semakin efektif dan
pengaruhnya semakin mendalam dalam tata kehidupan masyarakat.[12]
a.
Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Sumatera
1.
Kerajaan Perlak
Perlak
merupakan kerajaan islam tertua di Indonesia. Masa pemerintahan kerajaan ini cukup lama, yaitu mulai berdiri
pada tahun 840 M dan berakhir pada tahun 1292 M lantaran bergabung dengan
Kerajaan Samudra Pasai.
Raja pertama
kerajaan Perlak yaitu Sultan Alaidin Sayid Maulana Syah (225-249 H atau 840-964
M) yang bernama asli Sayud Abdul Aziz.Kerajaan Perlak mengalami masa kejayaan
pada masa pemerintahan Sultan Makdum Alaudin Malik Muhammad Amin Syah II Johan
Berdaulat (622-662 H atau 1225-1263 M). Pada masa penmerintahan mengalami
perkembangan pesat dalam bidang pendidikan islam dan perluasan dakwah islam.
Perlak merupakan kerajaan yang maju, ditemukan bahwa kerajaan tersebut memilik
mata uang sendiri yakni yang terbuat emas (dirham), perak (kupang) dan tembang
dan kuningan.[13]
2.
Samudera Pasai
Kerajaaan islam
pertama kali di indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang merupkan kerajaan kembar. Kerajan ini
terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kerajaannya sebagai kerajaan Islam
diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai proses dari
hasil islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang
Muslim sejak abad ke-7, ke-8 M, dan
seterusnya. Bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai yakni pada abad ke-13 itu didukung oleh adanya
nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan itu, dapat
diketahui bawa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun
696 H, yang diperkirakan bertepatan pada tahun 1297 M.
Malik as-Saleh,
raja pertama itu, merupakan pendiri kerajaan tersebut. Hal itu diketahui dari
tradisi-tradisi Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil
penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan sarjana-sarjana Barat, khusunya
para sarjana Belanda, seperti Snouck Hurgronye, J. P. Molquette, J. L. Moens,
J. Hushoff Poll, G. P. Rouffaer, H. K. J. Cowan, dan lain-lain.[14]
Dari segi
politik, munculnya kerajaan Samudera Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan
suramnya peranan maritim kerajan sriwijaya yang sebelumnya memegang peranan
penting di kawasan sumatera dan sekelilingnya.
Dalam Hiikayat
Raja-raja Pasai disebutkan Malik Al Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah
Sile atau Merah Selu. Ia masuk islam berkat pertemuannya dengan syech ismail,
seorang utusan syarif mekah, yang kemudian memberikan ia gelar Sultan Malik
Al-Saleh. Nisan kubur itu didapatkan di Gampong Samuderai bekas dari kerajaan
Samudra Pasai.
Merah Selu adalah
putra Merah Gajah, nama merah merupakan gelar bangsawan yang lazim di Sumatera
Utara. Selu kemungkianan berasal dari kata sungkala yang aslinya berasal dari Sanskrit
Chula. Kepemimpinan yang menonjol menepatkan dirinya menjadi raja.
Dari hikayat
itu, terdapat petunjuk bahwa tempat pertama bahwa sebagai pusat kerajaan
Samudera Pasai adalah Maura Sungai Peusang, sebuah sungai yang cukup pajang dan
lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu. Ada dua kota
yang terletak bersebarangan di Muara Sungai Peusangan itu, Pasai dan Samudera.
Kota Samudera terletak agak lebih kepedalaman, sedangkan kota Pasai terletak ke
Muara. Di tempet yang terakhir inilah terletak makam raja-raja.
Pendapat bahwa
Islam sudah berkembang disana sejak awal 13 M, didukung oleh berita cina dan
pendapat Ibn Batuta, seorang pengembara terkenal asal Maroko, yang pada
pertengahan abad 14 M (tahun 746 H atau
1345 M) mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya dari delhi ke cina. Ketika
itu Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al-Zahir, putra Sultan Malik
as-saleh. Menurut sumber-sumber cina, pada awal tahun 1282 M kerajaan kecil
Sa-mu-ta-la(Samudera) mngirim kepada raja cina duta-duta yang disebut dengan
nama-nama muslim yakni Husei dan Sulaiaman. Ibn Batuta menyatakan bahwa islam
sudah hampir 1 abad disiarkan disana. Ia meriwayatkan keshalihan, kerendahan
hati dan semangat keagamaan rajanya yang seperti rakyatnya, mengikuti Madzhab
Syafii. Berdasarkan beritanya pula, Kerajaan Samudera Pasai ketika itu
merupakan pusat studi agama islam dan tempat berkumpul ulama-ulama dari
berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagi masalah keagamaan dan keduniaan.[15]
Perekonomian
kerajaan maritim ini, tidak memiliki basis agrasi. Perekoniamnya berdomisili
pada perdagangan dan pelayaran yang memungkinkan kerajaan memperoleh
penghasilan dan pajak yang besar.Tomes pires menceritakan bahwab ia menemukan
mata uang dirham di pasai, dikatakan bahwa setiap kapal yang membawa
barang-barang dari barat dikenai pajak senilai 6%. Pada saat itu Samudera Pasai
merupakan suatu daerah yang penting sebagai pusat perhubungan perdagangan di
pulau Indonesia, india,cina dan arab.
Diteliti oleh
H.K.J Cowan bahwasanya mata uang dirham tersebutmenggunakan nama-nama Sultan
Alaudin, Sultan Mansur Malik Al-Zahir, Sultan Abu Zaid, dan Abdullah. Pada
tahun 1973 ditemukannya mata uang yang bertuliskan nama Sultan Muhammad Malik
Al-Zahir. Dari mata uang emas tersebut dapat diketahuai nama-nama raja Samudera
Pasai:
1.
Sultan Malik Al-Saleh (tahun 1207 M)
2.
Sultan Malik Al-Zahir (1297-1327 M)
3.
Sultan Mahmud Malik Al-Zahir(1326-1345 M)
4.
Sultan Mansur Malik AL-Zahir ( 1345-1346 M)
5.
Ahmad Malik Al-Zahir (1346-1383 M)
6.
Zain Al-Abidin Malik Al-Zahir (1383-1405 M)
7.
Sultan Nahrasiyah (1402 M)
8.
Sultan Abu Zaid Malik Al-Zahir (1445 M)
9.
Sultan Mahmud Malik Al-Zahir (1445-1477 M)
10.
Sultan Zain Al-Abidin (1477-1500 M)
11.
Sultan Abdullah Malik Al-Zahir (1505-1513M)
12.
Sultan Malik Al-Abidin (1513-1524 M)
Kerajaan Samudera Pasai berlangsung pada tahun 1524, pada tahub
1521 kerajaan ini ditaklikan oleh pbangsa portugis selama tiga tahun, an pada
tahun 1524 dianeksasi oleh raja aceh yakni raja Ali Mughayathsyah. Selanjutnya
dibawah kekuasaan kerajaan Aceh Darusalam.[16]
3.
Kerajaan Aceh Darusalam
Kerajaan Aceh terletak pada pusat Aceh besar letak ibu
kota kerajaan tersebut. Menurut Anas Mahmud, Kerajaan Aceh berdiri pada abad
ke-15, diatas puing-puing kerajaan lamuri oleh Muzaffar Syah (1465-1497
M).Menurutnya pemerintahan Aceh Darusalam mengalami kemajuan dibidang
perdaganagan karena saudagar-saudagar Muslim yang melakukan perbindah berdagng
yang awal mulanya di malaka merak berbindah ke Aceh.
Ali
mughyat Syah meluaskan wilayah kekuasaanya ke pidie yang bekerja sama dengan
portugis kemudian ke Pasai pada tahun (1524 M). Dengan kemenangannya atas dua
kerajaan dengan mudahnya ia melebarakan kekuasaanya ke Sumatera Timur.
Peletak
kekuasaan dan kebesaran kerajaan Aceh adalah sultan Alaudin Riayat Syah yang
bergelar Al-Qahar. Dalam memerangi portugis, ia bekerja sama dengan kerajaan
Utsmani di Turki dan kerajaan-kerajaan islam yang berada di Indonesia. Dengan
bantuan Utsmani kerajaan Aceh dapat membangun angkatan perang dengan kokoh.
Kejayaan
kerajan Aceh terletak pada masa kepemimpinan raja Iskandar Muda (1608-1637),
pada masanya kerajaan Aceh dpat menguasai pelabuhan Pesisir Timur dan Barat
Sumatera. Dari Aceh tanah Gayo yang berbatasan di Islamkan dan Minang Kabau.
Hanya orang-orang batak kafir yang melawan kekuasaan Islam dengan meminta
bantua Portugis, namun Sultan Iakandar tidak menggantungkan bantuannya kepada
kerajaan Utsmani di Turki yang jaraknya jauh. Untuk mengalahkan portugis Sultan
Alaudiin bergabung dengan musuh Portugis yakni Belanda dan Inggris.
Kemudian
kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Tsani yang bersikap liberal,
lembut dan adil. Pengethuan agama berkembang dengan pesat akan tetapi wafatanya
Sultan Iskandar Tsani diikuti oleh masa-masa bencana. Tatkala Sultan perempuan
menduduki tahta (1641-1699)., beberapa wilayah taklukan terpecah belah.
Menjelang abad ke-18 M kesultanan Aceh merupakan bayangan belaka.
b.
Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Pulau Jawa
1.
Kerajaan Demak
Pada
akhir abad XV, Raden fatah murid Sunan Bonang merupakan raja pertama dari
Kerajaan demak, berdirinya kerajaan demak karena melepaskan diri dari kerajaan
Majapahit. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama kali di Pulau Jawa,
demak berada di pesisir utara dengan lingkungan alam yang subur yang dalam
babad disebut Gelagahwangi. Konon tempat tersebut didiami para Muslim yang
dibawah pimpina RadenFatah yang kehadirannya di tempat itu diberi petunjuk oleh
seorang wali yang bernama Sunan Rahmat atau Ampel.
Raden
Fatah merupakan keturunan Putra Brawijya dari ibunya, putri Tiongkok (cempa)
yang ketika dalam kandungan ibunya dititipkan oleh Brawijaya kepada gubernur
Palembang disanala Raden Fatah dilahirkan. Tempat tersebut menjadi kerajaan
yang pertama kali berdiri di Pulau Jawa konon sejak abad ke-15 an M, banyak
yang mengatakan sejak lenyapnya kerajan Majapahit di daerah Trowulan oleh
Wangsa Girindrhawaedana penguasa kerajaan Kediri pada tahun 1474.
Sedangkan,
babad lokal menerangkan tentang keruntuhan kerajaan Majapahit pada tahun 1478
M. Dengan candra sengkalanya, Sirna Hilang Kertaning Bhumi (1400 saka). Raden
Fatah wafat pada tahun 1518 digantikan oleh Muhammad Yunus yang dikenal dengan
nama Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor. Ia diberi gelar sebagai Sultan Demak
II, ia digantikan oleh Pangeran Trenggono. Ketika pemeritahan Pangeran
Trenggono datanglah Syeikh Nurullah atau Fatahillah dari Pasai dan Nurullah
diangkat sebagai Panglima perang. Dia dinikahkan dengan adik perempuan dari
Pangeran Trenggono.
Ancaman
Portugis dalam bidang agama dan ekonomi menyebabkan Demak meluaskan wilayah
kekuasaannya ke barat maupun ke timur dibawah pimpinan Fatahillah dan ia mampu
merobohkan benteng Portugis. Pada tanggal tanggal 22 Juni 1927 Fatahillah
mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Sultan Trenggono wafat pada saat
pertempuran di Pasuruan. Kerajaan Demak mengalami masa kejayaan pada masa
kepemimpinn Sultan Trenggono. Setelah wafatnya Sultan Trenggono, Kerajaan Demak
selanjutnya dipimpin oleh adik dari Sultan Trenggono yang bernama Prawoto.
Namun, masa kepemimpinan Prawoto tidak berlangsung lama karena banyak
pemberontakan dari adipati-adipati sekitar
wilayah Kerajaan Demak. Lalu Sunan Prawoto terbunuh oleh Aria Penangsang
dari Jipang pada tahun 1549, dengan terbunuhnya Sunan Prawoto maka berakhirlah
Kerajaan Demak dan dilanjutkan oleh Kerajaan Pajang dibawah pimpinan Jaka
Tingkir yang berhasil membunuh Aria Pengangsang.
2.
Kerjaan Cirebon
Kerajaan
pertama di Jawa Barat adalah Kerjaan Cirebon yang didirikan oleh Sunan Gunung
Jati. Mula-mula Cirebon ini merupakan sebuah daerah yang berada dibawah
kekuasaan Pakuan Pajajaran. Sunan Gunung Jati mengembangkan pengaruh Islam dari
daerah Cirebon ke Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali, Sunda
Kelapa, dan Banten. Pangeran Walangsungsang adalah seorang guru labuhan dari
Raja Pajajran sekaligus memilki hubungan darah yang sangat erat dengannya.
Pangeran Walangsungsang inilah yang berhasil memajukan Cirebon, dan ketika itu
ia telah menagnut agama Islam. Disebutkan oleh Tome Pires Islam sudah ada di
Cirebon sekitar 1470-1475 M.
Status Cirebon
berhasil ditingkatkan oleh Syarif Hidayatullah menjadi suatu kerajaan yang
terkenal, karena keberhasilannya ia diberi gelar Sunan Gunung Jati. Sunan Gunug
Jati lahir pada tahun 1448 M dan wafat pada tahun 1568 M. Setelah wafatnya
Sunan Gunung Jati, kepemimpinan kerajaan digantikan oleh Panembahan Ratu,
selanjutnya digantikan lagi oleh Panembahan Giri Liya. Panembahan Giri Liya
bisa dikatakan penguasa Kerajaan Cirebon yang terakhir. Sebab, setelah itu,
Kerajaan Cirebon terbagi menjadi dua, yakni Kasepuhan dan Kanoman.
3.
Kerajaan Mataram
Kerajaan
Mataram adalah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh raja Sutawijaya, ia merupakan
salah satu putra dari Ki Ageng Pemanahan, Raja Sutawijaya diberi gelar
Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama, karena berhasil memindahkan
pusat pemerintahan ke daerah kekuasaan ayahnya. Pemerintahan Senopti tahun (1586-1601
M) tidak berjalan mulus karena diwarnai pemberontakan. Setelah wafatnya
Panembahan Senopati, lalu ia digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang.
Pada tahun (1601-1613), Mas jolang berhasil naik tahta dan bergelar Sultan
Anyarkrawati. Namun, Mas Jolang wafat ketika bertempur dalam pertempuran di
daerah Krapyak.
Lalu, Mas
Jolang digantikan oleh Mas Rangsang. Pada masa pemerintahan Mas Rangsang lah
Kerajaan Mataram mencapai masa keemasannya, kemudian pusat pemerintahan
dipindahkan ke Plered. Sultan Agung ingin merebut kekusaan Kerajaan Banten,
namun terhambat oleh VOC yang menguasai Sunda Kelapa. Sultan Agung menghadapi
VOC terlebih dahulu selama 2 kali penyerangan pada tahun 1628 dan 1629 namun
tidak berhasil juga, tetapi dapat membendung pengaruh VOC di Jawa.
Pada tahun
1645, Sultan Agung wafat, lalu digantikan oleh Amangkurat I yang memiliki
hubungan erat dengan Belanda. Selanjutnya, digantikan lagi oleh Amangkurat II,
pada masa ini Kerajaan Mataram semakin terancam sempit dikarenakan Belanda yang sangat kuat akan menaklukan Kerajaan
Mataram ini sehingga raja-raja yang memerintah di kerajaan ini tidak dapat
berkutik lagi. Pada tahun 1755, Mataram terpecah menjadi dua akibat Perjanjian
Giyati.
Dilihat dari
segi sosial ekonominya, Kerajaan Mataram cukup maju sebagai salah satu Kerajaan
besar di pulau Jawa, seperti pada bidang pertanian, agama, dan budaya. Karya
kesustraan yang terkenal di Kerajaan Mataram ini adalah Sastra Gading yang merupakan sebuah karya
dari Sultan Agung.
4.
Kerajaan Banten
Sejak sebelum
zaman islam kerajaan banten berada dibawah kekuasaan raja-raja sunda
(pajajaran). Pada tahun 1524-1525 M, Sunan Gunung Jati meletakkan dasar
pengembangan agama dan kerajaan Islam di banten. Sultan Banten pertamalkali
yakni Maulana Hasanudin ia adalah putra Fatahillah. Setelah Hasanudin
pemerinthan Banten diteruskan oleh panembahan Yusuf.
Panembahan
Yusuf memeritah selam 10 tahun ia wafat karena sakit. Kemudian pemerintahan
dilanjutkan oleh Maulana Muhammad dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Maulana
Muhammad wafat pada saat pertempuran di Palembang. Maulana Yusuf digantikan
oleh Abu Mufakir dan kemudin digantikan Abu Ma’ali. Sultan Ageng Tirtayasa
menggantikan tahta Abu Ma’ali dan mengalami masa kejayaan pada masa kesultanan
Ageng Tirtayasa yakni sekitar tahun (1651-1682 M). Keruntuhan Kerajaan Banten
disebabkan adanya perang saudara antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan
anankyayakni yang bernama Sultan Haji yang berkompromi dengan VOC.
c.
Kerajaan Gowa dan Talo
Kerajaan yang
terletak di Sulawesi Selatan terdiri atas dua kerajaan yakni kerajaan Talo dan
Kerajaan Gowa. Kerajaaan tersebut bersatu menjadi satu kerajaan yakni Raja
Gowa, Daeng Manrabaimenjadi raja yang bergelar Sultan Alaudin. Sedangkan Raja
Talo Karaeng Mantoayamenjadi perdana menteri dengan gelar Sultan Abdullah.
Kerajaan Gowa
Talo merupakan wilayah yang setrategis yakni berada diantara wilayah barat dan
timur nusantara, dan kerajaan Gowa Talo menjadi bandar utama rempah-rempah
sebagai pusat pelabuhan memasuki Indonesia timur.
d.
Kerajaan Ternate dan Tidore
Kerajaan islam
yang selanjutnya berkembang di Indonesia adalah kerajaan Ternate dan Tidore.
Ternate merupakan kerajaan di wilayah timur pada abad ke-13 dengan rajanya yang
bernama Zainal Abidin (1486-1500). Zainal abidin merupakan murid dari Sunan
Giri yang berada di Demak. Kerajaan Tidore di pulau lainnya dipimpin oleh Raja
Mansur. Wilayah timur Indonesia merupakan sasaran dalam perdagangan karena
maluku kaya akan rempah-rempah.
Kerajaan Ternate cepat berkembangnya
karena penghasilan cengkeh yang dihasilkan, dua kerajaan tersebut hidup
berdampingan dan damai, tetapi tidak berlangsung lama dengan kedatangan
portugis dan spanyol ke Maluku yang mengadu domba kerajaan tersebut. Portugis
yang masuk ke Maluku pada tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutu. Dengan
membangun Benteng Sao Paolo. Sedangkan Spanyol yang masuk pada tahun 1521
menjadikan Tidore sebagi sekutunya, Namun setelah mereka sadar bahwa mereka
diadu domba merekapun membaik kembali. Sultan Khairun digantikan oleh Sultab
Baabullah (1570-1583) pada masa pemerintahannya portugis dapat di usir.
D.
Gerakan Modern Islam: Asal Usul Dan Perkembangan
Jauh sebelum Islam datang, masyarakat Indonesia telah mengenal
sistem kepercayaan tentang hal-hal ghaib dan roh-roh leluhur atau disebut dengan Animisme dan Dinamisme.
Disampng itu sebagian mereka juga telah mengenal agama Hindu-Budha. Ketika
islam datang, proses islamisasi dilakukan dengan cara damai dan sangat toleran
terhadap kultur pra-islam yang telah mengakar pada kehidupan masyarakat. Hal
ini kemudian mempengaruhi ajaran islam sendiri.
Secara umum,
gerakan modern islam merupakan suatu upaya menghidupkan kembali keimanan islam
beserta praktik-praktiknya dalam komunitas muslimin. Gerakan modern islam juga
bisa dikatakan sebagai pembaharuan dalam islam. pembaharuan disini bukanlah
pembaharuan akan syariat ubudiah yang telah ditetapkan dalam islam, melainkan
memurnikan kembali ajaran islam yang telah terakulturasi dengan warisan budaya
pra-islam di indonesia. Berkembangnya paham Islam sinkretis, khurafat, tahayul dan praktik bid’ah. Semua praktek tersebut dipandang kelompok revivalis atau pembaru (Wahabi) sebagai bid’ah dan menyimpang dari al-Quran dan Hadits.
Dalam perjalanan sejarah di akhir abad ke 19 M dan awal abad 20 M,
muncul di wilayah nusantara upaya pembaharuan dan pemurnian dengan mencontoh
tokoh-tokoh dari Mekah, Mesir, India dan Pakistan seperti Jamaluddin
al-Afghani, Moh. Abduh, Rasyid Ridha, Syah Waliyullah, Syayid Ahmad, Muh. Abdul
wahab, dan lain-lain. Gerakan yang lahir di Timur Tengah tersebut telah memberikan pengaruh besar
terhadap kebangkitan islam di
indonesia dan kawasan Asia Tenggara lainnya.[17]
Asal usul dan perkembangan gerakan modern Islam Indonesia pertama
kali dimulai di Minangkabau. Hal ini didasarkan karena daerah Minangkabau
terdapat tanda-tanda pembaharuan dibandingkan daerah-daerah lain yang masih
merasa puas dengan praktek-praktek tradisional mereka. Minangkabau juga
merupakan pusat revitalisasi Islam dan pusat aksi sosial. Sejarah pembaharuan
di Minangkabau bermula pada abad ke-19 dengan gerakan Padri, yang berusaha
menjadikan adat Minangkabau sesuai dengan syari’at Islam.[18]
Bermula dari
pembaharuan pemikiran pemikiran dan pendidikan islam di Minangkabau, yang
disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di
Indonesia, kebangkitan islam semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi
sosial keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor (1909) dan Solo
(1911), Persyarikatan Ulama di Majalengka, Jawa Barat (1911), Muhammadiyah di
Yogyakarta (1912), Persatuan Islam (Persis) di Bandung (1920-an), Nahdatul
Ulama (NU) di Surabaya (1926), dan Persatuan Tarbiyah Islamiah (Perti) di
Candung, Bukittinggi (1930), dan Partai-partai Politik, seperti Sarekat Islam
(SI) yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin Indonesia (Permi)
di Padang Panjang (1932) yang merupakan kelanjutan, dan perluasan dari
organisasi pendidikan Thawalib, dan Partai Islam Indonesia (PII) pada tahun
1938 M.[19]
Persatuan Islam
(Persis), yang didirikan di Jawa Barat pada tahun 1923 oleh kelompok dagang
yang diketahui oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus, mencurahkan pada
pengkajian agama, menyebarkan prakktik ritual Islam yang benar, dan kepatuhan
dalam menjalankan hokum Islam. Persatuan Islam melarang praktik umum masyarakat
Indonesia seperti praktk penggunaan jimat dan penggunaan kekuatan magis untuk
penyembuhan.[20]
Organisasi-organisasi
sosial keagamaan Islam dan organisasi-organisasi yang didirikan kaum
terpelajar, menandakan tumbuhnya benih-benih nasionalisme dalam pengertian
modern.
DAFTAR PUSTAKA
Aizid, Rizem. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap,
Yogyakarta: DIVA Press, 2015.
Ambary, Hasan Muarif. Menemukan Peradaban. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1998.
Ghofur, Abd., Tela’ah Kritis Masuk dan Berkembangnya Islam di
Nusantara, Jurnal Ushuluddin, 2011.
Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2000.
Saifullah. Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Suryanegara, Ahmad Mansur. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan
islam Indonesia, Bandung: Penerbit Mizan, 1995.
Sutrisno, Budiono Hadi. Sejarah Walisongo. Yogyakarta: Grha
Pustaka, 2010.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014.
Catatan:
1. Tolong pendahuluan diperbaiki.
2. Perujukan masih minimalis.
3. Rujukan jurnal harus ditulis lengkap keterangan
jurnalnya.
4. Berikan sedikit ulasan tentang wali songo. sebaiknya menggunakan buku atlas wali songo karya Agus Sunyoto.
[1] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 8.
[3]
Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998),
hlm. 71.
[4] Rizem
Aizid, Op. Cit., hlm.483
[5]
Saifullah, Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 15.
[7]
Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan islam
Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan), hlm.82.
[9] Musyrifah
Sunanto, Op.Cit., hlm. 12.
[10]
Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo, (Yogyakarta: Grha Pustaka,
2010), hlm. 205-206.
[11] Rizem
Aizid, Op. Cit., hlm. 499-500
[12]
Saifullah, Op. Cit, hlm. 26.
[13] Rizem
Aizid, Op. Cit., hlm. 488
[14] Badri
Yatim, Op. Cit., hlm. 205
[17] Abd. Ghofur, Tela’ah Kritis Masuk dan Berkembangnya Islam di
Nusantara, Jurnal Ushuluddin 2011.
[18] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2000), hlm. 331.
[19]
Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 258.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar