Jumat, 24 Februari 2017

Sejarah Peradaban Islam pada Masa Dinasti Umayyah (PBA B Semester Genap 2016/2017)





SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH

Nur Khalimatus Sa’diyah, Indana Zulfa, Nur Syahr Jihan Tuanany
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Angkatan 2016

Abstrack
This article speaks about the development of the religion of Islam in the future to the Caliphate of Umayyah dynasty, much of the literature or books of reference were revealed about the beginning of the establishment to the Caliphate, starting from the reimbursement system after the caliph Ali, who used the election of the leader of the Muslims on the basis of consultation ago when muawaiyah led Islamic caliphs the reimbursement system changed to Absolute monarchy, but besides that during the leadership of this, many caliphs who have great services and is able to reach the glorious achievement, especially in science and religion sciences such hadith, tafsir , etc. So that the emerging Muslim scientists who are well known such as: Ibn Sina, Ibn Kholdun, Averroes, etc. besides there are socio-cultural system imposed by the dynasty Umayyah dynasty in the arab and mawali, and resulted in an upheaval arise, causing jealousy from the mawali and it also became one of the factors of this decline of the Umayyah dynasty. In addition, many factors dynasty Umayyad dynasty setback both internal factors and external factors.
Abstrak
Artikel ini berbicara mengenai perkembangan agama islam pada masa ke khalifahan dinasti umayyah, banyak literatur atau buku refrensi yang mengungkapkan tentang awal mula dibentuknya ke khalifahan ini, dimulai dari sistem penggantian setelah khalifah Ali, yang dulu cara pemilihan pemimpin umat islam atas asas musyawarah lalu ketika muawaiyah memimpin islam maka sistem penggantian khalifah tersebut  berganti menjadi monarchi Absolut, namun disamping itu pada masa kepemimpinan ini, banyak pula khalifah-khalifah yang mempunyai jasa yang besar dan mampu menggapai prestasi yang gemilang, khusunya dibidang ilmu pengetahuan dan ilmu- ilmu agama seperti hadis, tafsir, dll. Sehingga bermunculan para ilmuan muslim yang sangat terkenal seperti : ibnu sina, ibnu khaldun, ibnu rusydi,dll. selain itu terdapat sistem sosial budaya yang diterapkan oleh dinasti umayyah pada kaum arab dan mawali, dan mengakibatkan timbul sebuah pergolakan,sehingga menyebabkan kecemburuan dari pihak mawali dan hal tersebut juga menjadi salah satu faktor kemunduran dinasti Umayyah ini. Selain itu banyak pula faktor-faktor kemunduran dinasti umayyah baik itu faktor internal maupun faktor eksternalnya.
Keywords: Sistem, Perkembangan, Sosial-Budaya, Kemunduran, Dinasti Umayyah.
A. Pendahuluan
Hampir semua sejarawan membagi Dinasti Umayyah (Umawiyah) menjadi dua, yaitu pertama, Dinasti Umayah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyah ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (Siria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah sistem pemerintahan dari sistem khalifah pada sistem mamlakat (Kerajaan atau Monarki) dan kedua, Dinasti Umayyah di Andalusia (Siberia) yang pada awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah dibawah pimpinan seorang gurbernur pada zaman Walid Ibn Abd Al-Malik; kemudian diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas setelah berhasil menaklukkan Dinasti Umayah di Damaskus.[1]Dinasti ini merupakan dinasti yang sama-sama berasal dari keturunan Umayyah dan keduanya memiliki karakteristik tersendiri, sehingga  mencetak prestasi-prestasi besar, meskipun pada masa Dinasti Umayyah pertama mengalami kemunduran, namun dinasti ini mampu berdiri kembali dan mendirikan kerajaan di spanyol.
Banyak dari sejarah islam yang menyatakan bahwa kepemimpinan dinasti Umayyah ini kurang lebih berusia 90 tahun. Pemerintahan dinasti ini memang berjalan sangat lama, dan banyak menghasilkan prestasi, meskipun demikian terdapat problem yang terjadi, sebelum Muawiyyah menjadi khalifah, sistem pemilihan khalifah yang digunakan oleh umat islam adalah Musyawarah, namun ketika Muawiyyah menjabat, sistem pemerintahanya berubah menjadi monarchi, maka yang menjadi titik problema, apakah cara pemilihan khalifah tersebut sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Islam, serta apakah terjadi perkembangan ilmu pada masa dinasti umayyah ini, karena pada kepimimpinan khulafaur rosyidin keilmuan sangat diperhatikan, selain itu pada masa ini terjadi pula beberapa problem sosial budaya antara kaum arab dan mawali, dan tentunya penyebab hal tersebut patut diungkap serta apa faktor-faktor penyebab kemunduran dinasti umayah ini.
Hal ini perlu diungkap karena banyak faktor yang membuat islam dulu pernah maju dan islam memiliki sejarah yang patut untuk diteladani bagi setiap orang muslim, serta kita patut mengetahui asal mula dibentuknya dinasti ini. Apalagi jika kita mengkaji sejarah maka kita akan mengetahui bahwa perintisan Dinasti Umayah dilakukan oleh Muawiyah dengan cara menolak membai’at Ali, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian secara politik yang sangat menguntungkan Muawiyah.[2]
Selain itu kita juga harus mengetahui bagaimana islam pernah berjaya di eropa, dan akibat persentuhan islam dan eropa tersebut yang terjadi pada masa pemerintahan dinasti umayyah 2 ini menjadikan orang-orang barat bangkit dan mengalami kemajuan ilmu sampai sekarang. Selain itu ada pula kelompok arab mawali yang hidup di masa dinasti amawiyah ini, yang mereka ikut mempengaruhi bagaimana terjadinya kehancuran atau kemunduran dari dinasti amawiyah ini.

B.       Sistem Penggantian Khalifah Pada Masa Dinasti Umayyah
Daulat Bani Umayyah mengambil nama keturunan dari Umayyah ibn Abdi syams ibn Abdi manaf. Dia salah seorang yang terkemuka didalam persukuan Quraisy di zaman jahiliyah, bergandeng dengan pamanya Hasyim ibn Abdimanaf. Di antara Umayyah dengan Hasyim bertanding paling keras  di dalam merebutkan kedudukan di kalangan Quraisy. Tetapi Umayyahmempunyai sebab-sebab kemenangan yang lebih banyak dari Hasyim. Sebab Umayyah adalah saudagar, banyak harta dan banyak pula keturunan. Padahal harta dan keturunan itu adalah pangkal kemenangan dalam merebut pengaruh dalam masyarakat suku-suku Arab. Oleh karena itu Abdul Muttalib bin Hasyim pernah bernadzar, bila cukup anaknya sepuluh maka akan dikorbankan salah satunya, dan nyaris anaknya Abdullah hendak dikorbankan ! syukurlah berhala mau menerima tebusan 100 ekor unta.[3]
Diantara khalifah dari dinasti Umayyah  1 yaitu :
1.              Muawiyah bin Abi Sufyan
Muawiyah adalah keturunan ketiga dari umayyah. Karena Umayyah mempunyai anak bernama Harb, Harb memiliki anak bernama Shakr yang bergelar Abu Sufyan lalu memiliki anak yang bernama Muawiyyah. Dia adalah kepala kaum Quraisy yang terkemuka seketika melawan Nabi Muhammad, Juga menjadi kepala perangkatan perniagaan dan juga pernah menjadi utusan berembuk Nabi di Madinah. Apalagi Nabi adalah menantunya, sebab anaknya yang bernama Ummu Habibah menjadi istri Nabi. Dia memeluk agama Islam seketika Rasulullah menaklukan Mekkah.[4]
Perintisan Dinasti Umayah dilakukan oleh Muawiyah dengan cara menolak membai’at Ali, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian secara politik yang sangat menguntungkan Muawiyah.[5]
Keberuntungan Muawiyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali r.a. Jabatan khalifah setelah Ali r.a. wafat, dipegang oleh putranya, Hasan Ibnu Ali selama beberapa bulan. Akan tetapi, karena tidak didukumh oleh pasukan yang kuat, sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat, akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan ibn Ali. Isi perjanjian itu adalah bahwa penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat islam setelah masa Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun 661M. (41 H). dan tahun tersebut disebut am jamaah karena perjanjian ini mempersatukan umat islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik, yaitu Muawiyah, dan Muawiyah mengubah sistem khalifah menjadi kerajaan.[6]
Memasuki kekhalifahan muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (Kerajaan turun temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak.. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. [7]
Pada masa itu umat islam telah bersentuhan dengan peradaban Persia dan Byzantium. Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud meniru cara suksesi kepemimpinan yang ada di Persia dan Byzantium, yaitu Monarki. Akan tetapi, gelar pemimpin pusat tidak disebut raja ( Malik). Muawiyah tetap menggunakan gelar khalifah dengan makna konotatif yang diperbaharui. Jika pada zaman khalifah empat, khalifah (pengganti) yang dimaksud adalah khalifah Rasululllah SAW. Khalifah rasul adalah pemimpin masyarakat, sedangkan pada masa bani umayyah, yang dimaksudkan dengan khalifah Allah adalah pemimpin atau penguasa yang diangkat oleh Allah.langkah awal dalam rangka memperlancar pengangkatan Yazid sebagai penggantinya adalah menjadikan Yazid ibn Muawiyah sebagai putra mahkota.[8]
Muawiyah adalah seorang yang cerdas  akal, cerdik cendekia lagi bijaksana, luas ilmu dan siasatnya, terutama dalam urusan dunia. Pandai mengatur ahli hikmat, lemah lembut, fasih lidah nya dan berarti tutur katanya. Siapa yang mendekat kepadanya, jarang tidak terikat oleh lemak manis mulutnya. Mempunyai Pribadi menarik. Pemaaf pada tempat yang patut dimaafkan, keras pada tempat yang patut keras, tetapi lebih banyak maafnya daripada marahnya, namun ia adalah seorang yang ambisius.[9]
Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai pendiri bani Umayyah benar-benar menjadi momentum perubahan dan sekaligus menjadi inspirator perkembanganm pemerintahan dan kebudayaan Islam, sehingga banyak kebudayaan Islam yang dihasilkannya. Terlepas dari soal kritikan tajam berkaitan dengan kebijakannya, terutama yang bertolak belakang dengan kebijakan Khulafaurrasidun dalam soal kepemimpinan dan peralihan kekuasaan, yang jelas kehadiran Muawiyah pada jaman itu dalam dunia Islam benar-benar mampu menawarkan alternatif baru pada aspek politik pemerintahan dan kebudayaan Islam. Berbarengan dengan itu, tumbuhnya gerakan keagamaan menjadi perspektif lain yang mampu menaikkan citra pemerintahan Islam. Sebagaimana ditulis Hasjmy bahwa gerakan dakwah dan tumbuhnya kebudayaan Islam dalam perjalanannya membutuhkan organisasi yang baik dan militan, karena tanpa itu, gerakan dakwah tidak dapat berjalan dengan baik, bahkan kemungkinan besar akan mandek. Dengan asumsi itu, maka tugas pendukungan terhadap dakwah Islam terletak di atas pundah Daulah Islamiyah.[10]
Prestasi yang diraih oleh Khalifah Muawiyah diantaranya yaitu ketika Byzantium mengerahkan tentaranya untuk memperluas wilayah jajahanya, ia tiba di beberapa daerah kekuasaan Muawiyah. Untuk mengusir tentara Byzantium it, Muawiyah mengerahkan 1.700 kapal perang kecilyang mampu menghalau pasukan musuh dan dapat menaklukkan pulau Cyprus dan Rhodus di Laut Tengah. Setelah beliau menjabat sebagai gurbernur di Palestina selama 10 tahun dan di Syams 10 tahun dan setelah menjabat sebagai khalifah daulah umawiyah selama 20 tahun, muawiyah wafat pada Rajab 60 H dalam usia 78 tahun.[11]
2.              Yazid bin Muawiyah (Yazid 1)
Yazid ibn Muawiyah, Khalifah yang kedua dari Bani Umayah, anak Muawiyah sendiri. Dari isterinya Asma’ binti Bahdaal, (atau Maisun binti Bahdal). Maisun itu adalah seorang anak perempuan dari satu persukuan Badwi di Nejd. Dan dibawah pindah ke kota Damsyik.[12]
Dia didik sangat manja oleh ayahnya, maklumlah anak tersebut dididik dilingkungan Istana, sebab itu maka bertemulah pada dirinya perangai anak- anak bangsawan, Dia hanya suka berburu, bersenda memelihara budak-budak perempuan dan bersyair dan sangat fasih bersyair.[13]
Ketika Muawiyah akan meninggal ia berpesan kepada anaknya bahwa ada 4 orang yanga akan menjadi lawan nya dalam perebutan jabatan khalifah dan ia menunjukkan cara untuk melawanya secara satu persatu. Menurut Muawiyah “Tangkap saja Husein bin Ali  jangan dibunuh jika ia tidak melawan, beri belanja secukupnya. Abdullah ibnu Umar, tidak begitu berbahya, sebab dia adalah orang yang sangat taat kepada tuhan, dia sangat mementingkan akhirat. Sebab itu jangan diganggu akhiratnya, supaya tidak diganggu duniamu. Abdurrahman ibn abu bakar adalah seorang anak muda yang tidak tahan melihat perempuan cantik, sebab itu asal saja dipalut dirinya dengan harta dan perempuan tetntu akan tertutup mulutnya. Tetapi yang lebih berbahaya, yaitu Abdullah ibn Zubair, kalau musuh yang seorang ini dibiarkan, alamat akan celaka, sebab itu kalau bertemu hendaknya bunuh betul-betul, cincang dan jangan beri ampun”.[14]
Kemudian setelah berpesan muawiyah menghembuskan nafas terakhirnya. Dan Yazid pun naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gurbernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya, dengan hal ini maka semua penduduk mengambil sumpah setia kecuali Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair, dan dengan hal ini pula kaum Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’) melakukan penggabungan dan menyuruh Husein melakukan perlawanan. Husein sendiri dibaiat menjadi khalifah di Madinah. Pada tahun 680 M. Yazid akhirnya mengirim pasukan ke madinah untuk bertempur dan pada hari itu terjadilah pertempuran Karbala yang menyebabkan syahidnya Husein bin Ali. Setelah kejadian tersebut Yazid akhirnya resmi menjadi Khalifah dan memperkuat struktur administrasi Khilafah dan memperbaiki sistem pertahanan militer suriah. Ia juga memperbaiki sistem keuangan diperbaiki, mengurangi pajak beberapa kelompok Kristen dan memperbaiki irigasi di Damsyik. Setelah ia wafat lalu digantikan putranya.[15]

3.                  Abdul Malik bin Marwan
Abdul Malik bin Marwan adalah Khalifah kelima bani Umayah, menggantikan khalifah Marwan bin Hakam pada 692 M. selama masa pemerintahanya ia membebaskan banyak kota seperti kota-kota Romawi, Afrika Utara, dan Turkistan. Pada masa pemerintahanya ia membangun panti-panti untuk orang cacat, membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainya, pabrik-pabrik, gdung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah, mengubah mata uang Byzantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Tahun 705 M. ia digantikan oleh anaknya Al-walid bin abdul Malik. Pada masa khalifah ini daulah Umayyah mengalami kejayaan dan memiliki prestasi yang sangat besar, diantara pembangunan pada masa Abd Malik meliputi :
1.    Membentuk Mahkamah tinggi
2.    Pergantian bahasa resmi ( bahasa persi dan Romasi) menjadi bahasa arab.
3.    Penggantian mata uang
4.    Pembangunan pos.
5.    Mendirikan bangunan-bangunan, seperti pabrik Darus Sina’ah, Masjid Qubbatus Shakhrah. Dan memperluan Masjidil Haram.[16]
Diantara Prestasi besar yang dicapai pada masa Bani Umayyah di Damaskus adalah:
a.       Membangun masjid yang megah dan monumental seperti masjid kubah yang didalamnya ada mimbar untuk khotib berkhutbah.
b.       Mencatat dan membukukan vonis-vonis hakim.
c.       Membangun istana yang megah dan mewah dengan lapangan dan taman-taman yang indah.
d.       Membukukan hadits yang dilakukan oleh Muhammad bin Syihab Az-Zuhri atas permintaan khalifah Umar bin Abdul Aziz.
e.        Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa resmi negara.
f.        Membuat mata uang sendiri sebagai alat pertukaran.
g.      Berkembangnya berbagai aliran yang membahas tentang ketuhanan (teologi islam) misalnya: Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah dll.
h.       Berdirinya pembangunan panti untuk orang cacat.
i.        Penertiban angkatan perang.
j.        Dalam bidang pemerintahan juga mengalami kemajuan, dimana pemerintahan dibagi menjadi: Katib Al-Rosail (sekretaris surat menyurat). Katib al-kharaj (sekretaris yang menangani pengeluaran danpemasukan pajak negara) Katib Al-Jundi (sekretaris yang berhubungan dengan tentara) Katib As-Surthah (sekretaris urusan pemerintahan penyelenggaraan keamanan umum). Katib Al-Qodha (sekretaris yang menertibkan dalam bidang hukum.
k.      Ditetapkannya lambang bani Umayyah dengan symbol bendera merah
l.        Ditemukannya kertas dan kompas.[17]
Sedangkan Islam di Andalusia terjadi ketika    keluarga Bani Umayyah dikejar dan dibersihkan oleh Dinasti Abbasiyah pada tahun 750, salah seorang diantara sedikit orang yang dapat melarikan diri. Adalah abdul Rahman bin Muawiyah seorang cucu Hisyam bin Abdul Malik, beliau adalah khalifah kesepuluh dinasti umayyah. Dalam usia 20 tahun ia melarikan diri dan lima tahun lamanya ia mengembara. Dengan cara menyamar melalui Palestina, Mesir akhirnya ia memasuki Afrika Utara. Pelarian bermula dari kampung badui di tepi sungai eufarat dimana Abdul Rahman bersembunyi . Suatu hari tentara Abbasiyah mengepung camp itu, bersama saudaranya yang berumur 13 tahun ia melarikan diri berenang melewati sungai, namun saudaranya tersebut tidak sanggup dan kembali ketepi, sedangkan Abdur Rahman terus berenang dan akhirnya sampai di tepi lainya.[18]
Dalam perjalananya menuju Spanyol, ia banyak mendapat dukungan dari beberapa pemimpin akhirnya ia pun mampu memasuki kota spanyol, dan membangun daulah baru disana, yang diberi nama dinasti umayyah 2.  Namun dalam sumber lain menyebutkan bahwa Islam masuk ke Andalusia memiliki 2 faktor yaitu eksternal dan Internal, Faktor internal adalah kemauan kuat para penguasa islam untuk mengembangkan dan membebaskan wilayah menjadi wilayah Islam. Sedangkan faktor eksternalnya adalah suatu kondisi yang terdapat dalam negara spanyol sendiri. Pada masa penaklukan spanyo oleh orang-orang islam, kondisi sosial politik dan ekonomi negara ini berada dalam keadaan menyedihkan, serta penguasa disana bersikap tidak toleran terhadap aliran agama lain. Apalagi kaum yahudi, mereka banyak yang dipaksa untu dibaptis  dan apabila tidak bersedia akan di siksa dan dibunuh secara brutal. Oleh karena itu masyarakat spanyol berharapbesar pada Abdul Rahman sehinga mereka memberikan dukungan penuh agar Abdul Rahman mau memimpin Negri Spanyol atau Andalusia.[19]
Diantara Khalifah yang memimpin disana adalah :
1.    Abdur Rahman III
2.    Hakam II
3.    Hisyam II
4.    Sulaiman
5.    Dll.
Hasil pembebasan Islam di Andalusia adalah :
1.      Kemajuan Pembagunan, membangun kota cordova, Istana az-zahra, Istana al-hambra, Menara Grilda dll.
2.      Pengaruh terhadap Renaesans di Eropa, yaitu pengaruhnya terhadap ilmu pngetahuan yang ada di eropa, sehingga sampai sekarang ilmu pengetahuan berkembang pesat di eropa.
3.      Kemajuan dalam bidang ilmu dan sains.[20]
B.     Perkembangan Ilmu-Ilmu Agama Pada Masa Dinasti Umayyah
Dalam menelisik kemajuan kekuasaan Islam dari aspek kebudayaan dan dakwah Islam, Hasjmy mencatat ada sembilan parameter kemanjuan dinasti Ummayyah yaitu perluasaan bahasa Arab, membangun tempat khusus pengembangan ilmu pengetahuan, dikembangkannya ilmu qiraat, ilmu tafsir, ilmu Hadist, ilmu fiqh, ilmu nahwu, ilmu tarikh dan usaha penerjemahan18. Dengan adanya gerakan yang dimotori dari pihak kerajaan tersebut, menjadikan kebudayaan dan gerakan dakwah Islam bisa berkembang secara cepat mencapai puncak kejayaannya.[21]
Pada masa Umayyah 1 didirikan beberapa lembaga keagamaan dan pendidikan  yang dinamakan Kuttab, tapi dengan keilmuan yang masih sangat sederhana, yaitu masih dalam pengajaran metode membaca al-qur’an dan hadis, serta pendidikan seni dan Olahraga. Dari sini banyak anak- anak yang minat belajarnya semakin bertambah, dan semakin lama pemerintahan semakin menyempurnakan kurikulum dilembaga ini, sehingga peradaban bidang keilmuan pada masa dinasti Umayyah ini berkembang dengan pesat.
 Sedangkan perkembangan ilmu pada masa Dinasti Umayyah II mengalami perkembangan yang sangat pesat diantara ilmu yang muncul dan berkembang di Spanyol, terdapat ilmu kebahasaan, ilmu pendidikan, ilmu kepustakaan: ilmu kesejarahan, ilmu keperjalanan, ilmu  kealaman, dan ilmu keagamaan serta pengaruhnya terhadap dunia barat dewasa ini selanjutnya, dalam kebudayaan, terdapat kemajuan yang pesat dibidang kesenian, pertekstilan, desain dan arsitektur serta pembangunan sarana fisik lainnya.[22]
C.  Keadaan Sosial Budaya (Arab – Mawali) Pada Masa Dinasti Umayyah
A.  Hak istimewa Bangsa Arab Suriah
Umayyah bin Khalaf merupakan moyang dari Dinasti Umayyah yang telah menetap di Suriah jauh sebelum islam datang. Oleh karena itu, kehidupan dan keberlangsungan Dinasti Umayyah tidak bisa dilepaskan dari orang-orang Suriah. Selanjutnya Dinasti Umayyah membentuk aristokrasi militer arab yang sosial dan tingkatan masyarakat. Tentara Suriah adalah jantung kekuatan militer. Dinasti Umayyah sebagai sumber kekuatan, mereka memperoleh hak istimewa itu. Tidak mengherankan apabila kemudian terjadi kesenjangan sosial yang dalam antara masyarakat Suriah dan golongan lainnya.[23]
Keadaan itu menimbulkan kecemburuan kaum muslim di Arab di Madinah, Mekah da Irak. Mereka memang dibebaskan dari beban membayar pajak yang dipikulkan kepada orang-orang muslin non-Arab(mawali) dan non muslim. Akan tetapi kehidupan mereka tidak lebih baik dibanding dengan keluarga Suriah.[24]
Kecemburuan yang lebih besar ditunjukkan oleh orang-orang muslin non Arab pada umunya dan lebih khusus lagi adalah orang-orang islam Persia. Khalifah-khalifah Dinasti Umayyah bahkan menunjukkan sikap yang bermusuhan dengan mereka. Harapan mereka untuk memperoleh persamaan dalam bidang ekonomi dan sosial pupus sudah. Kedudukan mereka bahkan diturunkan menjadi Mawali yaitu orang yang sangat tergantung nasibnya pada majikan mereka orang-orang Arab. Mereka mengeluh atas perlakuan itu dan memandang sebagai hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dan ajaran islam.[25]
            Pada masa Dinasti Umayyah, orang-orang muslim Arab memandang dirinya lebih mulia dari segala bangsa bukan Arab (Mawali). Orang-orang bukan Arab memandang dirinya “Sayyid” (Tuan) atas bangsa bukan Arab, seakan-akan mereka dijadikan Tuhan untuk memerintah. Sehingga antara bangsa Arab dengan negeri taklukannya terjadi jurang pemisah dalam hal pemberian hak-hak bernegara.Masyarakat pada masa Dinasti Umayyah terbagi ke dalam empat kelas sosial. Kelas tertinggi biasanya diisi oleh para penguasa Islam, dipimpin oleh keluarga kerajaan dan kaum aristokrat Arab. Kelas sosial kedua adalah para muallaf yang masuk Islam melalui pemaksaan sehingga negara memenuhi hak penuh mereka sebagai warga muslim. Kelas sosial ketiga adalah anggota sekte dan para pemilik kitab suci yang diakui, yang disebut Ahl Al-Dzimmah, yaitu orang Yahudi, Kristen dan Saba yang telah mengikat perjanjian dengan umat Islam. Selanjutnya, kelas paling rendah dalam masyarakat adalah golongan budak. Meskipun perlakuan terhadap budak telah diperbaiki, tetapi dalam prakteknya mereka tetap menjadi penduduk kelas rendah.[26]
Penguasa Bani Umayyah  juga menetapkan kebijakan politik yang represif terhadap para penantangnya, yaitu kelompok syiah, khawarij dan Murjiah. Sehingga terciptalah kelas ekonomi. Diungkapkan bahwa hanya bangsa Arab saja yang dapat bekerja di lingkungan istana dan mendapat proteksi perdagangan yang istimewa dari pemerintah. Sementara yang terpetakan dalam kelompok Khawarij dan Syiah/Persia betul-betul mendapatkan tekanan ekonomi, dengan akses pekerjaan yang terbatas pada lapangan-lapangan kasar saja. Hanya beberapa kelompok bangsa saja yang tidak terpetakan dalam kelompok tersebut yang mendapatkan akses ke istana sebagai prajurit dan pegawai non strategis. Pada masa ini juga, bangsa non Arab mendapatkan sebutan umum sebagai mawali (identik dengan budak). [27]
Setelah satu abad berkuasa, kekuatan Bani Umayyah melemah karena oposisi Syiah dan pemberontak Khawarij yang terus menerus. Dalam situasi seperti itu, muncul gerakan Hasyimiyyah yang dipelopori oleh keturunan Muhammad ibn ‘Ali ibn ‘Abdillah ibn al-‘Abbās ibn Abdul Muththalib. Dengan menggunakan nama Hasyim (kakek Nabi SAW), gerakan ini berhasil meraih simpati bangsa Persia untuk meruntuhkan kekuasaan Umayyah, dengan iming-iming akan mengembalikan kekuasaan Islam di tangan imam Syiah (Ahl al-Bayt) dengan mendirikan kerajaan berbasis Imamah Syiah. Pada tahun 750 M, gerakan tersebut berhasil menjatuhkan kekuasaan Umayyah.

D.  Faktor Kemunduran Dinasti Umayyah
Kemunduran dan kehancuran Bani Umayyah memiliki kaitan yang sangat erat dengan proses berdirinya, serta kebijakan yang dijalankannya. Dalam dinasti ini sistem kekhalifahan diganti dengan system keturunan atau warisan demi kepentingan politik.[28]
Sejak pemerintahan Bani Umayyah berdiri dengan sistem kedinastiannya, umat Islam mengalami perpecahan. Dalalam dinasti ini, dimana kekuasaan harus dipegang oleh keluarga Bani Umayyah. Meski mereka tidak memiliki potensi kepemimpinannya, keluarga Bani Umayyah tetap berobsesi sebagai pemegang kekuasaan.
Dengan adanya kebijakan tersebut, maka lahirlah penyakit kronis di tingkat penguasa. Saling tampuk kepemimpinan yang kemudian diikuti dengan tindakan-tindakan negative seperti saling menipu, saling menjegal, dan bahkan saling membunuh. Keadaan ini melanda orang-orang Bani Umayyah terutama disaat-saat terakhir usia dinasti ini, yaitu dizaman Walid bin Yazid dan Marwan bin Muhammad.[29]
Ada dua periode yang dapat dikatakan masa kemunduran Bani Umayyah. Pertama, ketika Yazid naik tahta, Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair serta para pengikutnya dimadinah tidak mau tunduk pada Yazid, mereka mengangkat Husein sebagai khalifah, maka terjadilah pertempuran antara pasukan Yazid dengan pasukan Husein. Dalam pertempuran yang tidak mampu menduduki jabatan khalifah serta menyelesaikan urusan-urusan pemerintahan.
Karena itu, dimasa Muawiyah bin Yazid, Bani Umayyah tidak mengalami perubahan dank arena tidak mampu mengendalikan pemerintahan, pada akhirnya Muawiyah bin Yazid menyerahkan kekhalifahan itu. Tindakan tersebut menyebabkan perpecahan diwilayah Syiriah yang ditunjukkan dengan adanya satu pihak yang cenderung mengikuti pendirian penduduk Hijaz untuk membaiat Abdullah bin Zubair sebagai khalifah yang berkedudukan di Makkah. Penduduk Bashrah ibu kota wilayah Irak dan Iran, juga mengakui pembaiatan itu dan pendukung khalifah Abdullah bin Zubair semakin lama semakin bertambah.
Andaikan dalam keadaan kekhalifahan yang kritis seperti itu khalifah Abdullah bin Zubair sanggup berangkat ke syiriah maka kemungkinan kemenangan berpihak pada kekhalifahannya dan cerita sejarah islam menjadi lain. Untunglah keadaan itu segera dikendalikan oleh Marwan bin Hakam sebagai pengganti Muawiyah bin Yazid, apalagi setelah Marwan wafat digantikan oleh anaknya yakni Abdul Malik bin Marwan, karena Abdul Malik dipandang sebagai khalifah yang perkasa dan negarawan yang cakap sehingga kesatuan dunia lebih terkendalikan.
Yang kedua, yakni pada masa khalifah Walid bin Yazid yang berlangsung selama satu tahunlebih, dianggap sebagai zaman terburuk selama pemeribtahan bani Umayyah. Sedangkan lima orang khalifah penggantinya yaitu Yazid bin wahid dan Ibrahim bin Walid tidak meninggalkan jasa yang patut dikenang, masing-masing memerintah selama tiga bulan dan terjadi ketidakstabilan dimana-mana.
Ketidakstabilan yang terjadi pada masa ketiga khalifah tersebut merupakan kesempatan emas bagi orang-orang Abbasiyah yang pada saat itu mereka mampu memobilisasi masa dan menyatukan barisan untuk menggempur dinasti Bani Umayyah.
Oleh karena itu, ketika khalifah terakhir dijabat oleh Marwan bin Muhammad, ia sudah merasa tidak sanggup untuk menstabilkan Bani Umayyah walaupun tercatat dalam sejarah bahwa Marwan bin Muhammad merupakan orang yang paling berani dan potensial dalam menghadapi berbagai tantangan. Dimana pemerintahan ini hancur setelah mengalami pergolakan selama lima tahun yaitu setelah orang Abbasiyah menyerang habis-habisan Marwan bin Muhammad dan orang-orangnya. Dan akhirnya dinasti ini benar-benar runtuh pada tahun 132 H.[30]
Disebutkan juga bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran, antara lain :
1.      Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan system pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
2.      Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bias dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi dimasa Ali. Sisa-sisa Syi’ah dan Khawarij terus menjadi oposisi, baik secara terbuka seperti diawal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti pada masa pertengahan kekuasaan bani umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.      Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non-arab), terutama di Irak dan wilayah bagian Timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali ini menggambarkan suatu inferiotas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkanpada masa Bani Umayyah.
4.      Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.
5.      Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Mutholib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.[31]

Hal ihwal yang menjadi penyebab kemunduran pemerintahan bani Ummayyah yang kemudian menjadi momentum traumatic sejarah Islam, sebenarnya banyak faktor. Kehancuran kerajaan Ummayyah, dikarenakan persoalan yang sulit dipecahkan baik sifatnya internal maupun eksternal. Probem internal dimulai dari kasus perebutan kekuasaan yang sudah tidak bisa dihindari, sehingga dalam tempo 22 tahun terjadi 14 kali pergantian khalifah. Semangat dan kecintaannya dengan dunia yang berlebih, terpecah-pecahnya umat Islam menjadi raja-raja kecil dan sulit dikendalikan, pribadi khalifah yang lemah sehingga rawan konflik dan fitnah, sehingga lambat laun kekuasaan Islam jatuh ke tangan Kristen.
Gaya hidup hedonisme di lingkungan istana, berfoya-foya, hidup mewah dengan mengatas namakan umat, padahal kenyataannya jauh dari itu tidak banyak yang diperbuat dan bahkan cenderung berkhianat. sebab-sebab kehancuran bani Umayyah di Andalusia:
1.      Konflik antara Islam dan Kristen yang terus-menerus.
2.      Tidak adanya ideologi pemersatu bagi kaum muslimin.
3.       Kesulitan ekonomi, yang diakibatkan karena penguasa sangat serius dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan dalam kota.
4.      Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan sehingga terjadi persaingan antar ketururnan keluarga istana.
5.      Keterpencilan wilayah Islam di Spanyol, sehingga tidak pernah mendapatkan bantuan dari wilayah yang lain ketika umat Kristen menyerbu umat Islam di Andalusia.[32]
Menurut Sumber lain menyatakan Di antara sebab-sebab yang mengakibatkan Dinasti Bani Umayyah mengalami kemunduran dan membawanya kepada kehancuran, adalah sebagai berikut :
1.      Munculnya kelompok-kelompok yang merasa tidak puas terhadap pemerintahan Bani Umayyah, seperti kelompok Khawarij, Syiah, dan kelompok muslim non-Arab.
2.      Tidak adanya ketentuan yang jelas dan tegas tentang sistem pergantian khalifah, ketiadaan ketentuan menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga khalifah.
3.       Ketidakmampuan dari para penguasa Bani Umayyah untuk menggalang persatuan dan kesatuan dari pertentangan yang semakin lama semakin meruncing antara etnis suku Arabiah Utara (Bani Qais) dengan suku Arabiyah Selatan (Bani Kalb), yang sudah ada sejak sebelum Islam
4.      Sangat kurangnya perhatian para khalifah Bani Umayyah terhadap perkembangan agama, sehingga pemuka agama banyak yang kecewa.
5.      Sikap hidup yang bermewah-mewahan dalam lingkungan keluarga khalifah, sehingga mereka yang memegang kekhalifahan berikutnya tidak mampu memikul beban kenegaraan yang berat.
6.      Terbunuhnya Khalifah Marwan bin Muhammad oleh tentara Abbasiyah di kampung Busir daerah Bani Suweif .[33]
E.  Penutup dan Kesimpulan
Seteleh melalui proses kajian di atas, terlihat bahwa Dinasti Umayyah merupakan dinasti kerajaan pertama Islam yang ada di Dunia, meskipun awal dibentuknya Dinasti ini adalah maslah politik ynag terjadi antara Ali bin Abi thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan, lalu pihak Ali bin Abi Thalib mengalami kekalahan, lalu muawiyah mengubah sistem pergantian khalifah yang awalnya Demokratis, dan Muusawarah, menjadi sistem Monarchi Absolute dengan meniru gaya kepemimpinan kerajaan Romawi dan Byzantium, namun dinasti ini juga mampu membawa Islam berkembang didunia, sampai di semenanjung liberia atau Spanyol.
Dinasti Umayyah ini terbagi menjadi 2 kerajaan, kerajaan pertama disebut dinasti Umayyah satu yang ibu kotanya adalah Damaskus, sedangkan yang kedua adalah di Spanyol, keduanya memiliki ciri pemerintahan yang berbeda, namun sama-sama memiliki prestasi yang besar, khususnya di bidang ilmu pengetahuan, pembagunan, seni arsitektur dll. Diantara prestasi besar dinasti Umayyah adalah :
Dibangunya Kuttab atau lembaga pendidikan untuk anak, merenovasi masjidil haram, perluasan wilayah, membangun perpustakaan besar didunia yang berpusat di Andalusia atau Spanyol sehingga banyak ilmuan muslim yang lahir dari sana, seperti : Ibnu Khaldun, Ibnu Rusydi dll. Pada masa ini pula Islam berpengaruh besar terhadap ilmu pengetahuan yang kini berkembang di Eropa.
Namun selain itu pula banyak dari Khalifah-khalifah bani Umayyah yang mempunyai gaya hidup yang buruk bersikap sewenang-wenang, dan sering berpesta pora, tidak mempedulikan kehidupan rakyat yang lain, dan membedakan kehidupan sosial antara orang arab dan Non arab, bahkan memberikan perlakuan yang buruk dan menyebutnya Mawali (Budak) dan hal ini yang membuat rasa kecemburuan yang besar terhadap pemerintahan bani Umayyah sehingga mereka mengumpulkan pasukan dan mengadakan perlawanan terhadap Dinasti Umayyah dan akhirnya Dinasti Umayyah mengalami kemunduran dan kehancuran pada tahun 750 M.




Daftar Pustaka
Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Hamka. Sejarah Umat Islam II . Jakarta: N.V. Bulan Bintang, 1981.

Yatim, Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: Rajagrafindo Persada,2014.

Ummatin. "Tiga Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah" : Jurnal Dakwah, Volume XIII, No.2, Tahun 2012.
 Alimi, Husen Tunaya,  Jaelani. Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama smt 1 dan 2.  Mojokerto: Mutiara Ilmu, 2008.
Sumihara, Rahmat, Sejarah Islam Klasik. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013.

Juhariyah,Widyawati, Nurkholik, dkk. Sejarah Kebudayaan Islam. Nganjuk: PT. Temprina Media Grafika, 2012.
Salim."Kehidupan Para Ilmuan Muslim dalam Bidang Ilmu Pengetahuan": TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni, 2014.
Fu’adi. Sejarah Peradaban Islam.Yogtakarta :Teras,2011.
Jabir, "Dinasti Bani Umayyah di Suriah": Jurnal Hunafa Vol. 4, No. 3, September 2007.

Catatan:
1.      Pendahuluan adalah pengantar untuk memahami materi pembahasan, dan bukan materi pembahasan itu sendiri.
2.      Berikan kesimpulan sistem pergantian kepala negara bani Umayyah.
3.      Mengapa pembahasan mengenai perkembangan ilmu-ilmu kok sedikit sekali?


[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 103.
[2] Ibid.,  hlm. 103.
[3] Hamka, Sejarah Umat Islam II (Jakarta: N.V. Bulan Bintang, 1981), hlm. 78.
[4] Ibid.,  hlm. 78.
[5] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 103.
[6] Ibid.,  hlm. 103-104.
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II (Jakarta: P.T. Rajagrafindo Persada, 1993), hlm. 42.
[8] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 104.
[9] Hamka, Sejarah Umat Islam II (Jakarta: N.V. Bulan Bintang, 1981), hlm. 79.
[10]Khoiro Ummatin, "Tiga Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah", Jurnal Dakwah, Volume XIII, No.2, Tahun 2012, hal. 210-211
[11] Drs. Nur Alimi, Drs. Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama smt 1 dan 2  (Mojokerto: Mutiara Ilmu, 2008), hlm. 68.
[12] Hamka, Sejarah Umat Islam II (Jakarta: N.V. Bulan Bintang, 1981), hlm. 81.
[13] Ibid.,  hlm. 82.
[14] Ibid.,  hlm. 82-83.
[15] Drs. Nur Alimi, Drs. Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama smt 1 dan 2  (Mojokerto: Mutiara Ilmu, 2008), hlm. 68.
[16] Drs. Nur Alimi, Drs. Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama smt 1 dan 2  (Mojokerto: Mutiara Ilmu, 2008), hlm. 68.
[17] Khoiro Ummatin, "Tiga Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah", Jurnal Dakwah, Volume XIII, No.2, Tahun 2012, hal. 212-213
[18] Drs. Sumihara,Drs. Rahmat, Sejarah Islam Klasik (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 216
[19] Drs. Nur Alimi, Drs. Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama smt 1 dan 2  (Mojokerto: Mutiara Ilmu, 2008), hlm. 76-77.
[20] Ibid.,  hlm. 80.
[21] Khoiro Ummatin, "Tiga Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah", Jurnal Dakwah, Volume XIII, No.2, Tahun 2012, hal. 219.
[22] Drs. Nur Alimi, Drs. Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama smt 1 dan 2  (Mojokerto: Mutiara Ilmu, 2008), hlm. 88.
[23] Juhariyah, Wasis Widyawati, Nurkholik, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, (Nganjuk: PT. Temprina Media Grafika, 2012), hlm. 2.
[24] Ibid.,  hlm. 3.
[25] Juhariyah, Wasis Widyawati, Nurkholik, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, (Nganjuk: PT. Temprina Media Grafika, 2012), hlm. 2.
[26] Drs. Nur Alimi, Drs. Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama smt 1 dan 2  (Mojokerto: Mutiara Ilmu, 2008), hlm. 73.
[27] Agus Salim, "Kehidupan Para Ilmuan Muslim dalam Bidang Ilmu Pengetahuan" TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni 2014, hal. 92.
[28] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta,Teras,2011) hlm. 86
[29] Imam Fu’adi, sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta,Teras,2011) hlm. 87
[30] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam (Yogtakarta,Teras,2011) hlm. 89
[31] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta,Rajagrafindo Persada,2014), hlm.48
[32] Khoiro Ummatin, "Tiga Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah", Jurnal Dakwah, Volume XIII, No.2, Tahun 2012, hal. 222.
[33]Muh. Jabir, "Dinasti Bani Umayyah di Suriah", Jurnal Hunafa Vol. 4, No. 3, September 2007:271-280.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar