Al-Qur’an dan Historisnya
Achmad Alfaridzih (18110160) dan Hilmi Zaidan (18110130)
Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract. Alqur'an is the
Muslim holy book that contains about the Aqeedah, worship and muamalah, ahlak,
law, history or the story of the past Ummah, and the basic foundations of
science and technology. Al-Qur'an has names that are also propped up on him.
The Qur'an is also the greatest miracle of the Prophet Muhammad. Since the
descent to the present day the existence of the Qur'an has remained strong and
has always been able to subdue those who oppose its truth with its supreme
proof, starting with its contents and the beauty and balance between words in
it as well as challenges to humans who doubt their authenticity. Until the
various scholars' even have their own definitions of what the Qur'an is because
of the vast scope of life that is in the Qur'an. Apart from that the Al-Qur'an
has a historical side that is quite long and feels necessary to be studied and
studied. Starting from the history of the decline and the coding process.
Keywords: Definition of the Qur'an; Proof of Termination; codified
history
Abstrak. Alqur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi tentang Akidah, ibadah
dan muamalah, ahlak, hukum, sejarah atau kisah umat masa lalu, dan dasar dasar
ilmu pengetahuan dan teknologi. Al-Qur’an memiliki nama nama yang juga
disandangkan pada dirinya. Al-Qur’an juga merupakan mukjizat terbesar Nabi
Muhammad SAW. Sejak turunnya hingga kini eksistensi Al-Qur’an tetap kuat dan
selalu mampu menundukan mereka yang menentang akan kebenarannya dengan bukti
bukti ke maha agung nya, mulai dengan isi kandungannya maupun keindahan dan
keseimbangan antar kata didalamnya maupun tantangan tantangan kepada para
manusia yang meragukan keontentikannya. Hingga berbagai ulama’ besarpun
memiliki definisi-definisi tersendiri tentang apa itu Al-Qur’an karena maha
luasnya cakupa kehidupanyang ada dalam al-Qur’an. Selain iitu Al-Qur’an
memiliki sisi historis yang cukup panjang dan dirasa perlu untu dikaji dan
dipelajari. Mulai dari sejarah turunnya serta proses pengkodifikasiaanya.
Kata Kunci: Definisi Al-Qur’an; Bukti Keontentikan; sejarah kodifikasi
Pendahuluan
Islam memilik rukun Iman yang jumlahnya 6 butir.
Salah satunya adalah kepercayaan atau iman kepada kitab kitab Allah, yang
didalamnya juga termasuk Al-Qur’an. Tentu saja mereka tidak bias dikatakan
memiliki iman yang sempurna jika kehilangan kepercayaaan salah satu
diantaranya. Setidaknya sebagaii umat mukmin
yang mengaku mempunyai iman maka kita diharuskan untuk benar benar penuh
mempercayai apaa saja yang terkandung dalam buti butir rukun iman tersebut.
Alqur’an Adalah kitabullah yang juga merupakan
dasar hukum syariat dan sumber dan segala sumber yang dijadikan hukum dalam
agama islam. Dan juga merupakan suatu hal yang wajib bagi umat islam yang
mukalaf untuk melaksanakan dan menaatinya. Didalmnya juga terdapat pula
penjelasan tentang mana yang halal dan mana yang haram, suatu perintah ataupun
sebuah larangan dan juga pemeberi indicator terhadap mana hal yang benar maupun
yang salah. Al qur’an juga berisi tentang ajaran yang bersangkutan dengan budi
perkerti kesopanan dan juga ahlaq yang harus dipeggangi pula oleh umat manusia
(khususnya umat muslim) untuk mencapai kehidupan yang bahagia dudunia maupun di
akhiratnya. Ia juga merupakaan sumber hidaya bagi setiap pembaca atau
pendengarnya sehingga merasakan ketenangan dan keindahan setiap kali ia di
lantunkan ataupun dibacakan.
Dalam Al-Qur’an banyak berisi tentang kandungan
kandungan yang memiliki kedalaman arti. Ada 6 pokok isi didalam al-Qur’an
diantaranya adalah Tauhid atau akidah, ibadah dan muamalah, kisa umat
terdahulu, hukum, ahlak, dan juga dasar dasar ilmu pengetahuan dan teknologi
tertulis rapi secara umum didalamnya. Al-Qur’an Sebagai kitab suci yang di
imani dan dianut oleh umat islam tentu saja memiliki kekuatan bahasa dan juga
kebenaran yang rasional pula. Meski demikian tak sedikit pula yang mencoba
untuk melawan kebenarannya meski haruus berujung tunduk akan keontentikan dan
keindahan Al-Qur’an.
Selain keontentikan dan keindahan bahasanya,
Al-Qur’an juga memiliki sisi historis yang cukup menarik pula. Mulai dari
proses penurunannya, penulisannya hingga kodifikasi dan penyebarannya pula.
Yang menjadi hidangan wajib pula dalam setiap perjumpaan yang membahas tentang
Al-Qur’an. Karena dengan sisi historis itu, akan mempermudah dalam memahami dan
meyakini al-Qur’an dan iisinya
Tulisan ini berusaha menguatkan keyakinan pada
Al-Qur’an dan juga memperkaya pengetahuan dan pemahaman tentang Al-Quran secara
mendasar mulai dari definisi-definisi, bukti-bukti keontetikan dan juga sisi
historis Al-Qur’an. Sedang dalam penggalian materi atau isi tulisan ini penulis
mengambil dari beberapa karya tulis maupun buku buku yang berkaita dengan
tulisan ini.
Definisi Al-Qur’an
Secara kajian harfiah Al-Qur’an memilik arti “Bacaan
yang Sempurna” Suatu nama pilihan Allah yang dirasa memang cukup tepat
untuk memanggil alqur’an karena sejak awal manusia mengenal huruf dan tulisan
sejak lima ribu tahun yang lalu hingga saat ini belum ada yang mampu menandingi
isi Al-Qur’an Al-Karim, bacaan yang maha mulia lagi sempurna.[1]
Secara etimologi, para
Ulama mempunya beberapa pendapat yag berbeda tentang pengertia Al-Qur’an. Perbedaan itu terletak
pada adanya ulama’ yang menyebutkan Alqur’an dengan Hamzah (القُرْآن) atau tidak dengan Hamza (القُرَن) dan apakah Al-Qur’an itu Musytaq
(ism yang dibentuk dari sebuah kata dan memiliki makna yang berbeda dari kata
pembentuknya) atau bukan musytaq[2] Al-lihyani dan beberapaa tokoh lain
mengatakan bahwa arti kata Al-Qur’an adalah yang dibaca.[3] Selain itu ada Kata Qur’an berasal dari lafaz (qarana) yang
memiliki artian menggabungkan sesuatu dengan yang lain. Kemudian dari
kata itu dijadikanlah sebagai nama Kalamullah yang wahyukan kepada Nabi-Nya,
mengingat bahwa huruf-hurufnya, ayat ayatnya, dan juga surat suratnya saling
beriring-iringan dan yang satu digabungkan kepada yang lain.[4]
Az-zujjaj pun emiliki arti tersendiri dalam memaknai alqur’an secara harfiah.
Menurut beliau Al-Qur’an berasal dari kata Al-Qar’u yang artinya seimbang
dengan kata (Al-jam’u) yang artinya kumpulan. Karena menurut beliau al-Qur’an
adalaah kumpulan dari huruf-huruf, ayat-ayat dan juga surat-surat.[5]
Mungkin diatas adalah beberapa definisi harfia
dari nama Al-Qur’an. Dalam memaknai
secara istilah banyak pulah para tokoh atau ulama’ yang berkecimung dalam
bidang Al-Qur’an mendefinisikaannya. Diantaranya ada Al-Asy’ari yang memaknai
alqur’an. Al-Asy’ari berpendapat bahwa Al-Qur’an bukanlah kata bentukan dari
kata apapun melainkan merupakann kata yang memang diberikan oleh tuhan untuk
menyebut kitab yang telah diberikan kepada nabi Muhammad itu sebgaimana
penamaan kitab kitab yang terdahulu, seperti zabur, injil dan taurat.[6]
Selain definisi Al-Quur’an ada Dalam kitab Tarikh at-Tasyri’
al-Islam, Syeikh Muhammad Khudari Beik mengemukakan de¿nisi al-Qur’an sebagai
berikut “Al-Qur’an ialah lafaz (ϔirman Allah Swt.) yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Muhammad
saw., untuk dipahami isinya dan selalu diingat, yang disampaikan dengan cara
mutawatir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat an-Nas”. Berbeda lagi dengan subkhi Salih yang
berpendapat bahwa “Al-Qur’an adalah kitab (Allah Swt.) yang mengandung
mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang ditulis dalam mushaf-mushaf,
yang disampaikan secara mutawatir, dan bernilai ibadah membacanya.” Tak
ketinggalan seorang pembaharu islam yang juga berkecimung dalam bidang
Al-Qur’an Muhammad Abduh juga berpendapat bahwa “Kitab (al-Qur’an) adalah
bacaan yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang terpelihara di dalam dada orang
yang menjaga(nya) dengan menghafalnya (yakni) orang-orang Islam.”[7] Penggunaan
istilah Mushhaf digunakan untuk menunjuk kepada kitab suci al-Qur’an. Secara
harfiah Mushhaf merupakan himpunan dari shuhuf (lembaran-lembaran tulisan)[8]
Dari beberapa pengertian pengertian istilah
menurut para tokoh itu dapat kita ambil beberapa kesimpulan tetang makna
Al-Qur’an
a. Al-Qur’an
adalah firman atau Kalam Allah Swt.
b. Al-Qur’an
terdiri dari lafal berbahasa Arab
c. Al-Qur’an
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
d. Al-Qur’an
merupakan kitab Allah Swt. yang mengandung mu’jizat bagi Nabi Muhammad saw.
yang diturunkan dengan perantara Malaikat Jibril.
e. Al-Qur’an
disampaikan dengan cara mutawatir (berkesinambungan).
f. Al-Qur’an
merupakan bacaan mulia dan membacanya merupakan ibadah.
g. Al-Qur’an
ditulis dalam mushaf-mushaf,
h. yang diawali
dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas
i. Al-Qur’an
senantiasa terjaga atau terpelihara kemurniannya dengan adanya sebagian orang
Islam yang menjaganya dengan menghafal al-Qur’an
Nama Al-Qur’an bukanlah satu satunya nama yang diberikan Allah pada
kalamnya itu masih ada beberapa naama nama yang Allah sendiri menyebukan nama
itu didalam kalamnya itu untuk menyebut nama lain dari alqur’an. Allah masih
memiliki beberapa nama sebutan terhadap kitab suci yang diturunkan-Nya kepada
Nabi Muhammad saw. Menurut As-Suyuti bahwa al-Qur’an mempunyai lima puluh lima
nama. Bahkan dalam ( Ensiklopedi Islam untuk Pelajar ), disebutkan bahwa ada 78
nama-nama berbeda bagi kitab suci al-Qur’an[9]. Namun,
jika diperhatikan dan tinjau lebih dalam lagi berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an
secara tektual, maka akan didapatkan beberapa nama saja, yang lainnya bukanlah
nama melainkan hanya sifat, fungsi atau indicator yang bersesuaian dengan
al-Qur’an.
Nama nama lain dari kalamullah itu diantaranya Adalah[10] :
1.
Al-Qur’an yang artinya bacaan, nama Alqur’an merupakan nama
yang paling populer dan paling sering dilekatkan pada kitab suci terakhir yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Sebagaimana telah dijelaskan di muka,
al-Qur’an artinya bacaan atau yang dibaca. Kata al-Qur’an ini diantaranya ada
dalam ayat ke 185 dalam surat Al-Baqarah.
2.
Al-Qur’an sering juga disebut sebagai Kitabullah artinya
kitab suci Allah Swt. Al-Kitab juga bisa diartikan yang ditulis. Maksudnya yaitu Al-Qur’an adalah kitab yang
ditulis. Sedangkan kata Al-Kitab ini ada dalam salah satu ayat alqur’an yaitu
ayat ke 2 dari surat al-Baqarah.
3.
Nama lain dari al-Qur’an selanjutnya adalah Al-FurqƗn artinya pembeda, maksudnya yang membedakan antara yang
haq dan yang batil. Al-Furqan merupakan salah satu nama al-Qur’an karena dalam
alqur’an berisi tentang hukum hukum atau materi materi yang secara gambling
menunjukkan antaara haal yang haq dan yang bathil. Kataa al-Furqan ini
termaktub dalam surat Al-Furqan ayat pertama.
4.
Ad-Dikr berarti pemberi peringatan, maksudnya yang memberi
peringatan kepada manusia. Karena isi dalaam al-qur’an merupakan bentuk
pengingat atau peringatan terhadap para hamba tentang baik dan buruk maupun
pengingat akan adanya hari pembalasan pula. Kata adz-dzikr ini ada dalam surat
Al-Hijr ayat 9.
5.
At-Tanzil artinya yang diturunkan, maksudnya al-Qur’an
diturunkan oleh allah Swt. kepada Nabi
Muhammad saw. melalui perantaan malaikat Jibril as. untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia. At-Tanzil sebagai nama lain al-Qur’an dikemukakan oleh S̙ubhi salih dengan merujuk pada suatu ayat alqur’an yaitu pada surat
Asy-Syu’aarah ayat 192.
Bukti Bukti Al-Qur’an Sebagai Wahyu Allah
Alqur’an Adalah kitabullah yang juga merupakan
dasar hukum syariat dan sumber dan segala sumber yang dijadikan hukum dalam
agama islam. Dan juga merupakan suatu hal yang wajib bagi umat islam yang
mukalaf untuk melaksanakan dan menaatinya. Didalmnya juga terdapat pula
penjelasan tentang mana yang halal dan mana yang haram, suatu perintah ataupun
sebuah larangan dan juga pemeberi indicator terhadap mana hal yang benar maupun
yang salah. Al qur’an juga berisi tentang ajaran yang bersangkutan dengan budi
perkerti kesopanan dan juga ahlaq yang harus dipeggangi pula oleh umat manusia
(khususnya umat muslim) untuk mencapai kehidupan yang bahagia dudunia maupun di
akhiratnya. Ia juga merupakaan sumber hidaya bagi setiap pembaca atau
pendengarnya sehingga merasakan ketenangan dan keindahan setiap kali ia di
lantunkan ataupun dibacakan.
Al Qur'an memperkenalkan dirinya dengan berbagai
karakteristik dan sifat yang melekat pada dirinya. Salah satu diantara cirri
maupun sifat yang ia miliki adalah sebagai kitab yang kebenaran atau
keotentikanya sebagai kalammullah selalu dijamin oleh Allah, dan ia juga
merupakan kitab yang selalu dipelihara oelh Allah. Sebagaimana yang termaktub
dalam didalamnya yaitu yang berbunyi Inna nahnu nazzalna al dzikra wa inna lahu
lahaafidzuun “Sesungguhnya Kami yang
menurunkan Al Qur'an dan Kamilah pemelihara-pemeliharanya”. (QS. 15 ; 19)[11]
Demikian Allah menjamin keaslian atau kebenaran keotentikan Al Qur’an,
jaminan yang Ia berikan atas dasar ke-Mahatahuan-Nya, serta berkat usaha-usaha
yang dilakukan oleh hambanya pula, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat
di atas, setiap umat Islam percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai
Al Qur’an tidak berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh
Rasulullah SAW dan didengar dan dibaca para sahabat Nabi pada masa dulu itu.
Namun tidak berhenti sampai disitu, karena pastinya umat umat non muslim
tidk akan percaya dengan hanya sekedar jaminan tersebut, tentunya mereka
mencari cari celah dimana dapat melemahkan keontentikan dan kebenaran al
Qur’an. Mulai dari sisi kandungan isinya maupun gaya bahasa dan keseimbangan
isinya serta kesesuainya dengan realita ilmu pengetahuan yang ada pula. Maka
dari itu perlu pula dituliskan tentang bagaimana kebesaran dan keagungan
alqur’an sebagai mmukjizat terbesar yang diberikan kepada rosulullah SAW. Ini.
Maka perlu kita ketahui pula sisi kemukjizatan al-Qur’an sebagai penebal
keimanan pun juga untuk melemahkan orang orang yang mencoba meragukan
keontentikan al-Qur’an ini.
Alqur’an merupakan Mukjizat. Sedangkan mukjizat itu sendiri berasal dari
kata (A’jaza, yu’jizu, mu’jizun) yang memiliki arti melemahkan atau mengalahkan
lawan. Mu’jizat juga diartikan sebagai sesuatu yang menyalahi tradisi atau
kebiasaan (sesuatu yang luar biasa).
Secara terminology atau pengertian istilah, Manna’ Al-Qathan mendefinisikan
mukjizat adalah sesuatu yang menyalahi kebiasaan disertai dengan tantangan dan
selamat dari perlawanan. Mu’jizat hanya diberikan oleh Allah Swt. kepada para
Nabi dan Rasul-Nya dalam menyampaikan risalah Ilahi terutama untuk menghadapi
umatnya yang menolak atau tidak mengakui kerasulan mereka. Mu’jizat berfungsi
sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulan mereka, bahwa
mereka adalah benar-benar para Nabi dan Rasul (utusan) Allah yang membawa
risalah kebenaran dari Allah Swt[12]
Jika kata Mu’jizat dilekatkan dengan kitab suci al-Qur’an, ia bisa
memiliki dua konotasi. Pertama, lemahnya manusia untuk merumuskan suatu
ungkapan atau kalimat yang dapat menandingi ayat-ayat al-Qur’an, baik secara
individual maupun secara kolektif. Kedua, ia mempunyai sifat menantang manusia
dan jin untuk membuat semacam al-Qur’an, sampai munculnya kesadaran mereka
untuk mengakui kelemahan diri sendiri ketika berhadapan dengan ayat-ayat
al-Qur’an.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud i’jazul Qur’an adalah menetapkan kelemahan manusia dan jin baik secara individual maupun
kolektif untuk mendatangkan semisal al-Qur’an. Mu’jizat al-Qur’an bertujuan
untuk menumbuhkan kesadaran pada manusia bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah
Swt. dan sekaligus merupakan bukti kerasulan Nabi Muhammad saw. Dalam hal ini
Imam al-Suyuti, sebagaimana dikutip oleh Syahrin Harahap, mengungkapkan bahwa :
“Adanya i’jaz al-Qur’an itu ada kaitannya dengan persepsi yang salah dari pihak
orang Arab terhadapnya. Sehingga al-Qur’an memberi jawaban terhadap persepsi
mereka yang keliru itu, dengan cara nenawarkan agar mereka menunjukkan kekuatan
argumentasi dan kebenarannya. Akan tetapi orang Arab sama sekali tidak dapat
membuktikan kebenaran mereka, sementara al-Qur’an secara meyakinkan menunjukkan
kebenarannya. Di sinilah letak i’jaz (kemu’jizatan) alQur’an itu.[13]”
Adapun aspek aspek kemukjizatan Alqur’an sebenarnya telah benar benar
Nampak pada dirinya. Sebenarnya tanpa diakui dari luar dirinya al Qur’an telah
menunjukan kekuatan kemukjizatan yang dimilikinya. Adapun beberapa aspek
kemukjizatan didalm al-Qur’an yang hingga kini belum terbantahkan dan harus
memang diakui kekuatan dan keunggulan Al-Qur’an dan seisinya. Diantara aspek
yang iatunjukan adalah dari aspek aspek berikut ini:[14]
1.
Gaya Bahasanya,
Al-Qur’an mempunyai gaya bahasa
yang khas yang tidak dapat ditiru para sastrawan Arab sekalipun, karena susunan
yang indah yang berlainan dengan setiap susunan dalam bahasa Arab. Mereka
melihat al-Qur’an memakai bahasa dan
lafaz mereka, tetapi ia bukan puisi, prosa atau syair dan mereka tidak mampu
membuat seperti itu (meniru al-Qur’an).
Mereka tidak pernah mampu untuk menandinginya dan putus asa lalu
merenungkannya, kemudian merasa kagum dan menerimanya, lalu sebagian masuk
Islam. Contoh dalam sejarah diterangkan bahwa Umar bin Khattab ra. menyatakan
diri masuk Islam setelah mendengar ayat-ayat pertama surat Thaha, dan masih
banyak contoh lainnya. Inilah bukti kemu’jizatan al-Qur’an dari segi bahasanya.
Uslub al-Qur’an sangatlah indah.
Keindahan uslub al-Qur’an benar-benar telah membuat orang-orang Arab dan atau
luar Arab kagum dan terpesona. Di dalam al-Qur’an terkandung nilai-nilai
istimewa di mana tidak akan terdapat dalam ucapan manusia menyamai isi yang
terkandung di dalamnya. Al-Qur’an dalam uslubnya yang menakjubkan mempunyai
beberapa keistimewaan-keistimewaan, di antaranya :
-
Kelembutan al-Qur’an secara lafaz yang terdapat dalam
susunan suara dan keindahan bahasanya.
-
Keserasian al-Qur’an baik untuk awam maupun kaum
cendekiawan, dalam arti bahwa semua orang dapat merasakan keagungan dan
keindahan al-Qur’an.
-
Sesuai dengan akal dan perasaan, di mana al-Qur’an
memberikan doktrin pada akal dan hati, serta merangkum kebenaran dan keindahan
sekaligus.
-
Keindahan dalam kalimat serta beraneka ragam bentuknya,
yaitu satu makna diungkapkan dalam beberapa lafaz dan susunan yang
bermacam-macam yang semuanya indah dan halus.
-
Al-Qur’an mencakup dan memenuhi persyaratan antara bentuk
global (ijmal) dan bentuk yang terperinci (tafsil).
-
Dapat dimengerti sekaligus dengan melihat segi yang
tersurat (yang dikemukakan).
Di samping itu, hal lain yang dapat dicatat dari kemu’jizatan al-Qur’an
dari aspek bahasa adalah ketelitian, kerapihan dan keseimbangan kata-kata yang
digunakannya. Hal itu dapat dilihat pada bukti-bukti sebagai berikut:
Ketelitian dalam pengungkapan kata-kata, Suatu surat yang diawali dengan huruf-huruf
tertentu, di dalamnya selalu terdapat bahwa huruf-huruf itu, dalam jumlah
rata-rata, lebih banyak dan berulang jika dibandingkan dengan huruf-huruf
lainnya.
Misalnya : a) Dalam Surat Qaf, dapat ditemukan Huruf Qaf berulang-ulang
dalam jumlah rata-rata lebih banyak dari jumlah huruf lainnya. Jumlah ratarata
Huruf Qaf yang terbanyak di dalam surat Qaf itu ternyata juga merupakan jumlah
Huruf Qaf yang terbanyak pula dibandingkan dengan jumlah Huruf Qaf yang terdapat
di dalam surah-surah lainnya dalam al-Qur’an.
b) Demikian pula dengan Huruf Alif, lam dan Mim yang mengawali surah al-Baqarah. Jumlah
masing-masing huruf tersebut ternyata lebih banyak daripada huruf-huruf yang
lain. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut : Huruf Alif berulang sebanyak
4.592 kali, Huruf Lam berulang sebanyak 3.204 kali, Huruf Mim berulang
sebanyak 2.195 kali
c) Demikian halnya Huruf Alif, Lam dan Mim yang mengawali surah Ali ‘imron. Huruf
Alif berulang
sebanyak 2.578 kali, Huruf Lam berulang sebanyak 1.885 kali, Huruf Mim berulang sebanyak 1.251 kali.
d) Demikian halnya
Huruf Alif, Lam dan Mim yang mengawali surah al-‘Ankabut : Huruf Alif berulang sebanyak 784 kali,
Huruf Lam berulang
sebanyak 554 kali, Huruf Mim berulang sebanyak 344 kali.
Dan masih banyak bukti lainnya dalam surah-surah yang lain
di dalam alQur’an.
Keseimbangan penggunaan kata-kata, Al-qur’an juga memiliki keseimbangan didalamnya
yang mempertemukan jumlah jumlah yang sama antara kata dengan lawan katanya.
-
Kata Al- Hayya berjumlah 145 kali, sama dengan kata Al-Maut yang
berjumlah 145 kali.
-
Kata Ad-Dunya berjumlah 115 kali, sama dengan kata
Al-Akhira yang berjumlah 115 kali.
-
Kata Malaikat berjumlah 88 kali, sama dengan kata Syaithon
yang berjumlah 88 kali.
2.
Isi Kandungannya
Dilihat dari segi
isikandungannya, Al-Qur’an Memiliki kemukjizatan dalam beberapa hal,
diantaranya adalah:
Pertama,Al-Qur’an Mampu
menyingkap hal hal yang ghaib diantaranya ada dua hal yang ghaib didalam Al-Qur’an
itu sendiri. Yaitu dimana al-Qur’an mampu menceritakan kisah kisah umat jauh
dimasa lalu (cerita nabi yusuf, Ibrahim dll.) dan juga Alqur-an mampu
mengabarkan sebuah peristiwa peristiwa yang akan terjadi dimasa yang akan
dating baaik didunia maupun akhirat.
Kedua, Al-Qur’an memang
bukan sebuah kitab ilmu pengetahuan melainkan
sebuah kitab petunjuk bagi ummat manusia, akan tetapi didalamnya banyak
kita temukan ayat yang memberikan
isyarat tentang kebenaran ilmu pengetahuan.[15] I’jazul
ilmi yaitu alqur’an memiliki kemukjizatan dalam ilmu pengetahuan. Al-Qur’an mampu
mengungkapkan isyarat-isyarat rumit terhadap ilmu pengetahuan bahkan jauh sebelum
pengetahuan itu sendiri sanggup menemukannya. Kemudian terbukti bahwa al-Qur’an
sama sekali tidak bertentangan dengan penemuan-penemuan baru yang didasarkan
pada penelitian ilmiah. Banyak ayat al-Qur’an yang mengungkapkan isyarat
tentang ilmu pengetahuan, seperti: terjadinya perkawinan dalam tiap-tiap benda,
perbedaan sidik jari manusia, berkurangnya oksigen di angkasa, khasiat madu,
asal kejadian alam semesta, penyerbukan dengan angin, dan masih banyak lagi
isyarat-isyarat ilmu pengetahuan yang bersifat potensial, yang kemudian
berkembang menjadi ilmu pengetahuan modern.
Ketiga Al-Qur’an memberikan aturan hukum atau undang-undang yang bersifat
universal, mencakup segala urusan hidup dan kehidupan manusia Secara
lebih rinci.
Sebagai mana yang telah tertulis di atas bahwa Allah Swt. menegaskan akan
senantiasa menjaga atau memelihara kesucian, kemurniaan dan keotentikan kitab
suci al-Qur’an. Hal ini dapat telah dijelaskan dalam QS. al-Hijr ayat : 9, sebagai suatu jaminan akan
keontentikan kebenaran Al-Qur’an.
Sejak diturunkan hingga akhir zaman kelak kemurnian dan kautentikan
alQur’an akan senantiasa terjaga. Hal ini disebabkan karena kemu’jizatan yang
terkandung di dalam al-Qur’an itu sendiri, baik dari aspek bahasa dan uslubnya
maupun dari aspek isi kandungannya yang memang terbukti tak satupun manusia
yang dapat meniru atau mendatang semisal-nya.
Dalam hal terjaganya kemurnian dan keotentikan al-Qur’an ini, al-Qur’an
mengajukan tantangan terutama kepada orang-orang kafir dan siapapun yang
meragukan kebenarannya. Mereka menuduh bahwa al-Qur’an hanyalah sejenis
mantera-mantera tukang tenung dan kumpulan syair-syair. Mereka mengira bahwa
al-Qur’an adalah karangan Nabi Muhammad saw.
Tantangan al-Qur’an diberikan secara bertahap yakni sebagai berikuAdapun
beberapap ayat tantangan itu sebagai berikut[16].
1.
Al-Qur’an menantang siapapun yang meragukan kebenaran
al-Qur’an untuk mendatangkan semisalnya secara keseluruhan. Hal ini terkandung
dalam QS. ath-Thur [52] ayat 33-34
Yang Artinya
“Ataukah mereka berkata, ”Dia (Muhammad)
mereka-rekanya.” Tidak! Merekalah yang tidak beriman. Maka cobalah mereka
membuat yang semisal dengannya (alQur’an) jika mereka orang-orang yang
benar."
2.
Pada ayat lain ditegaskan bahwa manusia (dan jin) tidak
akan pernah mampu untuk mendatangkan semisal al-Qur’an secara keseluruhan.
Sebagaimana ditegaskan dalam QS. al-Isra’ [17]: 88
Yang Artinya :
"Katakanlah,
”Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan)
al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun
mereka saling membantu satu sama lain”.
3.
Al-Qur’an menantang siapapun yang meragukan kebenaran
al-Qur’an untuk mendatangkan sebuah surah semisalnya. Hal ini terkandung dalam
QS. Yunus [10] ayat 38.
Yang artinya :
"Apakah pantas mereka
mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya? Katakanlah, ”Buatlah
sebuah surah yang semisal dengan surah (al-Qur’an), dan ajaklah siapa saja di
antara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang
yang benar.” (QS.Yunus [10]: 38)
4.
Al-Qur’an menantang siapapun yang meragukan kebenaran
al-Qur’an untuk mendatangkan satu surah saja semisal al-Qur’an. Hal ini
terkandung dalam QS. al-Baqarah [2] ayat 23.
Yang artinya :
"Dan jika kamu
meragukan (al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka
buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolongpenolongmu selain
Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
Sejarah Penulisan dan Kodifiksi Al-Qur’an
Alquran diturunkan pada masyarakat Arab saat itu adalah untuk meluruskan
patologi sosial masyarakat Arab dan sebagai kitab petunjuk bagi seluruh umat
manusia. Tata nilai masyarakat Arab sudah sedemikian parahnya sehingga perlu
adanya kitab petunjuk untuk meluruskan kondisi tersebut. Tata nilai dan
perubahan yang dibawa oleh Alquran mampu memberikan pengaruh yang cukup
mendalam pada diri orang Arab sehingga Islam mampu membangun tatanan baru
masyarakat yang kokoh berlandaskan Alquran. Politheisme dan paganisme dirubah
menjadi monotheisme, fanatik kesukuan dirubah menjadi persamaan dan
persaudaraan, penindasan menjadi keadilan social[17] Mengkaji
sejarah atau jejak historis tentang adanya al-Qur’an dengan melihat
proses-proses pembentukannya, baik mulai pada saat masa Rasulullah saw. Masa
sahabat pun juga masa masa berikutnya amat sangatlah penting, untuk
mengingatkan serta lebih mengenalkan kepada seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an
adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Al-Qur’an sebagai kitab suci yang
diimani oleh umat muslim mempunyai kedudukan yang sangat istimewa di antara
kitab-kitab suci yang lain yang dulu telaah diturunkan Allah kepada para
nabinya (zabur, Taurat, Injil) hak proteksinya sepenuhnya diserahkan kepada
Allah swt, sebagai sang kreator al-Qur’an atau yang menjadikan isi isi yang
terkandung dalam Al-Qur’an, tidak seperti kitab-kitab suci sebelumnya yang hak
proteksinya diserahkan pada umat di mana kitab tersebut diturunkan.[18]
Sedangkan Al-Qur’an isinya tetaplah sama tanpa adanya perubahan perubahan aka
nisi yang tercantum didalamnya. Meskipun sejak awal penurunannya dari Allah ke
Muhammad SAW. Melalui Jibril, kemudian prosesi penulisannya bahkan sampai pada
masa pembukuan dan penambahan titik maupun harakatnya, isi dalam Al-Qur’an
tetaplah sama sesuai dengan ayat ayat yang telah diturunkan pada Nabi Muhammmad
tanpa adanya perubahan perubahan oleh umat penerimanya.
Walaupun demikian hak proteksi al-Qur’an yang mutlak milik Tuhan itu,
bukan berarti al-Qur’an ahistoris. atau dengan ungkapan atau kata lain, cukup
dengan iman kita bahwa al-Qur’an murni kalamullah, tanpa melakukan perhatian
yang serius terhadap aspek kesejarahannya. Karena walau begitu bagaimanapun,
manusia merupakan alat proteksi Tuhan terhadap al-Qur’an, yaitu manusia
memiliki atau mempunyai keterlibatan yang sangat besar dalam proses kesejarahan
alQur’an[19]
karena manusia juga menulis bahkan membukukannnya guna mempermuda penyebaran
Al-Qur’an agar lebih mudah masyarakat luas maampu membacaa dan mengerti
maksutnya
Dari sinilah
penulis berusaha mengkaji dan menulis ulang pendapat pendapat para sejarawan
tentang sejarah panjang yang terjadi dalam proses penulisan dan pembukuan
al-qur’an selama empat balas abad yang lalu. Dari sejak al-Qur’an diwahyukan
kepada nabi Muhammad Saw. sampai proses kompilasinya, sehingga al-Qur’an
menjadi bentuk sebagaimana yang dilihat, dibaca, dan semoga juga diamalkan
sekarang.
Adapun beberapa
proses proses penurunan alqur’an yang tercatat dalam sejarah terbentuknya
Al-Qur’an. Para ulamapun telah sepakat, bahwa secara umum, ada tiga perbedaan
pendapat dalam pandangan tentang proses turunnya wahyu alQur’an dari Allah
swt kepada nabi Muhammad saw:[20]
Pertama, bahwa al-Qur’an turun ke langit bumi pada malam keputusan (Laylat al-Qadr)
secara keseluruhan, kemudian diturunkan secara berangsur-ansur selama 20 tahun,
atau 23 tahun, atau 25 tahun, sesuai perbedaan pendapat tentang menetapnya Nabi
Muhammad saw di Makkah setelah risalah kenabian.
Kedua, al-Qur’an diturunkan ke langit bumi selama 20 Laylat al-Qadr dalam kurun
waktu selama 20 tahun, atau 23 Laylat
al-Qadr selama 23 tahun, atau Laylat al-Qadr selama 25 tahun, baru kemudian
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur.
Ketiga, proses pewahyuan al-Qur’an dimulai dengan diturunkannya pada Laylat
al-Qadr, kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur
dalam waktu yang berbeda-beda.
Namun dari ketiga pendapat itu imam
az-zarkasyi menyatakan melalui beberapa kajian kajian bahwa dari ketiga
pendapat yang berbeda diatas, pendapat yang pertamalaah yang lebih dekat dengan
kebenaran[21].
Sebelum lebih jauh membahas tentang bagaimana peristiwa penerimaan wahyu
(Al-Qur’an) maka dirasa perlu kita untuk mengetahui juga bagai mana ara cara
tuhaan untuk menyampaikan atau menurunkan wahyunya tersebut kepada Nabi
Muhammad melalui malaikatnya (jibril) itu. Karena memang Nabi Muhammad dalam
proses menerima wahyu yang berangsur angsur bahkan kurang lebih mencapai 20
tahunan lebih itu melalui berbagai macam cara. Diantaranya adalah:[22]
1.
Malaikat memasukkan wahyu itu kedalam hatinya (nabi
Muhammad), dalam hal ini Nabi Muhammad
SAW tidak melihat suatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah
berada dalam kalbunya.
2.
Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang
laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan
hafal benar akan katakata tersebut.
3.
Wahyu datang kepadanya berupa gemerincing lonceng, dan cara
seperti inilah yang dirasa amat berat dan kadang-kadang pada
keningnya berpancaran keringat, meskipun turunya wahyu itu dimusim dingin yang
sangat.
Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa orang laki-laki
seperti keadaan nomor 2, melainkan benar-benar rupa aslinya
Di dalam Gua Hira' salah satu gua di dekat kota mekkah pada bulan Ramadan
13 tahun sebelum imigrasi ke Mekka, Nabi Muhammad saw menerima wahyu pertama
kali yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5 yang sekaligus sebagai bukti pengangkatannya
sebagai nabi terakhir di muka bumi ini. Malam yang bersejarah tersebut
diabadikan Tuhan dalam al-Qur’an sebagai malam keputusan atau lailaatul qadr,
atau juga disebut malaam yang penuh berkah yaaitu lailatul mubarakah.[23]
Sejak setelah peristiwa itulah, Nabi Muhammad saw telah resmi diangkat
menjadi seorang utusan Tuhan dengan al-Qur’an sebagai wahyu sekaligus mukjizzat
terbesarnya dan bukti kebenaran dakwanya yang hingga kini tetap ada dan bisa
dilihat oleh para umat setelahnya. Al-Qur’an sebagai bukti kenabiannya
mendapatkan perhatian yang sangat serius dari Nabi Muhammad saw sejak pertama
kali diturunkan kepadanya.
Namun sebagai seorang nabi yang ummi (yang buta huruf) nabi Muhammad harus
berjuang untuk menghafalkannya agar bisa disampaikaan kepada ummatnya. Bahkan
beliau sampai hafal di luar kepala. Berkat bantuan Tuhan, ia mampu menghafalnya
dengan baik tanpa ada kekeliruan sama sekali. Oleh kerenanya, beliau dinobatkan
sebagai orang pertama kali yang mengumpulkan (menghafalkan) al-Qur’an dalam
dadanya[24]
Sejarah Kodifikasi Alqur’an
Kodifikasi Al-Qur’an (jam’ul Qur’ān) dalam pembahasan ini dimaksudkan sebagai proses
penyampaian, pencatatan dan penulisan Al-Qur’an sampai dihimpunnya catatan-catatan serta tulisan-tulisan
tersebut dalam satu mushaf secara lengkap dan tersusun secara tertib[25]
Berdasarkan pendekatan historis tradisonal (pendekatan yang menggunakan
sumber-sumber agama), maka proses pengumpulan Al-Qu’ran (jamul qur’ān) menjalani tiga fase[26], yaitu
1.
Pengumpulan Pada Masa Nabi
Wahyu-wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad
SAW pada faktanya, dipelihara dari
kemusnahan dengan dua cara utama: yaitu terjaga di dalam dada atau hati manusia
(menghafalkannya), dan merekamnya secara tertulis di atas berbagai jenis bahan
untuk menulis (pelepah korma, tulangbelulang, dan lain-lain). Jadi, ketika para
ulama berbicara tentang jam’ul Qurān pada masa Nabi Muhammad SAW, maka yang dimaksudkan dengan ungkapan
ini adalah pengumpulan wahyu yang diterima oleh Nabi SAW melalui kedua cara
tersebut, yaitu melalui hafalan para sahabat maupun rekaman tulisan baik
sebagian ataupun seluruhnya.
Pemeliharaan Al-Qur’an dengan
Cara Menghafalkannya, dalam ringkasan sejarah telah dipaparkan bahwa
setelah nabi menerimaa wahyu dan menghafalkannya kemudia disampaikan kepada
para sahabatnya yang kemudian menghafakannya pula maka dengan metode inilah
Al-Qur’an tetap teerjaga pada masa tersebut. Yang tak lain juga merupakan
karakter bangsa arab yang memaang mudah dalam menghafalkan sehingga sangat
sesuai jika menghafal atau hafalan menjadi salah satu metode pertama dalam
penjagaan isi alqur’an.[27]
Pemeliharaan
Al-Qur’an dengan Cara Menuliskannya, Penulisan pada masa ini, merupakan langkah kedua
dalam pemeliharaan dan pelestarian wahyu yang telah diturunkan Allah kepada
Nabi SAW (Al-Qur‟an). Qur‟an secara tertulis, bisa ditemukan dalam kisah masuknya Umar bin Khattāb,
empat tahun menjelang hijrahnya Nabi SAW ke Madinah. Jika kisah ini dapat
dipercaya, maka menunjukkan bahwa sejak semula telah terdapat upaya yang
dilakukan secara serius dan sadar di kalangan sahabat Nabi SAW untuk merekam
secara tertulis pesan-pesan ketuhanan yang diwahyukan kepadanya[28]
2.
Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abū Bakar
Pada masa kekhalifahan Abū
Bakar, terjadilah kekacauan di kalangan umat Islam, yang ditimbulkan oleh antara
orang-orang murtad di bawah pimpinan Musailamah Al-Każżāb yang biasa dikenal
dengan perang riddah atau juga perang yammah.. Hal ini mengakibatkan terjadinya
perang Yamāmah yang terjadi pada tahun 12 H. Dalam peperangan tersebut, banyak
sahabat penghafal Al-Qur‟an yang meninggal hingga mencapai 70 orang, bahkan dalam satu riwayat
disebutkan 500 orang. Yang menyebabkan kekhawatiran akan punahnya para penghafal
qur’an.[29]
Tragedi Yamāmah ini merimbas
pada kekhawatiran pada hati Umar bin Khaṭṭāb sehinggaa beliau berinisiatif meminta kepada khalifah
Abū Bakar agar Al-Qur’an segera dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah mushaf.
Umar khawatir Al-Qur’an akan berangsur-angsur hilang bersamaan dengan
meninggalnya para Khafid qur’an tersebut. Sekalipun pada awalnya ragu dan
kurang sepakat pada ide dan pendapat Umar bin khatab ini, tetapi akhirnya
khalifah Abū Bakar meneyetujuiya,
kemudian memerintahkan Zaīd bin sabit
untuk segera mengumpulkan Al-Qur’an dan menulisnya dalam sebuah mushaf.
Ketika masa paska wafatnya
khalifah abu bakar shuhuf-shuhuf itu tersimpan rapi di bawah tanggung jawab
kepemimpinan amirul mukminin umar bin khattab. Kemudian umar memerintahkan untuk
menyalin kembali naskah itu kedalam satu shuhuf dan kemudian diserahkan kepada
hafsha (istri rosulullah) untuk disimpan sebagai naskah orisinil Al-Qur’an.[30]
Berdasarkan penjelasan tentang
proses kodifikasi Al-Qur’an di atas, minimal terdapat dua motif yang bisa
disimpulkan atau kaitannya dengan usaha pengumpulan AlQur’an pada masa Abū
Bakar itu. Pertama, maksud didasarkan pada kenyataan bahwa Nabi Muhammad SAW
belum mengumpulkan naskah Al-Qur’an dalam suatu mushaf tunggal namun masih
terpisah pisah dengan alat alaas penulisannya yang masih seadanya, hingga
wafatnya beliau. Kedua tujuan yang didasarkan pada peristiwa wafatnya sejumlah
atau banya para Hafidz Al-Qur‟an pada pertempuran Yamāmah yang menyebabkan kekhawatiran Umar bin Khattāb
akan hilangnya bagian-bagian dari Al-Qur’an. Untuk maksud yang pertama, memang
dapat dipastikan bahwa Nabi Muhammad SAW sama sekali tidak meninggalkan
kumpulan Al-Qur’an dalam bentuk lengkap dan resmi yang bisa dijadikan sebagai
pedoman atau pegangan bagi umat Islam, tetapi untuk motif kedua, terdapat
beberapa kritik yang ditujukan kepadanya. Telah jelas bahwa terdapat upaya
serius dan sadar di kalangan sahabat Nabi SAW untuk memelihara wahyu dalam
bentuk tertulis, seraya tetap berpatokan pada petunjuk petunjuknya tentang
komposisi kandungan kitab suci tersebut. Jadi, wafatnya sejumlah penghafal
Al-Qur’an barangkali bukan merupakan alasan utama untuk mencemaskan hilangnya
bagian-bagian Al-Qur’an.
3.
Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Usman bin Affan
Pada masa pemerintahan Usman bin
Affan, banyak para sahabat yang notabennya merupakan para hafidz Al-Qur’an yang
bertempat tinggal secara berpencar di berbagai wilayah.. Hal ini dikarenakan
daerah yang telah bisa dikuasai oleh umat Islam waktu itu sudah semakin meluas
dan menyebar. Lebih dari itu, para pemeluk agama Islam di masing-masing daerah
tersebut mempelajari serta menerima bacaan Al-Qur’an dari sahabat ahli qirr’at
yang tinggal di wilayah wilaayah itu. Penduduk Syām misalnya, berguru dan
membaca Al-Qur’an dengan qira’at Ubay bin Ka’ab, penduduk Kuffah pada Abdullah
bin Mas’uud, sementara penduduk Basrah pada Abū Musa Al-Asyari. Dan lain
sebagainya.[31]
Perlu kita tahu, bahwa versi
qira’at yang dimiliki dan diajarkan oleh masing masing sahabat ahli qira’at
tersebut satu dengan yang lain saling memiliki perbedaan. Hal tersebut ternyata
menghadirkan dampak yang negatif di antara umat Islam waktu itu, karena
masing-masing di kalangan mereka saling membanggakan versi qira’at mereka, dan
saling mengaku bahwa versi qira’at yang dimiliki oleh mereka lah yang paling
baik dan benar.[32]
Keadaan seperti ini membuat
Usman bin Affan sangat mencemaskannya, karena hal ini beliau segera mengundang
para pemuda sahabat, baik dari golongan Ansar maupun Muhājirīn. Akhirnya, dari
mereka disetujuilah suatu kesepakatan, agar mushaf mushaf yang ditulis pada
masa khalifah pertama yaitu sahabat Abū Bakar ditulis kembali menjadi beberapa
mushaf dengan dialek yang sama yaitu dialek Quraisy. Dalam hal tersebut, Khalifah Usmān bin Affān membentuk sebuah tim
yang terdiri atas empat orang sahabat pilihan, yaitu; Zaid bin Sābit, Abdullāh
bin Zubair, Sa’id bin Al-as, dan Abdurraḥmān bin Al-haris bin Hisyām. Setelah tim ini mengerjakan
semua tugas tugasnya, Usmān bin Affān segera mengembalikan mushaf orisinal kepada
Hafsah, kemudian beberapa mushaf hasil tulisan dari tim yang telah dibentuk
tersebut dikirim ke berbagai kota untuk dijadikan rujukan dalam belajar dan
membaca Al-Qur’an, terutama ketika terjadi perselisihan tentang perbedaan
qira’at dalam membaca Al-Qua’ān, sementara
mushaf-mushaf lainnya yang ada pada saat itu diperintahkan oleh Usmān
bin Affān untuk dibakar agar tidak kembali menimbulkan perselisihan yang sama
sebagai mana perselisihan yang ada.
Menurut muhamad tarikh muhsin,
Secara umum, ada empat ciri yang dimiliki mushaf Al-Qur’an yang ditulis pada
masa Usmān bin Affān, yaitu:[33]
a.
Ayat-ayat Al-Qur‟an yang tertulis di dalamnya, seluruhnya berdasarkan
riwayat mutawatir dari Nabi SAW
b.
Tidak terdapat di dalamnya ayat-ayat yang mansūkh.
c.
Surat-Surat maupun ayat-ayatnya telah disusun dengan tertib
sebagaimana AlQur‟an sekarang ini
d.
Tidak terdapat di dalamnya yang tidak tergolong kepada
Al-Qur‟an, seperti tulisan sahabat Nabi SAW sebagai penjelas
e.
Mushaf-mushaf yang ditulis pada masa Usmān tersebut, mencakup
tujuh huruf (sab’at Al-ahruf) diturunkannya AlQur’an.
Adapun tujuan ataupun Motif utama, kodifikasi Utsman Bin Affan mempunyai
kaitan erat dengan pemberian keringanan atau dispen ketika melafalkan ayat ayat
al-Qur’an dengan berbagai asal dialek. Nabi sendiri meminta keringanan ini
kepada Allah karena melihat
ketidakmampuan para sahabat yang untuk membacanya dengan satu huruf[34] para
sahabaat sahaabaat itu adalah orang orang qurays yang baru masuk islam ataau
paraa orang yang lanjut usia atau masih berusia anak anak. Sehingga perlu
dibuatkan suatu mushaf sebagai standarisasi dalam membaca atau melafalkan isi
Alqur’an.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil
kesimpulan atau ditarik garis besarnya bahwa Al-Qur’an Sebagai Wahyu tuhan
Memiliki beberapa nama nama yang dimilikinya seperti Al-kitab, Al-Furqan,
Adz-Dzikr, At-Tanzil dan lainnya. Al-qur’an sebagai Nama yang sering disematkan
pada kita suci yang diwahyukan Allah pada Muhammad SAW. Ini juga masih memiliki
definisi definisi baik dari segi etimologi dan terminologinya. Bahkan beberapa
ulama masih memiliki perbedan perbedaan pendapat dalam mendefinisikan
Al-Qur’an, Ada yang mengartikan sebagai bacaan, Himpunan, kumpulan dan lainnya
tetapi tetap menjurus dan sesuai dengan sifat yang dimiliki Al-Qur’an pula.
Berikutnya ketika
berbicara keontentikan atau bukti bukti yang dimiliki Al-Qur’an untuk dapat
menunjukan kebenaran dan juga keaslian sebagai Wahyu Tuhan Al-Qur’an dan
seisinya memiliki keistimeewaan keistimewaan yang disandangnya. Mulai dari
keserassian antar kata dengan lawan katanya, antar kata dengan sebab akibatnya
dan juga jumlah hitungan huruf huruf didalamnya. Terlebih lagi dari sisi isi
kandungan didalamnya Al-Qur’an mampu menceritakan hal hal ghaib yang taakan
mampu di karang oleh manusia ataupun mahluq apapun. Juga ada ijazul ilmu dimana
alqur’an member indicator indicator terhaadap ilmu pengetahuan yang hingga kini
taada ilmu pengetahuan yang bertolak belakang dengan isi Al-Qur’an itu. Adapula
sebuah kalimat yang menunjukan tentang tantangan Al-Qur’an kepada siapapun yang
meragukan keontentikannya untuk membuat semacamnya sebagai bentuk dan bukti
bahwa Al-Qur’an adalah kalam sang maha Agung yang tak akan tertandingi.
Kemudian beralih pada sisi historis Al-Qur’an dima Al-Qur’an memiliki
kisah yang amat panjang mulai dari cara dan saaat penurunannya, proses
penjagaaan dan penulisannya hingga pada saat pengumpulan dan
pengkodifikasiannya. Kita sebagai mahluqnya yang diwajibkan percaya akan kitab
suci ini maka dengan mengetahui apa itu Al-Qur’an, Apa saja bukti bukti
ebenaran Al-Qur’an maupun bagai mana sejarah Al-Qur’an tentu saja akan
memperkaya pengetahuan kita juga akan menebalkan iman dan kepercayaan kita atas
kemahadasyatannya.
Daftar Pustaka
-
Shihab Qurays,
1996, WAWASAN AL-QUR’AN, Bandung, Mizan. (hal. 3)
-
Rosidin Mukarom
Faisal dkk. 2014, Buku Siswa Al-Qur’an Hadis Untuk X Aliyah, Jakarta,
Kementrian Agama. (Hal.5)
-
Jurnal muslimi,
Pembukuan dan Pemeliharaan Al Qur’an Volume 25 Nomor 2 September 2014, Hlm. 280
-
Samsukadi M. Religi:
Jurnal Studi Islam Volume 6, Nomor 2, Oktober 2015; ISSN: 1978-306X; 237-262
-
Muunawir:
Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir DOI: 10.24090/maghza.v3i2.2128 Hal.149
-
Jurnal Moh. Isom Mudin, Sejarah Kodifikasi Mushaf Utsmani: Kritik
atas Orientalis & Liberal Vol. 1,
No. 2, Agustus 2017.
-
Jurnal Moh. Zahid : Posisi dan Fungsi Mushhaf
Al-Qur’an dalam Komunikasi Massa
Vol. 11 No. 1 Januari – Juni
2014
-
Misbahudin H. Ling, Dimensi
keilmuan Dalam Al-Qur’an, Jurnal at-Taqaddum, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014
-
Riani Irma, Menelusuri Latar Historis Turunnya Alquran
dan Proses Pembentukan Tatanan Masyarakat Islam, Al-Bayan: Jurnal Studi
Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016)
-
Setiawan
Andik dkk. 2013, Tafsir-ilmu tafsir untuk X peminatan keagamaan Aliyah, Kemenag
Catatan:
1.
Similarity 26%, lumayan tinggi
2.
Footnote dan daftar pustaka agak kacau, tidak rapi, silahkan
diperbaiki
3.
Nama buku dan kitab ditulis miring
4.
Penulisan “Islam” huruh “i” nya ditulis kapital
5.
Bukti eksternal bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah belum
[2] Setiawan Andik dkk. 2013, Tafsir-ilmu tafsir
untuk X peminatan keagamaan Aliyah, Kemenag Hlm. 10
[3] Rosidin Mukarom Faisal dkk. 2014, Buku Siswa
Al-Qur’an Hadis Untuk X Aliyah, Jakarta, Kementrian Agama. (Hal.5)
[8] Jurnal Moh. Zahid : Posisi dan Fungsi
Mushhaf Al-Qur’an dalam Komunikasi Massa Vol. 11 No. 1 Januari – Juni 2014, Hlm.78
[11] Jurnal muslimi, Pembukuan dan Pemeliharaan
Al Qur’an Volume 25 Nomor 2 September 2014, Hlm. 280
[12] Rosidin Mukarom Faisal dkk. 2014, Buku Siswa
Al-Qur’an Hadis Untuk X Aliyah, Jakarta, Kementrian Agama. Hlm.18
[15] Misbahudin H. Ling, Dimensi
keilmuan Dalam Al-Qur’an, Jurnal at-Taqaddum, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014
Hlm.347
[17] Riani Irma, Menelusuri Latar Historis
Turunnya Alquran dan Proses Pembentukan Tatanan Masyarakat Islam, Al-Bayan:
Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016) Hlm.28
[22] Jurnal muslimi, Pembukuan dan Pemeliharaan Al Qur’an Volume 25 Nomor 2
September 2014, Hlm. 282
[34] Jurnal Moh. Isom
Mudin, Sejarah Kodifikasi Mushaf Utsmani: Kritik atas Orientalis & Liberal Vol. 1, No. 2,
Agustus 2017. Hal.313-314
Tidak ada komentar:
Posting Komentar