Rabu, 04 September 2019

Alquran dan Historisitasnya (PAI D Semester Ganjil 2019/2020)



Al-Qur’an dan Historisnya

 

Achmad Alfaridzih (18110160) dan Hilmi Zaidan (18110130)

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang


Abstract. Alqur'an is the Muslim holy book that contains about the Aqeedah, worship and muamalah, ahlak, law, history or the story of the past Ummah, and the basic foundations of science and technology. Al-Qur'an has names that are also propped up on him. The Qur'an is also the greatest miracle of the Prophet Muhammad. Since the descent to the present day the existence of the Qur'an has remained strong and has always been able to subdue those who oppose its truth with its supreme proof, starting with its contents and the beauty and balance between words in it as well as challenges to humans who doubt their authenticity. Until the various scholars' even have their own definitions of what the Qur'an is because of the vast scope of life that is in the Qur'an. Apart from that the Al-Qur'an has a historical side that is quite long and feels necessary to be studied and studied. Starting from the history of the decline and the coding process.
Keywords: Definition of the Qur'an; Proof of Termination; codified history
Abstrak. Alqur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi tentang Akidah, ibadah dan muamalah, ahlak, hukum, sejarah atau kisah umat masa lalu, dan dasar dasar ilmu pengetahuan dan teknologi. Al-Qur’an memiliki nama nama yang juga disandangkan pada dirinya. Al-Qur’an juga merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW. Sejak turunnya hingga kini eksistensi Al-Qur’an tetap kuat dan selalu mampu menundukan mereka yang menentang akan kebenarannya dengan bukti bukti ke maha agung nya, mulai dengan isi kandungannya maupun keindahan dan keseimbangan antar kata didalamnya maupun tantangan tantangan kepada para manusia yang meragukan keontentikannya. Hingga berbagai ulama’ besarpun memiliki definisi-definisi tersendiri tentang apa itu Al-Qur’an karena maha luasnya cakupa kehidupanyang ada dalam al-Qur’an. Selain iitu Al-Qur’an memiliki sisi historis yang cukup panjang dan dirasa perlu untu dikaji dan dipelajari. Mulai dari sejarah turunnya serta proses pengkodifikasiaanya.
Kata Kunci: Definisi Al-Qur’an; Bukti Keontentikan; sejarah kodifikasi

 

Pendahuluan

Islam memilik rukun Iman yang jumlahnya 6 butir. Salah satunya adalah kepercayaan atau iman kepada kitab kitab Allah, yang didalamnya juga termasuk Al-Qur’an. Tentu saja mereka tidak bias dikatakan memiliki iman yang sempurna jika kehilangan kepercayaaan salah satu diantaranya. Setidaknya sebagaii umat mukmin yang mengaku mempunyai iman maka kita diharuskan untuk benar benar penuh mempercayai apaa saja yang terkandung dalam buti butir rukun iman tersebut.
Alqur’an Adalah kitabullah yang juga merupakan dasar hukum syariat dan sumber dan segala sumber yang dijadikan hukum dalam agama islam. Dan juga merupakan suatu hal yang wajib bagi umat islam yang mukalaf untuk melaksanakan dan menaatinya. Didalmnya juga terdapat pula penjelasan tentang mana yang halal dan mana yang haram, suatu perintah ataupun sebuah larangan dan juga pemeberi indicator terhadap mana hal yang benar maupun yang salah. Al qur’an juga berisi tentang ajaran yang bersangkutan dengan budi perkerti kesopanan dan juga ahlaq yang harus dipeggangi pula oleh umat manusia (khususnya umat muslim) untuk mencapai kehidupan yang bahagia dudunia maupun di akhiratnya. Ia juga merupakaan sumber hidaya bagi setiap pembaca atau pendengarnya sehingga merasakan ketenangan dan keindahan setiap kali ia di lantunkan ataupun dibacakan.
Dalam Al-Qur’an banyak berisi tentang kandungan kandungan yang memiliki kedalaman arti. Ada 6 pokok isi didalam al-Qur’an diantaranya adalah Tauhid atau akidah, ibadah dan muamalah, kisa umat terdahulu, hukum, ahlak, dan juga dasar dasar ilmu pengetahuan dan teknologi tertulis rapi secara umum didalamnya. Al-Qur’an Sebagai kitab suci yang di imani dan dianut oleh umat islam tentu saja memiliki kekuatan bahasa dan juga kebenaran yang rasional pula. Meski demikian tak sedikit pula yang mencoba untuk melawan kebenarannya meski haruus berujung tunduk akan keontentikan dan keindahan Al-Qur’an.
Selain keontentikan dan keindahan bahasanya, Al-Qur’an juga memiliki sisi historis yang cukup menarik pula. Mulai dari proses penurunannya, penulisannya hingga kodifikasi dan penyebarannya pula. Yang menjadi hidangan wajib pula dalam setiap perjumpaan yang membahas tentang Al-Qur’an. Karena dengan sisi historis itu, akan mempermudah dalam memahami dan meyakini al-Qur’an dan iisinya
Tulisan ini berusaha menguatkan keyakinan pada Al-Qur’an dan juga memperkaya pengetahuan dan pemahaman tentang Al-Quran secara mendasar mulai dari definisi-definisi, bukti-bukti keontetikan dan juga sisi historis Al-Qur’an. Sedang dalam penggalian materi atau isi tulisan ini penulis mengambil dari beberapa karya tulis maupun buku buku yang berkaita dengan tulisan ini.

Definisi Al-Qur’an


Secara kajian harfiah Al-Qur’an memilik arti “Bacaan yang Sempurna” Suatu nama pilihan Allah yang dirasa memang cukup tepat untuk memanggil alqur’an karena sejak awal manusia mengenal huruf dan tulisan sejak lima ribu tahun yang lalu hingga saat ini belum ada yang mampu menandingi isi Al-Qur’an Al-Karim, bacaan yang maha mulia lagi sempurna.[1]
Secara etimologi, para Ulama mempunya beberapa pendapat yag berbeda tentang pengertia Al-Qur’an. Perbedaan itu terletak pada adanya ulama’ yang menyebutkan Alqur’an dengan Hamzah (القُرْآن)  atau tidak dengan Hamza (القُرَن) dan apakah Al-Qur’an itu Musytaq (ism yang dibentuk dari sebuah kata dan memiliki makna yang berbeda dari kata pembentuknya) atau bukan musytaq[2] Al-lihyani dan beberapaa tokoh lain mengatakan bahwa arti kata Al-Qur’an adalah yang dibaca.[3] Selain itu ada Kata Qur’an berasal dari lafaz (qarana) yang memiliki artian menggabungkan sesuatu dengan yang lain. Kemudian dari kata itu dijadikanlah sebagai nama Kalamullah yang wahyukan kepada Nabi-Nya, mengingat bahwa huruf-hurufnya, ayat ayatnya, dan juga surat suratnya saling beriring-iringan dan yang satu digabungkan kepada yang lain.[4] Az-zujjaj pun emiliki arti tersendiri dalam memaknai alqur’an secara harfiah. Menurut beliau Al-Qur’an berasal dari kata Al-Qar’u yang artinya seimbang dengan kata (Al-jam’u) yang artinya kumpulan. Karena menurut beliau al-Qur’an adalaah kumpulan dari huruf-huruf, ayat-ayat dan juga surat-surat.[5]
Mungkin diatas adalah beberapa definisi harfia dari nama Al-Qur’an.  Dalam memaknai secara istilah banyak pulah para tokoh atau ulama’ yang berkecimung dalam bidang Al-Qur’an mendefinisikaannya. Diantaranya ada Al-Asy’ari yang memaknai alqur’an. Al-Asy’ari berpendapat bahwa Al-Qur’an bukanlah kata bentukan dari kata apapun melainkan merupakann kata yang memang diberikan oleh tuhan untuk menyebut kitab yang telah diberikan kepada nabi Muhammad itu sebgaimana penamaan kitab kitab yang terdahulu, seperti zabur, injil dan taurat.[6]
Selain definisi Al-Quur’an ada Dalam kitab Tarikh at-Tasyri’ al-Islam, Syeikh Muhammad Khudari Beik mengemukakan de¿nisi al-Qur’an sebagai berikut “Al-Qur’an ialah lafaz (ϔirman Allah Swt.) yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Muhammad saw., untuk dipahami isinya dan selalu diingat, yang disampaikan dengan cara mutawatir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas”. Berbeda lagi dengan subkhi Salih yang berpendapat bahwa “Al-Qur’an adalah kitab (Allah Swt.) yang mengandung mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang ditulis dalam mushaf-mushaf, yang disampaikan secara mutawatir, dan bernilai ibadah membacanya.” Tak ketinggalan seorang pembaharu islam yang juga berkecimung dalam bidang Al-Qur’an Muhammad Abduh juga berpendapat bahwa “Kitab (al-Qur’an) adalah bacaan yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang terpelihara di dalam dada orang yang menjaga(nya) dengan menghafalnya (yakni) orang-orang Islam.”[7] Penggunaan istilah Mushhaf digunakan untuk menunjuk kepada kitab suci al-Qur’an. Secara harfiah Mushhaf merupakan himpunan dari shuhuf (lembaran-lembaran tulisan)[8]
Dari beberapa pengertian pengertian istilah menurut para tokoh itu dapat kita ambil beberapa kesimpulan tetang makna Al-Qur’an
a. Al-Qur’an adalah firman atau Kalam Allah Swt.
b. Al-Qur’an terdiri dari lafal berbahasa Arab
c. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
d. Al-Qur’an merupakan kitab Allah Swt. yang mengandung mu’jizat bagi Nabi Muhammad saw. yang diturunkan dengan perantara Malaikat Jibril.
e. Al-Qur’an disampaikan dengan cara mutawatir (berkesinambungan).
f. Al-Qur’an merupakan bacaan mulia dan membacanya merupakan ibadah.
g. Al-Qur’an ditulis dalam mushaf-mushaf,
h. yang diawali dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas
i. Al-Qur’an senantiasa terjaga atau terpelihara kemurniannya dengan adanya sebagian orang Islam yang menjaganya dengan menghafal al-Qur’an

Nama Al-Qur’an bukanlah satu satunya nama yang diberikan Allah pada kalamnya itu masih ada beberapa naama nama yang Allah sendiri menyebukan nama itu didalam kalamnya itu untuk menyebut nama lain dari alqur’an. Allah masih memiliki beberapa nama sebutan terhadap kitab suci yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad saw. Menurut As-Suyuti bahwa al-Qur’an mempunyai lima puluh lima nama. Bahkan dalam ( Ensiklopedi Islam untuk Pelajar ), disebutkan bahwa ada 78 nama-nama berbeda bagi kitab suci al-Qur’an[9]. Namun, jika diperhatikan dan tinjau lebih dalam lagi berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an secara tektual, maka akan didapatkan beberapa nama saja, yang lainnya bukanlah nama melainkan hanya sifat, fungsi atau indicator yang bersesuaian dengan al-Qur’an.

Nama nama lain dari kalamullah itu diantaranya Adalah[10] :

1.        Al-Qur’an yang artinya bacaan, nama Alqur’an merupakan nama yang paling populer dan paling sering dilekatkan pada kitab suci terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Sebagaimana telah dijelaskan di muka, al-Qur’an artinya bacaan atau yang dibaca. Kata al-Qur’an ini diantaranya ada dalam ayat ke 185 dalam surat Al-Baqarah.

2.        Al-Qur’an sering juga disebut sebagai Kitabullah artinya kitab suci Allah Swt. Al-Kitab juga bisa diartikan yang ditulis.  Maksudnya yaitu Al-Qur’an adalah kitab yang ditulis. Sedangkan kata Al-Kitab ini ada dalam salah satu ayat alqur’an yaitu ayat ke 2 dari surat al-Baqarah.

3.        Nama lain dari al-Qur’an selanjutnya adalah Al-FurqƗn artinya pembeda, maksudnya yang membedakan antara yang haq dan yang batil. Al-Furqan merupakan salah satu nama al-Qur’an karena dalam alqur’an berisi tentang hukum hukum atau materi materi yang secara gambling menunjukkan antaara haal yang haq dan yang bathil. Kataa al-Furqan ini termaktub dalam surat Al-Furqan ayat pertama.

4.        Ad-Dikr berarti pemberi peringatan, maksudnya yang memberi peringatan kepada manusia. Karena isi dalaam al-qur’an merupakan bentuk pengingat atau peringatan terhadap para hamba tentang baik dan buruk maupun pengingat akan adanya hari pembalasan pula. Kata adz-dzikr ini ada dalam surat Al-Hijr ayat 9.

5.        At-Tanzil artinya yang diturunkan, maksudnya al-Qur’an diturunkan oleh   allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. melalui perantaan malaikat Jibril as. untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. At-Tanzil sebagai nama lain al-Qur’an dikemukakan oleh S̙ubhi salih dengan merujuk pada suatu ayat alqur’an yaitu pada surat Asy-Syu’aarah ayat 192.

Bukti Bukti Al-Qur’an Sebagai Wahyu Allah
Alqur’an Adalah kitabullah yang juga merupakan dasar hukum syariat dan sumber dan segala sumber yang dijadikan hukum dalam agama islam. Dan juga merupakan suatu hal yang wajib bagi umat islam yang mukalaf untuk melaksanakan dan menaatinya. Didalmnya juga terdapat pula penjelasan tentang mana yang halal dan mana yang haram, suatu perintah ataupun sebuah larangan dan juga pemeberi indicator terhadap mana hal yang benar maupun yang salah. Al qur’an juga berisi tentang ajaran yang bersangkutan dengan budi perkerti kesopanan dan juga ahlaq yang harus dipeggangi pula oleh umat manusia (khususnya umat muslim) untuk mencapai kehidupan yang bahagia dudunia maupun di akhiratnya. Ia juga merupakaan sumber hidaya bagi setiap pembaca atau pendengarnya sehingga merasakan ketenangan dan keindahan setiap kali ia di lantunkan ataupun dibacakan.
Al Qur'an memperkenalkan dirinya dengan berbagai karakteristik dan sifat yang melekat pada dirinya. Salah satu diantara cirri maupun sifat yang ia miliki adalah sebagai kitab yang kebenaran atau keotentikanya sebagai kalammullah selalu dijamin oleh Allah, dan ia juga merupakan kitab yang selalu dipelihara oelh Allah. Sebagaimana yang termaktub dalam didalamnya yaitu yang berbunyi Inna nahnu nazzalna al dzikra wa inna lahu lahaafidzuun “Sesungguhnya   Kami yang menurunkan Al Qur'an dan Kamilah pemelihara-pemeliharanya”. (QS. 15 ; 19)[11]
Demikian Allah menjamin keaslian atau kebenaran keotentikan Al Qur’an, jaminan yang Ia berikan atas dasar ke-Mahatahuan-Nya, serta berkat usaha-usaha yang dilakukan oleh hambanya pula, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat di atas, setiap umat Islam percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al Qur’an tidak berbeda sedikitpun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah SAW dan didengar dan dibaca para sahabat Nabi pada masa dulu itu.
Namun tidak berhenti sampai disitu, karena pastinya umat umat non muslim tidk akan percaya dengan hanya sekedar jaminan tersebut, tentunya mereka mencari cari celah dimana dapat melemahkan keontentikan dan kebenaran al Qur’an. Mulai dari sisi kandungan isinya maupun gaya bahasa dan keseimbangan isinya serta kesesuainya dengan realita ilmu pengetahuan yang ada pula. Maka dari itu perlu pula dituliskan tentang bagaimana kebesaran dan keagungan alqur’an sebagai mmukjizat terbesar yang diberikan kepada rosulullah SAW. Ini. Maka perlu kita ketahui pula sisi kemukjizatan al-Qur’an sebagai penebal keimanan pun juga untuk melemahkan orang orang yang mencoba meragukan keontentikan al-Qur’an ini.
Alqur’an merupakan Mukjizat. Sedangkan mukjizat itu sendiri berasal dari kata (A’jaza, yu’jizu, mu’jizun) yang memiliki arti melemahkan atau mengalahkan lawan. Mu’jizat juga diartikan sebagai sesuatu yang menyalahi tradisi atau kebiasaan (sesuatu yang luar biasa).
Secara terminology atau pengertian istilah, Manna’ Al-Qathan mendefinisikan mukjizat adalah sesuatu yang menyalahi kebiasaan disertai dengan tantangan dan selamat dari perlawanan. Mu’jizat hanya diberikan oleh Allah Swt. kepada para Nabi dan Rasul-Nya dalam menyampaikan risalah Ilahi terutama untuk menghadapi umatnya yang menolak atau tidak mengakui kerasulan mereka. Mu’jizat berfungsi sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulan mereka, bahwa mereka adalah benar-benar para Nabi dan Rasul (utusan) Allah yang membawa risalah kebenaran dari Allah Swt[12]
Jika kata Mu’jizat dilekatkan dengan kitab suci al-Qur’an, ia bisa memiliki dua konotasi. Pertama, lemahnya manusia untuk merumuskan suatu ungkapan atau kalimat yang dapat menandingi ayat-ayat al-Qur’an, baik secara individual maupun secara kolektif. Kedua, ia mempunyai sifat menantang manusia dan jin untuk membuat semacam al-Qur’an, sampai munculnya kesadaran mereka untuk mengakui kelemahan diri sendiri ketika berhadapan dengan ayat-ayat al-Qur’an.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud i’jazul Qur’an adalah menetapkan kelemahan manusia dan jin baik secara individual maupun kolektif untuk mendatangkan semisal al-Qur’an. Mu’jizat al-Qur’an bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran pada manusia bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt. dan sekaligus merupakan bukti kerasulan Nabi Muhammad saw. Dalam hal ini Imam al-Suyuti, sebagaimana dikutip oleh Syahrin Harahap, mengungkapkan bahwa : “Adanya i’jaz al-Qur’an itu ada kaitannya dengan persepsi yang salah dari pihak orang Arab terhadapnya. Sehingga al-Qur’an memberi jawaban terhadap persepsi mereka yang keliru itu, dengan cara nenawarkan agar mereka menunjukkan kekuatan argumentasi dan kebenarannya. Akan tetapi orang Arab sama sekali tidak dapat membuktikan kebenaran mereka, sementara al-Qur’an secara meyakinkan menunjukkan kebenarannya. Di sinilah letak i’jaz (kemu’jizatan) alQur’an itu.[13]
Adapun aspek aspek kemukjizatan Alqur’an sebenarnya telah benar benar Nampak pada dirinya. Sebenarnya tanpa diakui dari luar dirinya al Qur’an telah menunjukan kekuatan kemukjizatan yang dimilikinya. Adapun beberapa aspek kemukjizatan didalm al-Qur’an yang hingga kini belum terbantahkan dan harus memang diakui kekuatan dan keunggulan Al-Qur’an dan seisinya. Diantara aspek yang iatunjukan adalah dari aspek aspek berikut ini:[14]

1.        Gaya Bahasanya,
                Al-Qur’an mempunyai gaya bahasa yang khas yang tidak dapat ditiru para sastrawan Arab sekalipun, karena susunan yang indah yang berlainan dengan setiap susunan dalam bahasa Arab. Mereka melihat  al-Qur’an memakai bahasa dan lafaz mereka, tetapi ia bukan puisi, prosa atau syair dan mereka tidak mampu membuat seperti itu (meniru  al-Qur’an). Mereka tidak pernah mampu untuk menandinginya dan putus asa lalu merenungkannya, kemudian merasa kagum dan menerimanya, lalu sebagian masuk Islam. Contoh dalam sejarah diterangkan bahwa Umar bin Khattab ra. menyatakan diri masuk Islam setelah mendengar ayat-ayat pertama surat Thaha, dan masih banyak contoh lainnya. Inilah bukti kemu’jizatan al-Qur’an dari segi bahasanya.
                Uslub al-Qur’an sangatlah indah. Keindahan uslub al-Qur’an benar-benar telah membuat orang-orang Arab dan atau luar Arab kagum dan terpesona. Di dalam al-Qur’an terkandung nilai-nilai istimewa di mana tidak akan terdapat dalam ucapan manusia menyamai isi yang terkandung di dalamnya. Al-Qur’an dalam uslubnya yang menakjubkan mempunyai beberapa keistimewaan-keistimewaan, di antaranya :
-        Kelembutan al-Qur’an secara lafaz yang terdapat dalam susunan suara dan keindahan bahasanya.
-        Keserasian al-Qur’an baik untuk awam maupun kaum cendekiawan, dalam arti bahwa semua orang dapat merasakan keagungan dan keindahan al-Qur’an.
-        Sesuai dengan akal dan perasaan, di mana al-Qur’an memberikan doktrin pada akal dan hati, serta merangkum kebenaran dan keindahan sekaligus.
-        Keindahan dalam kalimat serta beraneka ragam bentuknya, yaitu satu makna diungkapkan dalam beberapa lafaz dan susunan yang bermacam-macam yang semuanya indah dan halus.
-        Al-Qur’an mencakup dan memenuhi persyaratan antara bentuk global (ijmal) dan bentuk yang terperinci (tafsil).
-        Dapat dimengerti sekaligus dengan melihat segi yang tersurat (yang dikemukakan).

Di samping itu, hal lain yang dapat dicatat dari kemu’jizatan al-Qur’an dari aspek bahasa adalah ketelitian, kerapihan dan keseimbangan kata-kata yang digunakannya. Hal itu dapat dilihat pada bukti-bukti sebagai berikut:
Ketelitian dalam pengungkapan kata-kata, Suatu surat yang diawali dengan huruf-huruf tertentu, di dalamnya selalu terdapat bahwa huruf-huruf itu, dalam jumlah rata-rata, lebih banyak dan berulang jika dibandingkan dengan huruf-huruf lainnya.
Misalnya : a) Dalam Surat Qaf, dapat ditemukan Huruf Qaf berulang-ulang dalam jumlah rata-rata lebih banyak dari jumlah huruf lainnya. Jumlah ratarata Huruf Qaf yang terbanyak di dalam surat Qaf itu ternyata juga merupakan jumlah Huruf Qaf yang terbanyak pula dibandingkan dengan jumlah Huruf Qaf yang terdapat di dalam surah-surah lainnya dalam al-Qur’an.
b) Demikian pula dengan Huruf Alif, lam dan Mim yang mengawali surah al-Baqarah. Jumlah masing-masing huruf tersebut ternyata lebih banyak daripada huruf-huruf yang lain. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut : Huruf Alif berulang sebanyak  4.592 kali,  Huruf Lam berulang sebanyak 3.204 kali, Huruf Mim berulang sebanyak 2.195 kali
c) Demikian halnya Huruf Alif, Lam dan Mim yang mengawali surah Ali ‘imron. Huruf Alif  berulang sebanyak  2.578 kali, Huruf Lam berulang sebanyak 1.885 kali,  Huruf Mim berulang sebanyak 1.251 kali.
 d) Demikian halnya Huruf Alif, Lam dan Mim yang mengawali surah al-‘Ankabut : Huruf Alif berulang sebanyak 784 kali,  Huruf Lam berulang sebanyak  554 kali,  Huruf Mim berulang sebanyak  344 kali.
Dan masih banyak bukti lainnya dalam surah-surah yang lain di dalam alQur’an.
Keseimbangan penggunaan kata-kata, Al-qur’an juga memiliki keseimbangan didalamnya yang mempertemukan jumlah jumlah yang sama antara kata dengan lawan katanya.

-           Kata  Al- Hayya berjumlah 145 kali, sama dengan kata Al-Maut yang berjumlah 145 kali.
-           Kata Ad-Dunya berjumlah 115 kali, sama dengan kata Al-Akhira yang berjumlah 115 kali.
-           Kata Malaikat berjumlah 88 kali, sama dengan kata Syaithon yang berjumlah 88 kali.

2.        Isi Kandungannya
                Dilihat dari segi isikandungannya, Al-Qur’an Memiliki kemukjizatan dalam beberapa hal, diantaranya adalah:
                Pertama,Al-Qur’an Mampu menyingkap hal hal yang ghaib diantaranya ada dua hal yang ghaib didalam Al-Qur’an itu sendiri. Yaitu dimana al-Qur’an mampu menceritakan kisah kisah umat jauh dimasa lalu (cerita nabi yusuf, Ibrahim dll.) dan juga Alqur-an mampu mengabarkan sebuah peristiwa peristiwa yang akan terjadi dimasa yang akan dating baaik didunia maupun akhirat.

                Kedua, Al-Qur’an memang bukan sebuah kitab ilmu pengetahuan melainkan  sebuah kitab petunjuk bagi ummat manusia, akan tetapi didalamnya banyak kita  temukan ayat yang memberikan isyarat tentang kebenaran ilmu pengetahuan.[15] I’jazul ilmi yaitu alqur’an memiliki kemukjizatan dalam ilmu pengetahuan. Al-Qur’an mampu mengungkapkan isyarat-isyarat rumit terhadap ilmu pengetahuan bahkan jauh sebelum pengetahuan itu sendiri sanggup menemukannya. Kemudian terbukti bahwa al-Qur’an sama sekali tidak bertentangan dengan penemuan-penemuan baru yang didasarkan pada penelitian ilmiah. Banyak ayat al-Qur’an yang mengungkapkan isyarat tentang ilmu pengetahuan, seperti: terjadinya perkawinan dalam tiap-tiap benda, perbedaan sidik jari manusia, berkurangnya oksigen di angkasa, khasiat madu, asal kejadian alam semesta, penyerbukan dengan angin, dan masih banyak lagi isyarat-isyarat ilmu pengetahuan yang bersifat potensial, yang kemudian berkembang menjadi ilmu pengetahuan modern.

                Ketiga  Al-Qur’an memberikan aturan hukum atau undang-undang yang bersifat universal, mencakup segala urusan hidup dan kehidupan manusia Secara lebih rinci.

Sebagai mana yang telah tertulis di atas bahwa Allah Swt. menegaskan akan senantiasa menjaga atau memelihara kesucian, kemurniaan dan keotentikan kitab suci al-Qur’an. Hal ini dapat telah dijelaskan dalam QS. al-Hijr ayat : 9, sebagai suatu jaminan akan keontentikan kebenaran Al-Qur’an.
Sejak diturunkan hingga akhir zaman kelak kemurnian dan kautentikan alQur’an akan senantiasa terjaga. Hal ini disebabkan karena kemu’jizatan yang terkandung di dalam al-Qur’an itu sendiri, baik dari aspek bahasa dan uslubnya maupun dari aspek isi kandungannya yang memang terbukti tak satupun manusia yang dapat meniru atau mendatang semisal-nya.
Dalam hal terjaganya kemurnian dan keotentikan al-Qur’an ini, al-Qur’an mengajukan tantangan terutama kepada orang-orang kafir dan siapapun yang meragukan kebenarannya. Mereka menuduh bahwa al-Qur’an hanyalah sejenis mantera-mantera tukang tenung dan kumpulan syair-syair. Mereka mengira bahwa al-Qur’an adalah karangan Nabi Muhammad saw.  Tantangan al-Qur’an diberikan secara bertahap yakni sebagai berikuAdapun beberapap ayat tantangan itu sebagai berikut[16].

1.        Al-Qur’an menantang siapapun yang meragukan kebenaran al-Qur’an untuk mendatangkan semisalnya secara keseluruhan. Hal ini terkandung dalam QS. ath-Thur [52] ayat 33-34
Yang Artinya
           “Ataukah mereka berkata, ”Dia (Muhammad) mereka-rekanya.” Tidak! Merekalah yang tidak beriman. Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (alQur’an) jika mereka orang-orang yang benar."

2.        Pada ayat lain ditegaskan bahwa manusia (dan jin) tidak akan pernah mampu untuk mendatangkan semisal al-Qur’an secara keseluruhan. Sebagaimana ditegaskan dalam QS. al-Isra’ [17]: 88
Yang Artinya :
           "Katakanlah, ”Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain”.

3.        Al-Qur’an menantang siapapun yang meragukan kebenaran al-Qur’an untuk mendatangkan sebuah surah semisalnya. Hal ini terkandung dalam QS. Yunus [10] ayat 38.
Yang artinya :
           "Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya? Katakanlah, ”Buatlah sebuah surah yang semisal dengan surah (al-Qur’an), dan ajaklah siapa saja di antara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS.Yunus [10]: 38)

4.        Al-Qur’an menantang siapapun yang meragukan kebenaran al-Qur’an untuk mendatangkan satu surah saja semisal al-Qur’an. Hal ini terkandung dalam QS. al-Baqarah [2] ayat 23.
Yang artinya :
           "Dan jika kamu meragukan (al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolongpenolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.

Sejarah Penulisan dan Kodifiksi Al-Qur’an

Alquran diturunkan pada masyarakat Arab saat itu adalah untuk meluruskan patologi sosial masyarakat Arab dan sebagai kitab petunjuk bagi seluruh umat manusia. Tata nilai masyarakat Arab sudah sedemikian parahnya sehingga perlu adanya kitab petunjuk untuk meluruskan kondisi tersebut. Tata nilai dan perubahan yang dibawa oleh Alquran mampu memberikan pengaruh yang cukup mendalam pada diri orang Arab sehingga Islam mampu membangun tatanan baru masyarakat yang kokoh berlandaskan Alquran. Politheisme dan paganisme dirubah menjadi monotheisme, fanatik kesukuan dirubah menjadi persamaan dan persaudaraan, penindasan menjadi keadilan social[17] Mengkaji sejarah atau jejak historis tentang adanya al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik mulai pada saat masa Rasulullah saw. Masa sahabat pun juga masa masa berikutnya amat sangatlah penting, untuk mengingatkan serta lebih mengenalkan kepada seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Al-Qur’an sebagai kitab suci yang diimani oleh umat muslim mempunyai kedudukan yang sangat istimewa di antara kitab-kitab suci yang lain yang dulu telaah diturunkan Allah kepada para nabinya (zabur, Taurat, Injil) hak proteksinya sepenuhnya diserahkan kepada Allah swt, sebagai sang kreator al-Qur’an atau yang menjadikan isi isi yang terkandung dalam Al-Qur’an, tidak seperti kitab-kitab suci sebelumnya yang hak proteksinya diserahkan pada umat di mana kitab tersebut diturunkan.[18] Sedangkan Al-Qur’an isinya tetaplah sama tanpa adanya perubahan perubahan aka nisi yang tercantum didalamnya. Meskipun sejak awal penurunannya dari Allah ke Muhammad SAW. Melalui Jibril, kemudian prosesi penulisannya bahkan sampai pada masa pembukuan dan penambahan titik maupun harakatnya, isi dalam Al-Qur’an tetaplah sama sesuai dengan ayat ayat yang telah diturunkan pada Nabi Muhammmad tanpa adanya perubahan perubahan oleh umat penerimanya.
Walaupun demikian hak proteksi al-Qur’an yang mutlak milik Tuhan itu, bukan berarti al-Qur’an ahistoris. atau dengan ungkapan atau kata lain, cukup dengan iman kita bahwa al-Qur’an murni kalamullah, tanpa melakukan perhatian yang serius terhadap aspek kesejarahannya. Karena walau begitu bagaimanapun, manusia merupakan alat proteksi Tuhan terhadap al-Qur’an, yaitu manusia memiliki atau mempunyai keterlibatan yang sangat besar dalam proses kesejarahan alQur’an[19] karena manusia juga menulis bahkan membukukannnya guna mempermuda penyebaran Al-Qur’an agar lebih mudah masyarakat luas maampu membacaa dan mengerti maksutnya
Dari sinilah penulis berusaha mengkaji dan menulis ulang pendapat pendapat para sejarawan tentang sejarah panjang yang terjadi dalam proses penulisan dan pembukuan al-qur’an selama empat balas abad yang lalu. Dari sejak al-Qur’an diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw. sampai proses kompilasinya, sehingga al-Qur’an menjadi bentuk sebagaimana yang dilihat, dibaca, dan semoga juga diamalkan sekarang.
Adapun beberapa proses proses penurunan alqur’an yang tercatat dalam sejarah terbentuknya Al-Qur’an. Para ulamapun telah sepakat, bahwa secara umum, ada tiga perbedaan pendapat dalam pandangan tentang proses turunnya wahyu alQur’an dari Allah swt  kepada nabi Muhammad saw:[20]

Pertama, bahwa al-Qur’an turun ke langit bumi pada malam keputusan (Laylat al-Qadr) secara keseluruhan, kemudian diturunkan secara berangsur-ansur selama 20 tahun, atau 23 tahun, atau 25 tahun, sesuai perbedaan pendapat tentang menetapnya Nabi Muhammad saw di Makkah setelah risalah kenabian.

Kedua, al-Qur’an diturunkan ke langit bumi selama 20 Laylat al-Qadr dalam kurun waktu selama 20 tahun, atau 23  Laylat al-Qadr selama 23 tahun, atau Laylat al-Qadr selama 25 tahun, baru kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur.

Ketiga, proses pewahyuan al-Qur’an dimulai dengan diturunkannya pada Laylat al-Qadr, kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur dalam waktu yang berbeda-beda.

Namun dari ketiga pendapat itu imam az-zarkasyi menyatakan melalui beberapa kajian kajian bahwa dari ketiga pendapat yang berbeda diatas, pendapat yang pertamalaah yang lebih dekat dengan kebenaran[21].

Sebelum lebih jauh membahas tentang bagaimana peristiwa penerimaan wahyu (Al-Qur’an) maka dirasa perlu kita untuk mengetahui juga bagai mana ara cara tuhaan untuk menyampaikan atau menurunkan wahyunya tersebut kepada Nabi Muhammad melalui malaikatnya (jibril) itu. Karena memang Nabi Muhammad dalam proses menerima wahyu yang berangsur angsur bahkan kurang lebih mencapai 20 tahunan lebih itu melalui berbagai macam cara. Diantaranya adalah:[22]

1.        Malaikat memasukkan wahyu itu kedalam hatinya (nabi Muhammad), dalam hal ini Nabi Muhammad  SAW tidak melihat suatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada dalam kalbunya.

2.        Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan katakata tersebut.

3.        Wahyu datang kepadanya berupa gemerincing lonceng, dan cara seperti inilah    yang  dirasa amat berat dan kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunya wahyu itu dimusim dingin yang sangat.

Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa orang laki-laki seperti keadaan nomor 2, melainkan benar-benar rupa aslinya

Di dalam Gua Hira' salah satu gua di dekat kota mekkah pada bulan Ramadan 13 tahun sebelum imigrasi ke Mekka, Nabi Muhammad saw menerima wahyu pertama kali yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5 yang sekaligus sebagai bukti pengangkatannya sebagai nabi terakhir di muka bumi ini. Malam yang bersejarah tersebut diabadikan Tuhan dalam al-Qur’an sebagai malam keputusan atau lailaatul qadr, atau juga disebut malaam yang penuh berkah yaaitu lailatul mubarakah.[23]
Sejak setelah peristiwa itulah, Nabi Muhammad saw telah resmi diangkat menjadi seorang utusan Tuhan dengan al-Qur’an sebagai wahyu sekaligus mukjizzat terbesarnya dan bukti kebenaran dakwanya yang hingga kini tetap ada dan bisa dilihat oleh para umat setelahnya. Al-Qur’an sebagai bukti kenabiannya mendapatkan perhatian yang sangat serius dari Nabi Muhammad saw sejak pertama kali diturunkan kepadanya.
Namun sebagai seorang nabi yang ummi (yang buta huruf) nabi Muhammad harus berjuang untuk menghafalkannya agar bisa disampaikaan kepada ummatnya. Bahkan beliau sampai hafal di luar kepala. Berkat bantuan Tuhan, ia mampu menghafalnya dengan baik tanpa ada kekeliruan sama sekali. Oleh kerenanya, beliau dinobatkan sebagai orang pertama kali yang mengumpulkan (menghafalkan) al-Qur’an dalam dadanya[24]

Sejarah Kodifikasi Alqur’an
Kodifikasi Al-Quran (jam’ul Qur’ān) dalam pembahasan ini dimaksudkan sebagai proses penyampaian, pencatatan dan penulisan Al-Quran sampai dihimpunnya catatan-catatan serta tulisan-tulisan tersebut dalam satu mushaf secara lengkap dan tersusun secara tertib[25] Berdasarkan pendekatan historis tradisonal (pendekatan yang menggunakan sumber-sumber agama), maka proses pengumpulan Al-Qu’ran (jamul qur’ān) menjalani tiga fase[26], yaitu

1.        Pengumpulan Pada Masa Nabi
                 Wahyu-wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW pada faktanya,  dipelihara dari kemusnahan dengan dua cara utama: yaitu terjaga di dalam dada atau hati manusia (menghafalkannya), dan merekamnya secara tertulis di atas berbagai jenis bahan untuk menulis (pelepah korma, tulangbelulang, dan lain-lain). Jadi, ketika para ulama berbicara tentang jam’ul Qurān pada masa Nabi Muhammad SAW, maka yang dimaksudkan dengan ungkapan ini adalah pengumpulan wahyu yang diterima oleh Nabi SAW melalui kedua cara tersebut, yaitu melalui hafalan para sahabat maupun rekaman tulisan baik sebagian ataupun seluruhnya.
                Pemeliharaan Al-Qur’an dengan Cara Menghafalkannya, dalam ringkasan sejarah telah dipaparkan bahwa setelah nabi menerimaa wahyu dan menghafalkannya kemudia disampaikan kepada para sahabatnya yang kemudian menghafakannya pula maka dengan metode inilah Al-Qur’an tetap teerjaga pada masa tersebut. Yang tak lain juga merupakan karakter bangsa arab yang memaang mudah dalam menghafalkan sehingga sangat sesuai jika menghafal atau hafalan menjadi salah satu metode pertama dalam penjagaan isi alqur’an.[27]
                Pemeliharaan Al-Qur’an dengan Cara Menuliskannya, Penulisan pada masa ini, merupakan langkah kedua dalam pemeliharaan dan pelestarian wahyu yang telah diturunkan Allah kepada Nabi SAW (Al-Quran). Quran secara tertulis, bisa ditemukan dalam kisah masuknya Umar bin Khattāb, empat tahun menjelang hijrahnya Nabi SAW ke Madinah. Jika kisah ini dapat dipercaya, maka menunjukkan bahwa sejak semula telah terdapat upaya yang dilakukan secara serius dan sadar di kalangan sahabat Nabi SAW untuk merekam secara tertulis pesan-pesan ketuhanan yang diwahyukan kepadanya[28]

2.        Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abū Bakar
                Pada masa kekhalifahan Abū Bakar, terjadilah kekacauan di kalangan umat Islam, yang ditimbulkan oleh antara orang-orang murtad di bawah pimpinan Musailamah Al-Każżāb yang biasa dikenal dengan perang riddah atau juga perang yammah.. Hal ini mengakibatkan terjadinya perang Yamāmah yang terjadi pada tahun 12 H. Dalam peperangan tersebut, banyak sahabat penghafal Al-Quran yang meninggal hingga mencapai 70 orang, bahkan dalam satu riwayat disebutkan 500 orang. Yang menyebabkan kekhawatiran akan punahnya para penghafal qur’an.[29]
                Tragedi Yamāmah ini merimbas pada kekhawatiran pada hati Umar bin Khaṭṭāb sehinggaa beliau berinisiatif meminta kepada khalifah Abū Bakar agar Al-Qur’an segera dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah mushaf. Umar khawatir Al-Qur’an akan berangsur-angsur hilang bersamaan dengan meninggalnya para Khafid qur’an tersebut. Sekalipun pada awalnya ragu dan kurang sepakat pada ide dan pendapat Umar bin khatab ini, tetapi akhirnya khalifah  Abū Bakar meneyetujuiya, kemudian  memerintahkan Zaīd bin sabit untuk segera mengumpulkan Al-Qur’an dan menulisnya dalam sebuah mushaf.
                Ketika masa paska wafatnya khalifah abu bakar shuhuf-shuhuf itu tersimpan rapi di bawah tanggung jawab kepemimpinan amirul mukminin umar bin khattab. Kemudian umar memerintahkan untuk menyalin kembali naskah itu kedalam satu shuhuf dan kemudian diserahkan kepada hafsha (istri rosulullah) untuk disimpan sebagai naskah orisinil Al-Qur’an.[30]
                Berdasarkan penjelasan tentang proses kodifikasi Al-Qur’an di atas, minimal terdapat dua motif yang bisa disimpulkan atau kaitannya dengan usaha pengumpulan AlQur’an pada masa Abū Bakar itu. Pertama, maksud didasarkan pada kenyataan bahwa Nabi Muhammad SAW belum mengumpulkan naskah Al-Qur’an dalam suatu mushaf tunggal namun masih terpisah pisah dengan alat alaas penulisannya yang masih seadanya, hingga wafatnya beliau. Kedua tujuan yang didasarkan pada peristiwa wafatnya sejumlah atau banya para Hafidz Al-Quran pada pertempuran Yamāmah yang menyebabkan kekhawatiran Umar bin Khattāb akan hilangnya bagian-bagian dari Al-Qur’an. Untuk maksud yang pertama, memang dapat dipastikan bahwa Nabi Muhammad SAW sama sekali tidak meninggalkan kumpulan Al-Qur’an dalam bentuk lengkap dan resmi yang bisa dijadikan sebagai pedoman atau pegangan bagi umat Islam, tetapi untuk motif kedua, terdapat beberapa kritik yang ditujukan kepadanya. Telah jelas bahwa terdapat upaya serius dan sadar di kalangan sahabat Nabi SAW untuk memelihara wahyu dalam bentuk tertulis, seraya tetap berpatokan pada petunjuk petunjuknya tentang komposisi kandungan kitab suci tersebut. Jadi, wafatnya sejumlah penghafal Al-Qur’an barangkali bukan merupakan alasan utama untuk mencemaskan hilangnya bagian-bagian Al-Qur’an.

3.        Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Usman bin Affan
                Pada masa pemerintahan Usman bin Affan, banyak para sahabat yang notabennya merupakan para hafidz Al-Qur’an yang bertempat tinggal secara berpencar di berbagai wilayah.. Hal ini dikarenakan daerah yang telah bisa dikuasai oleh umat Islam waktu itu sudah semakin meluas dan menyebar. Lebih dari itu, para pemeluk agama Islam di masing-masing daerah tersebut mempelajari serta menerima bacaan Al-Qur’an dari sahabat ahli qirr’at yang tinggal di wilayah wilaayah itu. Penduduk Syām misalnya, berguru dan membaca Al-Qur’an dengan qira’at Ubay bin Ka’ab, penduduk Kuffah pada Abdullah bin Mas’uud, sementara penduduk Basrah pada Abū Musa Al-Asyari. Dan lain sebagainya.[31]
                Perlu kita tahu, bahwa versi qira’at yang dimiliki dan diajarkan oleh masing masing sahabat ahli qira’at tersebut satu dengan yang lain saling memiliki perbedaan. Hal tersebut ternyata menghadirkan dampak yang negatif di antara umat Islam waktu itu, karena masing-masing di kalangan mereka saling membanggakan versi qira’at mereka, dan saling mengaku bahwa versi qira’at yang dimiliki oleh mereka lah yang paling baik dan benar.[32]
                Keadaan seperti ini membuat Usman bin Affan sangat mencemaskannya, karena hal ini beliau segera mengundang para pemuda sahabat, baik dari golongan Ansar maupun Muhājirīn. Akhirnya, dari mereka disetujuilah suatu kesepakatan, agar mushaf mushaf yang ditulis pada masa khalifah pertama yaitu sahabat Abū Bakar ditulis kembali menjadi beberapa mushaf dengan dialek yang sama yaitu dialek Quraisy.  Dalam hal tersebut,  Khalifah Usmān bin Affān membentuk sebuah tim yang terdiri atas empat orang sahabat pilihan, yaitu; Zaid bin Sābit, Abdullāh bin Zubair, Sa’id bin Al-as, dan Abdurramān bin Al-haris bin Hisyām. Setelah tim ini mengerjakan semua tugas tugasnya, Usmān bin Affān segera mengembalikan mushaf orisinal kepada Hafsah, kemudian beberapa mushaf hasil tulisan dari tim yang telah dibentuk tersebut dikirim ke berbagai kota untuk dijadikan rujukan dalam belajar dan membaca Al-Qur’an, terutama ketika terjadi perselisihan tentang perbedaan qira’at dalam membaca Al-Qua’ān, sementara  mushaf-mushaf lainnya yang ada pada saat itu diperintahkan oleh Usmān bin Affān untuk dibakar agar tidak kembali menimbulkan perselisihan yang sama sebagai mana perselisihan yang ada.
                Menurut muhamad tarikh muhsin, Secara umum, ada empat ciri yang dimiliki mushaf Al-Qur’an yang ditulis pada masa Usmān bin Affān, yaitu:[33]

a.         Ayat-ayat Al-Quran yang tertulis di dalamnya, seluruhnya berdasarkan riwayat mutawatir dari Nabi SAW

b.        Tidak terdapat di dalamnya ayat-ayat yang mansūkh.

c.         Surat-Surat maupun ayat-ayatnya telah disusun dengan tertib sebagaimana AlQuran sekarang ini

d.        Tidak terdapat di dalamnya yang tidak tergolong kepada Al-Quran, seperti tulisan sahabat Nabi SAW sebagai penjelas

e.         Mushaf-mushaf yang ditulis pada masa Usmān tersebut, mencakup tujuh huruf (sab’at Al-ahruf) diturunkannya AlQur’an.
               
Adapun tujuan ataupun Motif utama, kodifikasi Utsman Bin Affan mempunyai kaitan erat dengan pemberian keringanan atau dispen ketika melafalkan ayat ayat al-Qur’an dengan berbagai asal dialek. Nabi sendiri meminta keringanan ini kepada Allah karena  melihat ketidakmampuan para sahabat yang untuk membacanya dengan satu huruf[34] para sahabaat sahaabaat itu adalah orang orang qurays yang baru masuk islam ataau paraa orang yang lanjut usia atau masih berusia anak anak. Sehingga perlu dibuatkan suatu mushaf sebagai standarisasi dalam membaca atau melafalkan isi Alqur’an.


Kesimpulan
            Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan atau ditarik garis besarnya bahwa Al-Qur’an Sebagai Wahyu tuhan Memiliki beberapa nama nama yang dimilikinya seperti Al-kitab, Al-Furqan, Adz-Dzikr, At-Tanzil dan lainnya. Al-qur’an sebagai Nama yang sering disematkan pada kita suci yang diwahyukan Allah pada Muhammad SAW. Ini juga masih memiliki definisi definisi baik dari segi etimologi dan terminologinya. Bahkan beberapa ulama masih memiliki perbedan perbedaan pendapat dalam mendefinisikan Al-Qur’an, Ada yang mengartikan sebagai bacaan, Himpunan, kumpulan dan lainnya tetapi tetap menjurus dan sesuai dengan sifat yang dimiliki Al-Qur’an pula.
            Berikutnya ketika berbicara keontentikan atau bukti bukti yang dimiliki Al-Qur’an untuk dapat menunjukan kebenaran dan juga keaslian sebagai Wahyu Tuhan Al-Qur’an dan seisinya memiliki keistimeewaan keistimewaan yang disandangnya. Mulai dari keserassian antar kata dengan lawan katanya, antar kata dengan sebab akibatnya dan juga jumlah hitungan huruf huruf didalamnya. Terlebih lagi dari sisi isi kandungan didalamnya Al-Qur’an mampu menceritakan hal hal ghaib yang taakan mampu di karang oleh manusia ataupun mahluq apapun. Juga ada ijazul ilmu dimana alqur’an member indicator indicator terhaadap ilmu pengetahuan yang hingga kini taada ilmu pengetahuan yang bertolak belakang dengan isi Al-Qur’an itu. Adapula sebuah kalimat yang menunjukan tentang tantangan Al-Qur’an kepada siapapun yang meragukan keontentikannya untuk membuat semacamnya sebagai bentuk dan bukti bahwa Al-Qur’an adalah kalam sang maha Agung yang tak akan tertandingi.
Kemudian beralih pada sisi historis Al-Qur’an dima Al-Qur’an memiliki kisah yang amat panjang mulai dari cara dan saaat penurunannya, proses penjagaaan dan penulisannya hingga pada saat pengumpulan dan pengkodifikasiannya. Kita sebagai mahluqnya yang diwajibkan percaya akan kitab suci ini maka dengan mengetahui apa itu Al-Qur’an, Apa saja bukti bukti ebenaran Al-Qur’an maupun bagai mana sejarah Al-Qur’an tentu saja akan memperkaya pengetahuan kita juga akan menebalkan iman dan kepercayaan kita atas kemahadasyatannya.

Daftar Pustaka

-            Shihab Qurays, 1996, WAWASAN AL-QUR’AN, Bandung, Mizan. (hal. 3)
-            Rosidin Mukarom Faisal dkk. 2014, Buku Siswa Al-Qur’an Hadis Untuk X Aliyah, Jakarta, Kementrian Agama. (Hal.5)
-            Jurnal muslimi, Pembukuan dan Pemeliharaan Al Qur’an Volume 25 Nomor 2 September 2014, Hlm. 280
-            Samsukadi M. Religi: Jurnal Studi Islam Volume 6, Nomor 2, Oktober 2015; ISSN: 1978-306X; 237-262
-            Muunawir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir DOI: 10.24090/maghza.v3i2.2128 Hal.149
-             Jurnal Moh. Isom Mudin, Sejarah Kodifikasi Mushaf Utsmani: Kritik atas  Orientalis & Liberal Vol. 1, No. 2, Agustus 2017.
-         Jurnal Moh. Zahid : Posisi dan Fungsi Mushhaf Al-Qur’an dalam Komunikasi Massa Vol. 11 No. 1 Januari – Juni 2014
-            Misbahudin H. Ling, Dimensi keilmuan Dalam Al-Qur’an, Jurnal at-Taqaddum, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014
-           Riani Irma, Menelusuri Latar Historis Turunnya Alquran dan Proses Pembentukan Tatanan Masyarakat Islam, Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016)
-           Setiawan Andik dkk. 2013, Tafsir-ilmu tafsir untuk X peminatan keagamaan Aliyah, Kemenag





Catatan:
1.        Similarity 26%, lumayan tinggi
2.        Footnote dan daftar pustaka agak kacau, tidak rapi, silahkan diperbaiki
3.        Nama buku dan kitab ditulis miring
4.        Penulisan “Islam” huruh “i” nya ditulis kapital
5.        Bukti eksternal bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah belum




[1] Shihab Qurays, 1996, WAWASAN AL-QUR’AN, Bandung, Mizan. (hal. 3)
[2] Setiawan Andik dkk. 2013, Tafsir-ilmu tafsir untuk X peminatan keagamaan Aliyah, Kemenag Hlm. 10
[3] Rosidin Mukarom Faisal dkk. 2014, Buku Siswa Al-Qur’an Hadis Untuk X Aliyah, Jakarta, Kementrian Agama. (Hal.5)
[4] Ibid. Hal 5
[5] Ibid. Hal.6
[6] Ibid. Hal.6

[7] Ibid. Hal.7
[8] Jurnal Moh. Zahid : Posisi dan Fungsi Mushhaf Al-Qur’an dalam Komunikasi Massa Vol. 11 No. 1 Januari – Juni 2014, Hlm.78
[9] Ibid. Hal.8
[10] Ibid. Hal.9-10
[11] Jurnal muslimi, Pembukuan dan Pemeliharaan Al Qur’an Volume 25 Nomor 2 September 2014, Hlm. 280
[12] Rosidin Mukarom Faisal dkk. 2014, Buku Siswa Al-Qur’an Hadis Untuk X Aliyah, Jakarta, Kementrian Agama. Hlm.18
[13] Ibid. Hlm 19
[14] Ibid. Hlm 20

[15] Misbahudin H. Ling, Dimensi keilmuan Dalam Al-Qur’an, Jurnal at-Taqaddum, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014 Hlm.347
[16] Ibid. Hlm 29

[17] Riani Irma, Menelusuri Latar Historis Turunnya Alquran dan Proses Pembentukan Tatanan Masyarakat Islam, Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016)  Hlm.28 
[18] Religi: Jurnal Studi Islam Volume 6, Nomor 2, Oktober 2015; ISSN: 1978-306X; 237-262
[19] Ibid. Hal 238
[20] Ibid. Hal 239
[21] Ibid. Hal 240
[22]  Jurnal muslimi, Pembukuan dan Pemeliharaan Al Qur’an Volume 25 Nomor 2 September 2014, Hlm. 282
[23] Religi: Jurnal Studi Islam Volume 6, Nomor 2, Oktober 2015; ISSN: 1978-306X; 237-262 Hal. 241
[24] Ibid. Hal 241
[25] Munawir : Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir DOI: 10.24090/maghza.v3i2.2128 Hal.149
[26] Ibid. Hal.150
[27] Ibid. Hal.151
[28] Ibid. Hal.151
[29] Ibid. Hal.152
[30] Ibid. Hal.153
[31] Munawir : Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir DOI: 10.24090/maghza.v3i2.2128 Hal.154
[32] Ibid. Hal.155
[33] Ibid. Hal.155
[34] Jurnal Moh. Isom Mudin, Sejarah Kodifikasi Mushaf Utsmani: Kritik atas  Orientalis & Liberal Vol. 1, No. 2, Agustus 2017.  Hal.313-314

Tidak ada komentar:

Posting Komentar