NASIKH-MANSUKH DALAM AL-QURAN
(STUDI AL-QURAN DAN HADIST)
Maulydia Alfi R. (17110057)
Naila Tuhfatul Maghfiroh (17110080)
Mahasiswa
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
e-mail
: alfimaulydia@gmail.com
Abstract
This article has
the purpose of further understanding and understanding empirically the notion
of Nasikh-Mansukh, the forms of Nasikh-Mansukh in the Al-Quran, and what
are the wisdom of the Nasikh-Mansukh
which are anchored in the Nasikh in
the Al-Quran.
The explanation in this article is based on the sources of several books which certainly contain the Nasikh-Mansukh itself. The purpose of the Nasikh-Mansukh itself is that Nasikh is the one that erases (cancels) while the one deleted is Mansukh. The sentence itself must be in the form of qai'i, debt bondage, and qiyas itself cannot be used as a translation.
The explanation in this article is based on the sources of several books which certainly contain the Nasikh-Mansukh itself. The purpose of the Nasikh-Mansukh itself is that Nasikh is the one that erases (cancels) while the one deleted is Mansukh. The sentence itself must be in the form of qai'i, debt bondage, and qiyas itself cannot be used as a translation.
Abstrak
Artikel
ini memiliki tujuan yaitu untuk mengerti lebih lanjut dan memahami secara
empiris mengenai pengertian Nasikh-Mansukh,
bentuk-bentuk Nasikh-Mansukh dalam
Al-quran, serta apa saja hikmah dari Nasikh-Mansukh yang terangkum dalam Nasikh-Mansukh dalam Al-quran. Penjelasan
dalam artikel ini berdasarkan sumber-sumber dari beberapa buku yang tentunya
memuat tentang Nasikh-Mansukh itu
sendiri. Maksud dari Nasikh-Mansukh sendiri
yaitu Nasikh adalah yang menghapus
(membatalkan) sedangkan yang di hapus adalah Mansukh. Nasikh itu sendiri harus berupa dengan dalil qai’i, ijon,
dan qiyas sendiri tidak dapat dijadikan sebagai Nasikh.
Keyword : Nasikh, Mansukh
A.
Pendahuluan
Hukum terkadang ada untuk
kemaslahatan umat manusia yang dituntut oleh adanya sebab-sebab tertentu, dan
jika sebab itu tidak ada, maka tidak ada pula kemaslahatan dalam suatu
ketetapan hukum itu seperti bahwa sekolompok umat islam yang datang ke Madinah pada
Hari Raya Qurban atau Idul Adha, kemudian Nabi Muhammad SAW, menghendaki mereka
untuk berbuat kemakmuran diantara sesama muslim. Sehinggga Nabi melarang untuk
menyimpan daging qurban sampai suatu kelompok menerima bagian daging qurban.
Begitulah penjelasan singkat mengenai nasikh-mansukh,
yang mana penetapan hukum itu harus runtut secara bertahap dan supaya
orang-orang bisa memahami syariat sehingga mereka dengan senang untuk
menjalankanyya ataupun meninggalkannya.
Dalam artikel ini membahas
mengenai nasikh Al-quran dengan Al-quran, Al-Quran dengan sunnah, sunnah dengan
sunnah, maupun sunnah dengan Al-quran, entah itu yang dihapus dan kemudian di
ganti dengan yang baru atau yang lebih benar sebagai pedoman atau tujuan hidup
untuk manusia agar lebih memahami tentang ilmu pengetahuan agama.
B.
PengertianNasikh-Mansukh
Nasakh dari segietimologi,
kata ini dipakai untuk beberapa pengertian : pembatalan,penghapusan,pemindahan
dan pengubahaban.menurut abu hasyim, pengertian majaziyahnya ialah pemindahan
atau pengalihan.diantara pengertian etimilogi itu ada yang dibakukan menjadi
pengertian terminology.
MenurutistilahNasikhyaitu :
رَفْعُ
حُكْمٍ شَرْعِيٍّ بِدَليْلٍ شَرْعِيٍّ مُتَأَخِرٍ
Artinya :
“menghapus hokum syara’ dengandalil yang
datangkemudian.”
Ada jugapengertianistilah
lain darinasikhsendiriyaitu :
“Nasikhialahmenghapuskanhukumsyara’
denganmemakaidalil-dalilsyara’ denganadanyatenggangwaktu,
dengancatatankalausekiranyatidakadanasakhitutentulahhukum yang
pertamaituakantetapberlaku.”
“Nasikh” yaitu
yang menghapus (membatalkan) sedangkan yang dihapusataudibatalkaadalah
“Mansukh”.
Nasakh didalam persepsian kajian ilmu fiqh adalah
mengganti hukum-hukum yang sudah ada dengan hukum baru yang datang setelah
itu.karena itu untuk mengetahui nasakh dan mansukh ini harus diketahui mana
ayat-ayat yang dianulir dan mana ayat-ayat yang ditetapkan untuk menggantikan
posisi ayat yang pertama.[1]
Ada berbagaipendapat lain tentangmaknadarinasakh :
1.
Menghilangkansesuatudanmeniadakannya.dalamAl-Quran Surat Al-Hajj : 52
disebutkan :
الشَّيْطَانُ أَلْقَى
تَمَنَّى إِذَا إِلا نَبِيٍّ وَلا
رَسُولٍ مِنْ قَبْلِكَ مِنْ أَرْسَلْنَا مَا
و
حَكِيمٌ عَلِيمٌ
وَاللَّهُ آيَاتِهِ اللَّهُ يُحْكِمُ ثُمَّ الشَّيْطَانُ يُلْقِي
مَا اللَّهُ فَيَنْسَخُ أُمْنِيَّتِهِ فِي
Artinya :
“Dan Kami tidak
mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu
keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah
menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan
ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
2.
Memindahkansesuatuataumengubahnya .tetapisubstansinyatetapsepertimengolahmadumenjadibentuk
lain.
Telahkitabahastentangpengertian
,maknadarinasakh.sedangkanmansukhadalahbentukmasdardariasli kata nasakh yang
memilikiartisesuatu yang dihapus, mansukhberasaldari kata nasakh ,melihatdariartinasakh
yang artinyamenghilangkan.
Untukmenasakhperlu di perhatikanbeberapaSyaratnasakh, yaitu :
a.
Nasakhharusterpisahdarimansukh, kalautidakterpisahsepertisifatsyaratdanistisna’
(pengecualian,makatidakdapatdikatakannasakh)
b.
Nasikhharuslebihkuatatausamakekuatannyadenganmansukh. Karenaitu Al-Quran
bisa di nasakhdengan Al-Quran lagiataudenganHadistMutawatiratausebaliknyasebabkeduanyaadalahQoth’iy.
c.
Nasikhharusberupadalil-dalilsyar’i.Kalaunasikhitudenganmemakaidalilaqli,makatidakdisebutdengannasakh.
d.
Mansukhtidakterbataswaktu.karenabolehkanmakandanminumpadamalamhari,puasasampaidatangfajardansetelahitutidakbolehmakantidakbisadisebutnasakhkarenahukumpertamadengansendirinyaakanhilang,
apabilawaktu yang ditentukantelahhabis.
e.
Mansukhharus hokum-hukumsyaar;I yang
bukandiwajibkanataudilarangkarenadzatsepertiimandankufur.
Selanjutnyayaitumengenaibeberaparukunnasikh
yang terbagimenjadiempat, yakni :
1.
Adat al-Nasakh,yaitusebuahpernyataan yang
menunjukkanpembatalanataupenghapusanberlakunyahukum yang sudahadasebelumnya.
2.
Al-Nasikh, maksudnya Allah SWT yang telahmembuathukumdanDia pula yang
membatalkanataumenghapunya, sesuaidengankehendak Allah. Jadihakikatdarinasikhsendiriadalah
Allah SWT.
3.
Al-Mansukh, yaituhukum yang dihapus, dipindahkanataupundibatalkan.
4.
Mansukh ‘anhu, yaitu orang yang dibebaniolehhukum.
C.
Bentuk-Bentuk
Nasikh-Mansukh dalam Al-Quran
Secara umum, nasikh itu di bagi menjadi empat bagian
: pertama, nasikh Al-quran dengan
Al-quran : bagian ini banyak disepakati kebolehannya dan pandangan ulama yang
menyatakan adanya nasikh. Kedua,nasikh Al-quran dengan sunnah : sebagian
ulama memiliki perbedaan dalam berpendapat karena hanya membolehkan menggunakan
hadist muttawatir. Ketiga, nasikh sunnah
dengan Al-quran : bagian ini diperbolehkan oleh jumhur ulama, tapi menurut Imam
Asy-Syafi’i tidak memperbolehkan. Keempat, nasikh
sunnah dengan sunnah : bagian ini dikategorikan menjadi empat : nasikh muttawatir dengan muttawatir, nasikh
ahad dengan ahad, nasikh ahad dengan muttawatir, nasikh muttawatir dengan ahad.
Beberapa
ulama Ushul telah membagi nasikh dalam Al-quran menjadi beberapa bagian,
diantaranya yaitu sebagai berikut :
1.
Yang
di nasikh dalam kitab bacaannya, namun hukumnya tetap ada, seperti ayat
dibawah ini :
الشَّيْخُ
وَالشَّيْخَةُ ُ اِذَازَنَيَا فَارْجُمُوهَااْلبَتَّةَ
Artinya :
Orang yang sudah tua laki-laki maupun
perempuan, jika berzina rajamlah keduanya, tidak bolah tidak.
Hal ini tidak ada dalam bacaan, karena
telah dihilangkan atau di nasikh, tetapi hukumnya sendiri tetap, sebab Nabi
Muhammad SAW, merajam orang yang berzina muhshan. (H.R. Bukhari dan Muslim,
yang dimaksud dengan muhshan adalah orang yang sudah tua pada umumnya laki-laki
atau perempuan yang sudah pernah menikah).
2.
Di
nasikh hukumnya, tetapi hukum bacaannya tetap, seperti dalam
ayat Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 240 :
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ
مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ أَزْوَجًا وَصِيَّةً لِّأَزْوَجِهِم مَّتَعًا إِلَى
اْلحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ
Artinya :
“
Dan orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan istri,
hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya (yaitu) diberi nafkah hingga setahun
lamanya dengan tidak disuruh pindah dari rumahnya”.
Berdasarkan ayat
di atas, dikatakan bahwa ‘iddah wafat itu satu tahun lamanya, namun kemudian di
nasikh dengan surat yang sama yaitu Al-Baqarah ayat 234 :
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ
أَزْوَجًا يَتَرَ بَصْنَ بِأَنْفِهِنَّ أَرْبَةَ أَشْهُرٍ وَاعَشْرًا
Artinya :
“ Orang-orang yang akan meninggal dunia di
antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu)
menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.”
3.
Di
nasikh bacaan beserta hukumnya bersama-sama, seperti contoh dari hadist Muslim
dan Aisyah R.A, yang mengatakan bahwa :
كَانَ فِيْمَااُنْزِلَ عَشْرُرَضَعَاتٍ يُحَرِّ مْنَ
فَنُسِخْنَ بِخَمْسِ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ
Artinya :
Menurut ayat yang pernah diturunkan
(dalam Alquran) sepuluh kali menyusu yang diketahui itu menjadikan haram.
Kemudia di nasikh dengan lima kali menyusu yang di ketahui itu menjadikan
haram.”
4.
Nasikh
Alquran dengan Sunnah, seperti dalam firman Allah SWT, dalam surat
Al-Baqarah, ayat 180 :
”Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya.”
Di nasikh oleh Hadist Nabi
Muhammad SAW :
لاَوَصِيَّةَ
لِوَارِثٍ (رواه لترمذي)
Artinya :
Tidak
dianggap sah berwasiat untuk ahli waris.
5.
Nasikh
Sunnah dengan Sunnah, seperti hadist Muslim yang mengatakan bahwa : “Dahulu aku telah melarang ziarah kubur, maka
(sekarang) bolehlah engkau menziarahinya.”
6.
Nasikh
Sunnah dengan AlQuran, semisal menasikh menghadap Baitul Maqdis,
sebagaimana di terangkan di dalam hadist yang artinya sebagai berikut :
“Bahwasanya
Nabi Muhammad SAW menghadap (Baitul Maqdis) dalam sholat selama enam belas
bulan.”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Di nasikh dengan
ayat dibawah ini yaitu surat Al-Baqarah ayat 144 :
فَوَلِّ
وَجْهَكَ شَطْرَاْلمَسْجِدِ اْلحَرَامِ
Artinya :
Hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil
Haram.
Sebagian
para Ulama ada yang tidak mengakui tentang keberadaan nasikh-mansukh sendiri,
karena khabar-nya yang bersifat ahad.
Pendapat mereka mengenai khabar ahad
yang diriwayatkan oleh perowi yang tsiqqoh
tidak bisa diterima dalam hal nasikh-mansukh. Tetapi, masih ada pula yang
memudahkan mengenai persoalan nasikh-mansukh sehingga dirasa cukup melalui
pendapat mufassir ataupun mujtahid. Adapun yang benar yaitu
kebalikan dari kedua pendapat tersebut.[2]
Dilihat
melalui segi keluasan jangkuan nasikh-mansukh terhadap hukum yang terdapat
dalam suatu ayat terbagi menjadi dua macam, yakni :
1.
Nasikh Kulli
Yaitu
nasikh yang meliputi keseluruhan hukum yang terdapat dalam suatu ayat, seperti
: penghapusan ‘iddah wafat selama satu tahun yang diganti dengan 4 bulan 10
haripadasurat Al-Baqarahayat 234 yang artinya :
“Orang-orang yang meninggalduniadiantaramudengmeninggalkanistri-istri
(hendaklahparaistriitu) menangguhkandirinya (ber’iddah)
empatbulansepuluhhari.Kemudianjikatelahhabismasa ‘iddahnya, makatiadadosabagimu
(parawali)membiarkanmerekaberbuatterhadapdirimerekamenurut yang patut. Allah
mengetahuiapa yang kamuperbuat.”
Yang dinasikhdengansurat
Al-Baqarahayat 240 yang artinya :
“Dan orang-orang yang
akanmeninggalduniadiantaramudanmeninggalkanmuhendaklahberwasiatuntukistri-istrinya,
(yaitu) diberinafkahhinggasetahunlamanyadengantidakdisuruhpindah
(darirumahnya).Akan tetapijikamerekapindah (sendiri), makatidakadadosabagimu (waliatauwaris
yang meninggal) membiarkanmerekaberbuat yang ma’rufterhadapdirimereka.Dan Allah
Maha Perkasa lagiMahaBijaksana.”
2.
Nasikh Juz’i
Yaitu
menghapus hukum umum yang berlaku untuk seluruh individu dengan hukum yang
hanya berlaku untuk sebagian individu atau menghapus hukum yang bersifat mutlak
dengan hukum yang bersifat muqayyad. Seperti contoh : hukum dera atau cambuk 80
kali bagi orang yang menuduh seorang wanita berzina tanpa saksi, pada surat
An-Nur ayat 4, yang artinya :
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian meraka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang
yang fasik.”
Dihapus oleh
ketentuan li’an yang bersumpah empat kali dengan menyebut asma Allah, jika si
penuduh suami tertuduh, pada surat Al-Baqarah ayat 6, yang artinya yakni :
“Dan orang-orang yang menuduh istrinya
(berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka
sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama
Allah, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.”
Persoalan
yang menjadi perhatian yaitu mengenai perbedaan pendapat maupun pandangan ada
atau tidaknya nasikh-mansukh dalam AlQuran. Yang mana memang, dalam hal
tersebut memiliki pendapat dari kalangan Ulama’, yaitu sebagai berikut :
1.
Pendapat yang pertama berasal
dari golangan ulama’ yang mengatakan bahwa di dalam AlQuran itu ada nasikh-mansukh,
dan golongan ini di pelopori oleh :
a.
Asy-Syafi’i (w. 2014 H)
b.
An-Nahas (w. 388 H)
c.
As-Suyuti (w. 911 H)
d.
Asy-Syaukani (w. 1280 H)
Alasan dari
golongan ini berdasarkan pada firman Allah SWT. dalam surat Al-Baqarah ayat 106
:
مَا نَنْسَخْ مِنْ ءَايَةٍ أَوْنُنْسِهَا نَأْتِ
بِخَيْرٍ أَوْمِثْلِهَا
Yang artinya : “Apa-apa yang kami hapuskan dari sesuatu ayat
atau kami lupakan, maka kami datangkan yang lebih baik dari padanya atau yang
sepertinya.”
2.
Golongan yang kedua ini
berpendapat bahwa dalam AlQuran tidak ada yang namanya nasikh-mansukh, golongan
ini di pelopori oleh :
a.
Abu Muslim Isfahani (w. 322 H)
b.
Al-Fahkrur Rozi (w. 606 H)
c.
Rasyid Ridha (w. 1354 H)
d.
Muhammad Abduh (w. 1325 H)
e.
Taufiq Sidqi (w. 1298 H)
Mereka beralasan berdasarkan firman
Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 27 :
وَاتْلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيْكَ
مِنْ كِتَابِ رَبِّكَلاَ مُبَدِّلَ لِكَلِمَتِهِ
Artinya :
“Dan
bacakanlah apa yang di wahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (AlQuran), tidak
ada seorang yang dapat mengubah kalimatnya.”
Berdasarkan
ayat diatas nyata tidak seorangpun yang bisa mengubah firman-firman Allah
SWT.
D.
Hikmah
adanya Nasakh-Mansukh
Jikamembicarakanmengenai
syariat islam, syariat inilah yang menyempurnakanbeberapa syariatyang
sebelumnya, hal ini menunjukkanakankesempurnaan islam. Syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, secara
langsung menasikh syariat yang ada pada zamannabi-nabi sebelumnya.Seperti yang telah
di ketahui bersama daripenjelasantentang pengertian nasikh yaitu menghapus atau
bisa juga denganmengganti.Alasan dari penasakhansendiriyaitudari syariat
terdahulu yang manamengikuti perkembangan zaman dankebutuhan manusia yang semakin
beragam.
Dibawah ini akan
disebutkan sertadijelaskan mengenaibeberapa hikmah dari adanya Nasikhdanmansukh
dalam kehidupan manusia, yaitusebagaiberikut:
1.
Hukum nasakh itu lebih berat dari mansukh
Sebagai
alasan adanya naskh yang membawa hukum yang lebih berat yang bertujuan untuk
membawadanmeningkatkanderajat akhlak yang lebihmuliaatautinggi dan tingkat
peradabannya. Pada mulanya mereka cukuphanyadengan
meninggalkan kebiasaan yang sudah lama
seperti kasus minum khamar. Yang manadinyatakan bahwahukumawaldarikhamar adalahmengundang
manfaat,akan tetapi padaakhirnyakhamarmengandungbeberapakemadharatan lebih berat
dari manfaat, kemudian khamar
diharamkan sama sekali.
2.
Hukum nasakh lebih ringan dari
mansukh
Hikmah
jenis yang kedua ini memilikitujuan untuk memberikan keringanan kepada hamba-Nya
dan menunjukkan Karunia Allah SWT danRahmat-Nya.Dengan demikian,hamba-Nya
dituntut untuk lebih memperbanyak syukur,memuliakan,dan mencintai agama-Nya.
3.
Hukum
nasakh sama beratnya dengan mansukh
Sebagai
kebalikan dari pernyataan yang kedua dan yang pertama dalam bagian ketiga ini
nasakh dan mansukh tidak memberikan petunjuk mana yang lebih ringan dan mana
yang lebihberat.Para ulama mencobamenafsirkan hikmanya untuk menjadi cobaan
bagi hamba-Nya selakigus sebagai pemberitahuan untukuntuk menguji siapa
diantara mereka yang betul-betul beriman. Siapa
yang beriman berarti dia akan selamat dan siapa yang menjadi munafikmakadiatidakakanselamat.Pemisahan
antara yang betul-betul berimandan yang
tidakberiman
menjadi faktor utama.
Hikmah yang tertulis dari naskh dan mansukh di atas
dapat dipahami karena fungsi utama dari syariat itu adalah menjadi hidayat
untuk menuntun hamba NYA sekaligus meningkatkan rasa kesadaran mereka akan
hakikat dan tujuan hidup ini.oleh karena itu makna dari hikma ini pada dasarnya
mengandung aspek eskatologi.[3]
Adapunhikmahlainnyadenganadanyanasikhdanmansukhyaitusebagaiberikut
:
1.
Menjaga
kemaslahatan hamba atau manusia.
2.
Pengembangan
persyariatan hukum yang sampai pada tingkat sempurna sejalan dengan
perkembangan dari dakwa dan juga kondisi, situasi manusia itu sendiri.
3.
Menguji kualitas
keimanan mukallaf melalui cara dengan adanya perintah yang kemudian di hapus.
4.
Merupakan
kebaikan dan kemudahan bagi umat manusia sendiri.
E. Penutup
Dari penjelasan
di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian secara umum mengenai nasikh dan mansukh sendiri adalah membatalkan pelaksanaan hukum syara’ dengan
dalil-dalil yang datang kemudian yang mana pembatalan itu secara jelas atau
eksplisit dan terkandung atau implisit. Dan juga dijelaskan secara singkat
beberapa pendapat para jumhur ulama mengenai ada dan tidaknya ilmu nasikh dan mansukh ini dalam Al-quran.
Pembagian oleh
beberapa ulama mengenai nasikh dan mansukh terdiri dari empat bagian yaitu
: Pertama, nasikh Al-quran dengan
Al-quran.Kedua, nasikhAl-quran dengan
sunnah. Ketiga, nasikh sunnah dengan sunnah.
Dan keempat, nasikh sunnah dengan
Al-quran.
Serta beberapa
hikmah adanya nasikh dan mansukh yaitu menjaga kemaslahatan atau
kesejahteraan manusia, pengembangan syariat hukum sampai pada tingkat sempurna
seiring dengan kondisi manusia itu sendiri.
Rifai, Muhammad,
dan Ahmad Musthofa Hadna. 2003. FIQIH
Untuk Madrasah Aliyah Kelas III. Semarang : CV Wicaksana
Mahasiswa
kelas PAI B 2015. 2016. Mengkaji Quran
dan Hadist Bagi Pemula. Malang : UIN MALIKI
Abdul
Haris. 2014. “Nasikh dan Mansukh dalam Al-quran” :TAJDID Vol. XIII. No. 1
Nurdinah
Muhammad. 2011. “Studi Komperatif Nasikh dan Mansukh dalam Al-quran dan Hadist”
: Al-Mu’ashiroh Vol. 8 No.2
Subaidi.
2014. ”Historitas Nasikh Mansukh dan Problematikanya dalam Penafsiran Al-Quran”
: Hermeunetik Vol 8, No 1
Bisri
Tujang. 2015. “Al-Nasikh wa Al-Mansukh (Deskripsi Metode Interpretasi Hadis
Kontradiktif)” : Al-Majaalis, Vol. 2 No. 2
Irfan.
2016. “Penerapan Nasikh Mansukh dalam Al-Quran”: UIN Alauddin Makassar
DurinNafisatin:MateripembelajaranFiqihUshulFiqihKelas XII Agama
RachmatSyafe’I.2006.PengantarIlmuTafsir.Bandung
:PustakaSetia
Catatan:
1.
Similarity 25%.
2.
Referensi kurang satu.
3.
Makalah ini terlalu sedikit halamannya.
4.
Penulisan gelar (Prof., Dr., H. Hj.
Ustadz) dalam karya tulis ilmiah hendaknya dihilangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar