HADIS DAN HISTORISITASNYA
Abdullah Wisholul Arham, Jefri Irfani, dan Lely
Fathiyatus Sa’diyah
Pendidikan Bahasa Arab Kelas D, UIN
Maulana Malik Ibrahim, Malang
e-mail: arhamwishol99@gmail.com
Abstract:Hadits
is one of two heirloom what be legacy for prophet muhammad’s peoples as
directive of their lives. It’s the dependent things prophet Muhammad saw; his
said, the behavior, the stipulation, or the characteristics of Prophet. Hadits
clarificated to any types: building on characteristic, the shape, the quality,
and value of aspect hujjah.
Certainly, All of things
that existed long ago has the history as well as hadits. From period to period,
hadits has the own history; Muhammad’s period, khulafaur Rasyidin’s period (Abu
Bakar As-Siddiq, Umar Ibn Khattab, Utsman Ibn Affan, And Ali Inb Abi Thalib),
period of Tabi’in, or period of tabi’ tabi’in.
Keywords:Hadits,
Propeth, Types, Histories, difference
Pendahuluan
Padadasarnyahaditsmerupakansumberhukumbagiumat
Islam, salahsatusumber yang selalumenjadirujukanpertamabagiumatNabi Muhammad
SAW setelah al-Qur’an. Olehkarenaitu, tidaklahberlebihanjikaselamainiumatmuslimtidakhanya
mempelajari al-Qur’an saja, tapi jugamempelajarihadits/sunnahNabi saw.
Selainmempelajarinyakitajugaharusbisamemahamisemaksimalmungkinkebenarandarihadits-haditstersebut.UpayainisudahmulaidilaksanakansejakzamanNabi
Muhammad SAW hinggasaatini. Sudahselayaknyasebagaiumat Islam
untukmengetahuiapasebenarnyahadits, macam-macamnya,
danbagaimanasejarahdarihaditsitusendiri. Dan
salahsatuupayauntukdapatmelaksanakanhaltersebut,
sudahmenjadikeharusanbagiumatmuslimuntukdapatmemahamitentanghadits,
baikdarisegipengertianmaupunsegi-segi yang lain.
PENGERTIAN HADIS/SUNNAH
DAN MACAM-MACAMNYA
Sudahmerupakansuatukelazimandalamsetiappenulisanataupembahasanilmiahdiawalidenganpenjelasantentangpengertiansuatuobjek
yang akandibahas. Olehsebabitu,
makapembahasantentanghadisdanhistorisitasnyainijugaakandiawalidenganpengertianhadis/sunnah.
Terjadiperbedaanpendapat di kalangan para
ulamadalampendefisianantarahaditsdansunnah.
Namunmayoritasdiantaramerekasepakatbahwakedua term tersebutadalahsinonim(muradif), artinyakedua term
tersebutberbeda, tetapimemilikimakna yang sama. Sedangkansebagianulama lain
berpendapatbahwakedua term tersebutmemilikiperbedaan.
Jikaditelaahlebihmendalam,
perbedaantersebutsebenarnyaperbedaantersebutlebihberorientasiterhadaplingkupmakna
yang dikandungolehkedua term yang dimaksud, dimana term haditsmemilikicakupanmakna yang lebihluasdibandingkandengan term sunnah. Dan makna hadits tidak hanya
terbatas pada Syari’at Islam, akan tetapi juga mencakup hal-hal yang berada
diluar syari’at yang bersumber dari Nabi Muhammad saw.[1]Dan
disinikitaakanmembahasnya.
Haditsberasaldaribahasa Arab, al-hadits;bentukjama’nyaadalahal-ahadits, al-hidsan, dan al-hudsan.Secaraetimologihaditsdapatberartial-jadid (sesuatu yang baru), yang
merupakanlawandarial-qadim (sesuatu
yang lama).Haditsjugadapatberarti
al-khabar, yaitukabaratau berita. Haditsdenganmakna yang disebutkanterakhirinisejalandenganfirman
Allah sebagaiberikut:
فَلْيَأْ تُوا
بِحَدِيثٍ إن كاَنُوا صاَدِقِينَ {34}
“Makahendaklahmerekamendatangkankalimat yang semisal Al-Qur’an
itujikamereka orang-orang yang benar”. (QS. Al-Thur/52: 34)
فَلَعَلَّكَ
باَخِعٌ نَّفْسَكَ عَلَي آثاَرِ هِمْ إِنْ لَّمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الحَدِيْثِ
اَسَفاً {6}
“Maka (apakah) barangkali
kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling,
sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al Qur’an)”. (QS.
Al-Kahfi/18: 6)
وَاَمَّا
بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ {11}
“danterhadapni’matTuhanmumakahendaklah kamumenyebut-nyebutnya
(denganbersyukur)”. (QS. Al-Dhuha/93: 11)
Diantara para
ulamaberpendapatbahwahaditsadalahsegalaperkataanNabi saw, danhal-halihwalnya,
sementaradiantaralainnyajugaberpendapatbahwahaditsmerupakan segalasesuatu yang
bersumberdariNabi saw, baikberupaperkataan, perbuatan, taqrir, maupunsifatnya.
Adapun yang berpendapatbahwahadits adalah sesuatu yang disandarkankepadaNabi
saw baikberupaperkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya.[2]Berbedadenganulamahadits,
definisitentang hadits menurut ulama ushul, yaitu segalaperkataan,
perbuatandanketetapan (taqrir) Nabi saw, yang berkaitandengan hokum syara
danketetapannya.[3]
Adapun dampak dari perluasan definisi hadits berdasarkan fakta-fakta historis,
sebagaimana dijelaskan pula pada adanya perbedaan (ikhtilaf) dalam memahami
konsep sunnah. Sehingga sunnah sunnah tidak terbatas pada amalan-amalan Nabi
saw, tetapi perilaku sahabat,bahkan tabi’in pun tercakup didalamnya.[4]
Adapunbentuk-bentukhadits:
1.
HaditsQauliyah
Yaitusegalaucapanatauperkataan yang
disandarkankepadaNabi saw, baik yang berkaitandenganaqidah, syari’ah, akhlak,
maupun yang lainnya. DiantaranyahaditsmasalahakhlakriwayatBukhari dariAmmar,
sebagaiberikut:
“Ammarberkata:
“Barangsiapa yang dapatmengumpulkantigaperkara,
makasungguhiatelahmengumpulkaniman yang sempurna, yaitumampumengendalikandiri,
memberikansalampadaseluruhalam, danmenginfaqkanapa yang menjadikebutuhanumum”.[5]
2.
HaditsFi’liyah
Merupakanamalan atau perbuatanNabi saw yang
berkaitandenganperaturan-peraturansyara’ yang masih global sifatnya,
seperticaramelaksanakansholat lima waktu, pelaksanaanmanasik haji, puasa,
zakat, dan lain sebagainya. DiantaranyasabdaRasulullahtentangtatacarashalat,
sebagaiberikut:
صَلُّوا كَماَ رَأَيْتُمُو نِي أٌصَلِّي
“Shalatlahkamusekaliansebagaimana kamu melihatakushalat”.
3.
HaditsTaqriri
Yaituapasaja yang menjadiketetapanRasulullah
saw terhadapberbagaiperbuatansebagian para sahabatnya,
baikberupaperkataanmaupunperbuatan.
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ, قَالَ:
خَرَجَ رَجُلاَنِ فِيْ سَفَرٍ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ وَ لَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ
فَتَيَمَّمَا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا, ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي
الْوَقْتِ فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلاَةَ وَ الْوُضُوءَ وَلَمْ يُعِدِ الْآخَرُو
ثُمَّ أَتَايَا رَسُولَ الَّله ص مز فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُو فَقَالَ لَلَّذِي لَمْ
يُعِدْ: أَصَبْتَ السّنَّةَ, وَقَالَ لِلَّذِي تَوَضَّأَ وَ أَعَادَ: لَكَ
الْأَخْرُ مَرَّتَيْنِ
“Dari AbiSa’id al-Khudzriyberkata: “Ada dua orang laki-laki yang pergimelakukanperjalanan.
Ketikatelahdatangwaktushalatdankeduanyatidakmendapati air,
makakeduanyabertayamumkemudianmelaksanakanshalat.Kemudiansetelahitukeduanyamenemukan
air.Salah seorangdiantaramerekaberwudludanmenguulangishalatnya, sementara yang
lainnyatidakmengulanginya. LalukeduanyamendatangiRasulullah saw dan menceritakanapa
yang telahmerekalakukan. Terhadap orang yang tidakmengulangi,
Rasulullahberkata:
“Engkautelahmengerjakannyamenurutsunnah”. Sementarakepada orang yang
melakukanwudludanmengulangishalatnya, beliaubersabda: “Engkaumendapatkanpahaladua kali”.[6]
4.
HaditsHammi
Merupakansuatupekerjaan yang
dicita-citakanNabi saw untukdikerjakan,
tetapitidakjadidilakukankarenasebelumbeliausempatmengerjakannya, beliautelah
wafat. Contoh haditsnya yang berbunyi:
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ
اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّا سِعَا
“Apabila datang tahundepan – insya Allah –
makaakuakanberpuasaharikesembilan”.[7]
5.
HaditsAhwali
Adalahhadits yang berupahalihwalNabi saw, baik
yang menyangkutsifat-sifatfisikataupunkepribadiannya. Al-Bara’
dalamhaditsriwayat al-Bukharimengatakansebagaiberikut:
عَنْ أَبِي إَسْحَاقَ, قَلَ: سَمِعْتُ
الْبَرَاءَ, يَقُولُ: كَانَ رَسُلُ الَّلهِ ص م أحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًا
وَأَحْسَنَهُ خَلْقًا لَيْسَ بِالطَّوِيْلِ الْبَائِنِ وَلاَ بِالْقَصِيْرِ
“Dari
Abu Ishak, iaberkata: “akumendengar
al-Barra’ berkata: “Rasulullah saw
merupakansebaik-baikmanusiadarisegiwajahdansebaik-baikciptaan (tubuh),
keadaanfisiknyatidaktinggidanjugatidakpendek”.[8]
6.
HaditsTarki
Adalahsesuatu yang tidakpernahdikerjakanataudiperintahkanolehRasulullah
saw untukmengerjakannya, atausesuatu yang ditinggalkanolehNabi saw.[9]
PERBEDAAN ANTARA HADTS,
SUNNAH, ATSAR, DAN KHABAR
Bagi
orang yang baru kenal atau baru mempelajari tentang hadits, tidak heran jika
mereka bingung jika disuruh membandingkan arti dari hadits, sunnah, khabar, dan
atsar. Kebanyakan mereka hanya mengetahui satu, yaitu hadits, sunnah, khabar,
dan atsar ialah sesuati yang berkaitan dengan Nabi. Berikut perbedaan dari
keempat istilah tersebut.
1.
SUNNAH
Sunnah menurut etimologi memilik arti “jalan”,
sedangkan menurut terminologi ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
saw, baik perkataan, perbuatan, maupun taqrir.
Dalam arti terminologi, sunnah identik dengan
pengertian hadis. Menurut pendapat sebagian ulama, bahwa pengertian sunnah
dengan hadits itu berbeda; hadits terbatas pada perkataan dan perbuatan Nabi
saw, sedang sunnah lebih luas.
2.
KHABAR
Khabar menurut etimologi berarti “berita” ,
kebalikan dari kata Insya’ yang berarti mengarang. Menurut terminologi,
mengenai arti khabar terdapat tiga pendapat, yaitu:
a.
Pengertian
khabar identik dengan hadits.
b.
Khabar
ialah apa-apa atau sesuatu yang tidak hanya datang selain dari Nabi. Akan
tetapi bisa datang dari sahabat beliau, tabi’in, tabi’ tabi’in atau generasi
setelahnya[10],
sedang hadits ialah sebaliknya. Sehingga, terkenal dengan sebutan “muhaddits”
bagi orang-orang yang menggeluti bidang ilmu hadits, dan disebut Ikhbari”
bagi orang-orang yang menggeluti bidang ilmu sejarah dan yang sejenisnya.
c.
Pengertian
hadits lebih khusus dari pada khabar, sehingga setiap hadits pasti khabar,
namun tidak setiap khabar adalah hadits.
3.
ATSAR
Atsar menurut etimologi berarti “sisa-sisa
perkampungan”, atau yang sejenisnya. Sedangkan menurut terminologinya ada dua
pendapat, yaitu:
a.
Pengertian
atsar identik dengan pengertian hadis, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam
Al-Nawawi, bahwasanya para ahli hadits menyebut hadits marfu’ dan hadits mauquf
dengan atsar.
b.
Atsar
ialah sesuatu yang datang dari sahabat (baik perkataan maupun perbuatan). Dalam
hal ini atsar berarti hadis mauquf. Dan ini barangkali ditinjau dari segi
bahasa yang berarti bekas atau peninggalan sesuatu, karena perkataan dan
perbuatan merupakan sisa-sisa atau peninggalan-peninggalan dari Nabi saw.[11]
Atsar adalah segala yang datang dari selain Nabi. Hanya dari sahabat, tabi’in,
tabi’ tabi’in atau generasi setelahnya.[12]
Dari pemaparan masing-masing definisi di atas,
kita dapat menarik benang merah bahwa, pada umumnya, inti dari semuanya adalah
segala sesuatu yang bersandarkan dari nabi Muhammad saw. Sedangkan yang
membedakan antara yang datang dari Rasulullah saw, atau sahabat, atupun tabi’in
ialah keterangan-keterangan dalam periwayatnya.[13]
SEJARAH SINGKAT HADITS
NABI DARI MASA KE MASA
HADITS PADA MASA RASULULLAH SAW
Rasulullah Muhammad saw merupakan khotamul
ambiya’ yang menyempurnakan ajaran- ajaran sebelumnya dengan mukjizatnya
yang paling istimewa yaitu Al- qur’an. Allah swt memerintahkan Rasulullah untuk
menyampaikan risalah ketuhanan kepada seluruh umat manusia dengan hikmah,
mauidzoh al- hasanah, dan juga musyawarah yang membangun. Dalam menyampaikan
risalah-Nya beliau menghabiskan waktu kurang lebih dua puluh tiga tahun, itu
merupakan waktu yang tidaklah pendek. Waktu yang panjang itu sekaligus
menjadikan pondasi peradaban islam yang luhur, yang telah merubah wujud sejarah
dan mengembangkan dalam aspek kehidupan.
Ketika menyampaikan tugas suci yang
diemban tersebut beliau mendapatkan banyak coba’an dan rintangan, akan tetapi
hal itu dapat dilalui dengan kesabaran dan etika beliau yang luhur. Allah telah
membekali beliau dengan ilmu dan budi pekerti yang agung. Sehingga dalam suatu
hadist akhlak beliau diidentikkan sebagai al- qur’an.
Metode Rasulullah dalam menjelaskan al-
qur’an tersebut, ada kalanya dengan lisan atau perkataan (aqwal), perbuatan
(af’al), maupun ketetapan (taqrir). Oleh karenanya segala yang dilihat dari
diri beliau menjadi tauladan bagi para sahabat.
1.
Metode
(manhaj) Rasulullah saw mengajarkan Hadist
Pada dasarnya, metode yang digunakan Rasulullah saw dalam mengajarkan
hadits kepada para sahabatnya tidaklah berbeda dengan metode yang digunakan
dalam mengajarkan al- qur’an. Dan dalam menyampaikan hadistnya beliau tidak
terpaku pada satu cara saja, namun mempunyai cara yang variatif. Diantaranya
dengan lisan, perbuatan, dan juga taqrir.
Menurut penjelasan yang dikemukakan Dr.
M. ‘Ajjaj al- Khatib, yang dalam hal ini menguraikannya lebih kepada aspek
metodologisnya. Motede yang dimaksud sebagai berikut:
a.
Pengajaran
bertahap. metode ini digunakan Rasulullah saw dalam rangka menjelaskan al-
qur’an, karena penjelasan beliau baik perkataan, perbuatan, dan ketetapannya
merupakan sunnah.
b.
Mendirikan
pusat – pusat pengajaran. Dalam hal ini Rasulullah saw menjadikan Dar al-Arqam
sebagai pusat dakwah islamiyah. Selain di sini , rumah beliau yang ada di
Mekkah juga termasuk dari pusat pengajaran bagi orang- orang yang ingin
mempelajari dan menerima al- qur’an dan sunnah.
c.
Lebih
mengedepankan etika dalam pengajaran. Rasulullah saw disamping menjadi
pendidik, beliau juga menjadi suri tauladan bagi seluruh ummat teruta,ma para sahabat yang mengikuti
perjalanan hidup beliau.
d.
Bervariasi
dalam pengajaran.
e.
Menyesuaikan
dengan situasi dan kondisi.[14]
2.
Metode
(manhaj) Sahabat Menerima Hadist Nabi saw
penerimaan hadist dari Nabi saw kepada para sahabat yaitu dengan dua cara,
secara langsung dan tidak langsung. Cara yang secara langsung yaitu di dapat
ketika mendengarkan pengajian yang di adakan Rasulullah saw. Dan yang secara
tidak langsung didapat oleh para sahabat dari sahabat yang lain. Mengapa
demikian karena setiap pengajian yang diadakan Rasulullah saw ketika melihat
ada sahabat yang tidak hadir, beliau memerintahkan kepada yang hadir pada waktu
itu untuk menyampaikan kepada sahabat yang tidak hadir.
HADIST PADA MASA SAHABAT
Periode kedua sejarah perkembangan
hadist adalah masa sahabat, khususnya masa khulafa
ar- rasyidin.Yaitu masa khalifah Abu Bakar as- siddiq, Umar bin Khatab,
Utsman bin affan, dan Ali bin Abi Thalib. Pada masa ini terkenal dengan
pembatasan periwayatan hadist, hal ini disebabkan karena para sahabat pada masa
ini lebih fokus pada pemeliharaan al- qur’an. Akibatnya periwayatan hadist
kurang mendapat perhatian.Bahkan mereka bersikap hati- hati dalam meriwayatkan
hadist.
Sikap kehati- hatian dalam meriwayatkan hadist ini lebih
disebabkan karena ada sikap takut adanya kekeliruan dalam meriwayatkan sebuah
hadist. Sebgaimana kita ketahui bersama bahwa hdist merupakan sumber hukum
islam yang kedua setelah al- qur’an.
1.
Abu
Bakar al- shiddiq
Pada masa
pemerintahan khalifah Abu Bakar kehati- hatian dalam meriwayatkan hadist itu
nampak pertama kali.Sikap ketat dan kahati – hatian beliau dalam meriwatyatkan
hadist juga ditunjukkan dengan perilaku konkret yaitu dengan membakar catatan
hadist yang dimikinya.Tndakan beliau yang seperti itu dilatar belakangi karena
merasa khawatir berbuat kesalahan dalam meriwayatkan suatu hadist.
Dengan adanya
polemik yang terjadi perkembangan aktifitas periwayatan hadist pada masa
khalifah Abu Bakar as- shiddiq masih sangat terbatas dan tidak menonjol.
Karena pada masa ini
umat islam banyak dihadapkan pada masalah pemberontakan yang timbul semenjak
sepeningal Rasulullah saw.
2.
Umar
bin Khatab
Tindakan hati- hati
yang dilakukan oleh Abu Bakar juga diikuti oleh pemerintahan Umar bin Khatab
.dalam hat ini Umar juga dikenal sebagai orang yang berhati- hati di dalam
meriwayatkan sebuah hadist. Beliau tidak mau menerima suatu riwayat apabila
tidak disaksikan oleh sahabat yang lain.
Dapat dipahami bahwa pada masa pemerintahan
khalifah Abu Bakar as- shiddiq dan Umar bin Khatab naskah al- qur’an masih
sangat terbatas. Meskipun demikian pada masa Umar ini periwayatan hadist telah
banyak dilakukan oleh umat islam. Tentu dengan tetap memegang prinsip kehati-
hatian.
3.
Usman
bin Affan
Pada masa
pemerintahan khalifah Usman bin Affan
periwayatan hadist terjadi lebih banyak dibandingkan dari masa pemerintahan
yang sebelumnya. Hal ini disebabkan karena memang sifat Usman yang tidak
sekeras Umar, jadi para periwayat hadis merasa lebih longgar dalam meriwayatkan
hadist.Meskipun demikian Usman selalu mengingatkan para periwayat untuk tetap
berhati- hati dalam setiap khotbahnya. Wilayah islam yang semakin luas juga
mempengaruhi lebih leluasanya para periwayat, karena jangkauan pengawasan yang
semakin sulit.
4.
Ali
bin Abi Thalib
Tidak jauh berbeda
dengan pemerintahan yang sebelumnya.Masa Ali pun demikian tetap memegang asas
kehati- hatian dalam dalam hal periwayatan hadist. Namun perbedaan yang
mencolok dari khalifah yang sebelumnya yaitu Ali baru mau menerima suatu
riwayat apabila periwayat hadist tersebut mengucapkan sumpah, bahwa hadist yang
disampaikan benar- benar berasal dari Nabi saw.
Sumpah yang
dilakukan tidak menjadi syarat mutlak dalam pemerintahan Ali, sumpah itu bisa
tidak berlaku apabila periwayat memang sudah dipercayai oleh Ali.
Karena perkembangan
hadist semakin luas dan banyak juga hadist yang tersebar di masyarakat.Jadi
untuk mendapatkan hadist yang shahih perlu dilakukan penelitian yang mendalam
pada masa ini.
HADIST PADA MASA TABI’IN
Pada masa tabi’in
tidak begitu jauh beda dengan pemerinthan masa sahabat, Namun persoalan yang
dihadapi sedikit berbeda. Karena kekuasaan islam yang di pegang oleh Bani
Umayyah pada waktu itu sangat luas dan juga para ahli hadist yang tersebar di
seluruh penjuru negeri menjadikan para tabi’in kesulitan menjangkau mereka.
Dengan demikian masa ini disebut dengan masa menyebarnya periwayat
hadist(intisyar a- riwayat ila al-amsar).
1.
Pusat-
pusat pembinaan hadist
Tercatat bebrapa
kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan hadist sebagai tempat para
tabi’in mencari hadits. Kota- kota tersebiut diantaranya Madinah, Mekkah,
Kufah, Basrah ,Syam, Mesir , Maghrib dan Andalus, Yaman dan Khurasan.
Pusat pembinaan
hadist pertama yaitu kota Madinah, karena di sinilah Rasulullah saw hijrah dan
menggabungkan dua suku jadi satu asuhan yaitu muhajirin dan ashar.
2.
Pergolakan
politik dan pemalsuan hadist
Sebenarnya
pergolakan politik sudah muncul dari masa sahabat tepatnya masa pemerintahan
Ali bin Abi Thalib. Itu mempengaruhi perkembangan hadist berikutnya.Pengaruh
langsung yang bersifat negatif munculnya hadist palsu untuk kepentingan
polik.Adapun pengaruh yang bersifat positif juga ada yaitu dorongan untuk
diadakannya kodifikasi atau tadwin
hadist, sebagai upaya untuk menyelamatkan dari pemusnahan dan pemalsuan hadist.
HADIST PADA MASA KODIFIKASI (TADWIN AL- HADIST)
Maksud kodifikasi pada masa ini yaitu
kodifikasi secara resmi oleh kepala negara. Pada waktu itu proses kodifikasi
terwujud pada masa pemerintahan Umar bin Abdul aziz yang terkenal sangat adil
dan bijaksana.Penghimpunan hadist ini dilatar belakangi oleh kekhawatiran
akan hilangnya ilmu dan wafatnya para
ulama’. Karena pada masa itu islam sudah menyebar luas yang di dalamnya banyak
tumbuh ajaran diluar ajaran islam dan banyak sahabat dan tabi’in yang gugur di
medan perang.
Kesimpulan
Hadits
menjadi salah satu pedoman hidup bagi seluruh umat, karena hadits merupakan
segala sesuatu yang disandarkan pada Rasulullah, baik itu perkataan, perbuatan,
perilaku, sifat-sifat, ataupun ketentun beliau.Hadits memiliki beberapa
klasifikasi, yaitu berdasarkan sifat, bentuk, kualitas, dan diniliai dari aspek
kehujjahannya yang perlu kita pahami. Tak sedikit masyarakat tahu tentang
perbedaan hadits, sunnah, khabar, dan atsar. Maka dari itu kami muat perbedaannya
dalam tulisan ini.Hadits yang sudah hidup berabad-abad, tidak luput dari
sejarah, dari masa ke masa.
Daftar Pustaka
Ichwan, Mohammad Nor. 2013.Membahas
Ilmu-Ilmu Hadis. Semarang: RaSAIL Media Group
Zuhdi, Masjfuk.1985.Pengantar
Ilmu Hadits. Surabaya: PT.Bina Ilmu
Al-Maliki, Muhammad Alawi.2005.
Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Zuhdi,Masjfuk. 1976Pengantar
Ilmu Hadits. Surabaya: Pustaka Progressif
Mun'im Salim, Amr Abdul. 1997. Ilmu hadits;
untuk pemula. Kairo: Maktabah Ibnu Taymiyah
Revisi:
1. Tidak
ditemukan indikasi copy-paste.
2. Abstrak satu paragraf
saja.
3. Bagian
sejarah hadis dari masa ke masa tidak referensial.
4. Tata cara
penulisan footnote tolong dipelajari lagi, khususnya mengenai cara penulisan
referensi yang sudah pernah dicantumkan.
5. Yang dibold
hanya bagian sub-bab saja, tidak sudah semua.
6. Sejarah hadis
dari masa ke masa tolong jangan berhenti pada masa kodifikasi saja, tetapi
tolong ditulis dari masa Nabi hingga masa sekarang ini. Tidak perlu
panjang-panjang, yang singkat saja tetapi mengena pada inti pembahasan.
7. Buatlah table
perbedaan antara hadis, sunnah, khabar, dan atsar.
8. Pembahasan
tentang hadis dan macam-macamnya, tolong ditambahi tentang hadis marfu’,
mauquf, dan maqthu’.
[1]Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu
Hadis (Semarang: RaSAIL Media Group, 2013), hal 1-2
[2]Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu
Hadis (Semarang: RaSAIL Media Group, 2013), hal 3-6
[3]Al-Tirmisi, op. Cit., h. 8
[4]Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu
Hadis (Semarang: RaSAIL Media Group, 2013), hal 12
[5]Lihat Hadits Bukhari, kitab al-Iman. Nama
lengkap Ammar adalah ammar bin Yasar bin “Amir bin Malik bin Kinanah bin Qies,
Ia adalah salah seorang sahabat dan meninggal pada tahun 37 Hijriyah.
[6]LihatAbu Dawud, kitab al-Thaharah, hadits
no. 286; al-Darimiy, kitab al-Thaharah, hadits no.737
[7]Lihat Muslim, kitab al-Shiyam, hadits no.
1916; Abu Dawud, kitab al-Shaum, hadits no. 2089
[8]Lihat Al-Bukhari, kitab al-Munaqib, hadits
no. 3285; Muslim, kitab al-Fadhail, hadits no. 4310
[9]Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu
Hadis (Semarang: RaSAIL Media Group, 2013), hal 33-47
[10]Amr Abdul Mun'im Salim.
1997.Ilmu hadits; untuk pemula. Kairo.Maktabah Ibnu Taymiyah.
Hal 11
[11]
Alawi, Muhammad. 2009. Ilmu Ushul Hadis. Yogya; Pustaka Pelajar. Hal 47
[12]Mun'im Salim,
Amr Abdul. 1997. Ilmu hadits; untuk pemula. Kairo. Maktabah Ibnu Taymiyah.
Hal 11
[13]Alawi,
Muhammad. 2009. Ilmu Ushul Hadis. Yogya; Pustaka Pelajar, Hal 47
[14]Nor
Ichwan, Mohammad. 2013.membahas ilmu-
ilmu hadits.Semarang:Rasail media grup. hal 121
Tidak ada komentar:
Posting Komentar