Senin, 18 Februari 2019

SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQH (PAI A Semester genap 2018/2019)



SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQH

Mohammad Ilham Wahyudi dan Muchamad Arif Choirul Ikhsan
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam “A” 2016 Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
e-mail: Ilhamwahyu212@gmail.com
Abstract
This article describes the history of the growh and development of the ushul fiqh which is the main thing in establishing Islamic law. Ushul Fiqh according to the term syara 'religion is a science with the law and several discussions that will connect with the law to take advantage of the shara'ah law that will be practiced, which is taken from a detailed or detailed argument Furthermore. Ushul fiqh developed because of the many new problems that arose that made the mujtahid have to do istimbat law with methods that did not come out of the AL-Quran and As-Sunnah. With a variety of different thoughts, there emerged several of ushul fiqh, Namely Mutakallimin and Fuqaha. Mutakallimin is School f deductive thinking. Whereas fuqaha is a stream of inductive thinking.
Abstrak
Artikelini menjelaskan tentang Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ushul Fiqh yang merupakan hal pokok dalam penetapan hukum . Ushul Fiqh menurut istilah syara’ agama ialah satu ilmu dengan undang-undang dan beberapa pembahasan yang akan menghubungkan dengan undang-undang itu kepada mengambil faedah hukum syara’ yang akan diamalkan, yang diambil dari dalil yag tafshili atau terperinci. Ushul fiqh berkembang karena banyaknya persoalan baru yang muncul sehingga membuat para mujtahid harus melakukan istimbat hukum dengan metode yang tidak keluar dari Al-quran dan As-Sunnah. Dengan pemikiran yang berbeda-beda maka muncullah beberapa aliran ushul fiqh, yaitu Mutakallimin dan Fuqaha. Mutakallimin adalah aliran yang memiliki pemikiran deduktif. Sedangkan Fuqaha adalah aliran yang pemikirannya induktif.
Kata Kunci : Ushul Fiqh, Mutakallimin, Fuqaha.
A.      Pendahuluan
Para ulama sependapat bahwa di syariat Islam telah ada segala hukum yang mengatur semua tindakan manusia, baik segala perkataan maupun perbuatan. Ketetapan hukum tersebut adakalanya disebutkan secara jelas dan adapula hanya dijelaskan dalam bentuk-bentuk dalil secara umum
Dengan seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, agama Islam mengalami perkembangan di berbagai bidang salah satunya yaitu di bidang penetapan hukum Islam atau yang biasa kita sebut dengan Ushul Fiqh. Terlihat sangat jelas bahwa pada zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam perbedaan pendapat antar sahabat pasti jika mengalami suatu persoalan bertanya langsung kepada Rasulullah. Namun sejak wafatnya Rasulullah hingga akhir periode setelahnya permasalahan-permasalahan yang ada di selesaikan melalui ijtihad oleh para generasi selanjutnya. Maka dari itu masa tabiit-tabiin muncul para imam mujtahid yang dianggap memiliki keunggulan dan pemahaman yang lebih mengenai istinbat hukum Islam. Tentu saja setiap Imam mujtahid memiliki perbedaan pandangan dalam pemahaman dan juga cara penyelesaian suatu hukum. Maka muncullah aliran-aliran ushul fiqh. 
Perlu kita pahami bahwa permasalahan fiqih itu sifatnya dinamis. Maka dari itu ilmu usul fiqh akan menjadi pedoman untuk memudahkan ulama generasi selanjutnya dalam menetapkan hukum dengan kaidah-kaidah yang ada dalam ilmu Ushul Fiqh.[1]

A.  Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh
1.        Masa Rasulullah SAW
Rasulullah SAW sebagai rahmatan lil alamin mempunyai peran penting tentang pemahaman Alquran kepada para sahabat. Rasulullah mendapatkan wahyu dari Allah subhanahu wa ta'ala kemudian menyampaikannya kepada para sahabat dan bentuknyatekstual.Maka dari itu untuk membuat sahabat paham mengenai Alquran, Rasulullah menggunakan as-Sunnah. Para sahabat tinggal bergantung pada Rasulullah karena saat itu Rasulullah masih hidup, danpersoalan dijawab oleh beliau yang memahami apa makna Alquran, Hadist serta persoalan dalam hukum agama lainnya.[2]
Persoalan-persoalan yang ditanyakan oleh para sahabat itu dijawab oleh rasulullah dengan bersandar pada Alquran. Segala jawaban Rasulullah berupa ucapan perbuatan dan pengakuan nya itulah yang disebut Sunnah Rasulullah.
Namun sahabat juga tidak bertanya mengenai segalanya, jika ada persoalan yang sama dengan pertanyaan sebelumnya maka sahabat mengambil dasar keputusannya dengan keputusan yang sama pula.
Jadi pada masa Rasulullah SAW ini ushul fiqih berjalan melalui penjelasan beliau yang menjawab pertanyaan-pertanyaan para sahabat mengenai Alquran dan as-Sunnah.[3]
2. Masa Sahabat
‘Ilm ushul al-fiqh dan ‘ilm al-fiqh (al-ijtihad) pada sahabat. Dibandingkan ‘ilm ushul fiqh, ‘ilm al-fiqh dibukukan lebih dahulu. Hal ini bertolak dari kenyataan bahwa kalau ada fiqh tentu ada cara atau metode untuk mengeluarkan fiqh dari sumbernya. Metode tersebut, dalam hukum Islam, dikenal sebagai ushul al-fiqh. Di bawah ini, ada beberapa contoh penggunaan metode atau cara dalam mengeluarkan hukum dari dalil yang dilakukan oleh beberapa sahabat.
1.) Ali ibn Abi Thalib memberikan sanksi kepada peminum khamr dengan hukuman yang sama dengan hukuman bagi penuduh pezina dengan alasan:
‘’Sesungguhnya jika orang tersebut  minum khamr maka dia mengigau, dan jika mengigau dia menuduh’’.
Menurut, Ali ibn Abi Thalib sanksi bagi peminum khamr sama dengan sanksi bagi penuduh zina yakni 80 kali jilid. Dalam menetapkan sanksi tersebut, Ali ibn Thalib menggunakan qiyas (analogi)
2.) Ibn Mas’ud menetapkan ‘iddah wanita hamil yang ditinggalkan mati suaminya sampai melahirkan didasarkan pada dalil :
"وَأُوْلَٰتُٱلۡأَحۡمَالِأَجَلُهُنَّأَنيَضَعۡنَحَمۡلَهُنَّۚا"
’Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu ‘iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya (Al-Thalaq: 4).
Selanjutnya dalam surah al-Baqarah ayat 234:
"وَٱلَّذِينَيُتَوَفَّوۡنَمِنكُمۡوَيَذَرُونَأَزۡوَٰجٗايَتَرَبَّصۡنَبِأَنفُسِهِنَّأَرۡبَعَةَأَشۡهُرٖوَعَشۡرٗاۖ"
’Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri, hendaklah para istri itu ber’iddah empat bulan sepuluh hari(Al-Baqarah: 234)
Jadi, Ibn Mas’ud beranggapan bahwa surat al-Baqarah ayat 234 lebih dahulu turun daripada surat al-Thalaq ayat 4. Dalam hal tersebut, Ia menggunakan dasar nasikh dan Mansukh atau takhsish.[4]
 3. Masa Tabiin dan tabi’it Tabi’in
Pada masa ini Daulah Islamiyah semakin berkembang. Berbagai perselisihan, kesulitan, pandangan serta pembangunan spiritual satu persatu mulai bermunculan. Persoalan-persoalan ini secara tidak langsung menambah beban para imam mujtahid untuk membangun pengetahuan yang luas terhadap ijtihad. Sumber hukum yang digunakan adalah sumber hukum pada periode sebelumnya yang terdiri dari sumber hukum Allah (Alquran), Rasul-Nya (Hadis), fatwa serta keputusan para sahabat dan fatwa mujtahidin.
Dalam bukunya Ushul Fiqh Abu Zahra menyimpulkan bahwa pada masa ini metode istinbat mengalami perluasan yang cukup pesat karena kekuasaan wilayah Islam yang meluas. Akibatnya muncul permasalahan baru yang memerlukan pemecahan hukum.[5]
Contoh Sa’ad ibn Musayyab di Madinah atau al-Qamah dan Ibrahim al-Nakha’iy di Irak. Dari kedua mereka ada yang menggunakan melalui metode qiyas ataupun mashalah jika dari kedua mereka tidak dapat mendapatkan suatu nash sebagai dasar hukum.
Masa kejayaan ilmu ushul fiqh terletak pada imam madzhab yang empat, yakni sebagai berikut :
a.    Imam Abu Hanifah
Imam Mujtahid yang lebih masyhur dengan sebutan Imam Hanafi. Nama Asli beliau adalah Nu’man bin Tsabit Al-Kufi. Lahir pada tahun 80 Hijriyah (699 M) di Irak. Beliau adalah orang yang ahli beribadah dan memiliki banyak guru yang alim.[6]
Selanjutnya, Imam Abu Hanifah al-Nu’man (wafat 150 H), pendiri mazhab Hanafi ini menggunakan dasar istinbatnya yaitu Alquran, sunah dan fatwa para sahabat. Beliau dihadapkan oleh beberapa pendapat yang berbeda, maka ia memililih salah satu pendapat dan tidak mengeluarkan pendapat baru.
Pemikiran Abu Hanifah dalam kitab al-Baghdadi karangan Abu Bakar Muhammad Ali Thaib al-Baghdadi adalah 1). Al-Quran, 2). Sunah Rasulullah yang Masyhur, 3). Fatwa Sahabat, 4). Al-Qiyas, 5). Istihsan, 6). Al-‘Urf.[7]
b.    Imam Malik
Beliau nama lengkapnya adalah Malik bin anas bin Malik bin Amar al-ashbahi al-Arabiy al-Yamaniyyah. Beliau lahir di Madinah pada tahun 93 H (789 M). Beliau memiliki keutamaan dalam ilmu hadits dan ilmu fiqh.
Beliau adalah pendiri madzhab Maliki yang dibentuk atas perintah dari khalifah di afrika bernama Al-Muiz Badiz. Khalifah itu mewajibkan seluruh penduduknya bermadzhab Maliki.
Selanjutnya, pada Imam Malik bin Anas dalam ijtihadnya juga memiliki metode yang jelas, misalnya terlihat dengan sikapnya tentang mempertahankan praktik ahli Madinah sebagai sumber hukum. Pada masa Imam Malik ini ushul fiqh belum dibukukan. Beliau tidak memiliki karya di bidang ushul fiqh.
Sumber Hukum madzhab Maliki ini adalah pertama mengambil kitab Allah, kemudian As-Sunnah, amal ahlul Madinah, al-qiyas, al-Maslahah Mursalah, Saad adz Dzara’i, al-Urf, dan al-Adat.[8]
c.    Imam Syafi’i
Beliau memiliki nama lengkap Muhammad ibnu Idris As-Syafi’i. Lahir di gaza, Palestina pada tahun 150 H/ 767 M. Beliau adalah ulama yang mencapai level mujtahid dan membukukan ilmu ushul fiqh dengan judul Al-Risalah. Isi kitab ini adalah pandangan hukum dari berbagai pendapat yang shohih mengenai permasalahan hukum yang terjadi antara antara ahlul Hadits dan ahlu Rayi. Ahlul hadits adalah orang-orang yang tinggal dimandinah sedangkan ahlul ra’yi adalah para ulama yang tinggal irak.
Dalam kitabnya Al-Umm, Imam Syafi’i dalam menetapkan sumber hukum yakni berurutan dimulai dari Al-Quran, As-Sunnah, ijma’, dan Qiyas.[9]
Fatwa imam Syafi’i berdasarkan tempat tinggal beliau dibagi dua, pertama yaitu perkataan imam Syafi’i saat beliau berada di irak yang disebut dengan qoul qadim. Kedua yaitu pendapat imam Syafi’i saat beliau berada Mesir yang disebut dengan qaul Jadid.[10]
d.   Imam Ahmad bin Hambal
Beliau dikenal dalam madzhabnya dengan sebutan imam Hambali. Nama asli beliau adalah Abu Abdullah ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal al-Syaibani. Beliau lahir pada tahun 164 H/780 M di daerah Baghdad.
Sumber hukum yang digunakan untuk menetapkan h7kum dalam madzhab beliau adalah sebagai berikut : 1). Alquran dan al-Hadits, 2). Fatwa sahabat, 3). Riwayat Masyhur, 4). Hadits Mursal dan Hadits Doif selagi tidak ada hukum yang menyalahinya, 5), Qiyas (dalam keadaan darurat).[11]
B.  Aliran-Aliran dalam Ushul Fiqh.
Ulama usul fiqih dalam membangun sebuah teori di bidang ushul fiqh ada perbedaan yang terjadi sehingga muncul dua aliran ushul fiqh,yakni sebagai berikut:
1.        Aliran Mutakallimin
Aliran mutakallimin adalah aliran yang pendirinyaadalah Imam Syafi'i. Dalam aliran mutakallimin ini caramenetapkan hukumsecara teoritis dan menggunakan hukum syara' sebagai pertimbangan tanpa dipengaruhi oleh madzhab, furu' dan lain sebagainya.[12]
Disebut juga aliran mutakallimin karena pakar  di bidang ini setelah Imam Syafi’i adalah dari kalangan mutkallimin (para ahli ilmu kalam) seperti Imam al-Juwaeni, al-Qadhi Abdul Jabbar, serta Imam al-Ghazali.
Dalam menetapkan kaidah usul fiqh aliran mutakallimin tidak menggunakan sumber hukum islam yang mukhtalaf yaitu, seperti istihsan, 'uruf, dan maslahah mursalah.  Namun masih menggunakan istishab, hukum yang digunakan dan terus berlaku sampai ada hukum baru yang mengubahnya.
Hal ini menyebabkan aliran mutakallimin ini memiliki kelemahan. Karena sesuai dengan tuntutan zaman, hukum itu pasti selalu berubah selaras dengan adanyapersoalan baru yang belum terjadi pada masa sebelumnya.[13]
Kitab dalam aliran ini antara lain yaitu Ar-Risalah (karangan Imam Syafi’i), dan Al-Mu’tamad (karangan Abu Husain Muhammad Ibnu Ali Al-Bashri).
2.        Aliran Fuqaha' atau Ahnaf
Metode ahnaf dicetuskan oleh Imam Abu Hanifah serta dikembangkan oleh Ulama Hanafiyah. Aliran ini juga dikenal dengan aliran fuqaha’ (ahli ilmu fiqh), karena sistem penulisannya banyak disertai contoh-contoh fiqh.
Aliran ini menggunakan cara istiqra’ (induksi), terhadap pendapat-pendapat Imam sebelumnya dan mengumpulkan pengertian makna dan batasan-batasan yang mereka gunakan. Jadi, dengan cara seperti itu dapat ditarik kesimpulannya.
Aliran yang dianut madzhab Hanafi. Aliran ini memiliki ciri yang khas dalam penulisan ushul fiqh. Imam Hanafi dijuluki sebagai Ahlu ra'yi, maka dari itu penetapan hukumnya yaitu para imam mereka yang membahas persoalan dan memecahkan hukum furu' tersebut sampai terbentuk suatu kaedah yang di sepakati. Namun kaedah tersebut bisa saja berubah seiring berjalannya waktu dengan adanya persoalan baru yang muncul.
Kitab karangan aliran fuqaha' ini salah satunya yaitu karangan imam Abu Bakar al Jashshash yang berjudul al Fushul fi ashulil fiqh, karangan imam al Sarakhsi yang berjudul Ushul Fiqh, dan lain-lainnya.[14]
C.  Orang yang Mula-mula Menciptakan Ilmu Ushul Fiqh
Orang yang pada awalnya menciptakan ilmu ushul fiqh adalah Imam Syafi’i. Beliau menulis sebuah risalah yang dijadikannya sebagai Muqaddimah bukunya yang berjudul Kitab Al Um. Dengan demikian, Imam Syafi’I adalah seorang pendiri dan pencipta utama tentang ilmu ushul. Kemudian, usaha beliau diikuti  oleh tiga orang Ulama termasyhur yakni : Abul Hassan Muhammad bin ‘Alal Bashariy As Syafi’I yang meninggal pada tahun 463 H, Abu Ali Abdul Malik bin Abdullah An Naisaburiy yang dikenal dengan Imam Harmaini yang meninggal pada tahun 478 H, serta Abu Hamid Al-Ghazaliy yang meninggal pada tahun 505 H. Selanjutnya diiringi oleh dua orang Ulama terkenal yaitu : Imam Raziy yang meninggal pada tahun 606 H, serta Imam Amadi yang meninggal pada tahun 631 H.[15]
D.  Pembukuan Ushul Fiqh
Pada awal mulanya ushul fiqh tumbuh di abad kedua hijriah. Rasulullah saw. Berfatwa dan menetapkan keputusan hukum berdasarkan Alquran dan hadis tanpa memerlukan kaidah atau ushul yang dijadikan sumber istinbat hukum. Adapun sahabat nabi membuat keputusan Hukum berdasarkan dalil Nas yang dapat Mereka pahami dari aspek Kebahasaan semampu mereka, Untuk memahaminya secara baik Diperlukan kaidah bahasa.  Disamping itu,   mereka juga  melakukan istinbat Hukum sesuatu Yang tidak terdapat Dalam nash Berdasarkan kemampuan mereka, Berdasarkan ilmu tentang hukum Islam  yang telah mereka kuasai disebabkan lamanya pergaulan Mereka bersama nabi Serta menyaksikan Asbabun Nuzul Sebab turunnya Alquran, dan Asbabul wurud  (sebab-sebab turunnya Hadis). Sahabat ketika itu sudah benar-benar memahami tujuan-tujuan hukum syariat serta dasar dasar pembentukannya.
Penghujung abad ke-2 Awal abad ke-3 Hijriyah ulama bernama Muhammad Idris Al Syafi'i (150H-204H) yang meramu, menggagas, dan membukukan ilmu ushul fiqh.
Sebelum Imam Syafi'i, tercatat Orang yang pertama kali menghimpun kaidah yang bercerai-berai dalam satukumpulan adalah Imam Abu Yusuf seorang pengikut Imam Abu Hanifah. Adapun orang yang pertama kali yang melakukan kodifikasi kaidah-kaidah dan bahasan Ilmu Ushul Fiqh  adalah Imam Muhammad bin Idris Al Syafi’i yang meninggal pada tahun 204 Hijriyah. Kemudian hasil kodifikasi tersebut diberi nama kitab al-Risalah, yang merupakan kitab pertama ilmu Ushul Fiqh dan wujudnya masih ada sampai sekarang. Masa pembukuan ushul fiqh dilakukan oleh Imam Syafi'i  yaitu bebarengan dengan masa keemasan Islam pada masa Harun al-Rasyid (145 H - 193 H) Khalifah ke-5 Dinasti Abbasiyah.
Setelah Imam Syafi'i menyusun Kitab nya yang fenomenal itu, lalu banyak ulama yang berbondong-bondong menyusun  ilmu ushul fiqh baik dalam bentuk panjang lebar maupun ringkas. Ulama ilmu kalam juga menyusun ilmu ini sendiri dengan cara sendiri begitu juga dengan ulama Hanafiah juga menyusun ilmunya dengan cara mereka sendiri.
Karya ilmiah di bidang ilmu ushul fiqh setelah Imam Syafi’i yang tercatat pada abad ke-3 H yaitu : al-Nasikh wa al-Mansukh oleh Ahmad bin Hambal (164-241 H), al-Khabar al-Wahid, karya Isa Ibn Abban Ibn Sedekah (220 H) dari kalangan Hanafiyah.

E.  Penutup
Dari hasil penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwailmu ushul fiqh pada masa Rasulullah SAW tidak berkembang pesat. Karena setiap permasalahan sahabat di selesaikan dengan bertanya kepada Rasulullah sendiri. Setelah Rasululla wafat, istimbat hukum dilakukan oleh para sahabat dengan bersandar kepad Al-Quran dan Hadits. Mulainya timbul perselisihan dan  perbedaan pendapat karena metode yang digunakan dalam menetapkan hukum yang berbeda menyebabkan ushul fiqh menjadi pecah kedalam beberapa aliran. Meskipun demikian, semua perbedaan metode yang dilakukan, semua sepakat menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pedoman utama dalam ber ijtihad.
DAFTAR PUSTAKA
Alaiddin Koto, 2004,IlmuFiqh danUshul Fiqh,Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Zulhamdi,2018,Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqh,Jurnal at Tafkir vol.XINo.2Desember
Ahmad Badwi, Epistimologi Ushul Fiqh,Jurnal Hukum Diktum, volume 10, nomor 1, Juli 2012
Irwansyah Saputra, Perkembangan Ushul Fiqh,Jurnal Syariah Hukum Islam 1(1): 16-37.2018
Fatkan Karim Atmaja, Perkembangan Ushul Fiqih dari Masa ke Masa,Mizan: Jurnal Ilmu Syariah Vol.5 No. 1 2017.
Irkham Fifianto, Sejarah Perkembangan Pemikiran Ushul Fiqh,At-Tahdzib Vol.1 Nomor 2 Tahun 2013.
Sapiudin Shidiq, 2017, Ushul Fiqh, Jakarta : Kencana
Nazar Bakry, 1993, Fiqh danUshul Fiqh, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Djazuli dan Nurol Aen,2000, Ushul Fiqh Metodologi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Munadi, 2017, Pengantar Ilmu Ushul Fiqih,Unimal Press,
Syafi’i Karim,2001,Fiqih Ushul Fiqih,Bandung : CV Pustaka Setia.

Catatan:
1.      Similarity 12%.
2.      Penjelasan mutakallimin dan fuqaha masih kurang
3.      Adakah ushul fiqih pada masa Nabi?


[1]Syafi’i Karim, Fiqih Ushul Fiqih, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001) hlm : 43
[2]Munadi, Pengantar Ilmu Ushul Fiqih, (Unimal Press, 2017),hlm: 6
[3]Irkham Afifianto, Sejarah Perkembangan Pemikiran Ushul Fiqh,At-Tahdzib Vol.1 Nomor 2 Tahun 2013, hlm: 224
[4]Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqh Metodologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000) hlm. 7.
[5]Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta : Kencana, 2017) hlm. 11-12.
[6]Nazar Bakry, Fiqh danUshul Fiqh (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993) hlm. 74.
[7]Fatkan Karim Atmaja, Perkembangan Ushul Fiqh Dari Masa Ke Masa, Mizan: Jurnal Ilmu Syariah. Volume 5 no 1 Juni 2017, hlm: 30-31
[8] Fatkan Karim Atmaja, Ibid., hlm: 32
[9] Fatkan Karim Atmaja, Ibid., hlm: 33
[10]Irkham Fifianto, Ibid., hlm : 237
[11] Fatkan Karim Atmaja, Ibid., hlm: 34
[12]Irwansyah Saputra,Perkembangan Ushul Fiqh,Jurnal Syariah Hukum Islam1(1): 16-37.2018 hlm : 46
[13]Ahmad Badwi, Epistimologi Ushul Fiqh,Jurnal Hukum Diktum,volume 10, nomor 1, Juli 2012, hlm 197-209, hlm : 202
[14]Zulhamdi,Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqh, Jurnal at Tafkirvol.XINo.2Desember 2018, hlm : 75
[15]Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh danUshul Fiqh (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) hlm. 28.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar