Minggu, 14 Oktober 2018

Nasikh-Mansukh dalam Alquran (PAI I ICP Semester Ganjil 2018/2019)



NASIKH-MANSUKH DALAM AL-QURAN
(STUDI AL-QURAN DAN HADIST)

Maulydia Alfi R.       (17110057)
Naila Tuhfatul Maghfiroh   (17110080)

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang




Abstract
This article has the purpose of further understanding and understanding empirically the notion of Nasikh-Mansukh, the forms of Nasikh-Mansukh in the Al-Quran, and what are the wisdom of the Nasikh-Mansukh which are anchored in the Nasikh in the Al-Quran.
The explanation in this article is based on the sources of several books which certainly contain the Nasikh-Mansukh itself. The purpose of the Nasikh-Mansukh itself is that Nasikh is the one that erases (cancels) while the one deleted is Mansukh. The sentence itself must be in the form of qai'i, debt bondage, and qiyas itself cannot be used as a translation.

Abstrak
Artikel ini memiliki tujuan yaitu untuk mengerti lebih lanjut dan memahami secara empiris mengenai pengertian Nasikh-Mansukh, bentuk-bentuk Nasikh-Mansukh dalam Al-quran, serta apa saja hikmah dari Nasikh-Mansukh yang terangkum dalam Nasikh-Mansukh dalam Al-quran. Penjelasan dalam artikel ini berdasarkan sumber-sumber dari beberapa buku yang tentunya memuat tentang Nasikh-Mansukh itu sendiri. Maksud dari Nasikh-Mansukh sendiri yaitu Nasikh adalah yang menghapus (membatalkan) sedangkan yang di hapus adalah Mansukh. Nasikh itu sendiri harus berupa dengan dalil qai’i, ijon, dan qiyas sendiri tidak dapat dijadikan sebagai Nasikh.

Keyword : Nasikh, Mansukh
















A.           Pendahuluan

Hukum terkadang ada untuk kemaslahatan umat manusia yang dituntut oleh adanya sebab-sebab tertentu, dan jika sebab itu tidak ada, maka tidak ada pula kemaslahatan dalam suatu ketetapan hukum itu seperti bahwa sekolompok umat islam yang datang ke Madinah pada Hari Raya Qurban atau Idul Adha, kemudian Nabi Muhammad SAW, menghendaki mereka untuk berbuat kemakmuran diantara sesama muslim. Sehinggga Nabi melarang untuk menyimpan daging qurban sampai suatu kelompok menerima bagian daging qurban. Begitulah penjelasan singkat mengenai nasikh-mansukh, yang mana penetapan hukum itu harus runtut secara bertahap dan supaya orang-orang bisa memahami syariat sehingga mereka dengan senang untuk menjalankanyya ataupun meninggalkannya.
Dalam artikel ini membahas mengenai nasikh Al-quran dengan Al-quran, Al-Quran dengan sunnah, sunnah dengan sunnah, maupun sunnah dengan Al-quran, entah itu yang dihapus dan kemudian di ganti dengan yang baru atau yang lebih benar sebagai pedoman atau tujuan hidup untuk manusia agar lebih memahami tentang ilmu pengetahuan agama.

B.            PengertianNasikh-Mansukh
Nasakh dari segietimologi, kata ini dipakai untuk beberapa pengertian : pembatalan,penghapusan,pemindahan dan pengubahaban.menurut abu hasyim, pengertian majaziyahnya ialah pemindahan atau pengalihan.diantara pengertian etimilogi itu ada yang dibakukan menjadi pengertian terminology.
MenurutistilahNasikhyaitu :
رَفْعُ حُكْمٍ شَرْعِيٍّ بِدَليْلٍ شَرْعِيٍّ مُتَأَخِرٍ
Artinya :
menghapus hokum syara’ dengandalil yang datangkemudian.”

Ada jugapengertianistilah lain darinasikhsendiriyaitu :
Nasikhialahmenghapuskanhukumsyara’ denganmemakaidalil-dalilsyara’ denganadanyatenggangwaktu, dengancatatankalausekiranyatidakadanasakhitutentulahhukum yang pertamaituakantetapberlaku.”

“Nasikh” yaitu yang menghapus (membatalkan) sedangkan yang dihapusataudibatalkaadalah “Mansukh”.
Nasakh didalam persepsian kajian ilmu fiqh adalah mengganti hukum-hukum yang sudah ada dengan hukum baru yang datang setelah itu.karena itu untuk mengetahui nasakh dan mansukh ini harus diketahui mana ayat-ayat yang dianulir dan mana ayat-ayat yang ditetapkan untuk menggantikan posisi ayat yang pertama.[1]
Ada berbagaipendapat lain tentangmaknadarinasakh  :

1.      Menghilangkansesuatudanmeniadakannya.dalamAl-Quran Surat Al-Hajj : 52 disebutkan :
الشَّيْطَانُ أَلْقَى تَمَنَّى إِذَا إِلا نَبِيٍّ وَلا رَسُولٍ مِنْ قَبْلِكَ مِنْ أَرْسَلْنَا مَا و
حَكِيمٌ عَلِيمٌ وَاللَّهُ آيَاتِهِ اللَّهُ يُحْكِمُ ثُمَّ الشَّيْطَانُ يُلْقِي مَا اللَّهُ فَيَنْسَخُ أُمْنِيَّتِهِ فِي

Artinya :
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

2.      Memindahkansesuatuataumengubahnya .tetapisubstansinyatetapsepertimengolahmadumenjadibentuk lain.

Telahkitabahastentangpengertian ,maknadarinasakh.sedangkanmansukhadalahbentukmasdardariasli kata nasakh yang memilikiartisesuatu yang dihapus, mansukhberasaldari kata nasakh ,melihatdariartinasakh yang artinyamenghilangkan.
Untukmenasakhperlu di perhatikanbeberapaSyaratnasakh, yaitu :
a.       Nasakhharusterpisahdarimansukh, kalautidakterpisahsepertisifatsyaratdanistisna’ (pengecualian,makatidakdapatdikatakannasakh)
b.      Nasikhharuslebihkuatatausamakekuatannyadenganmansukh. Karenaitu Al-Quran bisa di nasakhdengan Al-Quran lagiataudenganHadistMutawatiratausebaliknyasebabkeduanyaadalahQoth’iy.
c.       Nasikhharusberupadalil-dalilsyar’i.Kalaunasikhitudenganmemakaidalilaqli,makatidakdisebutdengannasakh.
d.      Mansukhtidakterbataswaktu.karenabolehkanmakandanminumpadamalamhari,puasasampaidatangfajardansetelahitutidakbolehmakantidakbisadisebutnasakhkarenahukumpertamadengansendirinyaakanhilang, apabilawaktu yang ditentukantelahhabis.
e.       Mansukhharus hokum-hukumsyaar;I yang bukandiwajibkanataudilarangkarenadzatsepertiimandankufur.

Selanjutnyayaitumengenaibeberaparukunnasikh yang terbagimenjadiempat, yakni :
1.      Adat al-Nasakh,yaitusebuahpernyataan yang menunjukkanpembatalanataupenghapusanberlakunyahukum yang sudahadasebelumnya.
2.      Al-Nasikh, maksudnya Allah SWT yang telahmembuathukumdanDia pula yang membatalkanataumenghapunya, sesuaidengankehendak Allah. Jadihakikatdarinasikhsendiriadalah Allah SWT.
3.      Al-Mansukh, yaituhukum yang dihapus, dipindahkanataupundibatalkan.
4.      Mansukh ‘anhu, yaitu orang yang dibebaniolehhukum.

C.            Bentuk-Bentuk Nasikh-Mansukh dalam Al-Quran
Secara umum, nasikh itu di bagi menjadi empat bagian : pertama, nasikh Al-quran dengan Al-quran : bagian ini banyak disepakati kebolehannya dan pandangan ulama yang menyatakan adanya nasikh. Kedua,nasikh Al-quran dengan sunnah : sebagian ulama memiliki perbedaan dalam berpendapat karena hanya membolehkan menggunakan hadist muttawatir. Ketiga, nasikh sunnah dengan Al-quran : bagian ini diperbolehkan oleh jumhur ulama, tapi menurut Imam Asy-Syafi’i tidak memperbolehkan. Keempat, nasikh sunnah dengan sunnah : bagian ini dikategorikan menjadi empat : nasikh muttawatir dengan muttawatir, nasikh ahad dengan ahad, nasikh ahad dengan muttawatir, nasikh muttawatir dengan ahad.





Beberapa ulama Ushul telah membagi nasikh dalam Al-quran menjadi beberapa bagian, diantaranya yaitu sebagai berikut :
1.      Yang di nasikh dalam kitab bacaannya, namun hukumnya tetap ada, seperti ayat dibawah ini :
الشَّيْخُ وَالشَّيْخَةُ ُ اِذَازَنَيَا فَارْجُمُوهَااْلبَتَّةَ
Artinya :
Orang yang sudah tua laki-laki maupun perempuan, jika berzina rajamlah keduanya, tidak bolah tidak.
         Hal ini tidak ada dalam bacaan, karena telah dihilangkan atau di nasikh, tetapi hukumnya sendiri tetap, sebab Nabi Muhammad SAW, merajam orang yang berzina muhshan. (H.R. Bukhari dan Muslim, yang dimaksud dengan muhshan adalah orang yang sudah tua pada umumnya laki-laki atau perempuan yang sudah pernah menikah).
2.      Di nasikh hukumnya, tetapi hukum bacaannya tetap, seperti dalam ayat Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 240 :
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ أَزْوَجًا وَصِيَّةً لِّأَزْوَجِهِم مَّتَعًا إِلَى اْلحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ
Artinya :
Dan orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah dari rumahnya”.
         Berdasarkan ayat di atas, dikatakan bahwa ‘iddah wafat itu satu tahun lamanya, namun kemudian di nasikh dengan surat yang sama yaitu Al-Baqarah ayat 234 :
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ أَزْوَجًا يَتَرَ بَصْنَ بِأَنْفِهِنَّ أَرْبَةَ أَشْهُرٍ وَاعَشْرًا
Artinya :
Orang-orang yang akan meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.”
3.      Di nasikh bacaan beserta hukumnya bersama-sama, seperti contoh dari hadist Muslim dan Aisyah R.A, yang mengatakan bahwa :
كَانَ فِيْمَااُنْزِلَ عَشْرُرَضَعَاتٍ يُحَرِّ مْنَ فَنُسِخْنَ بِخَمْسِ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ
Artinya :
Menurut ayat yang pernah diturunkan (dalam Alquran) sepuluh kali menyusu yang diketahui itu menjadikan haram. Kemudia di nasikh dengan lima kali menyusu yang di ketahui itu menjadikan haram.”
4.      Nasikh Alquran dengan Sunnah, seperti dalam firman Allah SWT, dalam surat Al-Baqarah, ayat 180 :
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya.”
         Di nasikh oleh Hadist Nabi Muhammad SAW :
لاَوَصِيَّةَ لِوَارِثٍ (رواه لترمذي)
              Artinya :
              Tidak dianggap sah berwasiat untuk ahli waris.


5.      Nasikh Sunnah dengan Sunnah, seperti hadist Muslim yang mengatakan bahwa : “Dahulu aku telah melarang ziarah kubur, maka (sekarang) bolehlah engkau menziarahinya.”
6.      Nasikh Sunnah dengan AlQuran, semisal menasikh menghadap Baitul Maqdis, sebagaimana di terangkan di dalam hadist yang artinya sebagai berikut :
Bahwasanya Nabi Muhammad SAW menghadap (Baitul Maqdis) dalam sholat selama enam belas bulan.”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
         Di nasikh dengan ayat dibawah ini yaitu surat Al-Baqarah ayat 144 :
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَاْلمَسْجِدِ اْلحَرَامِ
Artinya :
Hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.

Sebagian para Ulama ada yang tidak mengakui tentang keberadaan nasikh-mansukh sendiri, karena khabar-nya yang bersifat ahad. Pendapat mereka mengenai khabar ahad yang diriwayatkan oleh perowi yang tsiqqoh tidak bisa diterima dalam hal nasikh-mansukh. Tetapi, masih ada pula yang memudahkan mengenai persoalan nasikh-mansukh sehingga dirasa cukup melalui pendapat mufassir ataupun mujtahid. Adapun yang benar yaitu kebalikan dari kedua pendapat tersebut.[2]
Dilihat melalui segi keluasan jangkuan nasikh-mansukh terhadap hukum yang terdapat dalam suatu ayat terbagi menjadi dua macam, yakni :
1.      Nasikh Kulli
Yaitu nasikh yang meliputi keseluruhan hukum yang terdapat dalam suatu ayat, seperti : penghapusan ‘iddah wafat selama satu tahun yang diganti dengan 4 bulan 10 haripadasurat Al-Baqarahayat 234 yang artinya :
Orang-orang yang meninggalduniadiantaramudengmeninggalkanistri-istri (hendaklahparaistriitu) menangguhkandirinya (ber’iddah) empatbulansepuluhhari.Kemudianjikatelahhabismasa ‘iddahnya, makatiadadosabagimu (parawali)membiarkanmerekaberbuatterhadapdirimerekamenurut yang patut. Allah mengetahuiapa yang kamuperbuat.”
Yang dinasikhdengansurat Al-Baqarahayat 240 yang artinya :
Dan orang-orang yang akanmeninggalduniadiantaramudanmeninggalkanmuhendaklahberwasiatuntukistri-istrinya, (yaitu) diberinafkahhinggasetahunlamanyadengantidakdisuruhpindah (darirumahnya).Akan tetapijikamerekapindah (sendiri), makatidakadadosabagimu (waliatauwaris yang meninggal) membiarkanmerekaberbuat yang ma’rufterhadapdirimereka.Dan Allah Maha Perkasa lagiMahaBijaksana.”
2.      Nasikh Juz’i
Yaitu menghapus hukum umum yang berlaku untuk seluruh individu dengan hukum yang hanya berlaku untuk sebagian individu atau menghapus hukum yang bersifat mutlak dengan hukum yang bersifat muqayyad. Seperti contoh : hukum dera atau cambuk 80 kali bagi orang yang menuduh seorang wanita berzina tanpa saksi, pada surat An-Nur ayat 4, yang artinya :
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian meraka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.”
         Dihapus oleh ketentuan li’an yang bersumpah empat kali dengan menyebut asma Allah, jika si penuduh suami tertuduh, pada surat Al-Baqarah ayat 6, yang artinya yakni :
Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.”

Persoalan yang menjadi perhatian yaitu mengenai perbedaan pendapat maupun pandangan ada atau tidaknya nasikh-mansukh dalam AlQuran. Yang mana memang, dalam hal tersebut memiliki pendapat dari kalangan Ulama’, yaitu sebagai berikut :
1.      Pendapat yang pertama berasal dari golangan ulama’ yang mengatakan bahwa di dalam AlQuran itu ada nasikh-mansukh, dan golongan ini di pelopori oleh :
a.       Asy-Syafi’i (w. 2014 H)
b.      An-Nahas (w. 388 H)
c.       As-Suyuti (w. 911 H)
d.      Asy-Syaukani (w. 1280 H)

Alasan dari golongan ini berdasarkan pada firman Allah SWT. dalam surat Al-Baqarah ayat 106 :
مَا نَنْسَخْ مِنْ ءَايَةٍ أَوْنُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ أَوْمِثْلِهَا
Yang artinya : “Apa-apa yang kami hapuskan dari sesuatu ayat atau kami lupakan, maka kami datangkan yang lebih baik dari padanya atau yang sepertinya.”
2.      Golongan yang kedua ini berpendapat bahwa dalam AlQuran tidak ada yang namanya nasikh-mansukh, golongan ini di pelopori oleh :
a.       Abu Muslim Isfahani (w. 322 H)
b.      Al-Fahkrur Rozi (w. 606 H)
c.       Rasyid Ridha (w. 1354 H)
d.      Muhammad Abduh (w. 1325 H)
e.       Taufiq Sidqi (w. 1298 H)
Mereka beralasan berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 27 :
وَاتْلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَلاَ مُبَدِّلَ لِكَلِمَتِهِ
               Artinya :
Dan bacakanlah apa yang di wahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (AlQuran), tidak ada seorang yang dapat mengubah kalimatnya.”
Berdasarkan ayat diatas nyata tidak seorangpun yang bisa mengubah firman-firman Allah SWT. 











D.           Hikmah adanya Nasakh-Mansukh
Jikamembicarakanmengenai syariat islam, syariat inilah yang menyempurnakanbeberapa syariatyang sebelumnya, hal ini menunjukkanakankesempurnaan islam. Syariat  yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, secara langsung menasikh syariat yang ada pada zamannabi-nabi sebelumnya.Seperti yang telah di ketahui bersama daripenjelasantentang pengertian nasikh yaitu menghapus atau bisa juga denganmengganti.Alasan dari penasakhansendiriyaitudari syariat terdahulu yang manamengikuti perkembangan zaman dankebutuhan manusia yang semakin beragam.
Dibawah ini akan disebutkan sertadijelaskan mengenaibeberapa hikmah dari adanya Nasikhdanmansukh dalam kehidupan manusia, yaitusebagaiberikut:
1.      Hukum nasakh  itu lebih berat dari mansukh
Sebagai alasan adanya naskh yang membawa hukum yang lebih berat yang bertujuan untuk membawadanmeningkatkanderajat akhlak yang lebihmuliaatautinggi dan tingkat peradabannya. Pada mulanya mereka cukuphanyadengan meninggalkan kebiasaan yang sudah lama seperti kasus minum khamar. Yang manadinyatakan bahwahukumawaldarikhamar adalahmengundang manfaat,akan tetapi padaakhirnyakhamarmengandungbeberapakemadharatan lebih berat dari manfaat, kemudian khamar diharamkan sama sekali.
2.      Hukum nasakh lebih ringan dari mansukh
Hikmah jenis yang kedua ini memilikitujuan untuk memberikan keringanan kepada hamba-Nya dan menunjukkan Karunia Allah SWT danRahmat-Nya.Dengan demikian,hamba-Nya dituntut untuk lebih memperbanyak syukur,memuliakan,dan mencintai agama-Nya.
3.      Hukum nasakh sama beratnya dengan mansukh
Sebagai kebalikan dari pernyataan yang kedua dan yang pertama dalam bagian ketiga ini nasakh dan mansukh tidak memberikan petunjuk mana yang lebih ringan dan mana yang lebihberat.Para ulama mencobamenafsirkan hikmanya untuk menjadi cobaan bagi hamba-Nya selakigus sebagai pemberitahuan untukuntuk menguji siapa diantara mereka yang betul-betul beriman. Siapa yang beriman berarti dia akan selamat dan siapa yang menjadi munafikmakadiatidakakanselamat.Pemisahan antara yang betul-betul berimandan yang tidakberiman menjadi faktor utama.

Hikmah  yang tertulis dari naskh dan mansukh di atas dapat dipahami karena fungsi utama dari syariat itu adalah menjadi hidayat untuk menuntun hamba NYA sekaligus meningkatkan rasa kesadaran mereka akan hakikat dan tujuan hidup ini.oleh karena itu makna dari hikma ini pada dasarnya mengandung aspek eskatologi.[3]

Adapunhikmahlainnyadenganadanyanasikhdanmansukhyaitusebagaiberikut :
1.             Menjaga kemaslahatan hamba atau manusia.
2.             Pengembangan persyariatan hukum yang sampai pada tingkat sempurna sejalan dengan perkembangan dari dakwa dan juga kondisi, situasi manusia itu sendiri.
3.             Menguji kualitas keimanan mukallaf melalui cara dengan adanya perintah yang kemudian di hapus.
4.             Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat manusia sendiri.

E.      Penutup
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian secara umum mengenai nasikh dan mansukh sendiri adalah membatalkan pelaksanaan hukum syara’ dengan dalil-dalil yang datang kemudian yang mana pembatalan itu secara jelas atau eksplisit dan terkandung atau implisit. Dan juga dijelaskan secara singkat beberapa pendapat para jumhur ulama mengenai ada dan tidaknya ilmu nasikh dan mansukh ini dalam Al-quran.
Pembagian oleh beberapa ulama mengenai nasikh dan mansukh terdiri dari empat bagian yaitu : Pertama, nasikh Al-quran dengan Al-quran.Kedua, nasikhAl-quran dengan sunnah. Ketiga, nasikh sunnah dengan sunnah. Dan keempat, nasikh sunnah dengan Al-quran.
Serta beberapa hikmah adanya nasikh dan mansukh yaitu menjaga kemaslahatan atau kesejahteraan manusia, pengembangan syariat hukum sampai pada tingkat sempurna seiring dengan kondisi manusia itu sendiri.




































DAFTAR PUSTAKA


Rifai, Muhammad, dan Ahmad Musthofa Hadna. 2003. FIQIH Untuk Madrasah Aliyah Kelas III. Semarang : CV Wicaksana
Mahasiswa kelas PAI B 2015. 2016. Mengkaji Quran dan Hadist Bagi Pemula. Malang : UIN MALIKI
Abdul Haris. 2014. “Nasikh dan Mansukh dalam Al-quran” :TAJDID Vol. XIII. No. 1
Nurdinah Muhammad. 2011. “Studi Komperatif Nasikh dan Mansukh dalam Al-quran dan Hadist” : Al-Mu’ashiroh Vol. 8 No.2
Subaidi. 2014. ”Historitas Nasikh Mansukh dan Problematikanya dalam Penafsiran Al-Quran” : Hermeunetik Vol 8, No 1
Bisri Tujang. 2015. “Al-Nasikh wa Al-Mansukh (Deskripsi Metode Interpretasi Hadis Kontradiktif)” : Al-Majaalis, Vol. 2 No. 2
Irfan. 2016. “Penerapan Nasikh Mansukh dalam Al-Quran”:  UIN Alauddin Makassar
DurinNafisatin:MateripembelajaranFiqihUshulFiqihKelas XII Agama
RachmatSyafe’I.2006.PengantarIlmuTafsir.Bandung :PustakaSetia


Catatan:
1.      Similarity 25%.
2.      Referensi kurang satu.
3.      Makalah ini terlalu sedikit halamannya.
4.      Penulisan gelar (Prof., Dr., H. Hj. Ustadz) dalam karya tulis ilmiah hendaknya dihilangkan.




[1]Dra.Hj. Durin Nafisatin.MA.: MateripembelajaranFiqihUshulFiqihKelas XII Agma
[2]Abdul Haris, Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an (Jambi : Fakultas Ushuluddin IAIN STS, 2014), hal. 220.
[3]RachmatSyafe’I . 2006. PengantarIlmuTafsir.Bandung :PustakaSetia, hal. 101

Tidak ada komentar:

Posting Komentar