Kamis, 20 September 2018

Makkiyah dan Madaniyah (PAI ICP Arabic Semester Ganjil 2018/2019)



Makiyyah dan Madaniyah

Mohamad Guntur Ardi Agung
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Jl. Gajayana No. 50 Malang
e-mail : gunturrarema354@gmail.com
الملخّص
هذا الكتاب يبحث خصوصاً في أيات وسور المكي والمدني التي اعتقاد إلينا على ارتفاع وابتكار من القرأن، كلها بداية من غالب اهتمام المسلمين مند نزل الأشياء الذي تعلّق بالقرأن، بل أشياء بإسهاب، منه نماذج العلماء في تعريف المكي والمدني، أمثال الذي يدلّ المكي والمدني، ضوابط الذي يدلّ المكي والمدني، والقوائد الذي يستعمل العلماء لتثبيت المكي والمدني، والفوائد التي نأخذ منها في دروس المكي والمدني، كذلك قد يبحث في هذا الكتاب
Abstrak
Tulisan ini secara khusus mengkaji ayat-ayat dan surat-surat Makkiyah dan Madaniyah sebagai keyakinan kita terhadap kebesaran dan keaslian Al-Qur’an, yang semua itu berangkat dari besarnya antusias umat Islam sejak turunnya beberapa hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an, bahkan hal-hal yang sangat mendetail, diantaranya paradigma para Ulama’ dalam mendefinisikan ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, beberapa contoh yang menunujukkan bahwa ayat tersebut adalah Makkiyah atau Madaniyah, karakteristik yang menunjukkan ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, kaidah-kaidah yang digunakan para Ulama’ untuk menentukan bahwa ayat tersebut merupakan Makkiyah atau Madaniyah, serta Faedah yang bisa kita ambil dalam mempelajari Makkiyah dan Madaniyah, yang semua itu telah dituangkan didalam tulisan ini
Kata kunci :
Makkiyah, Madaniyah
Pendahuluan
            Tidak diragukan lagi bahwa Al Qur’an adalah pedoman utama (Masdar Awwal) syariat Islam yang menjamin kemaslahatan dan keselamatan umat di dunia dan akhirat, yang mana Allah S.W.T telah menjamin keaslian Al Qur’an sesuai wahyu yang diterima Nabi Muhammad S.A.W sehingga Al Qur’an tidak dapat dicampuri kebatilan sedikitpun, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya[1]. Serta didalamnya mencakup perintah Allah S.W.T, larangan Allah S.W.T, dan beberapa cerita para Nabi dan Rasul, orang-orang sholih, surga, neraka, keadaan hari kiamat yang tidak diragukan lagi kebenarannya, dan berbagai macam cabang ilmu yang terkandung didalam ayat-ayat Al-Qur’an terdiri atas dua kategori ayat yaitu Makkiyah dan Madaniyah.
Makkiyah dan Madaniyah merupakan kategori untuk memudahkan dalam mengenal kronologi ayat-ayat yang ada didalam Al-Qur’an, dimana keduanya memiliki karakteristik masing-masing dengan melalui beberapa kaidah dari pendapat para Ulama’ untuk mengetahui karakteristik tersebut, sehingga akan tampak manakah ayat-ayat Makkiyah dan manakah ayat-ayat Madaniyah. Disamping itu terdapat pula beberapa faedah yang terkandung dalam ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah sebagai bekal metode untuk melaksanakan strategi dakwah sesuai dengan konteks pembahasan dan memahami intisari ayat tersebut
Pengertian dan Contoh ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah
 Makiyyah dan Madaniyyah merupakan istilah dari dua kata sifat-nisbiyah yang berasal dari kata-kata Mekkah dan Madinah. Dalam Al Qur’an istilah ini dipakai pada surat-suratnya atau pada ayat-ayatnya. Adapun munculnya istilah Makiyyah dan Madaniyyah itu terjadi pada masa setelah wafatnya Rasulullah S.A.W, sedangkan selama beliau masih hidup tidak pernah menetapkan surat-surat atau ayat-ayat mana yang termasuk kategori Makkiyyah ataupun Madaniyyah. Menurut masa turunnya surat-surat Al-Qur’an yang berjumlah 114 surat dan 6236 ayat itu terbagi dua bagian, diantaranya
1.      Surat-surat Makkiyah, yaitu surat-surat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, yang diperkirakan berlangsung selama 12 tahun 5 bulan 13 hari yakni sejak awal mulanya Nabi Muhammad S.A.W diangkat menjadi Rasul sampai dengan waktu beliau diperintahkan untuk hijrah
2.      Surat-surat Madaniyah, yaitu surat-surat yang diturunkan setelah Nabi Muhammad S.A.W  hijrah ke Madinah, yang diperkirakan berlangsung selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, yakni awal mula kedatangan beliau di Madinah sampai dengan turunnya ayat terakhir surat Al Maidah ayat 3, ketika beliau menunaikan Haji Wada’ pada tahun 9 Hijriyyah[2]
Dari penjelasan diatas, menunjukkan bahwa turunnya Al-Qur’an dalam periode sebelum Nabi Muhammad S.A.W hijrah itu lebih lama dari pada periode sesudah beliau hijrah. Karena setelah beliau diangkat menjadi Rasul, beliau lebih lama tinggal di Mekkah daripada tinggal di Madinah. Dengan demikian merupakan hal yang wajar apabila surat-surat Makkiyah jumlahnya lebih banyak daripada surat-surat Madaniyah. Adapun perinciannya sebagai berikut :
a.       Makkiyah : 86 surat = kira-kira 2/3 dari seluruh Al-Qur’an = 4779 ayat atau lebih kurang ¾ dari jumlah seluruh ayat-ayat Al-Qur’an.
b.      Madaniyah : 26 surat = kira-kira 1/3 dari seluruh Al-Qur’an = 1456 ayat atau lebih kurang ¼ saja dari jumlah seluruh ayat-ayat Al-Qur’an[3]
Dari situlah kemudian sebagian para Ulama’ berpendapat tentang klasifikasi Makkiyyah dan Madaniyyah diantaranya :
1.      Sebagian dari mereka menetapkan lokasi turunnya ayat atau surat sebagai dasar untuk menentukan Makiyyah dan Madaniyyah, sehingga mereka membuat suatu pengertian bahwa Makkiyah dan Madaniyyah adalah :
المكيّ ما نزل بمكّة ولو بعد الهجرة، والمدنيّ ما نزل بالمدينة
“Makky ialah yang turun di Mekkah, walaupun sesudah hijrah, dan Madaniyah ialah yang diturunkan di Madinah”
Akan tetapi pengertian tersebut diatas tidak begitu kuat, karena dalam pengertian itu yang dikatakan ayat dan surat Makkiyah ataupun Madaniyyah hanya mencakup yang turun di wilayah Mekkah dan madinah saja, sedangkan dalam ayat lain ada yang diturunkan di luar wilayah Mekkah dan Madinah, seperti yang terdapat disurat Az Zuhruf ayat 45 yang turun di daerah Tabuk
2.      Pendapat Ulama’ yang lain yaitu mereka menetapkan orang dan golongan dalam sebutan ayat sebagai kriteria untuk menentukan Makiyyah dan Madaniyyah, sehingga mereka menyatakan bahwa
المكي ما وقع خطابا لأهل مكة، والمدني ما وقع خطابا لأهل المدينة
“Makky ialah yang menjadi Khithab kepada penduduk mekkah, dan Madany ialah yang menjadi Khithab bagi penduduk Madinah”
Dari pengertian tersebut, menjelaskan bahwa apabila ayat atau surat yang diawali dengan lafadz (يأيّها الناس) adalah Makiyyah. Karena umumnya waktu itu penduduk Mekkah masih kafir, meskipun terkadang seruan itu ditujukan pula kepada selain penduduk Mekkah. Sedangkan ayat atau surat yang diawali dengan lafadz
  (يأيّها الذين أمنوا) adalah Madaniyyah. Karena umumnya waktu itu penduduk Madinah umumnya sudah menjadi orang Iman, meskipun terkadang seruan itu ditujukan kepada selain penduduk Madinah. Akan tetapi pengertian ini pada akhirnya juga tidak kuat , karena :
A.    Tidak selalu ayat atau surat diawali dengan panggilan ياأيّها الناس atau يأيّها الذين أمنوا seperti yang terdapat disurat Al Ahzab, At Tholaq, At Tahrim yang diawali dengan panggilan lafadz النّبي    يأيها  
B.     Tidak selalu ayat atau surat yang diawali dengan panggilan ياأيّها النّاس  adalah Makiyyah. Begitu juga sebaliknya tidak selalu ayat atau surat yang diwali dengan panggilan    ياأيّها الذين آمنوا adalah Madaniyah. Seperti yang terdapat disurat An Nisa’ ayat 1, dan surat Al Baqoroh ayat 20 dengan lafadz يأيها النّاس padahal kedua surat tersebut merupakan Madaniyah, dan sebaliknya disurat Al Hajj ayat 77 yang merupakan Makiyyah tertulis lafadz ياأيّها الذين أمنوا [4]
3.      Sebagian Ulama’ berpendapat bahwa yang disebut Makiyyah dan Madaniyyah itu ditetapkan melalui waktu diturunnya ayat atau surat tersebut, sehingga mereka menyimpulkan bahwa :
المكي : ما نزل على النّبي صلى الله عليه وسلّم قبل هجرته الى المدينة، والمدني ما نزل على النّبي صلى الله عليه وسلّم بعد هجرته الى المدينة
            "Yang disebut sebagai ayat Makiyyah adalah ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W sebelum beliau hijrah ke Madinah. Sedangkan ayat Madaniyyah adalah ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W setelah beliau hijrah ke Madinah"[5]
            Di kalangan Ulama’ pendapat ini yang paling Masyhur (populer). Karena pendapat ini mengandung pembagian Makkiyah dan Madaniyyah secara tepat sesuai waktu diturunkannya ayat atau surat kepada Rasulullah S.A.W baik sebelum beliau hijrah maupun sesudah beliau hijrah, sehingga menurut pengertian ini, maka surat Al Maidah ayat 3 digolongkan sebagai Madaniyyah, walaupun ayat tersebut diturunkan kepada Rasulullah S.A.W di Arafah ketika beliau melaksanakan haji Wada’ tahun 9 Hijriyyah, sebagaimana yang telah di riwayatkan dalam Hadist Shohih Al Bukhori berbunyi
عن عمر رضى الله عنه أنه قال : قد عرفنا ذلك اليوم، والمكان الذي نزلت فيه على النّبى صلى الله عليه وسلّم، نزلت وهو قائم بعرفة يوم جمعة [6]
            Kemudian mengenai tentang contoh manakah yang disebut surat Makkiyah dan manakah yang disebut surat Madaniyah dalam Mushaf tertulis bahwa jumlah surat yang diturunkan di Makkah sejumlah 86, sedangkan surat yang diturunkan di Madinah sejumlah 28. Berikut ini paparan tentang beberapa surat Makkiyah dan Madaniyah menurut tertib turunnya[7]

1.      Makkiyah
1
Al Fatehah
47
Nuh
2
Al An’am
48
Al Jin
3
Al A’rof
49
Al Muzammil
4
Yunus
50
Al Mudattsir
5
Hud
51
Al Qiyamah
6
Yusuf
52
Al Mursalat
7
Ibrahim
53
An Naba’
8
Al Hijr
54
An Nazi’at
9
An Nahl
55
Abasa
10
Al Isro’
56
At Taqwir
11
Al Kahfi
57
Al Infithor
12
Maryam
58
Al Muthofifin
13
Toha
59
Al Insyiqoq
14
Al Anbiya’
60
Al Buruj
15
Al Mu’minun
61
At Thoriq
16
Al Furqon
62
Al A’laa
17
As Syuaro’
63
Al Ghosyiyah
18
An Naml
64
Al Fajr
19
Al Qoshos
65
Al Balad
20
Al Ankabut
66
As Syamsi
21
Ar Rum
67
Al Lail
22
Luqman
68
Ad Dhuhah
23
As Sajadah
69
As Syarh
24
Saba’
70
At Thin
25
Fathir
71
Al Alaq
26
Yasin
72
Al Qodr
27
As Shofat
73
Al ‘Adiyat
28
Shod
74
Al Qori’ah
29
Az Zumar
75
At Takatsur
30
Ghofir
76
Al ‘Ashr
31
Fushilat
77
Al Humazah
32
As Syuro
78
Al Fiil
33
Az Zukhruf
79
Quraisy
34
Ad Dukhon
80
Al Ma’un
35
Al Jatsiya
81
Al Kautsar
36
Al Ahqof
82
Al Kafirum
37
Qof
83
Al Masad
38
Ad Dzariyat
84
Al Ikhlas
39
At Thur
85
Al Falaq
40
An Najm
86
An Naas
41
Al Qomar


42
Al Waqi’ah


43
Al Mulk


44
Al Qolam


45
Al Haqqo


46
Al Ma’arij




2.      Madaniyyah
1
Al Baqoroh
15
Al Hadid
2
Ali Imron
16
Al Mujadalah
3
An Nisa’
17
Al Hasyr
4
Al Maidah
18
Al Mumtahanah
5
Al Anfal
19
As Shof
6
At Taubah
20
Al Jumu’ah
7
Ar Ro’du
21
Al Munafiqun
8
Al Hajj
22
At Taghobun
9
An Nur
23
Ath Thalq
10
Al Ahzab
24
At Tahrim
11
Muhammad
25
Al Insan
12
Al Fath
26
Al Bayyinat
13
Al Hujurot
27
Az Zalzalah
14
Ar Rohman
28
An Nashr

Namun, menurut Ibnu Hashshar dalam kitab An Nasikh wal Mansukh, beliau menyatakan bahwa surat yang disepakati turunnya di Madinah sejumlah 20 surat, diantaranya yaitu[8] :
1
Al Baqarah
11
Al Hujurat
2
Ali Imron
12
Al Hadid
3
An Nisa’
13
Al Mujadalah
4
Al Maidah
14
Al Hasyr
5
Al Anfal
15
Al Mumtahanah
6
At Taubah
16
Al Jum’ah
7
An Nur
17
Al Munafiqun
8
Al Ahzab
18
Ath Thalq
9
Muhammad
19
At Tahrim
10
Al Fath
20
An Nashr

Sedangkan yang diperselisihkan ada dua belas surat, yaitu[9] :
1
Al Fatihah
7
Al Qadr
2
Ar Ro’du
8
Al Bayyinah
3
Ar Rahman
9
Az Zalzalah
4
Ash Shaff
10
Al Ikhlas
5
At Taghabun
11
Al Falaq
6
Al Muthafifin
12
An Nas

Kaidah-Kaidah Dalam Mengetahui Makkiyah Dan Madaniyyah
            Untuk mengetahui dan menentukan Makkiyah dan Madaniyah, para ulama’ bersandar pada dua cara utama yaitu : Sima’I naqli (pendengaran apa adanya) dan qiyasi ijtihadi (bersifat ijtihad). Cara pertama didasarkan pada riwayat shahih dari para shahabat yang hidup pada saat dan menyaksikan turunnya wahyu, atau dari para tabi’in yang menerima dan mendengar lamgsung dari para shahabat bagaimana, dimana, dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu tersebut. Mayoritas dalam menentukan Makkiyah dan Madaniyah itu didasarkan pada cara yang pertama. Adapun penjelasan tentang penentuan itu telah banyak dituangkan dalam beberapa kitab tafsir bil ma’tsur, kitab-kitab asbab an-nuzul dan beberapa pembahasan tentang studi ilmu Al-Qur’an.
            Namun demikian, dari semua penjelasan diatas itu tidak dapat sedikit pun keterangan dari Rasulullah, karena dalam menentukan Makkiyah dan Madaniyah itu bukanlah sebuah kewajiban, kecuali dalam hal untuk mengetahui perbedaan mana ayat yang nasikh dan mana ayat yang mansukh. Al-Qadhi Abu Bakar bin Ath-Thayyib Al-Baqillani dalam Al-Intishar beliau menyatakan, “Pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyah itu mengacu pada hafalan para shahabat dan tabi’in. Tidak ada satu pun keterangan yang dating dari Rasullah mengenai hal itu, karena beliau tidak diperintahkan untuk itu, dan Allah tidak menjadikan ilmu pengetahuan itu sebagai kewajiban umat. Bahkan sekalipun sebagian pengetahuannya dan pengetahuan mengenai sejarah nasikh dan mansukh itu wajib bagi ahli ilmu, tetapi pengetahuan tersebut tidak harus diperoleh melalui nash dari Rasulullah.[10]  
Cara qiyasi ijtihadi didasarkan pada ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah. Para ulama membuat kesimpulan analogis bagi keduanya, yang dapat menjelaskan cirri khas gaya bahasa dan beberapa persoalan yang dibicarakan oleh masing-masing ayat Makkiyah dan Madaniyah. Kemudian, lahirlah kaidah-kaidah kunci untuk mendapatkan ciri-ciri tersebut.
            Berikut ini karakteristik secara umum yang menunjukkan ciri Makkiyah yaitu :
1.      Setiap surat yang didalamnya mengandung “ayat-ayat sajdah”
2.      Setiap surat yang mengandung lafadz kalla, adalah Makkiyah. Lafadz ini hanya terdapat dalam separo terakhir dari Al Qur’an. Dan disebutkan sebanyak tiga puluh kali dalam lima belas surat.
3.      Setiap surat yang mengandung “ya ayyuhan-nas” dan tidak mengandung “ya ayyuhal-ladzina amanu”, adalah Makkiyah, kecuali Surat Al Hajj yang pada akhir suratnya terdapat “ya ayyuhal-ladzina amanurka’u wasjudu”. Namun demikian, sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat Makkiyah.
4.      Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makkiyah, kecuali surat Al-Baqarah.
5.      Setiap surat yang mengandung kisah Adam dan Iblis adalah Makkiyah, kecuali surat Al-Baqarah.
6.      Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf muqatha’ah atau hija’i, seperti Alif Lam Mim, Alif Lam Ra, Ha Mim, dan lain-lainnya, adalah Makkiyah, kecuali surat Al-Baqarah dan Ali Imran. Adapun surat Ar Ra’ad masih diperselisihkan.
Adapun dari segi ciri tema dan gaya bahasanya, adalah sebagai berikut :
1.      Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kedahsyatannya, neraka dan siksaannya, surge dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah.
2.      Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak yang mulia yang dijadikan dasar terbentuknya suatu masyarakat, pengambilan sikap tegas terhadap kriminalitas orang-orang musyrik yang telah banyak menumpahkan darah, memakan harta anak yatim secara zhalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.
3.      Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran, sehingga mengetahui nasib orang sebelum mereka yang mendustakan rasul, sebagai hiburan bagi Rasulullah sehingga beliau tabah dalam menghadapi gangguan mereka dan yakin akan menang.
4.      Kalimatnya singkat padat sebagai contoh : juz “Tabarak” semua ayatnya Makki, dan jumlah ayatnya 431 ayat, juz “Amma” juga semuanya Makki, jumlah ayatnya 570 ayat, demikian juga surat As-Syuara’ jumlah ayatnya sebanyak 227 ayat[11],  disertai kata-kata yang mengesankan sekali, ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras, menggetarkan hati, dan maknanya pun meyakinkan dengan didukung oleh lafadz-lafadz sumpah.
Karakteristik umum yang menunjukkan ciri Madaniyah yaitu :
1.      Setiap surat yang berisi kewajiban atau sanksi hukum.
2.      Setiap surat yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik, kecuali surat Al-Ankabut. Ia adalah Makkiyah
3.      Setiap surat yang didalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab
Dari segi tema dan gaya bahasanya, adalah sebagai berikut :
1.      Menjelaskan masalah ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, , perang,  kaidah hukum, dan masalah perundang-undangan.
2.      Seruan terhadap Ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah keterangan datang kepada mereka karena rasa dengki di antara sesame mereka.
3.      Menyingkap perilaku orang munafik, menganalisis kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.
4.      Suku kata dan ayatnya panjang-panjang sebagai contoh : juz “Qod Sami’a”, semua ayatnya madani, jumlah ayatnya 137 ayat, surat Al Anfaal yang jumlah ayatnya hanya 75 ayat[12] dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan syariatnya.[13]
Kegunaan mempelajari Makiyyah dan Madaniyyah
            Adapun pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyyah mempunyai beberapa faedah, antara lain :
1.      Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an. Sebab pengetahuan tentang tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan penafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah “pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus.
Berdasarkan hal itu, oenafsir dapat membedakan antara ayat yang naskih (yang menghapuskan) dengan yang mansukh (yang dihapuskan). Bila diantara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif (berlawanan), maka yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas yang terdahulu.
2.      Meresapi gaya bahasa yang dipergunakan Al Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika.
Karakteristik gaya bahasa Makkiyah dan Madaniyah dalam Al Qur’an pun memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicara dan menguasai pikiran, perasaan serta mengatasi apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijksanaan. Setiap tahapan dakwah mempunyai topik dan pola penyampaian tersendiri. Pola penyampaian itu berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tata cara , keyakinan dan kondisi lingkungan. Hal yang demikian nampak dalam berbagai cara Al Qur’an menyeru berbagai golongan, misalnya seruan terhadap orang-orang yang beriman, Musyrik, Munafik, dan ahli kitab.
3.      Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al Qur’an, turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik pada periode Makkah maupun periode Madinah. Sejak permulaan turub wahyu hingga ayat yang terakhir diturunkan, Al Qur’an adalah sumber pokok bagi hidup Rasulullah. Pola hidup beliau harus sesuai dengan Al Qur’an, dan Al Qur’an pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan[14]

Kesimpulan
            Dari penelitian ini disimpulkan bahwa para Ulama samgat antusias untuk menyelidiki surat-surat Makkiyah dan Madaniyah. Mereka meneliti Al-Qur’an ayat demi ayat dan surat demi surat untuk dutertibkan sesuai dengan turunnya, dengan memperhatikan waktu, tempat, dan pola kalimat. Cara demikian merupakan suatu kecermatan yang memberikan kepada peneliti berupa gambaran mengenai kebenaran ilmiah tentang ilmu Makkiyah dan Madaniyah. Itulah sikap para Ulama’ dalam melakukan pembahasan-pembahasan terhadap Al-Qur’an terkhusus dalam hal Makkiyah dan Madaniyah. Dengan demikian, merupakan satu kerja besar apabila seseorang meneliti, menyelidiki turunnya wahyu Al-Qur’an dalam segala tahapannya, mengkaji ayat-ayat, kapan dan dimana turunnya. Dengan bantuan tema surat atau ayat, kemudian merumuskan kaidah-kaidah analogis terhadap struktur sebuah seruan tersebut, apakah surat atau ayat itu termasuk Makkiyah atau Madaniyah, ataukah termasuk pada tema-tema yang menjadi titik tolak dakwah di Makkah atau di Madinah.



Daftar Pustaka
Al-Qhattan, Syaikh Manna. 2004. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah
Al Utsaimin, Muhammad Bin Sholih, Ushul Fi Tafsir, Darul Hikmah
Ash-Shiddieqy, T.M.Hasbi. 1980. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al Qur’an / Tafsir . Jakarta : Bulan Bintang
Chamimah, Nur. 1997. Skripsi Yang Berjudul “Urgensi Makki Dan Madani Bagi Kepentingan Dakwah Islam”. Surabaya : Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Ushuluddin
Kholil, Moenawar. 1985. Al-Qur’an Dari Masa Ke Masa. Surakarta : CV. Ramadhani
Mushaf Al-Qur’an
Shohih Al Bukhari. 2008. Kitabul Iman. Kairo : Darul Hadist
Yasir, Muhammad dan Jamaluddin, Ade. 2016.  Studi  Al-Qur’an. Riau : Asa Riau


Catatan:
1.      Similarity cukup besar, 40%.
2.      Referensinya kok Cuma tujuh saja?
3.      Penulisan footnote tolong diperbaiki, karena berbeda-beda.
4.      Penulisan rujukan skripsi tidak seperti dalam tulisan ini.
5.      Penulisan gelar (KH. Prof. Dr. Ustadz dll) harus dihilangkan.
6.      Setiap keterangan yang diambil dari referensi, harus dicantumkan referensinya.







[1] Al-Qur’an Surat Al Hijr Ayat 9
[2] Muhammad Yasir dan Ade Jamaruddin, Studi  Al-Qur’an, (Riau : Asa Riau, 2016), hlm. 157
[3] Ibid, hlm. 157
[4] Nur Chamimah, Skripsi Yang Berjudul “Urgensi Makki Dan Madani Bagi Kepentingan Dakwah Islam”, (Surabaya : Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Ushuluddin, 1997), hlm. 9-11
[5] Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Ushul fi Tafsir, Darul Hikmah, Hlm. 20
[6] Shohih Al Bukhori, Kitabul Iman, Nomor Hadist 45
[7] Mushaf Al-Qur’an
[8] Prof.Dr.T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al Qur’an / Tafsir, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), hlm. 69
[9] Syaik Manna Al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Qur’an, Kairo : Maktabah Wahbah 2004, Hlm 64
[10] Ibid, Hlm 72
[11] K.H. Moenawar Kholil, Al-Qur’an Dari Masa Ke Masa, (Surakarta : CV. Ramadhani, 1985), hlm. 13
[12] Ibid, Hlm 12-13
[13] Syaik Manna Al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Qur’an, Kairo : Maktabah Wahbah 2004, Hlm 75-77
[14] Ibid Hlm 71-72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar