Senin, 13 Februari 2017

Sejarah Peradaban Islam pada Masa Nabi (PBA A Semester genap 2016/2017)



 
SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW
 
Muhammad Masykuri, Muhammad Al Farobi, dan Malinda Zuhro
Mahasiswa PBA 2016 Semester II
 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
 
e-mail: almadanihuda7@gmail.com
 
Abstract
 
Rasulullah SAW equip themselveswith kindness, devotion, sincerity, and good character
 in membimbingsehingga poses no sympathy and receptive audience call (of Islam). 
Prophet Muhammad in spreading Islam melauli two ways yatu secretly and openly.
 He began preaching in secret to his family after the fall of the al-Alaq verse 1-5. 
After the fall of al-Nabi Mudatsir verses 1-7 start berdakwh outright. After Heerah 
to Medina to preach, the Prophet Muhammad did a lot to shape social policy, 
namely the establishment of the mosque, formed a brotherhood Islamiyah, 
constitute an agreement between the Muslims and non-Muslims, and laying 
the foundations pooliti, social and economic. Inseparable from it, the Prophet apart 
as leaders of the community as well as leaders of the people. In many ways the 
Prophet lead, ranging from the social-political, legal, military, and their families.
Abstrak
Rasulullah SAW membekali diri dengan kebaikan, ketaqwaan, keikhlasan, dan akhlak mulia dalam membimbingsehingga menimbulakn simpati dan audien mudah menerima ajakan (ajaran islam). Rasulullah SAW dalam menyebarkan agama islam melauli dua cara yatu secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Mengawali dakwah secara sembunyi-sembunyi kepada keluarganya setelah turunya surat surat al-‘Alaq ayat 1-5. Setelah turunya surat al-Mudatsir ayat 1-7 Nabi mulailah berdakwh secara terang-terangan. Setelah hirah ke Madinah untuk berdakwah, Nabi Muhammad SAW banyak melakukan kebijakan untuk membentuk kemasyarakatan, yaitu mendirikan masjid, membentuk ukhuwah islamiyah, membentuk perjanjian antara kaum muslimin dan non-muslimin, dan meletakan dasar-dasar pooliti, sosial dan ekonomi. Tak terlepas daripada itu, Rasulullah selain sebagai pemimpin umat juga sebagai pemimpin rakyat. Banyak segi yang Rasulullah pimpin, mulai dari segi sosial-politik, hukum, militer, dan keluarganya.

A.    Pendahuluan
Nabi Muhammad Nabi Muhammad Saw lahir pada tanggal 20 April 571 M, tidak jauh dari Ka’bah. Pada saat itu, kota Makkah diserang oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah bin Ash-Shabbah al-Hasbasyi dari Yaman. Itulah sebabnya, tahun kelahiran beliau disebut juga dengan tahun gajah.
Secara materi, Nabi Muhammad Saw. Dilahirkan dari keluarga miskin, namun beliau berdarah ningrat dan terhormat. Ayahnya adalah Abdulloh bin Abdul Mutholib ban Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Menurut catatan sejarah, anak-anak Hasyim ini merupakan keluarga yang berkedudukan sebagai penyedia dan pemberi air minum bagi para Jamaah haji yang dikenal dengan sebutan Siqoyah al-Hajj. Sedangkan ibunda beliau adalah Aminah binti Wahab, keturunan Bani Zuhrah. Kemudian, nasab atau silsilah ayah dan ibunda beliau bertemu pada Kilab bin Murroh.
Nabi Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia saat beliau masih didalam kandungan. Setelah diasuh beberapa lama oleh ibunya, beliau dipercayakan kepada Halimah Sa’diyyah dari suku Bani Sa’ad untuk diasuh dan besarkan. Beliau diasuh oleh Halimah hingga berusia 4 tahun (sebagian riwayat mengatakan 6 tahun), lalu beliau dikembalikan ke ibunya, Aminah.
Setelah kurang lebih 2 tahun Nabi Muhammad Saw berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika hampir menginjak usia 7 tahun, sang ibu wafat. Beliaupun menjadi yatim piatu. Setelah Aminah meninggal, Abdul Mutholib mengambil alih tanggung jawab merawat beliau. Namun, dua tahun kemudian Abdul Mutholib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Mutholib, Abu tholib sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah meskipun dia miskin.
Sewaktu remaja, Muhammad hidup sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing milik penduduk Makkah. Selain itu, beliau juga berdagang. Ketika tinggal bersama pamannya, Abu Tholib, beliau ikut berdagang ke negeri Syam (Suriah), sampai beliau dewasa dan mandiri. Dalam perjalanan itu, di Bushra, sebelah selatan Syam, ia bertemu dengan pendeta Kristen bernama Buhairoh. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Pendeta itu menasihati Abu Tholib agar jangan terlalu jauh memasuki Syam, karena dikhawatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat kepada Muhammad.
Muhammad tidak mengikuti kebiasaan masyarakat Arab saat itu yang suka meminum khamar, berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan, dan menyembah berhala. Beliau sangat popular dikenal sebagai seorang pemaaf, rendah hati, berani, dan jujur, sehingga ia dijuluki Al-Amin. Predikat Al-Amin ini beliau dapatkan ketika berhasil mencegah perselisihan di antara suku-suku di Arab ketika akan meletakkan Hajar Aswad saat Ka’bah direnovasi.


B.     Perjuangan dan Sistem Dakwah Nabi Muhammad Saw di Mekkah.

Perkembangan Islam pada Periode Makkah
Secara geografis, kota Makkah terletak di perut lembah, yang dikelilingi oleh bukit-bukit, sebelah timur membentang Bukit Abu Qubais (Jabal Abu Qubais) dan bagian barat dibatasi oleh dua bukit Qa’aiqa’ yang berbentuk bulan sabit mengelilingi perkampungan Makkah. Di bagian yang rendah dari lembah tersebut berdiri Ka’bah yang kelak menjadi kiblat umat muslim sedunia, sekaligus menjadi perkampungan kaum Quraisy.
Makkah adalah lembah yang sangat tandus sehingga kondisi geografis ini berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan watak kaum Quraisy. Pada saat itu umumnya penduduk Makkah bertempramen buruk. Perilaku mereka cenderung lebih agresif, egois, keras kepala, serta tidak mudah menerima pendapat atau keyakinan orang lain.
Sebelum kedatangan ajaran Islam, bangsa Arab biasa disebut Arab jahiliah, belum berperadaban, bodoh dan tidak mengenal aksara. Namun bukan berarti tidak seorang pun dari penduduk disana yang tidak mampu membaca dan menulis, karena beberapa orang sahabat Nabi diketahui sudah mampu membaca dan menulis sebelum mereka masuk Islam. Akan tetapi, waktu itu baca tulis memang belum menjadi tradisi, tidak dinilai sebagai sesuatu yang penting, tidak pula menjadi ukuran kepandaian dan kecerdasan seseorang.
Ketika itu, kaum Quraisy sebagai bangsawan dikalangan bangsa Arab hanya memiliki 17 orang yang pandai baca tulis. Sementara, suku Aus dan Khazroj penduduk Yatsrib (Madinah) hanya memiliki 11 orang yang pandai membaca. Hal ini menyebabkan bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan lainnya. Hidup mereka hanya mengikuti hawa nafsu, berjudi, saling berperang, atau dengan yang lain, dan yang kuat menguasai yang lemah. Selain itu, wanita tidak mendapatkan penghargaan yang layak. Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang syair-syair jahiliah yang disebarkan secara hafalan.[1]
Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam, antara lain yang terkenal adalah penyembahan terhadap berhala atau paganisme. Menurut Syalabi penyembahan berhala itu pada mulanya ialah ketika orang-orang Arab pergi keluar kota Makkah, mereka selalu membawa batu yang diambil dari sekitar Ka’bah. Mereka mensucikan batu dan menyembahnya dimana mereka berada. Lama-lama dibuatlah patung yang disembah dan mereka berkeliling mengitarinya (tawaf), dan di saat-saat tertentu mereka masih mengunjungi Ka’bah. Kemudian mereka memindahkan patung-patung mereka di sekitar Ka’bah yang jumlahnya mencapai 360 buah. Disamping itu ada patung-patung besar yang ada diluar Makkah, yang terkenal ialah Manah/Manata disekitar Yatsrib atau Madinah, al-Latta di Taif, menutut riwayat yang tersebut terakhir adalah yang tertua, dan al-Uzza di Hijaz. Hubal ialah patung yang terbesar yang terbuat dari batu akik yang berbentuk manusia yang diletakkan dalam Ka’bah. Mereka percaya bahwa menyembah berhala-berhala itu bukan menyembah kepada wujud berhala itu tetapi hal tersebut dimaksudkan sebagai perantara untuk menyembah Tuhan. [2]
Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang lahirnya Muhammad Saw. Yang membawa Islam ditengah-tengah mereka yang pangan itu. Masa itu biasa disebut dengan zaman jahiliah, masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal yang lain, seperti ekonomi perdagangan dan sastra. Dalam dua hal terakhir itu bangsa Arab telah mencapai perkembangan yang pesat. Makkah bukan saja merupakan pusat perdagangan lokal akan tetapi ia adalah jalur perdagangan dunia yang penting saat itu, yang menghubungkan antara utara , Syam dan selatan, Yaman, antara timur, Persia dan barat, Abesinia dan Mesir. Keberhasilan Makkah menjadi pusat perdagangan internasional itu adalah karena kejelian Hasyim sekitar abad keenam Masehi dalam mengisi kekosongan peranan bangsa lain dibidang perdagangan di Makkah.
Sastra mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa Arab. Mereka mengabadikan peristiwa-peristiwa dalam syair yang diperlombakan tiap tahun di pasar seni Ukaz, Majinnah, dan Zu Majaz. Bagi yang memiliki syair yang bagus, maka ia akan diberi hadiah, dan mendapat kehormatan bagi suku atau kabilahnya serta syairnya digantungkan di Ka’bah yang itu dinamakan al-mu’allaq as-sab’ah. [3]
Bangsa Arab juga dikenal suka berperang. Peperangan antar suku tidak pernah berhenti, saling berebut kekuasaan dan pengaruh merupakan kepahlawanan yang dibanggakan. Namun dibalik semua itu, bangsa Arab sejak dahulu memiliki sifat kesatria, setia kepada kawan, dan menepati janji. Bangsa Arab suka menghormati tamu dan memberi suaka kepada siapapun yang meminta perlindungan kerumah mereka. Mereka juga memberi makan dan minum kepada kafilah padang pasir dan menghargai kepahlawanan, sebagai contoh bangsa Arab Quraisy suka membela orang-orang yang tidak berdaya dari golongan mereka sendiri serta selalu bermusyawaroh dalam persoalan keluarga. Terbukti sudah sejak lama orang-orang Arab Quraisy memiliki lembaga permusyawaratan yang bernama Darun Nadwah. Dilingkungaan inilah, Nabi Muhammad dilahirkan, disinilah beliau memulai untuk menegakkan tonggak ajaran agama Islam, ditengah-tengah lingkungan yang sangat bobrok dan penuh kemaksiatan. Meskipun diwarnai dengan berbagai rintangan yang terus mendera, namun beliau tetap teguh dalam menyebarkan agama baru, yakni agama Islam kepada masyarakat ketika itu. [4]
1.      Biografi Singkat Nabi Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Nabi Muhammad Saw lahir pada tanggal 20 April 571 M, tidak jauh dari Ka’bah. Pada saat itu, kota Makkah diserang oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah bin Ash-Shabbah al-Hasbasyi dari Yaman. Itulah sebabnya, tahun kelahiran beliau disebut juga dengan tahun gajah.
Secara materi, Nabi Muhammad Saw. Dilahirkan dari keluarga miskin, namun beliau berdarah ningrat dan terhormat. Ayahnya adalah Abdulloh bin Abdul Mutholib ban Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Menurut catatan sejarah, anak-anak Hasyim ini merupakan keluarga yang berkedudukan sebagai penyedia dan pemberi air minum bagi para Jamaah haji yang dikenal dengan sebutan Siqoyah al-Hajj. Sedangkan ibunda beliau adalah Aminah binti Wahab, keturunan Bani Zuhrah. Kemudian, nasab atau silsilah ayah dan ibunda beliau bertemu pada Kilab bin Murroh.
Nabi Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia saat beliau masih didalam kandungan. Setelah diasuh beberapa lama oleh ibunya, beliau dipercayakan kepada Halimah Sa’diyyah dari suku Bani Sa’ad untuk diasuh dan besarkan. Beliau diasuh oleh Halimah hingga berusia 4 tahun (sebagian riwayat mengatakan 6 tahun), lalu beliau dikembalikan ke ibunya, Aminah.
Setelah kurang lebih 2 tahun Nabi Muhammad Saw berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika hampir menginjak usia 7 tahun, sang ibu wafat. Beliaupun menjadi yatim piatu. Setelah Aminah meninggal, Abdul Mutholib mengambil alih tanggung jawab merawat beliau. Namun, dua tahun kemudian Abdul Mutholib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Mutholib, Abu tholib sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah meskipun dia miskin.
Sewaktu remaja, Muhammad hidup sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing milik penduduk Makkah. Selain itu, beliau juga berdagang. Ketika tinggal bersama pamannya, Abu Tholib, beliau ikut berdagang ke negeri Syam (Suriah), sampai beliau dewasa dan mandiri. Dalam perjalanan itu, di Bushra, sebelah selatan Syam, ia bertemu dengan pendeta Kristen bernama Buhairoh. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Pendeta itu menasihati Abu Tholib agar jangan terlalu jauh memasuki Syam, karena dikhawatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat kepada Muhammad.
Muhammad tidak mengikuti kebiasaan masyarakat Arab saat itu yang suka meminum khamar, berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan, dan menyembah berhala. Beliau sangat popular dikenal sebagai seorang pemaaf, rendah hati, berani, dan jujur, sehingga ia dijuluki Al-Amin. Predikat Al-Amin ini beliau dapatkan ketika berhasil mencegah perselisihan di antara suku-suku di Arab ketika akan meletakkan Hajar Aswad saat Ka’bah direnovasi.
Kejujuran dan keuletan Muhammad terdengar juga oleh Siti Khadijah, seorang saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda. Khadijah meminta Muhammad berangkat ke Syiria atau Syam untuk membawa barang dagangannya. Dalam perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang sangat besar. Khadijah biasa menyuruh orang untuk menjual barang dagangannya dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka. Melihat kejujuran, kredibilitas, dan kemuliaan akhlak Muhammad, Khadijah kemudian melamarnya. Lamaran itu diterima dan pernikahanpun segera dilaksanakan. Saat itu, Khadijah sudah berumur 40 tahun, sedangkan Muhammad baru berusia 25 tahun. Yang ikut hadir dalam pernikahan acara itu adalah Bani Hasyim dan para pemuka Bani Mudhar.
Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah merupakan wanita pertama yang masuk Islam dan membantu Nabi Muhammad dalam perjuangan menyebarkan Islam. Pernikahan itu dikaruniai enam orang anak: dua putra dan empat putri, yaitu Qasim, Abdulloh, Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Kedua Putranya meninggal waktu kecil. Nabi Muhammad tidak menikah lagi sampai Khadijah meninggal dunia.[5]
Kejujuran Muhammad dan kepercayaan manusia terhadapnya terlihat lagi ketika para kabilah berselisih siapa yang harus meletakkan hajar aswad ketempat asalnya tatkala Ka,bah diperbaiki, yang Muhammad juga ikut serta bekerja disitu. Mereka percaya bahwa bagi siapa yang meletakkan hajar aswad ketempat semula maka ia dipandang sebagai orang mulia. Mereka akhirnya bersepakat bahwa bagi siapa yang datang pertama lewat pitu Syaibah maka dialah yang berhak meletakkan batu hitam itu ketempatnya. Tanpa di duga bahwa yang paling duluan lewat pintu tersebut adalah Muhammad, maka beliaulah yang berhak meletakkan batu hitam tersebut. Tetapi Muhammad tidak mau menggunakan haknya itu tanpa harus ikut sertanya para pemimpin kabilah, maka beliau membeberkan kain jubahnya dan diletakkan hajar aswad itu diatasnya, lantas diangkatlah kain itu bersama-sama dengan para wakil pemimpin kabilah masing-masing yang ada di Makkah. Setelah sampai didekat Ka’bah, baru Muhammad sendiri yang meletakkan batu hitam tersebut ketempat asalnya. Dengan demikian maka semua kabilah merasa mulia, tanpa ada yang direndahkan. Sejak saat itu beliau digelari al Amin, yang dapat dipercaya. [6]
2.      Masa Kerasulan 
Melihat kegelapan pada umatnya yang menyembah berhala, beliau merasa prihatin dengan mengundurkan diri dari keramaian, bertahanus, menyepi di gua Hira dipuncak gunung Nur diluar Makkah. Usaha untuk mendapat petunjuk dari yang maha kuasa itu berhasil dengan datangnya malaikat Jibril pada bulan Ramadhan tanggal 17 tahun keempat puluh dari umurnya. Dibacakan oleh Jibril kepadanya surat Al-‘alaq 1-5.
Saking kagetnya Muhammad merasa badannya menggigil ketika pulang ke istrinya tercinta, Khadijah yang dengan bijaksana ikut merasakan apa yang terjadi pada suaminya itu. Pergilah Khadijah ke Waroqoh ibn Naufal, anak pamannya yang ahli kitab (Nasrani) yang telah menterjemahkan sebagian Injil kebahasa Arab menanyakan gerangan apa yang tersembunyi dibalik peristiwa yang belum pernah dialami oleh Muhammad itu. Waroqoh mengatakan bahwa Muhammad akan menjadi orang pilihan dengan katanya.” Maha kudus Isa, Maha Kudus, demi dia yang memegang hidup Waroqoh. Khadijah percayalah dia telah menerima Namus besar seperti yang diterima Musa. Dan sungguh dialah Nabi ummat ini.
Dengan wahyu pertama itu maka Muhammad telah diangkat oleh Alloh sebagai Nabi, utusan-Nya. Namun Muhammad belum disuruh menyeru kepada umatnya. Yang percaya pertama kali bahwa beliau sebagai Nabi adalah istrinya sendiri, Khadijah. Kemudian turun wahyu lagi yang kedua ketika Muhammad sedang dalam keadaan berselimut karena menggigil setelah mendengar suara gemerincing yang keras yang tidak pernah didengar sebelumnya, ialah surat Mudassir 1-7. Dari situlah Muhammad diangkat menjadi rosul yang harus berdakwah, mengajak umatnya untuk mengagungkan Tuhan dan membersihkan jiwa dan raga. [7]
Pada periode ini, tiga tahun pertama, dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakn dakwah Islam dilingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah, yang menerima dakwah beliau, kemudian Ali bin Abi Tholib, Abu Bakar sahabat beliau, dan Zaid, bekas budak beliau. Disamping itu juga banyak orang yang masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun, mereka adalah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdur Rohman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, dan Al Arqam bin Abil Arqam, yang rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah (rumah Arqam). [8]

3.      Alas an Dakwah Secara Sembunyi-sembunyi
 *Nabi merasa ajaran yang dibawanya, terlebih dahulu harus mendapat dukungan dari keluarga, kerabat, dan sahabat sebagai orang-orang terdekat. (Sebab merekalah yang secara pribadi lebih mengenal Nabi: sosok yang dikenal jujur dan terpercaya serta berakhlak mulia. Mereka jugalah yang kelak akan dapat memberi kekuatan dan semangat untuk meneruskan dakwah. Bahkan, merekalah yang nantinya berperan langsung dan berkontribusi besar bagi suksesnya dakwah Islam).
 *Untuk menunda terjadinya intimidasi dan kekerasan yang dilakukan kaum musyrik dan kafirin yang menentang keras ajaran beliau. (Karena, jika dakwah Islam langsung ditempuh secara terbuka, kaum kafir khususnya musyrikin Makkah yang bakal menentang hebat dakwah beliau, barangkali dengan mudahnya akan berhasil memadamkan gerakan dakwah nabi. Bahkan, mungkin dengan mudah pula mereka memberangus para pengikut Nabi yang bisa jadi, jumlahnya tidak sebanyak dan sekuat disaat beliau lebih dahulu memulai dakwah dengan diam-diam. Selain itu dengan berhasilnya mengajak anggota keluarga serta sebagian kerabat dan sahabat ke pangkuan Islam, lebih leluasa bagi nabi dan pengikutnya untuk menggalang kekuatan secara internal dalam meneruskan dakwah Islam. [9]

4.      Lamanya Berdakwah

Dakwah yang berlangsung secara sembunyi-sembunyi dilakukan Nabi selama kurang lebih tiga tahun. Ibnu Hisyam seorang ahli Sejarah, mengatakan,”Rosululloh berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi selama kurang lebih tiga tahun sampai turunnya perintah kepada Rosululloh agar beliau mulai menyebarkan agama baru ini secara terang-terangan.” sampai turunnya perintah kepada Rosululloh. [10]

Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilksanakan secara individual turunlah perintah agar Nabi menjalankan dakwah secara terbuka.Mula –mula ia mengundang dan menyeru kerabatnya karibnya dari Bani Abdul Muthalib.Langkah dakwah seterusnya yang diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum.Nabi mulai menyeru segenap lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan,baik golongan bangsawan maunpun hamba sahaya dan menyeru penduduk Mekkah juga,kemudian penduduk negeri-negeri lain.Di samping itu juga menyeruh orang-orang datang ke Mekkah,dari berbagai negeri untuk mengerjakan haji.Kegiatan ini di jalankan tanpa mengenal lelah.
Karena mendapat tugas Nabi Muhammad langsung mengajar,berdakwah dan menyampaikan risallah barunya. Mereka menertawakan dan memakinya.Pada tahap itulah ia berperan sebagai Nadzir,pemberi peringat dan sekaligus nabiy, yang berusaha melaksanakan misinya dengan memberi gambaran yang jelas dan memukau  tentang nikmat surga dan siksa neraka.Ia juga memperingatkan kaumnya tentang kedatangan hari kiamat yang tidak akan lama lagi, singat,dan tegas.
Dengan usaha yang gigih,hasil yang diharapkan mulai terlihat.Jumlah pengikut nabi yang tadinya hanya belasan orang kini semakin hari semakin bertambah banyak mereka terutama dari kaum wanita,budak,pekerja dan orang-orang yang tak  punya.Meskipun kebanyak dari orang-orag yang lemah,namun semangat mereka sungguh membaja.
Setelah dakwah terang-terangan itu, Pimpinan Quraisy mula-mula berusaha menghalangi dakwah rasul. Dakwah yang dilakukan ini tidak mudah karena mendapat tantangan dari kaum kafir Quraisy dan hal itu timbul beberapa faktor :
1)      Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan nabi Muhammad berari tunduk kepada kepemimpinan bani abdul muthalib.
2)      Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.
3)      Para pemimpin Quraisy tidak mau percaya ataupun  mengakyui serta tidak menerima ajaran tentang kembangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.
4)      Takhid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa arab,sehingga sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti agama Islam.
5)      Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.[11]
Kaum Quraisy merasa terancam dengan berkembangnya dakwah Islam. Mereka berusaha menghalang-halangi dakwah tersebut dengan berbagai cara, antara lain dengan memutusnya hubungan antara kaum Muslimin dan Quraisy, menyiksa mereka yang lemah, sampai-sampai ada yang dibunuh, sehingga Nabi memerintahkannya berhijrah ke Abesinia (Ethopia kini), dan inilah hijrah yang pertama dalam Islam yang terjadi pada tahun kelima dari kenabian. Mereka tidak berani menyakiti Nabi sendiri karena beliau mendapat perlindungan dari Abu Tholib, pamannya yang disegani oleh kaum Quraisy, walau pamannya itu tidak masuk Islam. Kaum Muslimin yang hijrah ke Abesinia terdiri dari dua gelombang, yang pertama berjumlah sebelas orang pria dan empat wanita, mereka kembali ke Makkah setelah mendengar bahwa Quraisy tidak menganiaya kaum Muslimin lagi. Ternyata sesampainya mereka di Makkah justru Quraisy malah menyiksa lebih kejam dari yang sudah-sudah. Oleh karena itu mereka berhijrah lagi untuk yang kedua kalinya ke Abesinia dengan rombongannya yang lebih besar, yakni delapan puluh orang pria tanpa ada wanitanya. Mereka tinggal di Negeri yang mayoritas penduduknya beragam Kristen dan rajanya, Najasyi (Negus), menghormai kaum Muslmin itu yang berada disana sampai setelah Nabi hijrah ke Madinah. [12]
Banyak cara dan upaya yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad Saw, namun selalu gagal baik secara diplomatic dan bujuk rayu maupun tindakan-tindakan kekerasan secara fisik. Puncak dari segala cara itu adalah dengan diberlakukannya pemboikotan terhadap Bani Hasyim yang merupakan tempat Nabi Muhammad berlindung. Pemboikotan ini berlangsung selama tiga tahun, dan merupakan tindakan yang paling melemhkan umat Islam pada saat itu. Pemboikotan ini baru berhenti setelah kaum Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sangat keterlaluan. Tekanan dari orang-orang kafir semakin keras terhadap gerakan dakwah Nabi Muhammad Saw, terlebih setelah meninggalnya dua orang yang selalu melindungi dan menyokong Nabi Muhammad dari orang-orang kafir, yaitu paman beliau, Abu Tholib, dan istri tercinta beliau, Khadijah. Peristiwa itu terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad Saw sehingga dinamakan Amul Khuzn. [13]
Orang-orang Quraisy semakin keras menganggu Rosululloh Saw. Sehingga beliau merasa tertekan sekali. Nabi Saw ingin menyiarkan agamanya ke Taif ditengah suku Saqif, namun beliau ditolak oleh penduduk Taif bahkan mereka menyakitinya dengan melempari batu. Beliau berlindung ke kebun milik Utbah dan Syaibah anak-anak Rabi’ah yang memperhatikan keadaannya. Budak mereka ‘Addas, yang beragama Nasrani dan Nineveh memberinya buah anggur yang dipetik dari kebun itu, dan ia heran dengan bacaan “Bismillah” yang diucapkan oleh orang asing itu ketika mulai makan buah pemberiannya. Nabi menanyakan dari mana asalnya dan apa agamanya. Setelah mengetahui identitas pribadinya, Nabipun berkata bahwa Nineveh adalah negeri orang baik-baik, Yunus anak Matta. ‘Addas berkata: “dari mana tuan tahu Yunus ank Matta?” Nabi berkata: “Ia saudaraku, dia seorang Nabi dan aku juga Nabi”. Nabi Saw tidak putus asa menyiarkan dakwah Islam ke kabilah-kabilah yang ada di Makkah, seperti mendatangi rumah-rumah Bani Kindah, Bani Kalb, Bani Amir, dan Bani Hanifah ibn Sa’sa’ah, namun mereka menolak dakwanya. Setelah masa berkabung berlalu terfikirlah Nabi untuk kawin lagi, dengan harapan kawinannya itu menghibur hainya sebagaimana kawinannya dengan Khadijah. Maka dipilihlah Aisyah binti Abi Bakar yang masih berumur tujuh tahun, karenanya hanya akad nikah yang dilaksanakan, sedangkan perkawinannya dilakukan dua tahun kemudian. Perkawinan ini dimaksudkan untuk mempererat tali persaudaraan dengan Abu Bakar yang telah menemani Nabi sejak awal mula Islam. Setelah itu Nabi pun kawin dengan Saudah, seorang Janda yang suaminya pernah ikut hijrah ke Abesinia.
Dalam keadaan terjepit guna menyiarkan agama Islam yang dilaksanakan oleh Nabi dengan penuh keuletan dan kesabaran, maka Alloh memperjalankannya pada suatu malam tanggal 27 Rajab tahun 621 yang dikenal sebagai peristiwa Isro’ Mi’roj untuk diperlihatkan baginya tanda-tanda kebesaran Alloh SWT. Nabi Saw pada saat itu sedang bermalam dirumah sepupunya. Hindun binti Abi Tholib yang dipanggil Ummu Hani’. Ketika datang pagi, Rosululloh menceritakan peristiwa yang dialami semalam kepada sepupunya bahwa ia telah pergi ke Baitul Maqdis dan sholat disana. Ummu Hani’ menyarankan kepada Nabi bahwa jangan menceritakan peristiwa tersebut kepada kaum Quraisy karena mereka akan mendustakanmu, tetapi beliau harus menceritakan hal itu kepada mereka. Nabi di Isro’kan, diperjalankan dari Masjidil Harom di Makkah ke Masjidil Aqsho di Palestina kemudian di Mi’rojkan, atau dinaikkan dari Masjidil Aqsho ke Sidratul Muntaha dan diperlihatkan surge dan neraka serta dan neraka serta mengahadap kehadirat Nya untuk menerima perintah sholat lima kali sehari semalam. Nabi saw, menceritakan Isro’ Mi’roj kepada sahabat dekatnya, Abu Bakar, sebelum memberitahukan kepada umat, dan sahabatnya itu langsung mempercayainya sehingga ia diberi gelar As-Shiddiq, yang membenarkan, sejak peristiwa itu. Namun umatnya sebagian ada yang percaya dan banyak yang menolaknya. Peristiwa tersebut dijelaskan oleh Alquran surat Al Isro’ ayat 1.
Rosululloh mulai menyeru para peziarah haji ke Makkah pada bulan-bulan suci bagi mereka karena mereka kaum Quraisy tidak dapat diseur bahkan mereka memusuhinya dengan keras, walaupun Nabi sudah mendapat pendukung yang kuat seperti Umar bin Khattab dan Hamzah yang telah masuk Islam. Suku yang menyambut ajakan Nabi itu ialah orang-orang yang datang dari Yastrib, nama lama dari kota Madinah sebelum diubah Nabi setelah hijrah kesana. Mereka itu terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang selalu saling berperang. Pada tahun kesepuluh kenabian mereka datang ke Makkah untuk mengerjakn haji, mereka bertemu dengan Nabi di Aqobah untuk diseur bkepada Islam, dan mereka menerimanya lantas menyiarkannya diantara kaumnya Yasrib. Pada tahun kedua belas kenabian mereka datang lagi ke Makkah dan membuat perjanjian yang pertama dengan Nabi di Aqobah sehingga dinamakan Baiah Al Aqobah al Ula atau Ba’atun Nisa’ karena didalam rombongan mereka ada wanitanya, yakni Afra binti Abid binti Sa’labah. Mereka janji tidak akan menyekutukan Tuhan, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak, dan tidak akan mendurhakai bNabi Muhammad SAW. Ketika mereka kembali ke Yasrib, Nabi mengutus Mus’ab bin Umair untuk mengajarkan agama Islam diantara mereka. Pada tahun ketiga belas setelah kenabian datanglah 73 orang penduduk Yasrib ke Makkah. Sehingga dinamakan Ba’iah Al Aqobah As Saniyah. Mereka berjanji akan membela Nabi baik dengan jiwa maupun raga, dan mengangkat sebagai pemimpinnya serta diharap pula Nabi mau berhijrah ke Yasrib.
Dalam periode Makkah terjadi dengan figure Muhammad sebagai pemimpin agama islam. Dalam periode ini, Nabi mengalami hambatan dan kesulitan dalam menyiarkan agamanya kepada kaum Quraisy. Dalam periode itu Nabi belum terpikir menyusun suatu masyarakat Islam yang teratur. [14]
C.    Pembentukan Masyarakat Madinah
Dalam perkembangan penyebaran agama Islam oleh Rasulullah SAW dalam periode Makkah lebih sulit dari pada dalam periode Madinah.Hal itu di karenakan pada saat itu masyarakat makkah masih di dominasi para kaum tua. Karena pada dasarnya orang yang sudah   tua pikiranya sudah setabil sehingga sulit di masuki dan di dakwahi  ajaran islam karena kaum kafir menganggap ajaran islam merbeda dengan ajaran nenek moyang mereka.
            Pada periode penyebaran agama islam di Madinah lebih mudah, itu dikarenakan kaum muda lebih mendominasi sebab kaum kafir tua sudah banyak yang mati kerena mengalami kekalahan perang uhud melawan kaum muslimin. Karena hakikatnya kaum muda masih mempunyai pikiran yang labil sehingga mudah di dakwahi dan di pengaruhi.
            Sebelum hijrah ke yatsrib, Nabi mendahulukan dengan usaha mempengaruhi orang yatsrib yang menziarohi Ka’bah (di Makkah) agar mereka masuk Islam. Mayoritas mereka berasala dari kabilah Khazraj dan Aus. Nabi Muhammad SAW dimudahkan dengan adanya perjanjian Aqobah 1 dan perhjanjian Aqobah 2 yang di lakukan kaum khazraj dan  Aus kepada Raulullah yang dilakukan di Makkah pada saat mereka melakukan ibadah haji.[15]
Berikut isi perjanjian Aqobah 1.[16]
            Semua berkumpul bersama Rasulullah SAW di aqobah, Mina. Beliau mengajarkan islam kepada meeka seraya berkata, “berbaitlah kalian kepadaku untik tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak mendatangkan untuk menutupu apa apa yang ada di depan dan di belakang kalian, dan tidak membantah perintahku dalam halmkebaikan. Barang siapa di antara kalian memenuhinya, pahalany ada pada Allah. Barang siapa melanggar sesuatu darinya, dia akan di siksa di dunia dan hal itu sebagai kifarat darinya. Barang siapa melanggar sedikitpun darinya, Allah akan menutupinya dan urusanya terserah kepada Allah. Apabila menghendaki, dia akan menyiksanya. Dan jika mengendaki, dia akan memaafkanya. Maka, berbaitlah kaalian kepadaku untuk itu.[17]
Perjanjian Aqobah 2.[18]
            Rasulullah SAW mengambil perjanjian mereka untuk diri dan Tuhannya. Mereka berkata: “untuk apa kami berbuat bait kepadamu?”
Rasulullah SAW berkata: “untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan suka maupun benci, untuk berinfak dalam keadaan sempit maupun lapang. Untuk menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran. Untuk bertindak karena Allah dan tidak terpengaruh orang-orang yang mencela di jalan Allah. Untuk menolongku dan menjagku sebagaimana kalian menjaga diri, istri-istri, dan anak-anak kalian. Maka balasan dari kalian adalah surga.
            Dalam pembentukan masyarakat islam kota Madinah, islam lebih menekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat islam dan masyarakat sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW kemudian meletakan dasar-dasar masyarakat islam di Madinah, sebagai berikut:
            Pertama, mendirikan masjid.
            Sebelum sampai ke Yatsrib, Rasulullah terlrbih dahulu memasuku Quba pada tanggal 12 rabbiul awal tahun pertama hiriah dan menetap selama 4 hari. Dan distu Rasullulah medirikan masjid Quba dan menjadi masjid pertama yang dirikan Raulullah. Kemudian, pada waktu melanjutkan ke Yatsrib, beliau singgah di perkampungan lembah bani salim. Karena bertepatan hari jum’at, maka bersama para sahabat beliau melaksanakan shalat jum’at pertama kali, dan dengan khotbah itulah yang kemudian para ahli sejarah politik dinyatakan” sebagai proklamasi lahirnya negara Islam” berdasarkan atas perikemanusian (al-adatul insaniya), al-syura (demokrasi), persatuan islam (al-wahdah al-islamiyah) dan persaudaraan islam (al-ukhuwah islamiyah).[19]
            Tujuan Rasulullah SAW mendirikan masjid adalah untuk mempersatukan umat Islam dalam satu majelis, sehingga di majelis ini  umat islam bisa melaksanakan shalat jama’ah secara teratur, mengadili perkara-perkara dan bermusyawarah. Masjid ini memegang peranan penting untuk mempersatukan kaum  muslimindan mempererat tali ukhuwah islamiyah.[20]
            Kedua, ukhuwah islamiyah.
            Rasulullah SAW telah memberikan pengertian baru tentang ukhuwah islamiyah dengan menyatukan mereka yang asing dalam hubungan darah dengan ikatan yang lebih kuat dari ikatan darah. Seseorang dengan sukarela memberikan hartanya atas dasar kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta hasrat menolong agama-Nya. Rasulullah SAW telah menjadikan persaudaraan karena Allah lebih kuat dari pada persaudaraan karena keturunan.[21]
            Rasulullah SAW mempersatukan keluarga-keluarga islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshor. Dengan cara mempersaudarakan antara kedua golongan ini, Rasulullah menciptakan suatu pertalian yang berdasarkan agama pengganti persaudaraan yang berdasarkan kesukuan seperti sebelumnya.
Kaum anshar juga bermurah hati menawarkan pada saudaranya kaum muhajirin untuk berbagi karunia Allah SWT yang telah mereka peroleh, baik itu harta benda mereka, rumah mereka, bahkam menikahkan anggota keluarga mereka. Gambaran masyarakat luar biasa ini, yang terdiri atas persaudaraan sejati, tidak pernah terjadi dalam sejarah manusia, sehigga layaknya mereka menjadi simbol masyarakat islam dan suri teladan bagi masyarakat dunia.
Ada beberapa target yang ingin di capai Nabi Muhammad SAW dengan ikrar persaudaraan itu. Pertama, untuk melenyapkan perasaan asing pada diri sahabt-sahabat Muhajirin (pendatang) di Madinah. Kedua, untuk membangun rasa perasaudaraan antara satu sama lain dalam agama Alla SWT, yaitu bahwa “semua muslim itu bersaudara”. Ketiga, agar satu sama lain saling menolong: yang kuat menolong yang lemah dan yang mapu menolong yang kekurangan. Ternyata, semangat persaudaraan itulahyang menjadi salah satu senjata ampun kaum muslimin dalam melumpuhkan setiap gangguan musuh. Sikap saling menolong dan saling membela membuat mereka menjadi kaum yang sangat kuat sehingga musuh-musuh Islam gentar untuk menghadapinya.[22]Ketiga, perjanjian saling membnatu antara sesama kaum muslimin dan bukan non-muslimin.
            Nabi Muhammad SAW hendak menciptakan toleransi antar golongan yang ada di Madinah, oleh karena itu Nabi membuat perjanjian antara kau muslimin dan on-muslimin.
        Menurut Ibnu Hisyam, isi perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut.
a.       Pengakuan atas hak pribadi keagamaan dan politik.
b.      Kebebasan beragama terjamin untuk semua umat.
c.       Adalah kewajiban penduduk Madinah, baik muslim maupun non-muslim, dalam hal moril maupun materil. Mereka harus bahu membahu mampu menangkis semua serangan dari kota mereka (Madinah)
d.      Rasulullah adalah pemimpin umum bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah di bawa segala perkara dan perselisiahan yang besara untuk di selesiakan.
Antara kaum muhajirin dan Anshor dengan masyarakat Yahudi, Nbi Muhammad membuat perjanjan tertulis yang berisi pengakuan atas agama mereka dan harta benda mereka, dengan syarat timbal balik, demikian bunyunya:
“Dengan nama Allah SWT, pengasih dan penyayang. Surat perjanjian ini dari Muhammad, Nabi; antara orang beriman dan Musliminndari kalangan Quraisy dan Yatsrib serta mengikuti mereka dan menyusul mereka dan berjuang bersama-sama mereka; bahwa mereka adalah satu umat, diluar golongan lain.
“Kaum Muhajirin,dari kalangan Quraisy tetap memurut adat kebiasaan baik yang berlaku di kalangan mereka, bersama-sama menerima atau membayar tebusan darah antara sesama mereka dan mereka menebus tawanan perang mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil diantara sesama orang beriman.
“Bahwa Banu Auf tetap menurut adat kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil diantara  sesama orang beriman.
                                    Kemudian disebutnya tiap-tiap suku Anshor itu serta keluarga tiap puak: Banu al-Harist, Bnu Sa’idah, Banu Jusyam, Banu an-Najjar, Banu Amr bin Auf, dan Bnu an-Nabit. Selaanjutnya di sebutkan:
            “Bahwa orang beriman tidak boleh membiarkan seorang pun yang menanggung beban hidup dan utang yang berat di antara sesama mereka. Mereka harus di bantu dengan cara yang baik dalam membayar tebusan tawanna atau membayara diat.
“Bahwa orang beriman tidak boleh mengikat janji dalam menghargai mukmin lainya.
Keempat, meletakan dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial untuk masarakat baru.
            Dari dua sumber Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist di dapati suatu sistem untuk bidang politik, yaitu sistem musyawarah. Dan pada bidabg ekonomi dititikberatkan pada jaminan keadilan sosial, serta dalam bidang kemasyarakatan di letakan pula dasar-dasar persamaan derajat antara masyarakat atau manusia, dengan penekanan bahwa yang menentukan derajat manusia adalah ketakwaan.
            Dokumen pilitik yang telah di letakan Nabi Muhammad SAW sejak seribu tiga ratus lima puluh tahun silam dan telah menetapkan adanya kebebasan bragama, kebebasan menyatakan berpendapat, jaminan atas keselamatan harta benda dan larangan melakukan kejahatan. Ia telah membukakan pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu.duni yang selama ini menjadi permainan tangan tirani, dikuasai oleh oleh kekejaman dan kehancuran semata. Apabila dalamm penandatanganan dokumen ini kabilah yahudi Banu Kuraizah (Quraizah), Banu an-Nadir dan Banu Kainuka tidak ikut serta, namun tak selang lama sesudah itu mereka pun mengadakan perjanjian serupa dengn Nabi.[23]
D.    Model Kepemimpinan Rasulullah Saw.
Jika kita menengok kebelakang, maka kita akan dapati betapa sempurnanya manusia ini. Disamping menjadi pemimpin bagi keluarga-keluarganya, dia mampu menjadi sosok pemimpin sekaligus pembimbing bagi rakyat dan umatnya. Tak dipungkiri, banyak orang cinta, kagum, iri kepadanya. Banyak tantangan, hambatan dan rintangan yang sering dihadapinya. Tapi di dalam dirinya terdapat hati yang suci dan ikhlas yang senantiasa berdzikir agar hatinya tetap menyatu pada apa yang menjadi tugas beliau. Dalam hal ini kepemimpinan beliau sangatlah dirindukan pada tiap-tiap daerah, karena gaya  kepemimpinan beliau mampu menjadikan Islam jaya pada masa dahulu. Tentunya ini menjadi mimpi dari setiap pemimpin yang ingin memajukan daerahnya.

1.      Kepemimpinan dalam Sosial dan Politik
a.       Piagam Madinah
Banyak hal yang Rasulullah lakukan pada sosial politik pada masa pemerintahanya. Salah satunya adalah perjanjian yang dilakukan ketika rasulullah hijrah dari Makkah menuju Madinah untuk menyebarkan ajaran Islam. Hijrah Rasulullah ke Madinah adalah momentumbagi kecemerlangan Islam di masa yang akan datang. Bagi diri Nabi, perjuangan individual telah selesai, dan mulailah tahap baru penyampaian risalah secara umum. Sebelum Nabi sampai di Yatsrib (Madinah), kaum muslimin di sana telah mendengar kabar bahwa Nabi tengah dalam perjalanan. Setiap hari, mereka selalu mengharap kedatangan Nabi. Setelah nabi dan kaum muslimin berada di Yatsrib beliau kemudian mengganti nama “Yatsrib” menjadi Al-madinah Al-Munawwarah” (Kota yang Bercahaya).[24]
      Di Madinah, Nabi segera melakukan berbagai upaya pembenahan baik terkait dengan kehidupan ekonomi, sosial kemasyarakatan, maupun politik.[25] Berikut ini sejumlah langkah yang dilakukan Rasulullah ketika di Madinah.
                                           I.            Mendirikan Masjid
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkakn dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama adalah mendirikan masjid, selain untuk tempat sholat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Masjid pada masa Nabi bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.[26]
Tatkala Rasulullah <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>> dan para sahabatnya membangun masjid, beliau ikut serta bekerja dengan tangannya, mengangkat batu hingga debu memenuhi dada beliau. Hal itu merupakan teladan di hadapan sahabat-sahabatnya. Ketika melihat pemimpin dan guru mereka mengangkat batu, datanglah salah seorang dari mereka berkata, “Berikanlah ia kepadaku wahai Rasulullah.”Beliau membalas,”Pergilah ambil yang lain, sebab engkau tidak lebih membutuhkan Allah daripada diriku.”[27]
                                        II.            Membina Persaudaraan Kaum Muhajirin dan Ansar
Kaum Muhajirin adalah kaum yang hijrah bersama Rasulullah <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>> dari Mekkah menuju Madinah. Sedangkan kaum Ansar ialah kaum asli Madinah yang menyambut baik atas datangnya Rasulullah beserta Kaum Muhajirin. Rasulullah <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>>, berusaha mempersaudarakan mereka, sehingga diantara mereka timbul ikatan yang kokoh dan kuat yang didasarkan pada keimanan kepada Allah.[28] Apa yang dilakukan Rasulullah ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraaan baru, yaitu persaudaraan berdasarka agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan pertalian darah.
Rasulullah<<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>>telah memberikan pengertian baru tentang makna ukhuwah islamiyah dengan menyatukan mereka yang asing dalam hubungan darah dengan ikatan yang lebih kuat dari ikatan darah. Seseorang dengan sukarela memberikan hartanya atas dasar kecintaan kepada Allah <<Subhanahu wa Ta’ala>> dan Rasulullah-Nya serta hasrat menolong agama-Nya.[29]
                                     III.            Merumuskan Konstitusi Madinah
Salah satu faktor utama yang menjadi latar belakang lahirnya Piagam Madinah yaitu kondisi sosio pilitik kota Yatsrib sebelum peristiwa hijrah. Yatsrib dicekam konflik antar kaum yang berkepanjangan, Aus dan Khazraj yang dimana konflik ini benyak menyebabkan pertumpahan darah. Penduduk yatsrib meminta Rasulullah <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>> untuk meredamkan konflik diantara mereka. Di dalam masyarakat baru inilah Rasulullah menjadi pemimpin dalam arti luas, yaitu pemimpin agama dan pemimpin masyarakat.
Hal pertama yang dilakukan Rasulullah<<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>> yaitu mengumpulkan para pemimpin Madinah untuk berdiskusi tentang apa yang akan menjadi isi dari piagam tersebut. Konsep Nabi yang diilhami Al-Qur’an itu kemudian melahirkan Piagam Madinah yang dimana di dalamnya terdiri dari 47 pasal. Itulah dokumen penting yang diletakkan Muhammad<<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>> di Madinah sejak 14 abad silam. Piagam tersebut juga menetapkann prinsip-prinsip konstitusi negara modern, seperti kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, perlindungan terhadap harta dan jiwa anggota masyarakat, dan larangan orang melakukan kejahatan. Piagam tersebut telah menjadi pintu baru bagi kehidupan politik dan peradaban dunia pada masa itu.
                                     IV.            Mengadakan Perjanjian Damai dengan Kaum Kafir Quraisy
Diantara strategi lain yaitu mengadakan perjanjian damai dengan orang-orang Quraisy di Mekkah. Perjanjian yang dikenal sebagai “Perjanjian Hudaibiyah” (6 H/628 M) itu berkenaan dengan upaya nabi dalam mempertahankan kedaulatan pemerintahan kedaulatan pemerintah madinah dari koalisi kaum musyrikin Quraisy dan suku-suku yang bersukutu dengannya. Perjanjian tersebut berisi penghentian konflik bersenjata antara kaum Quraisy dan kaum muslimin yang selama itu berlangsung. Dengan adnya perjanjian tersebut, ancaman dari luar menjadi berkurang, sehingga nabi dapat lebih berkonsentrasi pada penataan masyarakat Madinah. Dengan disepakatinya Perjanjian Hudaibiyah, berarti orang-orang Quraisy mengakui Islam sebagai salah satu agama di Jazirah Arab mempunyai hak yang sama atas “Rumah Tuhan".
                                        V.            Kebebasan Beragama pada Masa Rasulullah
Islam memiliki sikap dan perhatian dan toleransi terhadap agama. Pada masa Rasulullah, hak kebebasan beragama meliputin tiga hal, yakni menganut agama, mengajarkan agama, dan menyebarkan agama. Di tengah kemajmukan masyaarakat Madinah, rasulullah membangun tatanan hidup bersama yang mencakup golongan yang ada. Sebagai langkah awal , beliau mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar. Kesepakatan-kesepakatan yang terjalin ditulis dalam suatu naskah yang disebut Piagam Madinah. Piagam itu menjadi payung kehidupan berbangsa dan bernegara dengan segala pluralitasnya.
Rasulullah telah menjamin kebebasan beragama bagi seluruh masyarakat di Madinah. Sekalipun diadan antara Islam dan agama yang lain terdapat perbedaan, Rasulullah dalam hal ini Islam memberi jaminan terhadap kebebasan beragama. Itu dapat dibuktikan sekurang-kurangnya melalui tiga hal yakni, adanya ayat yang melarang pemaksaan dalam memeluk agama Islam, Islam membenarkan kebebasan individu dalam meyebarkan agamanya, dan Al-Qur’an menegaskan bahwa iman berasal dari kepastian dan kepercayaan, bukan dari taqlid buta.

2.      Kepemimpinan dalam Hukum
Kekuasaan pada masa itu dipegang langsung oleh Rasulullah<<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>>. Namun, dalam hal-hal mendesak dan tidak ada nas (wahyu) dan petunjuk dari Nabi sendiri, para sahabat berijtihad sendiri mencari hukum, seperti yang dilakukan Ali bin Abi Thalib ketika diutus ke Yaman, Mu’adz bin Jabal ketika diangkat menjadi hakim di Yaman. Legislasi pada masa Rasulullah bersandar pada satu sumber utama yakni wahyu. Apabila ada persoalan hukum atau kejadian yang menginginkan putusan hukum, Allah akan menurunkan wahyu kepada beliau guna menjawab persoalan tersebut. Jika tidak ada wahyu yang turun, maka Rasulullah akan berijtihad guna mendapatkan jawaban atas masalah yang dihadapi yang tentunya berasaskan Al-Qur’an. Ada empat landasan dasar dalam pembinaan hukum yang telah dilakukan Rasulullah.
                               I.            Pembinaan Hukum
Pada zaman sebelum Isalam masuk, masyarakat Arab yang dulunya didiami masyarakat Yahudi belum mempunyai pedoman aturan hukum yang tertulis. Mereka hanya mengandalkan tradisi hukum adat yang diwarisi secara turun-temurun. Tapi pada waktu itu mereka telah memiliki acuan yang jelas yakni Kitab Taurat. Risalah Islam membawa aturan-aturan hukum yang baru yakni wahyu yang ditulis dalam media seperti pelepah kurma dan kulit binatang. Penulisan itu atas perintah Rasulullah. Dengan begitu aturan-aturan hukum tersebut mengacu pada Al-Qur’an sebagai pedoman Islam. Sumber yang lainnya yakni adat istiadat masyarakat Arab yang tidak bertentangan dengan syariat yang dibawa Rasulullah. Aturan tersebut lebih banyak tentang persoalan-persoalan norma-norma masyarakat.
                            II.            Lembaga Peradilan
Sebagaimana diketahui, Rasulullah juga berfungsi sebagai hakim yang memutus perkara bagi para pencari keadilan. Dalam sistem hukum modern, hakim dan lembaga peradilan merupakan bagian penting, bersama dengan jaksa dan kepolisian, sebagai pelaksana penyelidik, penuntutan, dan eksekusi keputusan hukum yang dibuat hakim. Peranan itu sebagian sudah ada pada zaman Rasulullah dalam bentuk yang sederhana.[30]
                         III.            Penegakan Hukum
Rasulullah juga membina hukum dalam penegakkan hukum. Beliau mengatakan semua orang memiliki kedudukan sama di depan hukum. Antara satu dengan yang lain dalam kursi hukum tidak adanya bedanya antara si kaya dan si miskin, pejabat dengan rakyat, seperti halnya zaman Rasulullah ada pejabat yang mencuri bokor emas, untuk menutupi keaibanya, diutuslah seseorang yang dekat Rasulullah agar membebaskan dari jerat hukum potong tangan, karena pejabat jika aibnya diketahui masyarakat, maka kehormatannya dipertaruhkan. Akan tetapi hal itu mengakibatkan kemarahan besar Rasuullah. Rasulullah megatakan, jika putrinya Fatimah itu mencuri, pasti tidak akan lepas dari jerat hukum potong tangan.
                         IV.            Pembinaan Masyarakat Hukum
Peranan Nabi Muhammad <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>>dalam pembinaan hukum, tidak hanya mengacu pada lembaga peradilan saja, akan tetapi juga pembinaan masyarakat dalam hal ini spesifikasinya pada hukum. pencegahan hukum tidak hanya menjadi satu modal bagi masyarakat, akan tetapi juga pembinaan ini lebih diutamakan, karena ketika masyarakat sudah taat hukum, maka penegakan hukum menjadi sangatlah mudah.
3.      Kepemimpinan dalam Strategi Militer
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani Strategos. Kata ini bentulan dari kata stratos yang berarti militer dan ag yang berarti memimpin atau komandan. Jadi. Secara bahasa, kata strategi dapat diartikan sebagai komamdan militer. Pada masa Yunani kuno,istilah istilah strategi ini diartikan sebagai generalship atau segala sesuatu yang dilakukan oleh para jenderal atau pemimpim pasukan dalam membuat suatu perencanaan untuk menaklukan musuh atau memenangkan peperangan. Secara umum, strategi militer dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan, seni, atau rencana tentang usaha menyusun, mempersenjatai, dan menggunakan kekuatan-kekuatan militer secaara efektif untuk memperkuat dan mengamankan kepentingan suatu bangsa dari musuh yang ada, musuh yang potensial, atau musuh yang diprediksi akan menyerang.[31]
Jenderal Besar Abdul Haris Nasution atau A.H. Nasution, dalam sebuah perbincangan dengan seorang sejarawan dari Australia, pernah mengatakan bahwa panglima perang dan paling dia kagumi adalah Nabi Muhammad  <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>>.[32] Menurut dia, Nabi Muhammad <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>> adalah seorang panglima militer yang paling tangguh yang eornah lahir di dunia. Muhammad <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>> dalam pandangannya memiliki kemampuan yang sangat sempurna dalam menyusun dan melaksanakan strategi perang. Meskipun dalam beberapa peperangan seperti Perang Uhud dan Perang Hunain pasukan yang dipimpinnya pernah mengalami kegagalan, dalam kondisi tersebut justru kepiawaiannya sebagai pemimpin militer semakin teruji. Muhammad<<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>>  berhasil menyelamatkan pasukannya dari kerugian yang lebih besar sehingga pasukan Islam dapat keluar arena pertempuran dengan kepala tegak.[33]
Di dalam kepemimpinannya dalam mengatur strategi perang, Rasulullah telah membuat sebuah departemen yang mengurusi masalah perang yakni Diwan Al-Jundy(Al-Harby) Badan Pertahanan Kemaaman. Orang Muslim pada masa Rasulullah semuanya adalah prajurit dan ketika Rasulullah menyeru untuk perang, maka siaplah semuanya untuk berangkat membela Islam sesuai seruan Nabi. Ketika sudah selesai perang, badan ini kemudian membagikan ghanimah kepada prajurit yang ikut dalam perang. Setelah itu mereka kembali menjadi penduduk sipil kembali.
Berikut ini beberapa perang akbar yang Rasulullah pimpin:
A.    Perang Badar
Perang Badar terjadi di lembah Badar, 125 km selatan Madinah. Perang Badar merupakan puncak pertikaian antara kaum muslimin Madinah dan musyrikin Quraisy Mekah. Selanjutnya kaum Quraisy terus-menerus berupaya menghancurkan kaum muslimin agar perniagaan dan sesembahan mreka terjamin. Dalam peperangan ini kaum muslimin memenangkan pertempuran dengan gemilang. Tiga tokoh Quraisy yang terlibat dalam perang Badar adalah Utbah bin Rabi’ah, Al-Walid, dan Syaibah. Ketiganya tewas di tangan tokoh muslim, seperti Ali bin Abi Thalib, Utsman bin haris, dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Adapun dipihak muslim, Ubaidah bin Haris meninggal karena terluka.[34]
B.     Perang Uhud
Perang Uhud terjadi di Bukit Uhud. Perang Uhud dilatarbelakangi kekalahan kaum Quraisy pada Perang Badar sehingga timbul keinginan untuk membalas dendam kepada kaum muslimin. Pasukan quraisy yang dipimpin Khalid bin Walid mendapat bantuan dari Kabilah Saqif, Tihamah, dan Kinanah. Nabi Muhammad segera mengadakan musyawarah untuk mencari strategi perang yang tepat dalam menghadapi musuh. Kaum Quraisy akan disongsong di luar Madinah. Akan tetapi Abdullah bin Ubay membelot dan membawa 300 orang Yahudi kembali ke Madinah. Dengan membawa 700 orang yang tersisa, nabi melanjutkan perrjalanan sampai ke Bukit Uhud. Perang Uhud dimulai dengan perang tanding yang dimenangkan tentara Islam tetapi kemenganan tersebut digagalkan oleh godaan harta, yakni tentara Islam sibuk memungut harta rampasan. Pasukan Khalid bin Walid memanfaatkan keadaan ini dengan menyerang balik tentara Islam. Tentara islam menjadi terjepit dan porak-poranda, sedangkan nabi sendiri terkena serangan musuh. Pasukan Quraisy kemudian mengakhiri pertempuran setelah mengira Nabi terbunuh. Dalam peperangan ini Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi) terbunuh.[35]
C.     Perang Khandaq
Lokasi Perang Khandaq adalah sekitar kota Madinah bagian utara. Perang ini juga dikenal sebagai Perang Ahzab (perang gabungan). Perang Khandaq melibatkan kabilah Arab dan Yahudi yang tidak senang kepada Nabi Muhammad. Mereka bekerja sama untuk melawan Nabi. Di samping itu, orang Yahudi kuga mencari dukungan Kabilah Gatafan yang terdiri dari Qais Ailan, Bani Fazara, Asyja Bani Sulaim, Bani Sa’ad, dan Ka’ab bin Asad. Usaha pemimpin Yahudi Huyay bin Akhtab, membuahkan hasil. Pasukannya berangkat ke Madinah untuk menyerang kaum muslim. Berita penyerangan itu terdengar oleh Nabi Muhammad. Kaum muslim segera mempersiapkan strategi  perang yang tepat untuk mengahadapi pasukan musuh. Salman Al-Farisi, sahabat Nabi yang memiliki banyak pengalaman tentang seluk beluk peperangan, mengusulkan untuk membangun system pertahanan parit (Khandaq). Ia menyarankan agar menggali parit di perbatasan Kota Madinah, dengan demikian gerakan pasukan musuh akan terhambat oleh parit tersebut. Usaha tersebut ternya berhasil menghambat pasukan musuh.[36]
D.    Perang Mut’ah
Perang ini terjadi karena haris al-Ghassani, raja Hirah, menolak penyampaian wahyu dan ajakan masuk Islam yang dilakukan Nabi Muhammad. Nabi kemudian  mengirimkan pasukan Zaid bin Harisah. Perang ini dinamakan Perang Mut’ah karena terjadi di desa Mut’ah, bagian semenanjung Arabia.[37]
4.      Kepemimpinan dalam Keluarga
      Tidak hanya di luar saja perangai bijak Rasulullah dalam memimpin sebuah organisasi. Dalam keluargapun Rasulullah dapat menjadi contoh bagi para pemimpin keluarga. Dalam kondisi di dalam kerumah tanggaannya, Rasulullah selalu menjadi pemimpin yang adil bagi istri-istrinya. Rasulullah mempunyai 12 istri dan hanya satu diantara duabelas istri yang dinikahi rasulullah dalam keadaan masih gadis, yakni Aisyah binti Abi Bakar. Hal ini tidak lantas membuat Rasulullah membeda-membadakan antara yang gadis dengan yang sudah janda. Rasulullah menganggap mereka itu sama, punya hak yang sama dan kewajiban yang sama.


Penutup
Setelah mencermati sirah dari Nabi Muhammad, kita mengetahui bahwa banyak rintangan, hadangan, serta cobaan yang diberikan Allah kepadanya. Dengan begitu, gelar yang diberikan Allah kepadanya yaitu sebagai utusan Allah atau Rasulullah sudah teruji. Tidak ada kecacatan, keburukan, bahkan kejelekan yang ada pada diri Rasulullah. Sebaliknya, yang ada pada diri Rasulullah adalah cahaya kedamaian yang dibungkus dengan akhlak yang mulia, serta kepribadian dan ketaannya dalam beribadah dan penghambaannya  yang patut dijadikan contoh bagi kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam di dunia.


Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Syafii. Ensiklopidia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW “The Super Leader Super Manager. Jakarta: Tazkia Publishing, 2012.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Said, Muhammad Sameh. Muhammad Sang Yatim, terj. Indra Gunawan. Bandung: Cordoba, 2016.
Fadli SJ. Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Malang:UIN-Malang Press,  2008.
Amir, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2015.
Al-Azizi, Abdul Syukur.  Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Jogjakarta: Saufa, 2014.
Mufrodi, Ali.  Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Shafiyyurahman, Al-Mubarakfur. Sirah Nabi. Bandung: Mizan, 2013.
Husain, Haikal Muhammad. Sejarah Nabi Muhammad. Bogor: Litera AntarNusa, 2007.
Supriyadi, Dede. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2016.

Catatan-catatan:
1.      Keywords dalam dwi bahasa belum ada.
2.      Perujukan masih belum maksimal.
3.      Format penulisan makalah ini belum sepenuhnya sama dengan format yang menjadi acuan.
4.      Penulisan footnote masih ada beberapa yang salah.
5.      Pendahuluan bukan berisi materi pembahasan, tetapi berupa pengantar untuk memahami materi; dari yang umum menuju yang khusus.
6.      Penutupnya tolong diperbaiki, berikan kesimpulan singkat dari apa yang sudah dibahas.



[1] Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jogjakarta: Saufa, 2014), hlm. 20-21
[2] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 8-9.
[3] Ibid, hlm. 10-11.
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2016), hlm. 64.
[5] Abdul Syukur Al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jogjakarta: Saufa, 2014), hlm 22-25.
[6] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 14-15.
[7] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arb (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 15-16.
[8] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah,2016), hlm. 65
[9] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopidia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW “The Super Leader Super Manager”, ( Jakarta: Tazkia Publishing, 2010), hlm. 25.
[10] Ibid, hlm.31.
[11] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2016). Hlm. 66.
[12] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 18.
[13] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2016), hlm. 66-67.
[14] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 20-22.
[15] Fadil SJ, pasang surut peradaban islam dalam lintas sejarah, malang: UIN Malang press, 2008, hal.102.
[16] ibid
[17] Al-Mubarakfur Shafiyyurahman, Sirah Nabi, Bandung: mizan, 2013, hal.136.
[18] Ibid
[19] Fadil SJ, pasang surut peradaban islam dalam lintas sejarah, malang: UIN Malang press, 2008, hal. 104.
[20] Amin Samsul munir, sejarah peradaban islam, malang: amazah,2015, hal.68.
[21] Said Muhammad Sameh, Muhammad SAW Sang Yatim, Bandung: Cordoba, 2016, hal. 155.
[22]Antonio Muhammad Syafii, Ensiklopidia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW “The Super Leader Super Manager.  , Jakarta: tazkia, 2010, hal.134.
[23] Haikal Muhammad Husain, Sejarah Nabi Muhammad, Bogor: Litera AntarNusa, 2007, hal. 208.
[24] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopidia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW “The Super Leader Super Manager”, (Jakarta, Tazkia Publishing, 2012), hlm.140
[25] Ibid.,
[26] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm.26
[27] Muhammad Sameh Said, Muhammad Sang Yatim, terj. Indra Gunawan, (Bandung, Cordoba, 2016), hlm.158
[28] Fadli SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang, UIN-Malang Press, 2008), hlm 105
[29] Muhammad Sameh Said, Muhammad Sang Yatim, terj. Indra Gunawan, (Bandung, cordoba, 2016), hlm. 157
[30] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopidia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW “The Super Leader Super Manager”, (Jakarta, Tazkia Publishing, 2012), hlm.41
[31] Ibid., hal 8
[32] Ibid., hal 44
[33] Ibid., hal 44
[34] Samsul Munir Amir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Amzah, 2015), hlm 74
[35] Ibid., hlm 74-75
[36] Ibid., hlm 75
[37] Ibid., hlm 75

1 komentar:

  1. Sangat senang membaca tulisan mengenai sejarah Islam. Saya sedang mempopulerkan sejarah Turki melalui media sosial dan blog. Kunjungi blog saya di frialsupratman.blogspot.co.id semoga bisa berbagi ilmu. salam.

    BalasHapus