Jumat, 10 Februari 2017

al-Qur'an dan Historisitasnya (IPS E Semester Genap 2016/2017)



Isvina Unaizahroya dan Windi Tri Dharmayanti
Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Maulana Malik Ibrahim Malang angkatan 2015


ABSTRACT

Al-Quran is a revelation by God to the prophet Muhammad SAW. As the revelation of Allah, the al-Quran is the first source in Islamic law as well as a source of knowledge for humans. truths contained in the Qur'an will stay awake all time. This is because the authenticity of the al-Quran has been guaranteed by Allah in the Al-Hijr verse 9 which reads,Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Quran dan sesungguhnya Kami memeliharanya.”(QS:al-Hijr 15:9).
As a revelation of God that kept its authenticity, of course, the al-Quran can be used as a source of knowledge in all of era. This is evidenced by the many scientific discoveries that is already contained in the al-Quran. Among them is the discovery of the speed  light which is the core point from Einstein's theory which had also been written in the al-Quran. Einstein's theory is what will contribute important in the development of modern physics. Other than that, There is also an explanation that the Big Bang theory has also been written in the al-Quran.
Discoveries in science it would make the increase in our faith to our God as the One who omniscient. Beside of that, these discoveries mayalso add to our knowledge in the interpretation of the al-Quran.
Al-Qur'an as owned Muslims now turned out to have quite a long historical process and the efforts of writing and bookkeeping (codification). At the time of the Prophet Muhammad, the Qur'an has not been booked in the Manuscripts.
In essence,Allah guarantees the purity and sanctity of the Qur'an, survived the attempts of forgery, additions or reductions as described by Allah in the Al-Hijr: 9, and also in the Al-Qiyamah: 17-19 , ,
Qur'an written since the Prophet was alive. Once the revelation down to the Prophet, the Prophet ordered his companions revelation writers to write carefully. Once they write, then they memorize once they resume practicing.
Raising efforts and the codification of the Quran has been started since the time of the Prophet. Officially codification of the Quran began during the caliphate of Abu Bakribn al-Khattab. And completed at the time of Caliph Uthman,
Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW. Sebagai wahyu Allah, al-Quran merupakan sumber yang pertama dalam hukum islam sekaligus sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi manusia. kebenaran yang terkandung dalam al-Quran akan tetap terjaga sepanjang masa. Hal ini dikarenakan keaslian al-Quran telah dijamin oleh Allah SWT dalam surat Al-Hijr ayat 9 yang berbunyi, “Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Quran dan sesungguhnya Kami memeliharanya.”
Sebagai wahyu Allah yang dijaga keasliannya, sudah barang tentu al-Quran dapat dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan tanpa mengenalzaman. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penemuan-penemuan saintifik yang sebenarnya sudah tertera dalam al-Quran. Diantaranya adalah penemuan mengenai kecepatan cahaya yang merupakan titik inti dari teori Einstein yang sebenarnya juga telah tertera dalam al-Quran. Teori Einstein inilah yang nantinya berkonstribusi penting dalam perkembangan fisika modern. Selain itu tedapat juga penjelasan teori Big Bang yang juga telah tertera dalam kitab suci al-Quran. 
Penemuan-penemuan di bidang sains ini kiranya menjadikan bertambahnya keimanan kita kepada Allah SWT sebagai dzat yang maha mengetahui lagi maha kuasa. Selain itu kiranya penemuan-penemuan tersebut juga dapat menambah wawasan kita dalam menafsirkan ayat al-Quran.
Al-Qur’an sebagaimana yang dimiliki umat Islam sekarang ternyata mengalami proses sejarah yang cukup panjang dan upaya penulisan dan pembukuan (kodifikasi). Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an belum dibukukan ke dalam satu mushaf.
Pada hakikatnya Allah menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an, selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hijr: 9, dan juga dalam surat Al-Qiyamah: 17-19. .
Al-Qur’an ditulis sejak Nabi masih hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka amalkan.
Usaha pengumpulan dan kodifikasi Al-Qur’an telah dimulai sejak masa Rasulullah saw. Secara resmi kodifikasi Al-Qur’an dimulai pada masa khalifah Abu Bakar bin Khattab. Dan selesai pada masa khalifah Utsman,
Keywords     :Definisi, al-Quran, Kecepatan Cahaya, Big Bang, mushaf, wahyu.


A.    Pendahuluan
Al-Quran Al-Karim yang terdiri dari 114 surah dan susunannya ditentukan oleh Allah SWT. dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode sebagaimana metode-metode penyusunan buku-buku ilmiah. Buku-buku ilmiah yang membahas satu masalah, selalu menggunakan satu metode tertentu dan dibagi dalam bab-bab dan pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat di dalam Al-Quran Al-Karim, yang di dalamnya banyak persoalan induk silih-berganti diterangkan.
Tujuan Al-Quran juga berbeda dengan tujuan kitab-kitab ilmiah. Untuk memahaminya, terlebih dahulu harus diketahui periode turunnya Al-Quran. Dengan mengetahui periode-periode tersebut, tujuan-tujuan Al-Quran akan lebih jelas.
Para ulama ‘Ulum Al-Quran membagi sejarah turunnya Al-Quran dalam dua periode: (1) Periode sebelum hijrah; dan (2) Periode sesudah hijrah. Ayat-ayat yang turun pada periode pertama dinamai ayat-ayat Makkiyyah, dan ayat-ayat yang turun pada periode kedua dinamai ayat-ayat Madaniyyah. Tetapi, di sini, akan dibagi sejarah turunnya Al-Quran dalam tiga periode, meskipun pada hakikatnya periode pertama dan kedua dalam pembagian tersebut adalah kumpulan dari ayat-ayat Makkiyah, dan periode ketiga adalah ayat-ayat Madaniyyah. Pembagian demikian untuk lebih menjelaskan tujuan-tujuan pokok Al-Quran.
Al-Qur’an sebagaimana yang dimiliki umat Islam sekarang ternyata mengalami proses sejarah yang cukup panjang dan upaya penulisan dan pembukuan (kodifikasi). Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an belum dibukukan ke dalam satu mushaf. Tetapi masih terpisah-pisah penulisannya . Al-Qur’an baru ditulis dalam menggunakan kepingan-kepingan tulang, pelapah-pelapah kurma, lempengan batu-batu dan lain-lain, yang sesuai dengan kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat-alat tulis menulis, seperti kertas dan pensil.
Pada hakikatnya Allah menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an, selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hijr: 9, dan juga dalam surat Al-Qiyamah: 17-19. Dalam catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan Al-Qur’an dapat menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Al-Qur’an ditulis sejak Nabi masih hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka amalkan.
Usaha pengumpulan dan kodifikasi Al-Qur’an telah dimulai sejak masa Rasulullah saw. Secara resmi kodifikasi Al-Qur’an dimulai pada masa khalifah Abu Bakar bin Khattab. Pada masa khalifah Utsman, Al-Qur”an kemudian diseragamkan tulisan dan bacaannya demi menghindari beberapa hal. Mushaf yang diseragamkan inilah yang kemudian dikenal dengan mushaf Utsmani. Mushaf Utsmani kemudian diberi harakat dan tanda baca pada masa Ali bin Abi Thalib. Ada beberapa perbedaan tentang urutan ayat maupun surah seperti yang dicantumkan dalam mushaf Utsmani, hal ini dikarenakan perbedaan pendapat para penghapal Al-Qur’an dan karena turunnya Al-Qur’an memang tidak berurutan seperti yang terdapat dalam mushaf Utsmani.



B.     Definisi al-Quran
Kata Al-Qur’an  (al-Qur’an) atau Qur’an tidak lain yang dimaksud adalah kitabullah atau kallamullah wa ta’ala  yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Secara makna dan lafadh, yang membacanya adalah ibadah, susunan katadan isinya merupakan mukjizat, termaktub didalam mushaf dan dinukil secara mutawatir. [1]Sebutan kalam Allah untul al-Qur’an ini tidak diberikan oleh Nabi Muhammad, juga tidak oleh para sahabat, tetapi dari Allah.Dialah yang memberikan nama kitab suci agama islam ini Quran atau al-Qur’an.[2] Pendapat demikian didasarkan pada ayat yang pertama turun, yaitu :
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan.” (QS.al-‘Alaq:1)
Menurut al-Syafi’i, kata al-Qur’an adalah nama asli dan tidak pernah dipungut dari kata lain. Kata tersebut khusus dipakai untuk menjadi nama firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Menurut al-Farra kata al-Qur’an berasal dari kata al-qara’in jamak dari qarinah yang berarti kawan. Sebab ayat-ayat yang terdapat didalamnya saling membenarkan dan menjadi kawan antara yang satu dengan yang lain. Menurut al-Asy’ari, kata al-Qur’an berasal dari kata qarana yang berarti menggabungkan, sebab surat-surat dan ayat-ayat al-qur’an itu telah digabungkan antara satu dengan yang lain menjadi satu. Menurut al-Zajjaj, kata al-qur’an berasal dari kata al-qar’u yang berarti himpunan dan ternyata al-Qur’an telah menghimpun sari pati kitab-kitab suci terdahulu. Menurut al-Lihyani, kata al-Qur’an berasal dari karta qara’a yang berarti membaca dengan padanan kata fu’lan, namun dengan arti maqru yang dalam bahasa Indonesia berarti yang dibaca atau bacaan.
            Dikalangan para Ulama dan pakar bahasa arab, tidsk ada kesepakatan tentang ucapan, asal pengambilan dan arti kata al-Qur’an. Diantara mereka berpendapat bahwa kata Al-Qur’an itu harus diucapkan tanpa huruf hamzah. Termasuk mereka yang berpendapat demikian adalah al-Syafi’i, al-Farra, dan al-Asy’ari. Para pakar yang lain berpendapat bahwa kata al-qur’an tersebut harus diucapkan dengan memakai huruf hamzah. Termasuk mereka yang berpendapat seperti ini adalah al-zajjaj dal al-Lihyani. Di samping itu, mereka juga masih berbeda pendapat tentang asal dan arti kata al-Qur’an tersebut.
            Kalau berkenaan dengan al-Qur’an menurut bahasa, para ulama telah berbeda pendapat, demikian pula sikap mereka dalam memberikan definisinya. Misalkan, Prof.Dr.Syekh Mahmud Syalt’ut mendifinisikan Al-Qur’an dengan :
“lafal arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan disampaikan kepada kita secara Mutawatir”
            Menurut Dr.Muhammad Shubhi Shalil, al-Qur’an ialah :
“kalam yang mu’jiz (dapat melemahkan orang yang menentangnya) yang diturunkan kepada Nabi (Muhammad) SAW, yang tertulis dalam mushaf, yang disampaikan (kepada kita) secara mutawatir dan membacanya dianggap ibadah.”
            Menurut Dr.Muhammas sa’id Ramadhan Al-Buthi, al-Qur’an ialah:
“lafal arab yang Mu’jizyang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW, yang membacanya dianggap ibadah, dan sampai kepada kita dengan cara mutawatir.”[3]

C.     Bukti-bukti al-Quran adalah wahyu Allah melalui penemuan-penemuan sains
Tahun 1905, Einsten mempublikasikan penemuannya tentang teori relativitas dalam majalah sains Annalen der Physik. Tulisannya ini mengundang banyak kontroversi dan perdebatan di antara para ilmuwan ternama saat itu. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa penemuan ini nantinya memberikan kontribusi penting dalam perkembangan fisika modern
Teori relativitas khusus berbicara tentang hukum fisika berlaku sama untuk semua pengamat selama mereka bergerak dengan kecepatan konstan pada arah yang tetap. Teori relativitas khusus menggambarkan perilaku ruang dan waktu dari perspektif pengamat yang bergerak relatif terhadap satu sama lain, dan fenomena terkait.[4]
Einstein merumuskan teorinya dalam sebuah persamaan matematik:

m = massa benda bergerak
v = kecepatan benda                                
m0 = massa diam benda (tak bergerak)
c = kecepatan cahaya

Wisnu arya wardhana dalam bukunya Melacak Teori Einstein dalam Al-Quran mengatakan bahwa dalam teorinya, Einstein mengatakan bahwa  kecepatan cahaya memegang peranan penting dalam teori Einstein. Teori Einstein mengatakan bahwa kecepatan cahaya adalah kecepatan tertinggi yang ada di alam ini, artinya manusia tidak mungkin dapat mencapai atau menyamai kecepatan tersebut. dalam penemuannya, Einstein bahwa kecepatan cahaya adalah 2,998 x 105 km/detik atau dibulatkan menjadi 300000 km/detik.[5]
Penemuan tentang besarnya kecepatan cahaya yang menjadi dasar teori Einstein ini sesungguhya telah tersirat dalam al-Quran surat As-Sajadah ayat 5,
”dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (QS.As-sajadah. 32:5)[6]
Berdasarkan ayat tersebut, tersirat adanya yang menjalankan urusan dari langit ke bumi, kemudian naik kembali menghadap kepada-Nya. Dalam bukunya Wisnu mengatakan bahwa yang melakukan perjalanan itu tidak lain adalah malaikat.[7] Malaikat diciptakan Allah dari cahaya (nur), dan kecepatankecepatan malaikat turun dari langit ke bumi kemudian kembali menghadap Allah dalam satu hari yang lamanya sama dengan 1000 tahun menurut ukuran manusia. Dari pemikiran inilah akan dibuktikan bahawa al-Quran telah lebih dahulu memuat apa yang disebut sebagai teori Einstein.
Dari ayat tersebut Allah memberi isyarat adanya jarak yang ditempuh malaikat (nur = cahaya) yang secara sistematis dapat dituliskan:
Jarak yang ditempuh = (kecepatan cahaya) x (lama waktu tempuh)
Atau secara fisika dan mekanika dapat ditulis:
S = (v) x (t)
v = S/t
untuk mengetahui nilai S dan t, seorang ahli astrofisika, DR. Mansour Hasaf El-Nabi menemukan cara sebagai berikut:[8]

Jarak yang ditempuh oleh       =          jarak yang ditempuh oleh bulan
malaikatdalam satu hari                      selama 1000 tahun atau 12.000 bulan
.
                                    c.t        =          12.000 . L
dengan keterangan:
c = kecepatan cahaya yang akan dihitung
t = waktu selama satu hari
L= panjang rute edar bulan selama satu bulan

Untuk mendapatkan hasil perhitungan kecepatan cahaya yang lebih tepat, dalam perhitungan astronomi, sistem kalender yang digunakan adalah sistem siderial dengan rincian[9]

1 hari   = 23 jam 56 menit 4,0906 detik
            = 86164,0906 detik
1 bulan            = 27,321661 hari
Bulan pada sistem siderial, dari posisi awal (A0 sampai mencapai revolusi bulan penuh 360° pada posisi (B), tidak merupakan lingkaran atau garis lurus dari A ke B, tapi menggunakan gars lengkunbg (kurva) sebagai berikut:

L          = v.T
Dengan catatan:
L          = panjang garis lengkung (kurva)
v          = kecepatan bulan
T          = periode revolusi bulan (27,321661)

Selanjutnya dalam bidang astronomi, kecepatan bulan (v) ada dua macam, yaitu: kecepatan relatif terhadap bumi yang besarnya dihitung berdasarkan persamaan v* = 2 R/T (dengan R=384.264 km, T=655,71986 jam, dan v*=3682,07 km/jam) dan kecepatan relatif terhadap bintang dan alam semesta yang dinyatakan dengan v = v*. cos α atau v = v*. cos 26,92848°.
Sehingga, jika dihitung lebih lanjut:

c.t        = 12.000 . L

c.t        = 12.000 . v. T

c          =

c          =

c          = 299.792,5 km/detik.

Hasil tersebut merupakan hasil perhitungan berdasarkan al-Quran. Untuk meyakinkan bahwa harga kecepatan cahaya versi al-Quran merukan hasil terbaik, berikut hasil pengukuran beberapa hasil perhitungan kecepatan cahaya yang pernah dilakukan;
No
Pengukuran menurut versi
Metode/cara
Hasil yang diperoleh
1.
Al-Quran
-
299.792,5 km/detik.
2.
US Nat. Bur. Of Stand.
-
299.792,4574 km/detik.
3.
The British Nat. Phys. Lab.
-
299.792,4590 km/detik.
4.
James Bradley (1728)
Aberasi bintang
301.000,0 km/detik.
5.
Armand Fizeau (1849)
Roda gigi
315.000,0 km/detik.
6.
Leon Foucault (1850)
Cermin berputar
298.000,0 km/detik.
7.
Rosa & Dorsey (1907)
Elektromagnetik
299.788,0 km/detik.
8.
Albert Michelson (1926)
Cermin berputar
299.796,0 km/detik.
9.
Smith Essen (1947)
Resonator
299.792,0 km/detik.
10.
K. D. Froome (1958)
Radio interferor
299.792,5 km/detik.
11.
Evansons (1973)
Sinar leser
299.792,4574 km/detik.
(Wisnu arya wardhana, Melacak Teori Einstein dalam Al-Quran, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hlm 178)

Dari hasil pengukuran dalam tabel diatas, tampak bahwa pengukuran kecepatan cahaya berdasarkan al-Quran adalah yang paling mendekati harga sebenarnya, karena harga ‘c’ berdasarkan pengukuran nomor 2,3,10, dan 11 kalau digabungkan dan dilakukan harga pembulatan, maka harga pembulatan akan mendekati harga perhitungan berdasarkan al-Quran. Hal ini menunjukkan bahwa al-Quran benar-benar dapat dipakai sebagi acuan ilmu pengetahuan, sebagai wahyu yang wajib dipelajari dengan analisis yang tajam, sekaligus sebagai bukti bahwa kandungan ayat-ayat kauniyah al-Quran itu benar adanya, karena penulisnya adalah sang pencipta alam semesta ini.

Salah satu teori yang merupakan penemuan besar di bidang ilmu pengetahuan, khususnya astronomi adalah teori Big Bang. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh kosmolog Abbe Lemaitre pada tahun 1920-an. Menurutnya alam semesta ini bermula dari gumpalan super atom raksasa yang suhunya antara 10 milyar sampai 1 triliun derajat celcius. Gumpalan super-atom tersenut meledak sekitar 15 milyar tahun yang lalu. Hasil sisa dentuman dahsyat tersebut menyebar menjadi debu dan awan hidrogen. Setelah berumur ratusan juta tahun, debu dan awan hidrogen trsebut membentuk bintang-bintang dalam ukuran yang berbeda-beda. Seiring dengan terbentuknya bintang-bintang, diantara bintang-bintang tersebut berpusat membentuk kelompok masing-masing yang kemudian kita sebut galaksi. Teori Big Bang ini merupakan teori mutakhir tentang penciptaan alam semesta.
Peristiwa Big Bang yang telah dikemukakan oleh Georges Lemaitre, George Gamow pada tahun 1980-an, dan Stephen Hawking pada tahun 1980-an tersebut telah menjelaskan kejadian awal alam semesta. Sejak saat itu masa keemasan alam semesta terjadi, bintang-bintang, proto-proto galaksi, galaksi-galaksi, dan quasar mulai terbentuk. Semuanya terkendali dalam jaring-jaring gravitasi yang sudah terbentuk sejak awal, sebelum ledakan kosmis tersebut. selanjutnya alam semesta mengembang dan beangsur dingin.
Peristiwa yang diterangkan dalam teori Big Bang ini ternyata telah dijelaskan dalam al-Quran surat al-Anbiya’ ayat 30.[10]
“dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian kami pisahkan antara keduanya dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air, maka mengapa mereka tidak beriman?”[11]
Teori Big Bang ini oleh al-Quran dijelaskan dengan mengatakan “langit dan bumi iti keduanya  dahulu adalah suatu yang padu. Kemudian kami pisahkan antara keduanya”. Ternyata al-Quran menyajikan informasi yang sangat akurat bahwa pada awalnya langit dan bumi memang berpadu dalam satu titik singularitas sebagai asal segala yang ada di jagat raya.
Selanjutnya Allah SWT menjelaskna bahwa segala sesuatu yang hidup itu diciptakan dari air. Tiga ahli kosmologi dan astronomi, yaitu Georges Lemaitre, George Gamow, dan Stephen Hawking menjelaskan bahwa atom-atom yang terbentuk sejak peristiwa Big Bang adalah atom hidrogen (H) dan Helium (He). Dan bukankah air terdiri dari atom hidrogen dan oksigen (H2O), yang artinya sejak 1400 silam al-Quran telah menyebutkannya jauh sebelum tiga pakar tersebut mengemukakan teorinya.
Beberapa hal diatas yang membuktikan bahwa al-Quran adalah wahyu Allah seyogyanya menjadi pemantik semangat bagi kaum muslim untuk terus mempelajari al-Quran guna mendapatkan kebenaran-kebenaran dan pengetahuan baru yang bersumber dari al-Quran. Al-quran inilah yanmg menjadikan para ilmuan muslim tidak pernah bekerja di luar kerajaan Allah, karena itu,  penemuan-penemuan yang ada akan memperkokoh hubungan seorang muslim  dengan Allah SWT.[12]


D.    Sejarah turunnya al-Quran
Agama Islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum Muslim di seluruh dunia, meruakan way of life yang menjamin  kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial: berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman, Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya (QS, 17:9).
Al-Quran memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT menugaskan Rasul saw., untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu: Kami telah turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al- Quran) untuk kamu terangkan  kepada manusiaapa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir (QS 16:44).
Disamping keterangan yang diberikan oleh Rasulullah saw., Allah memerintahkan pula kepada umat manusia seluruhnya agar memperhatikan dan mempelajari Al-Quran: Tidaklah mereka memperhatikan isi Al-Quran, bahkan ataukah hati mereka tertutup (QS 47:24).
Mempelajari Al-Quran adalah kewajiban. Berikut ini beberapa prinsip dasar untuk memahaminya, khusus dari segi hubungan Al- Quran dengan ilmu pengetahuan. Atau, dengan kata lain, mengenai "memahami Al-Quran dalam Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan." (Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa sekarang ini, dimana perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi seluruh aspek kehidupan.[13]
Kekaburan mengenai hal ini dapat menimbulkan  ekses-ekses yang mempengaruhi perkembangan pemikiran kita dewasa ini dangenerasi-generasi yang akan datang. Dalam bukunya, Science and the Modern World, A.N. Whitehead menulis: "Bila kita menyadari betapa pentingnya agama bagi manusia dan betapa pentingnya ilmu pengetahuan, maka tidaklah berlebihan  bila dikatakan bahwa sejarah kita yang akan datang bergantung pada putusan generasi sekarang mengenai hubungan antara keduanya."[14]
Tulisan Whithead ini berdasarkan  apa yang terjadi di Eropa pada abad ke-18, yang ketika itu, gereja/pendeta di satu pihak dan para ilmuwandi pihak lain, tidak dapat mencapai kata sepakat tentang hubungan antara Kitab Suci dan ilmu pengetahuan; tetapi agama yang dimaksudkannya dapat mencakup  segenap keyakinan yang dianut manusia.
Demikian pula halnya bagi umat Islam, pengertian kita terhadap hubungan antara
Al-Quran dan ilmu pengetahuan akan memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan agama dan sejarah perkembangan manusia pada generasi-generasi yang akan datang.

E.     Periode turunnya al-Quran
Al-Quran Al-Karim yang terdiri dari 114 surah dan susunannya ditentukan oleh Allah SWT. dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode sebagaimana metode-metode penyusunan buku- buku ilmiah. Buku-buku ilmiah yang membahas satu masalah, selalu menggunakan satu metode tertentu dan dibagi dalam bab-bab dan pasal- pasal. Metode ini tidak terdapat di dalam Al-Quran Al-Karim, yang di dalamnya banyak persoalan induk silih-berganti diterangkan.
Persoalan akidah terkadang bergandengandengan persoalan hukum dan kritik; sejarahumat-umat yang lalu disatukan dengan nasihat, ultimatum, dorongan atau tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam semesta. Terkadang pula, ada suatu persoalan atau hukum yang sedang diterangkan tiba-tiba timbul persoalan lain yang pada pandangan pertama tidak ada hubungan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, apa yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 216-221, yang mengatur hukum perang dalam asyhur al-hurum berurutan dengan hukum minuman keras, perjudian, persoalan anak yatim, danperkawinan dengan orang-orang musyrik.[15]
Yang demikian itu dimaksudkan agar memberikan kesan bahwa ajaran-ajaran Al-Quran dan hukum-hukum yang tercakup didalamnya merupakan satu kesatuan yang harus ditaati oleh penganut-penganutnya secara keseluruhan tanpa ada pemisahan antara satu dengan yang lainnya. Dalam menerangkan masalah-masalah filsafat dan metafisika, Al-Quran tidak menggunakan istilah filsafat dan logika. Juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Yang demikianini membuktikan bahwa Al-Quran tidak dapat dipersamakan dengan kitab-kitab yang dikenal manusia.
Tujuan Al-Quran juga berbeda dengan tujuan kitab-kitab ilmiah. Untuk memahaminya, terlebih dahulu harus diketahui periode turunnya Al-Quran. Dengan mengetahui periode-periode tersebut, tujuan-tujuan Al-Quran akan lebih jelas.
Menurut syaikh Al-khudlari dalam bukunya, Tarikh Tasyri, masa turunnya Al-qur’an yang dimulai dari tanggal 17 Ramadhan tahun ke 41 dari kelahiran Nabi Muhammad saw hingga akhirnya turunnya ayat pada 9 dzulhijjah tahun ke 63 dari usia beliau, tidak kurang dari 22 tahun 2 bulan 22 hari, masa ini kemudian dibagi oleh para ulama menjadi dua periode yaitu periode mekkah dan periode madina.[16]
Periode mekkah dimulai ketika Nabi Muhammad SAW pertama kali menerima ayat al-quran pada 17 Ramadhan, tahun ke 41 dari kelahiran beliau hingga awal Rabi’ul awwal tahun ke-54 dari kelahiran beliau, yaitu sewaktu beliau akan berhijrah meninggalkan Mekkah menuju Madinah.[17]
Periode Madinah dimulai sejak Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah dan menetap disana sampai dengan turunnya ayat terakhir pada 9 dzulhijjah tahun ke-10 dari kelahiran beliau. Dengan demikian, periode mekkah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari dan periode Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari.
Selama periode Mekkah , sebanyak 19/30 al-Qur’an yang telah diturunkan dan selama periode Madinah hanya 11/30nya.
Para ulama 'Ulum Al-Qu’ran membagi sejarah turunnya Al-Quran dalam dua periode: (1) Periode sebelum hijrah; dan (2) Periode sesudah hijrah. Ayat-ayat yang turun pada periode pertama dinamai ayat-ayat Makkiyyah, dan ayat-ayat yang turun pada periode kedua dinamai ayat-ayat Madaniyyah. Tetapi, di sini, akan dibagi sejarahturunnya Al-Quran dalam tiga periode, meskipunpada hakikatnya periode pertama  dan kedua dalam pembagian tersebut adalah kumpulan dari ayat-ayat Makkiyah, dan periode ketiga adalahayat-ayat Madaniyyah. Pembagian demikian untuk lebih menjelaskan tujuan-tujuan pokok Al-Quran.[18]
1.                   Periode Pertama
Diketahui bahwa Muhammad saw., pada awal turunnya wahyu pertama (iqra'), belum dilantik menjadi Rasul. Dengan wahyu pertama  itu, beliau baru merupakan seorang nabi yang tidak ditugaskan untuk menyampaikan apa yang diterima. Baru setelah turun wahyu kedualah beliau ditugaskan untuk menyampaikan wahyu- wahyu yang diterimanya, [19]dengan adanya firmanAllah: "Wahai yang berselimut, bangkit dan berilah peringatan"(QS 74:1-2).
Kemudian, setelah itu, kandungan wahyuIlahi berkisar dalam tiga hal. Pertama, pendidikan bagi Rasulullah saw., dalam membentuk kepribadiannya. Perhatikan firman-Nya:Wahai orang yang berselimut, bangunlah dan sampaikanlah. Dan Tuhanmu agungkanlah. Bersihkanlah pakaianmu. Tinggalkanlah kotoran (syirik). Janganlah memberikan sesuatu denganmengharap menerima lebih banyak darinya, dansabarlah engkau melaksanakan perintah-perintahTuhanmu (QS 74:1-7).
Dalam wahyu ketiga terdapat pula bimbingan untuknya: Wahai orang yang berselimut, bangkitlah, shalatlah di malam hari kecuali sedikit darinya, yaitu separuh malam, kuranq sedikit dari itu atau lebih, dan bacalah Al-Quran dengan tartil(QS 73:1-4).
Perintah ini disebabkan  karena Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu wahyu yang sangat berat (QS 73:5).
Ada lagi ayat-ayat lain, umpamanya: Berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat. Rendahkanlah dirimu, janganlah bersifat sombong kepada orang-orang yang beriman yang mengikutimu. Apabila mereka (keluargamu) enggan mengikutimu, katakanlah: aku berlepas dari apa yang kalian kerjakan (QS 26:214-216).
Demikian ayat-ayat yang merupakan bimbingan  bagi beliau demi suksesnya dakwah.
Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai sifat dan af'al Allah, misalnya surah Al-A'la (surah ketujuh yang diturunkan) atausurah Al-Ikhlash, yang menurut hadis Rasulullah"sebanding dengan sepertiga Al-Quran", karena yang mengetahuinya dengan sebenarnya akanmengetahui pula persoalan-persoalan tauhid dan tanzih (penyucian) Allah SWT.
Ketiga, keterangan mengenai dasar-dasar akhlak Islamiah, serta bantahan-bantahan secara umum mengenai pandangan hidup masyarakat jahiliah ketika itu. Ini dapat dibaca, misalnya, dalam surah Al-Takatsur, satu surah yang mengecam mereka yang menumpuk-numpuk harta; dan surah Al-Ma'un yang menerangkan kewajiban terhadap fakir miskin dan anak yatim serta pandangan agama mengenai hidup bergotong-royong.
Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah menimbulkan  bermacam-macam reaksi di kalangan masyarakat Arab ketika itu. Reaksi-reaksi tersebut nyata dalam tiga hal pokok:
1)                  Segolongan kecil dari mereka menerima dengan baik ajaran-ajaran Al-Quran.
2)                  Sebagian besar dari masyarakat tersebut menolak ajaran Al-Quran, karena kebodohan mereka (QS 21:24), keteguhan mereka mempertahankan adat istiadat dan tradisi nenek moyang (QS 43:22), dan atau karena adanya maksud-maksud tertentu dari satu golongan seperti yang digambarkan oleh Abu Sufyan: "Kalau sekiranya Bani Hasyim memperoleh kemuliaannubuwwah, kemuliaan apa lagi yang tinggal untukkami."
3)                  Dakwah Al-Quran mulai melebar melampaui perbatasan Makkah menuju daerah-daerah sekitarnya.

2.                   Periode Kedua
Periode kedua dari sejarah turunnya Al- Quran berlangsung selama 8-9 tahun, dimana terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dan jahiliah. Gerakan oposisi terhadap Islam menggunakan segala cara dan sistem untuk menghalangi kemajuan dakwah Islamiah.
Dimulai dari fitnah, intimidasi dan penganiayaan, yang mengakibatkan para penganut ajaran Al-Quran ketika itu terpaksa berhijrah ke Habsyah dan para akhirnya mereka semua —termasuk Rasulullah saw.— berhijrah ke Madinah.[20]
Pada masa tersebut, ayat-ayat Al-Quran, di satu pihak, silih berganti turun menerangkan kewajiban-kewajiban prinsipil penganutnya sesuai dengan kondisi dakwah ketika itu, seperti: Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu (agama) dengan hikmah dan tuntunan yang baik, serta bantahlah mereka dengan cara yang sebaik-baiknya (QS 16:125).
Dan, di lain pihak, ayat-ayat kecaman danancaman yang pedas terus mengalir kepada kaum musyrik yang berpaling dari kebenaran, seperti: Bila mereka berpaling maka katakanlah wahai Muhammad: "Aku pertakuti kamu sekalian dengan siksaan, seperti siksaan yang menimpa kaum 'Ad dan Tsamud"(QS 41:13).
Selain itu, turun juga ayat-ayat yang mengandung argumentasi-argumentasi mengenai keesaan Tuhan dan kepastian hari kiamat berdasarkan  tanda-tanda yang dapat mereka lihat dalam kehidupan  sehari-hari, seperti: Manusia memberikan perumpamaan bagi kami dan lupa akan kejadiannya, mereka berkata: "Siapakahyang dapat menghidupkan tulang-tulang yang telah lapuk dan hancur?" Katakanlah, wahai Muhammad: "Yang menghidupkannya ialah Tuhan yang menjadikan ia pada mulanya, danyang Maha Mengetahui semua kejadian. Dia yang menjadikan untukmu, wahai manusia, api dari kayu yang hijau (basah) lalu dengannya kamu sekalian membakar." Tidaklah yang menciptakan langit dan bumi sanggup untuk menciptakan yang serupa itu? Sesungguhnya Ia Maha Pencipta dan Maha Mengetahui. Sesungguhnya bila Allah menghendaki sesuatu Ia hanya memerintahkan:"Jadilah!"Maka jadilah ia (QS 36:78-82).
Ayat ini merupakan salah satu argumentasi terkuat dalam membuktikan kepastian hari kiamat. Dalam hal ini, Al-Kindi berkata: "Siapakah di antara manusia dan filsafat yang sanggup mengumpulkan dalam satu susunan kata-kata sebanyak huruf ayat- ayat tersebut, sebagaimana yang telah disimpulkan Tuhan kepada Rasul-Nya saw., dimana diterangkan bahwa tulang-tulang dapat hidup setelah menjadi lapuk dan hancur; bahwa qudrah-Nya menciptakan seperti langit dan bumi; dan bahwa sesuatudapat mewujud dari sesuatu yang berlawanan dengannya."[21]
Disini terbukti bahwa ayat-ayat Al-Quran telah sanggup memblokade paham-paham jahiliah dari segala segi sehingga mereka tidak lagi mempunyai arti dan kedudukan  dalam rasio dan alam pikiran sehat.

3.                   Periode Ketiga
Selama masa periode ketiga ini, dakwah Al- Quran telah dapat mewujudkan  suatu prestasi besar karena penganut-penganutnya telah dapat hidup bebas melaksanakan ajaran-ajaran agamadi Yatsrib (yang kemudian diberi nama Al-MadinahAl-Munawwarah). [22]Periode ini berlangsung selama sepuluh tahun, di mana timbul bermacam-macam peristiwa, problem dan persoalan, seperti: Prinsip- prinsip apakah yang diterapkan dalam masyarakat demi mencapai kebahagiaan? Bagaimanakahsikap terhadap orang-orang munafik, Ahl Al-Kitab, orang-orang kafir dan lain-lain, yang semua itu diterangkan Al-Quran dengan cara yang berbeda- beda?
Dengan satu susunan kata-kata yang membangkitkan semangat seperti berikut ini, Al- Quran menyarankan: Tidakkah sepatutnya kamu sekalian memerangi golongan  yang mengingkari janjinya dan hendak mengusir Rasul, sedangkan merekalah yang memulai peperangan. Apakah kamu takut kepada mereka? Sesungguhnya Allah lebih berhak untuk ditakuti jika kamu sekalian benar-benar orang yang beriman. Perangilah! Allah akan menyiksa mereka dengan perantaraankamu sekalian serta menghina-rendahkan mereka; dan Allah akan menerangkan kamu semua serta memuaskan hati segolongan orang-orang beriman (QS 9:13-14).
Adakalanya pula merupakan perintah-perintah yang tegas disertai dengan konsiderannya, seperti: Wahai orang-orang beriman, sesungguhnyaminuman keras, perjudian, berhala-berhala, bertenung adalah perbuatan keji dari perbuatan setan. Oleh karena itu hindarilah semua ituagar kamu sekalian mendapat kemenangan. Sesungguhnya setan tiada lain yang diinginkan kecuali menanamkan permusuhan dan kebencian diantara kamu disebabkan  oleh minuman keras dan perjudian tersebut, serta memalingkan kamu dari dzikrullah dan sembahyang, maka karenanya hentikanlah pekerjaan-pekerjaan tersebut (QS5:90-91).
Disamping itu, secara silih-berganti, terdapat juga ayat yang menerangkan akhlak dan suluk yang harus diikuti oleh setiap Muslim dalam kehidupannya sehari-hari, seperti: Wahai orang- orang yang beriman, janganlah kamu memasuki satu rumah selain rumahmu kecuali setelah mintaizin dan mengucapkan salam kepada penghuninya. Demikian ini lebih baik bagimu. Semoga kamu sekalian mendapat peringatan (QS 24:27).
Semua ayat ini memberikan  bimbingan  kepada kaum Muslim menuju jalan yang diridhai Tuhan disamping mendorong mereka untuk berjihaddi jalan Allah, sambil memberikan didikan akhlak dan suluk yang sesuai dengan keadaan merekadalam bermacam-macam situasi (kalah, menang,bahagia, sengsara, aman dan takut). Dalam perang Uhud misalnya, di mana kaum Muslim menderita tujuh puluh orang korban, turunlah ayat-ayat penenang yang berbunyi: Janganlah kamusekalian merasa lemah atau berduka cita. Kamu adalah orang-orang yang tinggi (menang) selama kamu sekalian beriman. Jika kamu mendapatluka, maka golongan mereka juga mendapat luka serupa. Demikianlah hari-hari kemenangan Kami perganti-gantikan di antara manusia, supaya Allah membuktikan orang-orang beriman dan agar Allah mengangkatdari mereka syuhada, sesungguhnya Allah tiada mengasihi orang-orangyang aniaya (QS3:139-140).
Selain ayat-ayat yang turun mengajak berdialog dengan orang-orang Mukmin, banyak juga ayat yang ditujukan kepada orang-orang munafik,Ahli Kitab dan orang-orang musyrik. Ayat-ayat tersebut mengajak mereka ke jalan yang benar, sesuai dengan sikap mereka terhadap dakwah. Salah satu ayat yang ditujukan kepada ahli Kitab ialah: Katakanlah (Muhammad): "Wahai ahlikitab (golongan Yahudi dan Nasrani), marilah kita menuju ke satu kata sepakat diantara kita yaitu kita tidak menyembah kecuali Allah; tidakmempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun,tidak pula mengangkat sebagian dari kita tuhan yang bukan Allah." Maka bila mereka berpalingkatakanlah: "Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang Muslim" (QS 3:64).
F.      Kodifikasi al-Quran dan Perkembangannya
1.      Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifahUtsman bin Affan.
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Para sahabat yang umumnya adalah orang-orang Arab yang murni itu menyadari betul akan kemapuan ingatan mereka yang menabjubkan tersebut. Kemampuan mereka itu kemudian mereka manfaatkan untuk memeliharan autentisitas al-qur’an, karena itula, setiap kai mereka menerima ayat ayat al-Qur’an, baik yang langsung dari Rasulullah maupun melalui sahabat yang lain, mereka para sahabat segera mempelajari dan menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya.[23]
2.      Kodifikasi Al-Qur’an Pada masa Kholifah Abu Bakar.
Sepeninggal Nabi Muhammad SAW para sahabat baik dari kalangan Anshar ataupun Muhajirin sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah untuk menggantikan Nabi Muhammad SAW. Pada masa pemerintahan Abu Bakar terjadilah Jam’ul Qur’an yaitu pengumpulan naskah atau manuskrip Al-Qur’an yang susunan surat-suratnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul). Diriwayatkan sebab-sebab dikumpulkannya Al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah gugurnya para sahabat penghafal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Perang Yamamah adalah perang terjadi untuk menumpas orang-orang murtad dan mengaku sebagai Nabi. Tentara Islam yang ikut dalam peperangan itu kebanyakan adalah para sahabat yang hafal Al-Qur’an. Dalam peperangan itu banyak  sahabat yang gugur, dan diperkirakan sahabat yang hafal Al-Qur’an gugur sebanyak 70 orang, bahkan pada peperangan  sebelumnya juga telah gugur para sahabat penghafal Al-Qur’an hampir menyamai dari jumlah itu, yaitu perang di dekat sumur Ma’unah dekat kota Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW.
Umar bin Khatab khawatir hal serupa yang dialami para sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur akan menimpa para sahabat penghafal Al-Qur’an yang saat itu masih hidup. Lalu Umar bin Khatab menghadap Abu bakar dan mengatakan bahwa korban yang gugur pada perang Yamamah sangat banyak khususnya dari kalangan penghafal Al-Qur’an. Umar bin Khatab meminta agar Abu Bakar memerintahkan pengumpulan Al-Qur’an. Tapi Abu bakar tidak langsung bersedia menerima permintaan dari Umar bin Khatab. Abu Bakar awalnya menolak karena menuruta Abu Bakar  Nabi tidak pernah melakukan hal semacam itu. Umar bin Khatab tetap memaksa agar pengumpulan  Al-Qur’an tetap dilaksanakan. Umar bin Khatab mengatakan kepada Abu Bakar bahwa mengumpulkan Al-Qur’an itu adalah perbuatan yang sangat mulia. Dengan ijin Allah hati Abu Bakar terbuka dan menyetujui usul dari Umar bin Khatab untuk mengumpulkan Al-Qur’an.
Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk melaksanakan tugas yaitu memeriksa, meneliti, dan mengumpulkan Al-Qur’an. Abu Bakar menunjuk Zaid bin Tsabit dengan alasan bahwa Zaid bin Tsabit adalah pemuda yang cerdas dan pintar. Selain pintar dan cerdas Zaid bin Tasabit juga selalu menulis wahyu (Al-Qur’an) untuk Nabi Muhammad SAW. Dia juga hafal Al-Qur’an.
Seperti halnya Abu Bakar ketika pertama kali mendapat usul dari Umar bin Khatab Zaid awalnya juga tidak langsung melaksanakan tugas yang diamanatkan kepadanya  itu. Tugas mengumpulkan Al-Qur’an  menurutnya sangat berat, bahkan lebih berat dari pada memindahkan gunung. Dia  menanyakan kepada Abu Bakar mengapa harus mengumpulkan Al-Qur’an padahal pekerjaan seperti itu tidak pernah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar mengatakan pada Zaid bin Tsabit bahwa mengumpulkan       Al-Qur’an itu adalah perbuatan yang mulia, seperti jawaban Umar bin Khatab ketika menjawab pertanyaan dari dirinya. Zaid akhirnya juga melaksanakan tugas yang diamanatkan kepadanya itu.[24]
Zaid bin Tsabit mengumpulkan Al-Qur’an dari daun, pelepah kurma, batu, tanah keras, tulang unta atau kambing dan juga dari hafalan-hafalan para sahabat. Zaid bin Tsabit bekerja sangat teliti sekalipun ia hafal Al-Qur’an seluruhnya tetapi untuk kepentingan pengumpulan Al-Qur’an yang sangat penting bagi Umat  Islam itu, masih memandang perlu mencocokan hafalan atau catatan dari sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
Dengan demikian Al-Qur’an seluruhnya telah ditulis Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran dan diikatnya dengan benang tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kemudian Al-Qur’an hasil pengumpulan itu diserahkan kepada Abu Bakar.
Kemudian Mushaf hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah ia wafat disimpan oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar, setelah ia pun wafat mushaf tersebut disimpan oleh putrinya dan sekaligus istri Rasulullah s.a.w. yang bernama Hafsah binti Umar r.a.
Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh terhadap apa yang telah dilakukan oleh Abu bakar berupa mengumpulkan Al-Qur’an menjadi sebuah Mushaf. Kemudian para sahabat membantu meneliti naskah-naskah Al-Qur’an dan menulisnya kembali. Sahabat Ali bin Abi thalib berkomentar atas peristiwa yang bersejarah ini dengan mengatakan : “ Orang yang paling berjasa terhadap Mushaf adalah Abu bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah karena ialah yang pertama kali mengumpulkan Al-Qur’an, selain itu juga Abu bakarlah yang pertama kali menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf.”
Menurut riwayat yang lain orang yang pertama kali menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf adalah sahabat Salim bin Ma’qil pada tahun 12 H lewat perkataannya yaitu : “Kami menyebut di negara kami untuk naskah-naskah atau manuskrip Al-Qur’an yang dikumpulkan dan di bundel sebagai MUSHAF”, dari perkataan Salim inilah Abu bakar mendapat inspirasi untuk menamakan naskah-naskah Al-Qur’an yang telah dikumpulkannya sebagai Al-Mushaf as Syarif (kumpulan naskah yang mulya).
Dalam Al-Qur’an sendiri kata Suhuf (naskah ; jama’nya Sahaif) tersebut 8 kali, salah satunya adalah firman Allah QS. Al-Bayyinah (98):2 “ Yaitu seorang Rasul utusan Allah yang membacakan beberapa lembaran suci. (Al Quran)”
Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab tidak terjadi perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al-Qur’an seperti yang dilakukan pada masa Abu Bakar. Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab melanjutkan apa yang telah dicapai oleh pemerintahan sebelumnya, yaitu mengemban misi untuk menyebarkan Islam dan mensosialisasikan sumber utama ajarannya yaitu           Al-Qur’an pada wilayah-wilayah Daulah Islamiyah baru yang berhasil dikuasai dengan mengirim para sahabat yang kredebilitas serta kapasitas ke-Al-Qur’an an-nya bisa dipertanggung jawabkan. Sesudah Umar Wafat , Mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah Puteri Umar bin Khatab yang  juga istri Nabi Muhammad SAW.

3.      Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan.
Dimasa kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan, mengalami perluasan wilayah pemerintahannya telah sampai ke Armenia dan Azarbaizan di sebelah timur, dan Tripoli di sebelah barat. Dengan demikian kaum Muslimin telah berpencar sampai ke Mesir,Syiria, Irak, Persia, dan Afrika.[25]
Kemana orang-orang Muslim pergi dan di manapun mereka tinggal Al-Qur’an tetap menjadi imam mereka dan diantara mereka banyak yang menghafal Al-Qur’an. Mereka juga mempunyai naskah-naskah dari Al-Qur’an akan tetapi naskah-naskah yang mereka punyai tidak sama susunan surat-suratnya.
Begitu juga ada didapat diantara mereka pertikaian tentang bacaan itu, asal mula pertikaiannya ini adalah karena Nabi Muhammad SAW memberi kelonggaran pada kabilah-kabilah Arab yang ada di masanya.Untuk membaca dan melafalkan Al-Qur’an itu menurut bahasa mereka masing-masing, kelonggaran ini diberi oleh Nabi Muhammad SAW supaya Al-Qur’an mudah dihafalkan oleh para kabilah-kabilah tersebut.
Tetapi fenomena ini ditangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan Muslim yang bernama Huzaifah bin Yaman. Ketika Huzaifah bin Yaman ikut dalam pertempuran menakhlukkan Armenia dan Azerbaizan (dulu termasuk dalam Uni Soviet) maka selama dalam perjalanan perang, dia pernah mendengar pertikaian Kaum Muslimin tentang bacaan Ayat Al-Qur’an dan dia pernah mendengar perkataan seorang Muslim kepada temannya bahwa “bacaanku lebih baik dari bacaan-bacaanmu.”
Keadaan ini mengagetkan Huzaifah bin Yaman, maka pada waktu dia kembali ke Madinah Huzaifah bin Yaman segera menghadap Utsman bin Affan dan menyampaikan kepadanya atas kejadian-kejadian yang terjadi dimana terdapat perbedaan bacaan Al-Qur’an yang mengarah keperselisihan.
Lalu Utsman bin Affan meminta Hafsah bin Umar meminjamkan Mushaf-Mushaf yang dimilikinya yang ditulis pada masa Khalifah Abu Bakar yang dulu untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Utsman bin Affan, yang aggotanya terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Said bin ‘Ash dan Abdur Rahman bin Haris bin Hisyam.
Tugas panitia ini ialah membukukan Al-Qur’an, yakni menyalin dari lembaran-lembaran yang tersebut menjadi buku.  Dalam pelaksanaan tugas ini Utsman bin Affan menasihatkan supaya :
a.              Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an.
b.              Kalau ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan menurut dialek Suku Quraisy, sebab Al-Qur’an itu diturunkan menurut dialek mereka.[26]
Kodifilkasi dan penyalinan kembali Mushaf Al-Qur’an ini terjadi pada tahun 25 H. Setelah panitia selesai selesai menyalin Mushaf, Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi kepada Hafsah. Selanjutnya Utsman bin Affan memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan manuskrip Al-Qur’an selain Mushaf salinannya yang berjumlah enam Mushaf. Mushaf hasil salinan tersebut dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam, dan Yaman. Utsman menyimpan satu Mushaf untuk ia simpan di Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf Al-Imam.
Tindakan Usman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan dikalangan umat islam sehingga ia manual pujian dari umat islam baik dari dulu sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu bakar yang telah berjasa mengumpulkan Al Quran. Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf adalah berpegang pada Rasm alAnbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath (titik sebagai pembeda huruf).
Manfaat kodifikasi Al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan antara lain:
a.              Menyatukan Kaum Musliminn pada satu macam Mushaf yang seragam tulisan dan ejaannya.
b.              Menyatukan bacaan, meskipun masih ada berlainan bacaan, tetapi bacaan itu tidak berlawanan dengan Mushaf-Mushaf Utsman.
c.              Menyatukan tertib susunan Surat-Surat menurut urutan seperti Mushaf sekarang.
Sampai  sekarang,  setidaknya  masih ada empat mushaf yang  disinyalir adalah  salinan  mushaf hasil   panitia yang   diketuai  oleh  Zaid bin Tsabit pada masa khalifah Usman bin Affan.   Mushaf   pertama   ditemukan di kota Tasyqand  yang tertulis dengan Khat Kufy. Dulu  sempat dirampas oleh kekaisaran Rusia pada tahun 1917 M dan disimpan di perpustakaan Pitsgard (sekarang St.PitersBurg) dan Umat Islam dilarang untuk melihatnya.
Pada tahun yang sama setelah  kemenangan komunis di Rusia, Lenin memerintahkan untuk memindahkan Mushaf tersebut ke kota  Opa  sampai  tahun 1923 M. Tapi setelah terbentuk Organisasi Islam di Tasyqand  para  anggotanya meminta kepada parlemen Rusia agar Mushaf dikembalikan lagi ketempat asalnya yaitu di Tasyqand (Uzbekistan, negara di bagian asia tengah).
Mushaf kedua terdapat di Museum al Husainy di kota Kairo mesir dan Mushaf ketiga dan keempat terdapat di kota Istambul Turki. Umat islam tetap mempertahankan keberadaan mushaf yang asli apa adanya.
Sampai suatu saat ketika umat islam sudah terdapat hampir di semua belahan dunia  yang  terdiri  dari  berbagai bangsa, suku, bahasa yang berbeda-beda  sehingga memberikan inspirasi kepada salah seorang sahabat Ali bin Abi Thalib yang  menjadi khalifah pada waktu itu yang bernama Abul-Aswad as-Dualy untuk membuat tanda baca (Nuqathu I’rab) yang berupa tanda titik.
Atas persetujuan dari khalifah, akhirnya ia membuat tanda baca tersebut dan membubuhkannya pada mushaf. Adapun yang mendorong Abul-Aswad ad-Dualy membuat tanda titik adalah riwayat dari Ali r.a bahwa suatu ketika Abul-Aswad adDualy menjumpai seseorang yang bukan orang arab dan baru masuk Islam membaca kasrah pada kata ‘Warasuulihi’ yang seharusnya dibaca ‘Warasuuluhu’ yang terdapat pada QS. At-Taubah (9) 3 sehingga bisa merusak makna.[27]
Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh yang berwarna merah untuk menandai Fathah, Kasrah, Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang berawalan huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal seperti ‘adzabun alim’ dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai Idgham seperti ‘ghafurrur rahim’.
Adapun yang pertama kali membuat Tanda  Titik  untuk membedakan   huruf-huruf  yang sama  karakternya (nuqathu    hart)  adalah    Nasr bin Ashim (W. 89 H)  atas  permintaan  Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah seorang gubernur    pada masa Dinasti Daulah Umayyah  (40-9 5 H). Sedangkan  yang pertama kali menggunakan tanda Fathah, Kas rah, Dhammah, Sukun, dan Tasydid seperti yang-kita kenal sekarang adalah Al-Khalil bin Ahmadal-Farahidy(W.170H) pada abad ke II H.

Kemudian  pada masa  Khalifah  Al-Makmun, para  ulama  selanjutnya berijtihad untuk semakin  mempermudah orang   untuk  membaca  dan  menghafal Al-Qur’an  khususnya  bagi orang  selain  Arab  dengan  menciptakan   tanda-tanda baca tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad.

Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca), ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah ‘ain.
Tanda-tanda  lain  yang dibubuhkan  pada tulisan Al-Qur’an adalah Tajzi’ yaitu tanda  pemisah antara  satu Juz dengan yang lainnya berupa   kata Juz   dan   diikuti dengan penomorannya   (misalnya, al-Juz-utsalisu:   untuk juz 3) dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh,setengah juz dan juz itu sendiri.
Sebelum ditemukan mesin cetak, Al-Qur’an disalin dan diperbanyak    dari  Mushaf Utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung  sampai abad ke16 M. Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan) dicetaklah Al-Qur’an untuk pertama kali di Hamburg,Jerman pada tahun 1694M.
Naskahtersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Adanya mesin   cetak ini   semakin mempermudah  umat Islam memperbanya mushaf Al-Qur’an. Mushaf Al-Qur’an yang pertama kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri adalah mushaf edisi Malay Utsman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia.[28]
Kemudian diikuti oleh percetakan lainnya, seperti di Kazan pada tahun 1828, Persia   Iran tahun 1838 dan Istambul tahun 1877. Pada tahun 1858, seorang Orientalis Jerman, Fluegel,menerbitkan Al-Qur’an yang dilengkapi dengan pedoman yang amat bermanfaat.Sayangnya, terbitan Al-Qur’an yang dikenal dengan edisi Fluegel ini ternyata mengandung cacat yang fatal karena sistem penomoran ayat tidak sesuai dengan sistem yang digunakan dalam mushaf standar. Mulai Abad ke-20, pencetakan Al-Qur’an dilakukan umat Islam sendiri. Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para Ulama untuk menghindari timbulnya kesalahan cetak.
Cetakan Al-Qur’an yang banyak dipergunakan di dunia islam dewasa ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad karena dialah yang memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qira’at Ashim riwayat Hafs dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/1925 M.
Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al-Qur’an dicetak dengan tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi turki yang terkemuka Said Nursi.[29]

G.    Kesimpulan
1.      Kata Al-Qur’an  (al-Qur’an) atau Qur’an tidak lain yang dimaksud adalah kitabullah atau kallamullah wa ta’ala  yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Secara makna dan lafadh, yang membacanya adalah ibadah. Menurut al-Syafi’i, kata al-Qur’an adalah nama asli dan tidak pernah dipungut dari kata lain. Kata tersebut khusus dipakai untuk menjadi nama firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
2.      Salah satu bukti bahwa al-Quran betul-betul wahyu Allah dan merupakan sumber ilmu pengetahuan utama adalah dengan ditemukannya banyak penemuan dibidang sains yang sebetulnya telah disebutkan dalam al-Quran, diantara penemuan-penemuan besar yang telah diterangkan dalam al-Quran adalah penemuan Einsten tentang besaran kecepatan cahaya dan teori Big Bang yang menjelaskan tentang terciptanya alam semesta.
3.      Al-Quran diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat islam, sebagaimana yang tertera dalam firmannya, “ Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya (QS, 17:9).
4.      Menurut syaikh Al-khudlari dalam bukunya, Tarikh Tasyri, masa turunnya Al-qur’an yang dimulai dari tanggal 17 Ramadhan tahun ke 41 dari kelahiran Nabi Muhammad saw hingga akhirnya turunnya ayat pada 9 dzulhijjah tahun ke 63 dari usia beliau, tidak kurang dari 22 tahun 2 bulan 22 hari, masa ini kemudian dibagi oleh para ulama menjadi dua periode yaitu periode mekkah dan periode madinah.
5.      Kodifikasi al-Quran secra garis besar terjadi dalam 3 masa, yakni: masa Rasulullah SAW, masa khalifah Abu Bakar, dan masa khalifah Ustman bin Affan.


Daftar Pustaka
Agur Haryo Sudarmojo, Menyibak rahasia Sains Bumi dalam Al-Quran, 2009, Bandung:PT Mizan Pustaka.

Athaillah. Sejarah al-Qur’an . 2010.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Azfalur Rahman, Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, 2000, Jakarta;PT Rineka Citra.
Lelya Hilda, Hubungan Peristiwa Israk Mikraj Dengan Teori Relativitas Einstein, jurnal.iaian-padangsidimpuan.ac.id (jurnal)

Mahmud,‘Abdul Halim. AL-Tafsir Al-Falsafiy fi Al-Islam. 1982. Beirut:Dar AL-Kitab Al-Lubnaniy.
Muhammadn ibn Muhammad Abu Syahbah, al-Madkhal li Dirasah al-Qur’an al-Karim. 1992. Kairo: Maktabah sunnah.
Mushaf Aisyah, 2013, Jakarta:PT. Insan Media Pustaka.

Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat.2007. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Shumbulah Umi,Kholil Akhmad, Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan Hadist. 2014. Malang: UIN-MALIKI PRESS.

Wisnu arya wardhana, Melacak Teori Einstein dalam Al-Quran, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Catatan-catatan:
1. Abstraknya terlalu panjang, seharusnya 100-200 kata. Ayat al-Qur’an tidak seharusnya masuk di sana.
2. Sebagaimana abstrak, keywords/kata-kata kunci juga ada dwi bahasa.
3. Referensi jurnal harus lengkap dengan mencantumkan nama jurnal, volume, nomor, tahun, dan halaman berapa.
4. Pendahuluan berisi pengantar untuk memahami materi, dan bukan materi itu sendiri. Tolong disesuaikan.
5. Definisi al-Qur’an harusnya ditulis secara logis, definisi secara etimologi dulu baru kemudian secara terminologi.
6. Logika penulisan makalah ini masih semerawut. Pada bagian bukti-bukti al-Qur’an sebagai wahyu Allah, perlu diperbaiki lagi supaya enak dibaca. Tulisan perlu diberikan kata-kata penyambung dan data dari referensi harusnya lebih diringkas kembali.
7. Pembahasan Sejarah Turunnya al-Qur’an apakah mempunyai relevansi dengan tulisan Anda di bawahnya?
8. Penulisan footnote banyak yang salah, jadi tolong perbaiki.
9. Tiga pengarang buku hanya ditulis nama penulis pertama lalu ditambah dkk., misalnya Umi Sumbulah dkk.
10. Penulisan daftar pustaka juga masih salah, coba lihat artikel yang menjadi patokan.
11. Kesimpulan harusnya diberikan pengantar sedikit, dan tidak boleh memakai angka 1, 2, 3 dst. Jika memang harus menggunakannya, maka memakai kata pertama, kedua, ketiga dst.
12. Jika ingin menulis sejarah al-Qur’an setelah masa sahabat Usman, sebaiknya ditulis dalam sub-bab tersendiri setelah sub-bab “Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan.”

Halaman yang banyak tetapi tidak menggunakan logika penulisan yang jelas, maka tidak akan menghantarkan pada kualitas yang baik. Makalah ini perlu dirombak agar tidak kehilangan kualitas. Semangat!!!!!!!



[1]Muhammadn ibn Muhammad Abu Syahbah, al-Madkhal li Dirasah al-Qur’an al-Karim (Kairo: Maktabah sunnah, 1992), hlm 7
[2]Shumbulah Umi,Kholil Akhmad, Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan Hadist (Malang: UIN-MALIKI PRESS,2014),hlm 5-6
[3]Athaillah, Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010) hlm 11-15
[4]Lelya Hilda, Hubungan Peristiwa Israk Mikraj Dengan Teori Relativitas Einstein, jurnal.iaian-padangsidimpuan.ac.id (jurnal)
[5]Wisnu arya wardhana, Melacak Teori Einstein dalam Al-Quran, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hlm 166
[6]Terjemahan dari mushaf, 2013, Jakarta:PT. Insan Media Pustaka
[7]Wisnu arya wardhana, Melacak Teori Einstein dalam Al-Quran, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hlm 170
[8]Wisnu arya wardhana, Melacak Teori Einstein dalam Al-Quran, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hlm 172
[9]Wisnu arya wardhana, Melacak Teori Einstein dalam Al-Quran, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hlm 175
[10]Agur Haryo Sudarmojo, Menyibak rahasia Sains Bumi dalam Al-Quran, 2009, Bandung:PT Mizan Pustaka. Hlm 10
[11] Terjemahan dari mushaf, 2013, Jakarta:PT. Insan Media Pustaka
[12] Azfalur Rahman, Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, 2000, Jakarta;PT Rineka Citra. Hlm 152
[13]Shihab, Muhammad  Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007) hlm 33-34
[14]Whitehead, science and The Modern World, hlm. 180
[15]Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007) hlm 34-35
[16]Athaillah, Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010) hlm 143-144
[17]Ibid., hlm 144
[18]Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007) hlm 35-36
[19]Ibid., hlm 36
[20]Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007) hlm 36-37

[21]Lihat ‘Abdul Halim Mahmud, AL-Tafsir Al-Falsafiy fi Al-Islam, Dar AL-Kitab Al-Lubnaniy, Beirut, 1982, hlm 73-74
[22]Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007) hlm 37
[23]Athaillah, Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010)hlm 182
[24]Athaillah, Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010) hlm 214-215
[25]Athaillah, Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010)hlm 238
[26]Athaillah, Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010) hlm: 236-241
[27]Athaillah, Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010) hlm: 241
[28]Ibid., hlm 242
[29]Ibid., hlm 24242-245

Tidak ada komentar:

Posting Komentar