Kamis, 01 Desember 2016

Penelitian Sanad dan Matan Hadis (PAI D Semester III)




PENELITIAN SANAD DAN MATAN HADIS
Siti Zakiyatul Islamiyah, Nur Indah Rahmawati
PAI D semester III
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract
   See the phenomenon that often occurs in people crowded lately, a lot of disagreement among religious groups due to different guidelines used by each of these groups. Hadith position as the second source of law after the Qur’an. In fact, also has a major influence of the survival of the muslim. Overal not have degrees shohih hadith, there are dho’if, even now rampant false hadith as a source of law. Sanad and matan criticsm need to be done to identify the truth of the hadith. Sanad and matan criticsm conducted to identify the hadith, who origins are unknown clarity of truth. These things need to be done because at the moment it is not possible to ask the problem directly to the Prophet but to refer to the hadith and sunnah to avoid mistakes guided, requires the criticsm of sanad and matan hadith, hadith to determine which ones deserve to be hujjah
Keyword: hadith, criticsm, sanad, matan
Pendahuluan
Hadis adalah perkataan, perbuatan, serta taqrir Nabi Muhammad SAW. Hadis merupakan pedoman kedua setelah AlQur’an yang merupakan dua pusaka peninggalan dari Nabi Muhammad SAW. Selain itu, hadis juga memiliki fungsi sebagai penjelas AlQur’an. Hadis bersumber dari Nabi Muhammad SAW lalu disampaikan kepada sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, sampai kepada manusia hingga sekarang ini. Walaupun terdapat dari segi penafsiran, keduanya tetap dijadikan sumber rujukan ajaran islam. Oleh karena itu, kajian kajian atau penelitian penelitian terhadap alqur’an dan hadis tidak akan pernah ada habisnya bahkan terus berjalan dan berkembang seiring dengan kebutuhan umat islam.[1]
Hadis memiliki tiga unsur pokok, yaitu sanad, matan dan perawi.[2] Penyampaian hadis dilakukan oleh banyak perowi, yang mana diantara perawi-perawi tersebut terdapat perawi yang lemah hafalannya, kurang ‘adil dan lain sebgainya. Oleh karena itu, hadis ada yang memiliki kualitas shahih, hasan dan dha’if. Suatu hadis dapat dikatakan shahih apabila memenuhi lima syarat, yaitu perawinya dhabit, ‘adil, sanadnya bersambung, tidak terdapat syadz dan tidak terdapat ‘illat. Apabila didalam hadis tersebut tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan, maka hadis tersebut masuk kedalam kriteria hadis hasan dan dhaif.[3]
Umat islam melakukan segala bentuk aktivitasnya berpedoman pada alqur’an dan hadis. Dalam ruang lingkup hadis, hadis yang digunakan diutamakan berkualitas shahih. Untuk mengetahui kualitas suatu hadis, diperlukanlah adanya penelitian kritik sanad dan kritik matan hadis.
A.     Kritik Sanad Hadis
1.   Pengertian Kritik Sanad
Sebagaimana yang diketahui, khalayak ramai menilai kata kritik memiliki konotasi negatif, karena pada umumnya kritik dikenal sebagai kegiatan yang dimaksudkan sebagai upaya memberikan kecaman yang pada akhirnya dapat melahirkan pelecehan terhadap eksisitensi hadis. Dalam terminologi ilmu hadits, istilah kritik justru bermakna kebalikan. Kritik hadis dalam ilmu hadis merupakan sebuah upaya dalam penyeleksian hadis. Untuk mengetahui keshohihan suatu hadis. Sedangkan sanad sendiri berarti serangkaian perawi yang mentransmisikan hadis dari rosulullah sampai kepada mukhorrij al hadis. Sanad sendiri memiliki dua bagian penting, yaitu nama periwayat dan lambang periwayatan yang telah digunakan masing-masing. Berdasarkan penjeleasan tersebut, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kritik sanad merupakan sebuah upaya untuk meneliti kebenaran seeluruh jajaran perawi hadis dalam suatu jalur sanad, yang mencakup beberapa aspek, diantaranya kebersambungan (muttashil), kualitas pribadi dan kapasitas perowi, serta aspek syadz dan illatnya.[4] Urgensi dari kritik sanad sendiri adalah untuk mengetahui derajat dari perowi hadis serta memberikan keyakinan kepada orang islam dalam upaya merealisasikan serangkaian ajaran agama dengan berpegang teguh pada hadis-hadis yang terbukti keshohihannya dan meninggalkan hadis-hadis yang tidak bisa diterima sebagai dasar agama..[5]
2.     Sejarah Kritik Sanad
Penelitian sanad berlangsung dari generasi ke generasi, diantaranya:
a)     Pada Masa Rosulullah
Pada masa Rosulullah kritik hadits berlangsung dengan sangat sederhana yaitu dengan cara konfirmasi secara langsung. Sahabat yang hidup semasa dengan Rosulullah akan langsung menanyakan apabila terdapat permasalahan. Dengan cara demikian sahabat secara langsung dapat mengetahui valid dan tidaknya hadis yang mereka terima itu.
b)     Era Sahabat dan Sahabat Kecil
Kritik sanad pada masa sahabat dan sahabat kecil dilakukan dengan cara lebih berhati-hati dalam  menerima dan menolak sebuah periwayatan hadits. Sebab pada masa sahabat mulai bermunculan hadis-hadis palsu, puncaknya pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, golongan syi’ah sengaja membuat-buat hadis yang isinya terkesan memuliakan khalifah Ali.
c)      Kritik hadits pada masa tabi’in dan tabi’ut tabi’in hingga pada masa kodifikasi
Pada era tabi’in dan tabi’ut tabi’in banyak terjadi manipulasi hadis, sehingga menuntut para ulama untuk lebih bersikap ekstra ketat dalam melakukan kritik hadist. Jika pada masa sebelumnya kritik hadis dilakukan oleh ulama dalam suatu lingkup tertentu, maka pada era ini, kritik hadis dilakukan tidak hanya dalam satu lingkup saja, melainkan harus melalui rihlah ke berbagai pelosok daerah.
3.     Metode Kritik Sanad
Ulamahadissependapatbahwaadaduahal yang harusditelitipadadiripribadiperiwayathadis, yaknikeadilandankedabitan.Keadilanberhubungandengankualitaspribadi, sedangkankedabitanberhubungandengankapasitasintelektual.Apabilakeduahalitudimilikiolehperiwayathadis, makaperiwayattersebutdinyatakansebagaibersifattsiqqah,tsiqqahmerupakangabungandarisifatadildandabit yang dimiliki perowi.[6]
1) Menelitikualitaspribadiperiwayat (adil)
seorangperiwayathadisharuslahmemilikisifatadil. Kata adilberasaldaribahasaarab:adl. Arti kata terebutsecarabahasaadalahpertengahan, lurus, ataucondongterhadapkebenaran.Dalammemberikanpengertianistilahadil yang berlakudalamilmuhadis, ulamaberbedapendapat.Keempatbutirsebagai criteria periwayathadistersebutialah:[7]
a. beragamaislam
beragamaislammenjadisalahsatu criteria keadilanperiwayatapabilaperiwayat yang bersangkutanmelakukankegiatanmenyampaikanriwayathadis. Untukkegiatanmenerimahadis, criteria tersebuttidakberlaku.
b. mukallaf
mukallafyakniballighdanberakalsehat, merupakansalahsatu criteria yang harusdipenuhiolehseorangperiwayattatkaladiamenyampaikanriwayat. Untukkegiatanpenyampaianriwayat, periwayattersebutdapatsajamasihbelummukallaf, asalkansajadiatelahmumayyiz, yang artinyadapatmemahamimaksudpembicaraandandapatmembedakanantarasesuatudengansesuatu yang lain.
c. melaksanakanketentuan agama
melaksanakanketentuan agama dalamartianteguhdalam agama, tidakberbuatdosabesar, tidakberbuatbidah, tidakberbuatmaksiat, sertaharusberakhlaqmulia.
d. memeliharamuru’ah
muru’ahartinyakesopananpribadi yang membawapemeliharaandirimanusia pada tegaknyakebiasaan moral dankebiasaan-kebiasaan. Hal itudapatdiketahuimelaluiadatistiadat yang berlakudimasing-masingtempat.
2) Menelitikapasitasintelektualperiwayat (dabit)
Artiharfiahdabityakni: yang kokoh, yang kuat, yang tepatdan yang hafaldengansempurna. Adapunmuhadisinmerumuskan, bahwasannyadabitadalah:
(a). hafaldengansempurnahadis yang diterimanya
(b) mampumenyampaikandenganbaikhadis yang dihafalnyakepada orang lain
(c)mampumemahamidenganbaikhadis yang dihafalnyaitu.
MenurutIbnHajar al Asqolani, ada 5 hal yang merusakkedabitanseorangperawi, diantaranya:[8]
(a) dalammeriwayatkanhadis, lebihbanyaksalahnyadaripadabenarnya
(b) lebihmenonjolsifatlupanyadaripadahafalnya
(c) riwayat yang disampakanjugakerasmengandungkekeliruan
(d) riwayatnyabertentangandenganriwayat yang disampakanoleh orang-orang yang tsiqqah
(e) jelekhafalannya, walaupunadajugasebagianriwayatnyaitu yang benar.
Dalamhalini, untukmengetahuiseorangperiwayatmemilikisifatadildandabitatautidak, diperlukanseperangkatilmu yang disebutdenganilmujarhwata’dil yang didefinisikanoleh Muhammad Ajjaj al Khatibsebagaiilmu yang membahaskeadaanparaperawihadisdarisegiditerimaatauditolaknyaperiwayatanmereka.
3) Meneliti Persambungan Sanad (ke-muttasil-an)
Dalam meneliti ke-muttasil-an sanad, ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu:[9]
(a) Lambang-lambang metode periwayatan
Lambang-lambang atau lafal yang digunakan dalam periwayatan hadis ialah bermacam-macam, misalnya sami’tu, sami’na, haddasani, haddasana, dianggap memiliki tingkat akurasi yang tinggi karena adanya relasi langsung antara periwayat.
(b) Hubungan periwayat dengan metode periwayatannya
Untuk mengetahui bersambung atau tidak bersambungnya suatu sanad, maka hubungan antara periwayat dan metode periwayatan yang digunakan juga perlu diteliti. Karena tadlis masih mungkin terjadi pada sanad yang dikemukakan oleh periwayat yang siqah, maka ke-siqah-an periwayat dalam menggunakan lambang metode periwayatan perlu diakukan dengan cermat.
4)    Meneliti Syuzuz
Pendapat sebagian besar ulama hadis mengatakan, syuzuz didefinisikan kedalam tiga bagian:[10]
(1) hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang siqqah tetapi riwayatnya bertentangan dengan dengan riwayat lain yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang siqah juga. Pendapat ini dikemukakan oleh imam syafi’i.
(2) hadis yang diriwaytkan oleh perawi yang siqqah tetapi orang-orang siqqah yang lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Pendapat ini dikemukkan oleh Hakim al Naisaburi.
(3) hadis yang sanadnya hanya satu buah saja, baik periwayatnya bersifat siqqah maupun tidak siqah. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Ya’la alKhalili.
5)Meneliti Illat
Illat menurut etimologi berarti penyakit, menurut terminologi illat berarti sebab-sebab tersembunyi yang menyebabkan rusaknya keshahihan hadis yang secara lahir tampak shahih.[11] Klasifikasi as suyuthi mengenai illat:[12]
1)     Sanad tersebut secara lahir tampak shohih, namun ternyata didalamnya terdapat seorang perawi yang belum mendengar langsung hadis dari gurunya. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh Musa ibn Uqbah dari suhail ibn Abi Sholih dari ayahnya Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda:
لااله إلا أنت أستغفرك سبحانك اللهم وبحمدك وأتوب إليك، الا غفرله ما كان فى مجلسه ذلك
AlBukhori mengomentari hadits tersebut sebagai hadits yang cacat, karena Musa bin Uqbah tidak mendengar sendiri haditsnya tersebut dari Suhail. Sanadnya terputus antara Musa dan Suhail.
2)     Sanad hadis tersebut mursal dari seorang rowi yang tsiqqah dan hafidz, padahal secara lahir nampak shohih. Contoh hadis yang diriwayatkan oleh Qubaish ibn Uqbah dari Sufyan dari Khalid al hadza dan Ashim dari Abu Qilabah dari Annas yang diriwayatkan secara marfu’:
ارهمامتى ابو بكر واشدهم في دين الله عمر واصدقهم حيأعثمان واقرؤهم ابي بن كعب واعملهم بالحلال والحرام ومعاذ بن جبل وان لكل امة امينا وان امين هذاالامة ابو عبيدة
3)     Hadits tersebut mahfudzh dari sahabat, dimana sahabat ini meriwayatkan dari sahabat lain yang berlainan negeri. Seperti hadis yang diriwayatkan oleh ulama madinah dari ulama kuffah. Sebagai contoh adalah hadis yang diriwayatkan oleh Musa Ibn Uqbah dari Abu Ishak dari Abu Burdah dari ayahnya secara marfu’:
اني لاستغفرالله واتوب اليه في اليوم مائة مرة
Al Hakim menyatakan, jika orang madinah meriwayatkan hadis dari ulama kufah, maka hadisnya dihukumi terbuang. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan negeri itu sangat memungkinkan tidak adanya pertemuan secara langsung diantara mereka.

Penelitian sanad secara prosedural bisa dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:[13]
a)     Melakukan takhrij hadits berdasarkan penggalan lafadz hadits. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kitab kamus hadits, seperti al mu’jam al mufahras li al fadz al hadis an nabawi untuk penelusuran berdasarkan penggalan lafadz hadis. Untuk penelusuran berdasarkan topik hadis dapat menggunakan kitab kamus hadis yaitu miftah kunuz al sunnah.
b)     Menelusuri letak hadis pada kutubu tis’ah berdasarkan infomasi yang telah diperoleh
c)      Menulis hadis lengkap dengan sand, matan, dan perowinya
d)     Menyusun silsilah sanad dan rowi hadis
e)     Meneliti kebersambungan sanad hadis berdasrakna biografi perowi
f)       Meneliti keadilan dan kedhabitan perawi berdasarkan nilai al jarhu wa al ta’dil
g)     Mengambil kesimpulan sementara tentang nilai hadis
B. KritikMatanHadits
1.     Pengertian Kritik Matan
Kritik matan sering juga disebut kritik intern (al-naqd al-dakhili). Kritik matan dilakukan untuk mengetahui apakah hadis tersebut mengandung berupa syadz atau illat. Kritik matan hadis ini di pahami sebagai upaya untuk menguji keabsahan matan hadis, yang dilakukan untuk memisahkan antara matan hadis yang shahih dan yang tidak shahih. Oleh karena itu, kritik hadis itu tidak bermaksud untuk mencari kelemahan sabda Rasulullah, namun mengarah pada telaah redaksi dan makna guna menetapkan keabsahan hadis.[14]
2.     Sejarah kritik matan
Penelitian matan dalam setiap generasi yang dimulai dari masa Rasulullah SAW hingga masa ulama yakni sebagai berikut:[15]
a.       Kritik matan hadis masa Rasulullah saw
Ketika Rasulullah masih, kritik matan berjalan dengan baik dan dalam bentuk sederhana. Tujuan yang ingin dicapai adalah menguji kebenaran berita yang disandarkan kepada Rasulullah saw. Adapun bentuknya adalah (1) konfirmasi; (2) klarifikasi (tabayun); dan (3) kesaksian (testimony) membuktikan atas sesuatu yang telah diperbuat oelh Rasulullah SAW.
b.      Kritik matan masa sahabat
Setelah Nabi Muhammad saw wafat, maka kemungkinan untuk melakukan cek hadis sudah tidak mungkin lagi. Musfir Azmillah al-Damani menyebutkan tiga pilar utama cara sahabat menilai suatu matan hadis, yaitu tidak bertentangan dengan al-Qur’an, tidak bertentangan dengan hadis lain dengan cara membandingkan dengan riwayat lain, melalui ijtihad dengan penalaran nalar sehat.
c.       Kritik matan masa Tabi’in
Pada masa ini, penelitian matan hadis telah berkembang. Para tabi’in menggunakan cara mu’aradhah untuk meneliti matan hadis. Cara ini sangat efektif untuk menyamakan konsep yang yang menjadi muatan suatu matan hadis agar tetap terpelihara kebenarannya. Selain itu, menggunakan media al-Qur’an dan pendekatan historis dalam artian penyamaan dengan sejarahnya.
d.      Kritik matan hadis masa ulama hadis
Ulama hadis telah mempermudah upaya penelitian hadis. Secara singkat, berbagai pendapat ulama dapat diringkas dalam prinsip pokok yang dipegangi jumhur ulama, yaitu:
1.      Tidak bertentangan dengan al-Qur’an
2.      Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir yang statusnya lebih kuat atau sunnah yang lebih masyhur atau hadis ahad
3.      Tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam
4.      Tidak bertentangan dengan sunnatullah
5.      Tidak bertentangan dengan fakta sejarah Rasulullah saw.
6.     Tidak bertentangan dengan indera, akal, kebenaran ilmiah atau sangat sulit diinterpretasikan secara rasional.
3.     Tata cara dan metode kritik matan
Sebagaimana yang telah diketahui, hadis shahih adalah hadis yang memenuhi 5 syarat, yaitu sanadnya bersambung, perawinya bersifat ‘adil, perawinya dhabit, tidak terdapat syadz dan tidak terdapat illat. Ketiga syarat pertama khusus untuk kriteria sanad, sedangkan kriteria matan terdapat dua syarat, yaitu tidak terdapat syadz dan tidak terdapat illat. Penelitian aspek syadz dan illat yang ada pada matan hadis lebih sulit dibandingkan dengan penelitian aspek syadz dan illat yang ada pada sanad hadis. Dinyatakan seperti itu dikarenakan belum ada kitab yang khusus membahas matan hadis yang mengandung syadz dan illat. Sedangkan kitab yang membahas illat hanya membahas illat yang ada pada sanad hadis saja. Para ulama menetapkan berbagai syarat untuk melakukan penelitian matan hadis. Menurut al-Khatib, seseorang boleh melakukan penelitian matan hadis apabila ia telah memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang agama Islam, telah belajar hadis yang cukup, dan memiliki akal yang cerdas sehingga mampu memahami hadis secara benar, serta memiliki wawasan ilmu yang tinggi. Penelitian matan hadis ini mengacu pada terhindar dari syadz dan illat.
a.      Terhindar dari syadz
Syadz pada matan hadis diartikan sebagai adanya pertentangan atau ketidak sejalanan riwayat seorang perawi dengan seorang perawi yang lebih kuat hafalannya dan ingatannya.[16] Pertentangan dan ketidak sejalanan tersebut dalam hal penukilan hadis, sehingga terjadi penambahan, pengurangan, perubahan tempat (maqlub) dan berbagai bentuk kelemahan dan cacat lainnya. Beberpa contoh mengenai syadz diantaranya :
1)     Sisipan teks hadis (al-idraj fil matn)
Mudraj matn dipahami sebagai ucapan sebagian perawi dari kalangan sahabat atau generasi sesudahnya, dimana ucapan tersebut kemudian disambungkan dengan matan hadis yang asli, sehingga sulit membedakan antara matan yang asli dengan matan yang telah tersisipi dengan ucapan selain hadis. Penyisipan pada matan bisa terjadi di akhir, ditengah atau diawal matan.[17]
Contoh :
حدثني ابو الطاهر احمد بن عمرو بن عبد الله بن عمرو بن سرح اخبرنا ابن وهب قال اخبرني يونس عن ابن شهاب قال حدثني عروة بن الزبير ان عائشة زوج النبي صلى الله عليه و سلم اخبرته انها قالت كان اول ما بدئ به رسول الله صلى الله عليه و سلم من الوحي الرؤيا الصادقة في النوم فكان لا يرى رؤيا الا جائت مثل فلق الصبح ثم حبب اليه الخلاء فكان يخلو بغار حراء يتحنث فيه وهو التعبد الليالي اولات العدد قبل ان يرجع الي اهله. مسلم 
Lafad yang disisipkan dalam matan hadis tersebut adalah wa huwa al ta’abbud yang aslinya adalah ungkapan dan tafsiran pada lafad yatahannath menurut al zuhri. Dengan demikian telah ada idraj yaitu adanya cacat pada matan hadis.
2)     Memiliki kualitas sama dan tidak bisa diunggulkan salah satunya (idhtirab fi al-matn)[18]
Mudtarib dapat dipahami sebagai hadis yang diriwayatkan dari seorang perowi atau lebih dengan beberapa redaksi yang berbeda dengan kualitas yang sama. Hal ini sering terjadi pada sanad dan jarang terjadi pada matan. Contoh :
حدثنا محمد بن عبد الرحيم حدثنا معاوية بن عمر وحدثنا زائدة عن الأعمش عن مسلم البطيني عن سعيد بن جبير عن ابن عباس رضي الله عنهما قال جاء رجل الي النبي صلي الله عليه و سلم فقال يا رسول الله ان امتي ماتت وعليها صوم شهر افأقضيه عنها قال نعم قال فدين الله احق ان يقضي . مسلم
Hadis ini dinyatakan telah terjadi idhtirab oleh al A’mas. Menurut nya telah terdapat sekelompok perawi yang mentransmisikan hadis ini dari jalur sanad Ibn Abbas dengan redaksi sebagai berikut :
عن ابن عباس قالت امرأة للنبي صلي الله عليه وسلم ان اختي ما تت وعليها صيام
Namun, diantara sebagian perawinya mentransmisikan hadis ini dari Ibnu Abbas dengan redaksi :
عن ابن عباس قالت امرأة للنبي صلي الله عليه و سلم ان امي ماتت و عليها صوم نذر
Dari kedua hadis tersebut, dapat dipahami bahwa mudhtarib terletak pada adanya perbedaan ungkapan ummi dan ukhti, sementara kedua hadis tersebut memiliki kualitas yang sama dan tidak dapat di unggulkan salah satunya.
3)     Kesalahan ejaan (al-tashhif wa al tahrif fil matn)
Tashhif adalah kesalahan yang terjadi pada syakalnya, sedangkan tahrif adalah kesalahan yang terjadi pada letak hurufnya.[19] Contoh hadis yang mengalami tashhif adalah :
من صام رمضان و اتبعه شيئا من شوّال فكانما صام الدهر كله
Sedangkan hadis yang shahih adalah :
حدثنا احمد بن منيع حدثنا ابو معاوية حدثنا سعد بن سعيد عن عمر بن ثابت عن ابي ايّوب قال قال النبيّ صلي الله عليه وسلم من صام رمضان ثم اتبعه يتا من شوّال فذلك صيام الدهر. الترمذي
Tashif terjadi pada matan hadis tersebut adalah lafadz sittan menjadi syai’an yang dilakukan oleh abu bakar as shauli. Adapun contoh hadis yang mengalami tahrif adalah:
رمى اُبَيْ يوم الاحزاب علي اكحله فكواه رسول الله صلي الله عليه وسلم
Kalimat ubay pada hadis tersebut mengalami tahrif menjadi kalimat abiy sehingga redaksi matan nya adalah :
رمى ابِيْ يوم الاحزاب علي اكحله فكواه رسول الله صلي الله عليه وسلم

a.      Terhindar dari illat
Illat pada matan adalah suatu sebab yang tersembunyi yang terdapat pada matan hadis yang secara lahir tamapak berkualitas shahih. Sebab tersembunyi dapat berupa masuknya redaksi hadis lain terhadap hadis teretentu atau redaksi yang dimaksud bukan lafad yang menunjukkan hadis rasulullah sehingga akhirnya matan tersebut sering menyalahi nash yang lebih kuat.[20]
Menurut As Salafi kriteria dan cara untuk mengetahui illat pada matan adalah :
1.      Mengumpulkan hadis yang semakna dan membandingkan sanad dan matannya sehingga diketahui illat yang ada didalamnya.
2.      Jika seorang perawi riwatnya bertentangan dengan yang lebih tsiqah darinya maka perawi tersebut dinilai ma’lul.
3.      Melalui penyeleksian seorang syaikh bahwa dia tidak pernah menerima hadis yang meriwayatkannya, atau dengan kata lain hadis yang diriwayatkannya itu sebenarnya tidak pernah sampai kepadanya.
4.      Seorang perowi tidak pernah mendengar (hadis) dari gurunya secara langsung.
5.       Hadis tersebut bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perowi yang siqqah
6.      Adanya keraguan bahwa tema hadis tersebut berasal dari Rosulullah
7.      Hadis yang telah dikenal oleh sekelompok orang, kemudian datang seorang perowi yang haditsnya menyalahi hadits yang telah mereka kenal, maka hadis yang dikemukakan itu disebut hadis yang memiliki cacat.
Melihat dari kriteria tersebut, menyatakan bahwa penelitian terhadap illat pada matan hadis itu sangat sulit dilakukan kecuali oleh peneliti yang benar benar terlatih melakukan penelitian hadis. 
Tahapan tahapan dalam penelitian matan adalah sebagai berikut:
a)     Membandingkan hadis dengan ayat alqur’an yang sesuai
b)     Membandingkan hadis yang diteliti dengan hadis yang lain yang shohih atau yang lebih shohih
c)      Membandingkan hadis dengan fakta sejarah
d)     Membandingkan hadis dengan perkembangan ilmu pengetahuan
e)     Mengambil kesimpulan sementara mengenai nilai matan hadis
Adapunkitab-kitab yang dapatdigunakansebagaiacuandalampenelitianmatanadalahsebagai berikut: [21]
a.       Kitab-kitab syarh hadis dan Tafsir al-Qur’an
b.       Kitab-kitab yang membahas gharib al hadis, asbab al-wurud, mukhtalif  al hadis, fiqh al-hadis, dan mustalah al-hadis
c.       Kitab sejarah Nabi Muhammad saw dan sejarah Islam
d.       Kitab-kitab ilmu kalam
Kesimpulan yang di perolehdaripenelitianhadisadalahhadistersebutmaqbul (diterima) ataumardud(ditolak).[22]
DAFTAR RUJUKAN
Rosidin, Mukarom Faisal, 2013, Menelaah Hadis 1, Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Suryadilaga, Muhammad Alfatih, 2009, Metodologi Penelitian Hadis, Yogyakarta: TH-Press
Suparta, Munzier, 2002, Ilmu Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Abdurrahman, Muhammad, 2011, Metode Kritik Hadits, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sumbulalah, Umi, 2008, Kritik Hadis, Malang: UIN-Malang Press

KESIMPULAN
Kritik sanad merupakan sebuah upaya untuk meneliti kebenaran seeluruh jajaran perawi hadis dalam suatu jalur sanad, yang mencakup beberapa aspek, diantaranya kebersambungan (muttashil), kualitas pribadi dan kapasitas perowi, serta aspek syadz dan illatnya. Adapunurgensi kritik sanad ini adalah untuk mengetahui derajat dari perowi hadis srta memberikan keyakinan kepada orang islam dalam upaya merealisasikan serangkaian ajaran agama dengan berpegang teguh pada hadis-hadis yang terbukti keshohihannya dan meninggalkan hadis-hadis yang tidak bisa diterima sebagai dasar agama. Sedangkan kritik matan sendiri dapat dipahami sebagai upaya untuk menguji keabsahan matan hadis, yang dilakukan untuk memisahkan antara matan hadis yang shahih dan yang tidak shahih. Oleh karena itu, kritik hadis itu tidak bermaksud untuk mencari kelemahan sabda Rasulullah, namun mengarah pada telaah redaksi dan makna guna menetapkan keabsahan hadis.
            Perkembangan kritik sanad dan matan dari generasi ke generasi jelas sangat berbeda, memiliki metode masing-masing sejak zaman rasulullah hingga masa kodifikasi. Semakin berkembanganya zaman, semakin ketat pula penelitian yang dilakukan untuk menentukan keabsahan hadis yang layak dijadikan hujjah. Ulama muhaditsin mengungkapkan beberapa metode dan tata cara untuk melakukan kritik sanad dan matan, yang keseluruhannya dapat ditarik kesimpulan bahwa hadis dapat dikategorikan shahih apabila baik sanad maupun matannya  terhindar dari kecacatan.

Revisi:
1.      Berilah contoh sebuah hadis yang kemudian diteliti hadisnya dari aspek sanad.
2.      Kesimpulan sebelum daftar pustaka.
3.      Dalam beberapa tulisan yang butuh perujukan, tolong dicantumkan.



[1]Muhammad Al Fatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis, (Yogyakarta: TH-Press, 2009). Hlm. 1
[2]Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002).hlm. 45
[3]M. Abdurrahman, Metode Kritik Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011).hlm. 14-15
[4]Umi Sumbulalah, Kritik Hadis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008). Hlm. 27
[5]Ibid, 28
[6]Muhammad al fatih suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis, (Yogyakarta: TH-Press, 2009).hlm. 102
[7]Mukarom Faisal Rosidin, Menelaah Hadis 1, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka mandiri, 2013).hlm. 48
[8]Ibid,108
[9]Ibid, 113
[10]Ibid, 115
[11]Ibid, 116
[12]Ibid, 116
[13]Umi Sumbulalah, Kritik Hadis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008). Hlm. 78
[14]Umi Sumbulalah, Kritik Hadis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008). Hlm. 93
[15]Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelititan Hadis, (Yogyakarta: TH-Press, 2009).hlm. 144-146
[16]Ibid, 102
[17]Umi Sumbulalah, Kritik Hadis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008). Hlm. 104
[18]Ibid, 104
[19]Umi Sumbulalah, Kritik Hadis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008). Hlm. 108
[20]Ibid, 108
[21]Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelititan Hadis, (Yogyakarta: TH-Press, 2009).hlm. 150
[22]Ibid, 150

Tidak ada komentar:

Posting Komentar