Rabu, 23 November 2016

Takhrij al-Hadits (PAI D Semester III)





Takhrij al-Hadits

Laili Sa’idah ‘ulya, M. Luthfi Efendi, dan Dzulfikar Maulana Dz
PAI D UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstract:Takhrij al-Hadith is a first step a hadith research activities. Hadith is the second source of Islamic law after the Qur'an or the sayings, deeds, and Taqrir Prophet Muhammad. in this activity we can know whether a hadith that we received and the charity is an sahih hadith, hasan or daif. Etymologically, the word comes from the word kharraja Takhrij, which means al-zuhur  (seemed) and al-buruz (obviously). Takhrij also bias means al-istinbat (issued), al-tadrib (researching) and al-taujih (explain). whereas according to the terms is the search for sanad hadith that there may be the book. This kind of effort is also called istikhraj.

Keywoards: benefits, methods, books of hadits

A.     Pengertian Takkhrij al-Hadits
Secara etimologis, kata takhrij berasal dari kata kharraja, yang berarti al-zuhur (tampak) dan al-buruz (jelas).Takhrij juga bias berarti al-istinbat (mengeluarkan), al-tadrib (meneliti) dan al-taujih (menerangkan).
Adapun secaara terminologis, takhrij adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber-sumber aslinya, di mana hadits tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan.[1]
Tkahrij, menurut istilah ahli hadits, mempunyai pengertian:
1.      Mengemukakan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan periwayatnya dengan sanad lengkap serta dengan penyebutan metode yang mereka tempuh. Inilah yagn dilakukan para penghimpun dan penyusun kitab hadits, seperti al-Bukhari yang menghimpun kitab hadits Sahih al-Bukhari.[2]
2.      Ulama Hadits mengmukakan berbagai hadits yang telah dikemukakan oleh para guru hadits atau berbagai kitab yang sunannya dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri atau para gurunya atau temannya atau orang lain dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab ataupun karya yang dijadikan sumber acuan. Kegiatan ini seperti dilakukan oleh Imam Baihaqi yang banyak mengambil hadits dari kitab al-Sunan karya Abu al- Hasan al-Basri al-Safar, lalu Baihaqi mengemukakan sanadnya sendiri.[3]
3.      Menunjukkan asal-usul hadits dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadits yang disusun mukharrij-nya langsung. Kegiatan takhrij seperti ini sebagaimana dilakukan oleh para penghimpun hadits dari kitab-kitab hadits, misalnya Ibn Hajar al-Asqalani yang menyusun kitab Bulughul Maram.[4]
4.      Mengemukakan hadits berdasarkan kitab tertentu dengan disertakan metode periwayatan dan sanadnya serta penjelasan keadaan para periwayatnya serta kualitas haditsnya. Pengertian semacam ini sebagaimana dilakukan oleh Zain al-Din al-Rahman ibn Husain al-Iraqi terhadap hadits-hadits yang dimuat dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din karya al-Gazali, dengan judul bukunya Ikhbar al-Ihya bi Akhbar al-Ihya.[5]
5.      Mengemukakan letak asal suatu hadits dari sumbernya yang asli, yakni berbagai sumber kitab hadits dengan dikemukakan sanadnya secara lengkap untuk kemudian dilakukan penelitian terhadap kualitas hadits yang bersangkutan. Pengertian takhrij semacam ini seperti kegiatan penelitian terhadap satu hadits tertentu atau satu tema tertentu ataupun dalam kitab tertentu.[6]
Dengan demikian pengertian yang paling tepat dan sesuai dalam kaitannya dengan penelitian hadits untuk konteks saat ini adalah pengertian yang kelima. Dengan kata lain, tujuan dari melakukan takhrij hadits sendiri adalah menunjukkan sumber hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits tersebut.
B.     Manfaat Takhrij Hadits
Adapun manfaat dari kegiatan takhrij hadits sangat banyak, di antaranya:
1.      Memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal di mana suatu hadis berada beserta ulama yang meriwayatkannya.
2.      Dapat menambah perbendaharaan sanad hadis melalui kitab-kitab yang dirujuknya. semakin banyak kitab asal yang memuat suatu hadis, semakin banyak pula perbendaharaan sanad yang kita miliki.
3.      Dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan riwayat-riwayat hadis yang banyak itu, maka dapat diketahui apakah riwayat tersebut munqati, mudal, dan lain-lain. Demikian pula dapat diketahui apakah status riwayat tersebut sahih, hasan atau dhaif.
4.      Dapat memperjelas kualitas suatu hadis dengan banyaknya riwayat. Suatu hadis yang dhaifkadang diperoleh melalui satu riwayat, namun takhrij memungkinkan akan menemukan riwayat lain yang sahih. Hadis yang sahih tersebut akan mengangkat kualitas hadis yang dhaif tersebut ke derajat yang lebih tinggi.
5.      Dapat diketahui pendapat para ulama seputar kualitas hadis.
6.      Dapat memerjelas periwayat hadis yang samar. Dengan adanya takhrij kemungkinan dapat diketahui nama periwayat yang sebenarnya secara lengkap.
7.      Dapat memperjelas periwayat hadis yang tidak diketahui namanya, yaitu melalui perbandingan di antara sanad yang ada.
8.      Dapat menafikan pemakaian lambang periwayatan “an” dalam periwayatan hadis oleh seorang mudallis.
9.      Dapat menghikangkan kemungkinan terjadinya pencampuran riwayat.
10.  Dapat menjelaskan nama periwayat yang sebenarnya.
11.  Dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad.
12.  Dapat memperjelas arti kalimat asing yang terdapat dalam satu sanad.
13.  Dapat menghilangkan unsur syadz.
14.  Dapat membedakan hadis yang mudraj.
15.  Dapat menghilangkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dilakukan oleh periwayat.
16.  Dapat membedakan antara periwayatan secara lafal dengan periwayatan secara makna.
17.  Dapat menjelaskan waktu dan tempat turunnya hadis, dan lain-lain.
Dengan demikian, melalui kegiatan takhrij hadits, peneliti dapat mengumpul- kan berbagai sanad dari sebuah hadis dan juga dapat mengumpulkan berbagai redaksi dari sebuah matn hadis.
C.      Metode Takhrij Hasdits
Secara garis besar ada dua cara dalam rangka melakukan takhrij hadits, yaitu pertama, takhrij hadits dengan cara konvensional. Maksudnya adalah melakukan takhrij hadits dengan menggunakan kitab-kitab hadis atau kitab-kitab kamus.Kedua, takhrij hadits dengan menggunakan perangkat komputer melalui program komputer/software.[7]
1.     Cara melakukan takhrij hadits secara konvensional
Sebelum seseorang melakukan takhrij suatu hadits, terlebih dahulu ia harus mengetahui metode atau langkah-langkah dalam takhrij sehingga akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dan tidak ada hambatan. Pertama yang perlu dimaklumi adalah bahwa teknik pembukuan buku-buku hadis yang telah dilakukan para ulama dahulu memang beragam dan banyak sekali macam-macamnya. Di antaranya ada yang secara tematik, pengelompokkan hadis didasarkan pada tema-tema tertentu seperti kitab  al-Jami ash-Shahih li al-Bukhari dan Sunan Abu Dawud. Semua itu dilakukan oleh para ulama dalam rangka memudahkan umat Islam untuk mengkajinya sesuai dengan kondisi yang ada.
Karena banyaknya teknik dalam pengkidifikasian buku hadis, maka sangat diperlukan beberapa metode yang sesuai dengan teknik buku hadis yang ingin diteliti. Paling tidak ada 5 metode takhrij dalam arti penelusuran hadis dari sumber buku hadis yaitu takhrij dengan kata (bi al-lafzhi), takhrij dengan tema (bi al-maudlu’), takhrij  dengan permulana matan (bi awwali al-matan), takhrij melalui sanad pertama (bi ar-rawi al-a’la), dan takhrij dengan sifat (bi ash-shifat).[8]
Dari kelima metode atau cara tersebut yang paling sering digunakan karena dianggap paling praktis (populer) dalam melakukan kegiatan takhrijadalah metode dengan kata (bi al-lafzhi). Alat atau kitab yang dipakai adalah al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Ahadits al-Nabawiyah oleh A.J. Wensinck, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad “abd al-Baqi.Kitab ini disusun dengan merujuk kepada Sembilan kitab hadis induk atau sering disebut dengan Kitab al-Tis’ah. Yaitu al-Jami’ al-Shahih karya al-Bukhari, al-Jami’ al-Shahih karya Muslim, Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud, Sunan al-Turmudzi karya al-Turmudzi, Sunan al-Nasa’i karya al-Nasa’i, Sunan Ibn Majahkarya Ibn Majah, Musnad Ahmadkarya Ahmad ibn Hanbal, al-Muwaththa’ karya Imam Malik, dan Sunan al-Darimi karya al-Darimi.[9]
Maksud takhrij dengan kata/lafal matan adalah takhrij dengan kata benda (kalimah isim) atau kata kerja (kalimah fi’il) bukan kata sambung (kalimah huruf) dalam bahasa Arab yang mempunyai asal akar kata 3 huruf. Kata itu diambil dari salah satu bagian dari teks hadis yang mana saja baik dari permulaan, pertengahan, dan atau akhiran selain kata sambung/kalimah huruf, kemudian dicari akar kata asal dalam bahasa Arab yang hanya tiga huruf yang disebut dengan fi’il tsulatsi. Jika kata dalam teks hadis yang dicari kata: مُسْلِمٌmisalnya, maka harus dicari asal akar katanya yaitu dari kata: سَلِمَ setelah itu baru membuka kamus babس bukan bab م.[10]
Kamus yang digunakan mencari hadis adalah al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Ahadits al-Nabawiyah. Kamus ini terdiri dari 8 jilid, disusun oleh tim orientalis di antaranya adalah Arnold John Wensinck (w. 1939 M) seorang Profesor bahasa-bahasa Semit termasuk bahas Arab di Leiden Belanda. Tim telah berhasil menyusun urutan berbagai lafal dan penggalan matan hadis, serta mensistematisasikannya dengan baik berkat kerja sama dengan Muhammad Fuad Abdul Baqi.Untuk kegiatan takhrij dalam arti kegiatan penelusuran hadis dapat diketahui melalui periwayatan dalam kitab-kitab yang ditunjukkan. Lafal-lafal hadis yang dimuat dalam kitab al-Mu’jam ini bereferensi pada kitab induk hadis sebanyak 9 kitab yaitu sebagai berikut:
a.       Shahih al-Bukhari dengan diberi lambang: خ
b.      Shahih Muslim dengan lamaing:م
c.       Sunan Abu Dawud dengan lambang: د
d.      Sunan at-Tirmidzi dengan lambang: ت
e.       Sunan an-Nasa’i dengan lambang:ن
f.        Sunan ibn Majah dengan lambang: جه
g.       Sunan ad-Darimi dengan lambang:دي
h.      Al-Muwaththa’ Malik dengan lambang:ط
i.         Musnad Ahmad dengan lambang: حم [11]
Contoh hadits yang ingin di-takhrij adalah:
لَا تَدْخُلُوْنَالجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا وَلَا تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا
Pada penggalan teks di atas dapat ditelusuri melalui kata-kata yang digaris bawahi. Andaikata dari kata  تَحَابُّوْا dapat dilihat bab حdalam kitab al-Mu’jam karena kata itu berasal dari kata حَبَّبَ. Setelah ditelusuri kata tersebut dapat ditemukan di al-Mu’jam juz 1 halaman 408 dengan bunyi:
م إيمان ۹۳, د أدب ۱۳۱, ت صفة القيامة ٥٤, استئذان ۱, جه مقدمة ۹, أدب ۱۱, حم ۱, ۱٦٥.
Maksud ungkapan di atas adalah:
a.       م إيمان ۹۳ = Shahih Muslim kitab Iman nomor urut hadis 93.
b.      ۱۳۱د أدب = Sunan Abu Dawud kitab al-Adab nomor urut bab 131.
c.       ت صفة القيامة ٥٤, استئذان ۱ = Sunan at-Tirmidzi kitab Sifah al-Qiyamah nomor urut bab 54 dan kitab Isti’dzan nomor urut bab 1.
d.      جه مقدمة ۹, أدب ۱۱ = Sunan Ibnu Majah kitab Mukaddimah nomor urut bab 9 dan kitab al-Adab nomor urut bab 11.
e.       حم ۱, ۱٦٥ = Musnad Imam Ahmad bin Hanbal juz 1 hal.165.
Pengertian nomor-nomor dalam al-Mu’jam secara ringkas dapat dikemuka-kan sebagai berikut.
a.       Semua angka sesudah nama-nama kitab atau bab pada Shahih al-Bukhari, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’I, Sunan Ibnu Majah dan Sunan ad-Darimi menunjukkan angka bab bukan angka hadis.
b.      Semua angka sesudah nama-nama kitab atau bab pada Shahih Muslim dan Muwaththa’ Malik menunjukkan angka urut hadis bukan angka bab.
c.       Dua angka yang ada pada kitab Musnad Ahmad angka yang lebih besar menunjukkan angka juz kitab dan angka sesudahnya atau angka yang biasa menunjukkan halaman. Hadis Musnad Ahmad yang berada di dalam kotak bukan yang di pinggir atau di luar kotak.
Al-Mu’jam hanya menunjukkan tempat hadis tersebut dalam berbagai kitab hadis sebagaimana di atas.Maka tugas peneliti berikutnya menelusuri Hadis tersebut ke dalam berbagai kitab hadis sesuai dengan petunjuk al-Mu’jam untuk dihimpun dan dianalisis perbandingan.
Metode Takhrij dengan lafal ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihannya adalah hadis dapat dicari melalui kata mana saja yang diingat peneliti tidak harus dihapal seluruhnya dan dalam waktu relative singkat seorang peneliti akan menemukan hadis yang dicari dalam beberapa kitab hadis. Sedangkan di antara kesulitannya adalah seorang peneliti harus menguasai Ilmu Sharaf tentang asal usul suatu kata.[12]
2.     Cara melakukan takhrij hadits dengan perangkat komputer
Cara melakukan takhrij hadits dengan menelusuri dan membaca kitab-kitab hadits atau kamus sangatlah baik, namun memerlukan waktu yang sangat lama. Untuk mempercepat proses penelususran dan pencarian hadits secara cepat, jasa komputer dengan program Mausu’ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah biasa digunakan. Program ini merupakan software komputer yang tersimpan dalam Compact Disk Read Only Memory(CD-ROM) yang diproduksi Sakhr pada tahun 1991 edisi 1.2.[13]
Program ini memuat seluruh hadits yang terdapat di dalam al-Kutub al-Tis’ah (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’I, Sunan Abi Dawud, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad Ibnu Hambal, Muwatta’ Malik, dan Sunan ad-Darimi) lengkap dengan sanad dan matannya. Di samping itu program ini juga mengandung data-data tentang biografi, daftar guru dan murid, al-jarh wa al-ta’dil dari semua periwayat hadits yang ada di dalam al-Kutub al-Tis’ah. Program ini juga dapat menampilkan skema sanad hadits, baik satu jalur maupun semua jalur periwayatan.[14]
Cara untuk melakukan kegiatan takhrijmenggunakan perangkat komputer atau program Mausu’ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah berdasarkan kata/kata-kata matan dalam hadis adalah sebagai berikut:
a.       Yang pertama dilakukan adalah mencari hadis yang kita inginkan. Pilih menu بحث>البحث الصرفي sebagaimana gambar berikut ini.

b.      Ketika sudah keluar sebagaimana gambar berikut ini, ketiklah kata/kata-kata dari suatu matan hadis. Misalkan akan dicari hadis yang ada kata-kata مِنْكُمْ مُنْكَرًا lalu dipilih و, lalu مطابق lalu klik ikon بحث sebagaimana gambar pada halaman berikut ini.

c.       Berikut ini, kita diminta untuk memilih cara membaca dari kata yang kita ketik. Pilihlah ikon بحث apabila kita memilih dari beberapa pilihan, akan tetapi kalau kita memilih semuanya, maka kliklah ikon كل الجذور . Karena yang kita maksud adalah مِنْكُمْ, maka kita pilih yang paling atas lalu klik ikon بحث .

Sedangkan yang kita maksud dengan kata kedua yang kita ketik adalah مُنْكَرًا, maka kita pilih kata itu lalu klik ikon بحث .
d.      Berikut ini adalah hasil pencarian, di mana dalam al-Kutub al-Tis’ah hadis yang ada kata مِنْكُمْ مُنْكَرًا secara berurutan ada 6 (enam).

e.       Untuk melihat apakah hasil pencarian hadis sudah sesuai dengan hadis yang kita maksud, klik ikon عرض الموضع .Maka akan muncul gambar seperti berikut ini.
f.        Jika sudah sesuai, yaitu teletak pada kitab صحيح مسلمnomor hadis ٧٠ , maka bisa dilakukan proses pentakhrijan.
g.       Klik ikon تخريج , dan kemudian akan muncul hasil dari takhrij yang terletak pada bagian bawah.




Daftar Pustaka

Suryadi dan M. Al-fatih Suryadilaga, metodologi penelitian Hadits, yogyakarta, TH-press,2009.
Ismail Suhudi M, metodologi penelitian hadits Nabi, Jakarta, Bulan bintag,1992.
Khon Majid Abdul, ulumul Hadits, Jakarta, Amzah, 2008.
Sulaiman Noor M, Antologi ilmu Hadits, jakarta, gaung pesada press, 2008.
M. Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadits, cv pustaka setia, Bandung, 2000.

Secara umum, makalah ini baik, sebab telah mencakup pembahasan yang sudah ditentukan. Namun, kuantitas halaman masih kurang dan perlu ditambahi/direvisi sebagai berikut:
1.      Cara takhrij al-hadits secara konvensional perlu diperinci lagi.
2.      Pengertian dan manfaat pun masih bisa dielaborasi.
3.      Abstrak masih kurang mengena.
4.      Tidak ada pendahuluan dan kesimpulan.
5.      Daftar pustaka masih belum sesuai.


[1]Suryadi dan M Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadits (Yogyakarta: TH-Press, 2009), hal. 34
[2] M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hal. 42
[3]Ibid., hal 43
[4]Ibid.
[5]Ibid.
[6]Ibid.
[7]  Suryadi dan M Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadits, hal.38
[8] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2008), hal. 119
[9]  M. Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadits (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), hal. 159
[10]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, hal. 119
[11]Ibid., hal. 120
[12]Ibid., hal. 121
[13]Selain program Mausu’ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah, seorang peneliti juga dapat menggunakan program CD-ROM. Al-Maktabah al-Alfiyyah li as-Sunnah an-Nabawiyyah, 1999. Namun program Mausu’ah dirasa lebih lengkap dibandingkan dengan program al-Maktabah.
[14]Suryadi dan M Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadits, hal. 50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar