Rabu, 16 November 2016

Klasifikasi Hadis Menurut Kualitasnya (PAI D Semester III)




KLASIFIKASI HADITS MENURUT KUALITASNYA
Ahmad Misbahul Karim, M. Sururi Al-Faruq, Nadiyya Rosyida
PAI D Semester III
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract :hadith is everything that comes from the prophet Muhammad, both of the words, deeds, or writ. According to some scholars, hadith is divided into maqbul and mardud. Maqbul hadith is a hadith which is acceptable, such as hadith shahih and hadith hasan. Whereas mardud hadith is hadith are rejected, such as a hadith dha’if. Hadith shahih and hasan is divided into two, namely li dzatihi and li ghairihi. And a hadith dha’if is divided into several, such as mu’allaq, mursal, mu’dhal, munqathi’, mudallas, maudhu’, matruk, munkar, mu’allal, mudraj, maqlub, mushahhaf and syadz.
Keywoards : Hadits Shohih, Hadits Hasan, Hadits Dha’if,

Pendahuluan
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, berkembang pula penelitian-penelitian tentang kajian keilmuan, tak terkecuali tentang keilmuan islam. Terutama banyaknya bahasan dalam ilmu haditsyang penting dan menarik untuk dipelajari.
Kebanyakan orang bingung mengenai jumlah pembagian haidts yang banyak dan beragam. Namun kebingungan itu bisa teratasi dengan melihat pembagian hadits dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, diantaranya dilihat dari kualitas dan kuantitas matan dan sanad hadits.
Dalam bahasan ini, kami membahas pembagian haidts berdasarkan kualitas matan dan sanadnya, yaitu dibagi menjadi tiga : hadits shohih, hadits hasan, dan hadits dho’if. Berikut pemaparan dari bahasan kami.
1.     Hadits Shohih
Pengertian Hadits Shohih
Shahih menurut bahasa berarti “sehat”, kebalikan dari “sakit”. Sedangkan menurut istilah ialah hadits yang muttasil (bersambunng) sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit (kuat daya ingatnya), tidak syadz (janggal) dan tidak pula terdapat illat (cacat) yang merusak.[1]
Syarat-syarat Hadits Shahih
1.      Muttasil sanadnya (sambung)
Muttasil sanadnya adalah bahwa tiap-tiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi yang terdekat, keadaan itu berlangsung seperti itu sampai akhir sanad dari hadits itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi hadits shahih sejak perawi terakhir sampai kepada para sahabat yang menerima haits langsung dari Nabi Muhammad SAW, bersambung dalam periwayataanya[2]. dapat juga dikatakan sanad dari matan hadits itu rawi-rawinya tidak terputus melaikan bersambung dari permulaanya sampai pada akhir sanad.oleh karena itu, hadits mursal, munqathi’, mu’dhal, dan muallaq, tidak termasuk dalam kategori hadits yang muttasil sanadnya.
2.      Para perawinya bersifat adil
Kata adil, menurut Bahasa berarti lurus, tidak berat sebelah, tidak zalim, tidak menyimpang. Maka yang dimaksud dengan perawi yang adil dalam periwayatan sanad-hadis adalah bahwa semua perawinya disampingb harus islam dan baligh, juga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Ø  Senantiasa melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan semua larangannya.
Ø  Senantiasa menjauhi dosa – dosa kecil.
Ø  Senantiasa memelihara ucapan dan perbuatan yang dapat menodai muru’ah (berakhlak baik dalam segala perbuatan).
Khusus mengenai perawi hadits pada tingkat sahabat, jumhur ulama ahli sunah mengatakan bahwa seluruh sahabat dikatakan adil. Sementara itu golongan mu’tazilah mengganggap bahwa sahabat-sahabat yang terlibat dalam pembunuhan Ali dianggap fasik dan periwayatannya ditolak.[3]
3.      Para perawinya bersifat Dhabit
Kata dhabit menurut Bahasa artinya yang kokoh. Yang kuat. Seorang perawi dikatakan dhabit apabila ia mempunyai daya I ngat yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya.
Menurut ibnu Hajjar Al-Asqalani, perawi yang Dhabit adalah merela yang kuat hafalannya terhadap segala sesuatu yang penah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut manakala diperlukan. Ini artinya bahwaorang yang disebut dhabit harus mendengarkan secara utuh apa yang diterima atau yang didengarnya, memahami isinya sehingga terpatri dalam ingattannya, kemudian mampu menyampaikan kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana mestinya.
Dalam hal ini, dhabit ada dua macam yaitu:
1)     Dhabit Hati. Seseorang dikatakan hati apabila dia mampu menghafal setiapa hadits yang didengarnya dan sewaktu-waktu dia bisa mengutarakan atau menyampaikannya.
2)     Dhabit kitab. Seseorang dikatakan dhabit kitab apabila setiap hadits yang diriwayatkan tertulis dalam kitabnya yang sudah ditashhih (dicek kebenarannya) dan selalu dijaga[4]
4.      Matan-nya tidak Syadz (janggal)
Dimaksud dengan syadz atau syudzudz (bentuk jamak dari syadz) disini adalah suatu hadist yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih kuat atau lebih tsiqah. Ini pengertian yang dipegang oleh Asy-Syafi’I dan diikuti oleh kebnyakan para ulama lainnya.
Melihat pengertian syadz diatas, dapat dipahami bahwa hadits yang tidak syadz (ghairu syadz) adalah hadits yangt matannya tidak bertentangan dengan hadits lain yamh lebih kuat atau lebih tsiqah.[5]
5.      Tidak terdapat Illat
Illat yang menurut Bahasa berarti cacat, penyakit, keburukan, dan kesalahan baca. Menurut istilah, illat berarti suatu sebab yang tersembunyi atau samar-samar, sehingga dapat merusak keshahihan hadits. Dengan pengaertian ini, maka yang disebut hadits ber-Illat adalah hadits-hadits yang mengandung cacat atau penyakit. Adanya kesamaran pada hadits mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih. Dengan demikian, maka yang dimaksud hadits yang tidak ber-illat , ialah hadits-hadits yang didalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan. [6]
Pembagian Hadits Shahih
Para ulama ahli hadits membagi hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li dzatihi dan shahih li ghairihi
1)     Shahih Li Dzatihi
Shahih li dzatihi artinya yang sah karena dzatnya, yakni yang shahih dengan tidak memerlukan penguat atau bantuan keterangan lainnya. Ini berarti bahwa hadits shahih li dzatihi, adalah hadits shahih sebagaimana dimaksudkan dalam pengertian shahih di atas.
Contoh hadits shohih li dzatihi :
حدثنا عبدالله ابن يوسف أخبرنا مالك عن نافع عن عبدالله أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : اذا كانو ثلاثة فلا يتنلجى اثنان دون ثالث (رواه البخارى)

2)     Shahih Li Ghairihi
Shahih Li Ghairihi artinya yang karena yang lainnya, yaitu yang jadi sah karena dikuatkan dengan jalan (sanad) atau keterangan lain. Hal itu bisa terjadi karena ada beberapa hal, misalnya saja perawinya sudahsudah diketahui adil tapi dari sisi ke dhabittannya ia dinilai kurang. Hadits ini menjadi shahih Karena ada hadits lain yang sama atau sepadan (redaksinya) diriwayatkan melalui jalur yang lain yang setingkat atau malah lebih shahih.
Contoh hadits shohih li ghoirihi :
حدثنا محمد بن بشار حدثنا عبد الرحمان حدثنا سفيان عن عبد الله بن محمد بن عقيل عن محمد بن الحنيفة عن علي عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : مفتاح الصلاة الطهوروتحريمها التكبير و تحليلها التسليم (رواه الترمذي)
Sumber-Sumber Hadits Shohih :
1.      Al-Muwathtaha’
2.      Al-Jami’ As-Shohih Al-bukhori
3.      Shohih Muslim
4.      Shohih Ibnu Khuzaimah
5.      Shohih Ibnu Hibban
6.      Al-Mukhtarah [7]

2.     Hadits Hasan
Definisi Hadits Hasan :
الحديث الحسن هو الحديث الذي اتصل سنده بنقل عدل خف ضبطه غير شاذ ولا معلل
Secara bahasa hasan diambil dari bahasa arab yang berarti baik atau bagus. Sedangkan secara istilah hasan berarti hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang adil, sanad-sanadnya bersambung, kurang dhobit, selamat dari syat dan illah atau tercela.[8]
Hukum mengamalkan hadits ini menurut para fuqoha muhadditsin dan para ahli usul dapat diterima kehujjahannya dan dapat diamalkan, karena telah diketahui tingkat kejujuran rowinya dan keselamatan dalam perpindahan sanadnya.[9]
Syarat-Syarat Hadits Hasan :
1.      Sanadnya bersambung
2.      Perawinya adil
3.      Perawinya dhobit
4.      Tidak terdapat kejanggalan
5.      Tidak ada cacat [10]
Pembagian Hadits Hasan :
1.      Hasan li Dzatihi
Li dzatihi yang berarti dirinya, maka hadits ini memiliki pngertian sebagaimana hadits alam pengertian di atas yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang adil, sanad-sanadny bersambung, kurang dhobit, selamat dari syat dan illah atau tercela.
Contoh hadits hasan li dzatihi :
حدثنا أبو كريب حدثنا عبدة بن سليمان عن محمد بن عمر وعن أبي سلمة عن أبي هريرة قال : قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة
 (رواه تركذي)
Artinya : “ Telah menceritakan kepada kami, Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami, Abdah bin Sulaiman, dari Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairoh ia berkata : telah bersabda Rosulullah SAW : Jika aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak pada saat setiap hendak sholat.” (HR.Tirmidzi)
Hadits ini telah diteliti bahwasanya sanad-sanadnya nyambung dari Tirmidzi sampai kepada Muhammad SAW. Setiap perowi langsung mendengar atau mendapat kabar langsung dari gurunya. Kecuali Muhammad bin Amr, seseorang yang adil namun kedhobitannya kurang, dikarenakan lemah dalam menghafal. Oleh karna itu hadits ini dinamakan hadits hasan li dzatihi. 

2.      Hasan li Ghoirihi
Sedangkan hasan li ghoirihi adalahh hadits lainnya, maksud disini adalah suatu hadits yang dijadikan hasan karena dibantu jalan lain. 
حدثنا علي بن الحسن الكوفي حدثنا أبو يحي اسماعيل بن إبراهيم التيمي عن يزيد بن أبي زياد عن عبد الرحمان بن ابي ليلى عن البرآء بن عازب قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم حق على المسلمين أن يغتسل يوم الجمعة (رواه الترمذي)
Artinya :” Telah menceritakan kepada kami, Ali bin Hasan Al-kufi, telah menceritakan kepada kami, Abu Yahya bin Ismail At-taimi, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin mani’, telah menceritakan kepada kami, Husyaim, dari Yazid bin abi Ziyad, dari Abdurrohman bin Abu Laila, dari Al-bara’ bin Azib, ia berkata : Telah bersabda Rosulullah SAW : Sesungguhnya stu kewajiban atas orang-orang Islam mandi pada hari jum’at.” (HR.Tirmidzi)
Semua sanad yang ada di dalam hadits ini adalah orang-orang terpercaya kecuali Husyaim yang dianggap sebagai mudallis (rowi yang menyamarkan). Oleh karna itu sanadnya termasuk tidak terlalu lemah, dikarenakan adanya orang kepercayaan. Hadits ini juga dikuatkan dengan sanad lain yang termasuk orang-orang kepercayaan juga, kecuali Abu Yahya, seorang yang dianggap lemah, namun dapat diterima hadits yang diriwayatkannya. Oleh karena sanad yang pertama dibantu dengan sanad yang kedua, maka hadits ini dinamakan hadits hasan li ghoirihi. 
Sumber-Sumber Hadits Hasan :
1.      Al-Jami’ karya Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah At-Turmudzi (209 H- 279 H)
2.      As-Sunnah karya Imam Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani (202 H- 273 H)
3.      Al-Mujtaba karya Imam Abu Abdirrohman Ahmad bin Syuaib An-Nasa’i (215 H- 303 H)
4.      Sunan Al-Musthofa karya Ibnu Majah Muhammad bin Yazid Al-Qozwini (209 H- 273 H)
5.      Al-Musnad karya imam besar Ahmad bin Hanbal (164 H- 241 H)
6.      Al-Musnad karya Abu Ya’la Al-Maushili Ahmad bin Ali bin Al-Mutsanna[11]

3.     Hadits Dha’if
A.     Definisinya
Menurut bahasa, kata Dha’if memiliki arti yang lemah, yang berlawanan dengan kata Qawi yang memiliki arti yang kuat.
Sedangkan menurut istilah, para muhaditsin berpendapat, Dha’if adalah:
مَا فَقِدَ شَرْطًا أَو أَكثَرَ مِن شُرُوطِ الصَّحِيحِ أوِ الحَسَنِ
Artinya:
“Hadist yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadist shahih atau hadist hasan” [12]
Menurut An Nawawi Dha’if adalah:
مَا لَم يُوجَدْ فِيهِ شُرُوطُ الصِّحَّةِ وَلاَ شُرُوطُ الحَسَنِ
Artinya:
“Hadist yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadist shahih dan syarat-syarat hadist hasan”
Menurut Nur Al Din ‘Itr, bahwa definis yang paling baik, ialah:
مَا فَقِدُ شَرطً مِن شُرُوطِ الحَدِيثِ المَقْبُولِ
Artinya:
“Hadist yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadist Maqbul ( Hadist Shahih atau yang Hasan )”.

Dalam definisi yang ketiga ini disebutkan bahwasanya jika terdapat satu syarat saja yang hilang dari syarat hadis Shahih dan Hasan, makah hadist tersebut tergolong dalam hadist Dha’if. Dan jika yang hilang itu lebih dari dua atau tiga syarat, maka hadist ini tergolong sebagai hadist yang lemah [13]

B.     Klasifikasinya
1.     Hadis Dha’if dilihat dari segi gugurnya sanad
a.      Hadis Mu’allaq
Hadis Mu’allaq adalah hadis yang rawinya terbuang pada permulaan sanad baik itu satu rawi atau lebih.[14] Contoh:
وقال ابو موسى غطَّى النّبيُّ – صلى الله عليه وسلم – رُكبتيهِ حِين دجل عثمان
“Abu Musa berkata, Rasulullah Saw, menutupi kedua lututnya pada saat Usman masuk (menemuinya).[15]
b.     Hadis Mursal
Hadis Mursal adalah hadis yang gugur sanadnya setelah tabi’in. contoh:
حدثنى محمد بن رافع حدثنا حجين بن المثنى حدثنا الليث عن عقيل عن بن شهاب عن سعيد بن المسيب ان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – نهى عن بيع المزابنة
“dari Sa’id ibn Musayyab bahwa Rasulullah Saw, melarang ual beli muzabanah (menjual anggur dengan anggur, kurma dengan kurma)[16]
c.      Hadis Mu’dlal
Hadis Mu’dlal adalah hadis yang di dalamnya terdapat dua atau lebih rawi yang terputus secara berturut-turut.[17] Contoh:
ثنا ابو الطاهر انبأ ابن وهب اخبرني عمرو بن الحرث ان بكير بن الاشج عن مالك انه بلغه ان ابا هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم انه قال للمملوك طعامه وكسوته ولا يكلف من العمل ما لا يطيق
“dari Malik bahwasanya Abu Hurairah menyampaikan sabda Nabi yang mengatakan bahwasanya seorang budak harus ditanggung makanan dan pakaiannya serta tidak boleh dibebani pekerjaan yang tidak sesuai.”
d.     Hadis Munqathi’
Hadis Munqathi’ adalah hadis yang terputus rawinya.[18] Contoh:
حدثني محمد بن صالح بن هانئ , ثنا احمد بن سلمة , ومحمد بن شاذان , قالا : ثنا اسحاق بن ابرهيم , ومحمد بن رافع , قالا : ثنا عبد الرزاق , انا النعمان بن أبي شيبة , عن سفيان الثوري , عن أبي اسحاق , عن زيد بن يثيع , عن حذيفة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : {إن واليتموها أبا بكر فزاهد في الدنيا , راغب في الآخرة , وفي جسمه ضعف , وإن واليتموها عمر فقوي أمين}
“Rasulullah Saw, bersabda jika kamu menyerahkan (perkara) kepada Abu Bakar maka dia adalah orang yang zuhud di dunia dan sangat mencintai akhirat dan tergolong orang yang lemah secara fisik, dan jika menyerakannya kepada Umar maka dia adalah orang yang kuat lagi terpercaya.”[19]
e.      Hadis Mudallas
Hadis Mudallas adalah hadis yang menyembunyikan cacat dalam sanad dan menampakkan yang baik.[20] Contoh:
قال علي بن خسرم كنا عند ابن عيينة فقال : الزهري , فقيل له: حدثكم الزهري؟ فيكت, ثم قال: فقيل له: سمعته من الزهري؟ فقال: لا, ولا ممن سمعه منالزهري, حدثنا عبد الرزاق عن معمر عن الزهري
“Ali bin Hasram berkata. Kami berada di sisi Ibn Uyainah kemudian dia menyebut al-Zuhri. Kemudian ditanyakan kepadanya, kamu menyebut al-Zuhri? Kemudian dia diam dan berkata al-Zuhri kembali. Kemudian Ibnu Uyainah ditanya apakah anda mendengar langsung dari Zuhri?. Dia menjawab tidak bahkan tidak mendengar dari orang yang dia mendengar langsung dari Zuhri. Abdul Rozaq menceritakan padaku dari Ma’mar dari Zuhri”.

2.     Hadis Dha’if dilihat dari segi cacatnya rawi
a.      Hadis Maudhu’
Hadis Maudhu’ adalah hadis yang sengaja dibuat dan kemudian disandarkan kepada Rasulullah Saw.[21] Contoh:
آفة الدين ثلاثة فقيه فاجر وامام جائز ومجتهد جاهل
“Lenyapnya agama disebabkan tiga hal, yaitu ahli fiqh yang durhaka, pemimpin yang lalim dan mujtahid yang bodoh”.
b.     Hadis Matruk
Hadis Matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang tertuduh berdusta. Contoh:
عن عمرو بن شمر الجعفى الكوفى الشيعى عن جابر عن ابى الطفيل عن على وعمار قالا كن رسول الله صلى الله عليه وسلم يقنت فى الفجر ويكبر يوم عرفة من صلاة الغداة, ويقطع صلاة العصر اخر ايام التشريق
“Rasulullah Saw, selalu membaca qunut pada shalat fajar, bertakbir pada hari Arafah dari semenjak shalat shubuh dan berhenti pada waktu shalat ashar di terakhir dari hari tasyrik”[22]
c.      Hadis Munkar
Hadis Munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah hafalannya atau memiliki banyak kesalahan.[23] Contoh:
حدثنا ابو زكريا يحي بن محمد العنبري, ثنا ابو عبدالله محمد التيمي, وابو الربيع سليمان بن داود العتكي, ونصر بن علي الجهضمي, قالوا, ثنا أبو زكير يحي بن محمد بن قيس, قال: سمعت هشام بن عروة, يذكر عن أبيه, عن عائشة, رضي الله عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كلوا البلح بالتمر فان ابن ادم اذا اكله غضب الشيطان
“Rasulullah Saw, bersabda makanlah kurma kering, karena jika anak adam memakannya, hal itu membuat marah setan.”[24]
d.     Hadis Mu’allal
Hadis Mu’allal adalah hadis yang memiliki cacat ketika diteliti, meskipun sebenarnya tidak cacat.[25] Contoh:
e.      Hadis Mudraj
Hadis Mudraj adalah hadis yang sudah ditambahi baik itu sanad, rawi maupun matannya.[26] Contoh:
أخبرنا مؤمل بن هشام قلا ثنا إسماعيل عن شعبة عن محمد بن زياد عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلعم : اسبغوا الوضوء ويل للاعقا ب من النار
“Rasulullah Saw, bersabda, sempurnakanlah wudhu’ dan terancam neraka bagi yang berwudhu dengan tidak membasuh tumitnya”
f.        Hadis Maqlub
Hadis Maqlub adalah hadis yang susunan lafadznya diputarbalikkan dengan cara mendahulukan atau mengakhirkan lafadz. Contoh:
عن زهير بن حرب ومحمد بن المثنى كذا قالوا عن يحي القطان عن عبيد الله ورجال تصدق
بصدقة اخفاها حتى لاتعلم يمينه ما تنفق شماله
“dari Ubaidillah, dan seorang yang bersedekah kemudian menyembunyikannya sehingga (seakan-akan) tangan kanannya tidak mengetahui tentang apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya”.
g.      Hadis Mushahhaf
Hadis Mushahhaf adalah hadis yang mengalami perubahan pada titik, garis huruf yang menyebabkan terjadinya kesalahan makna. Contoh:
حدثنا هارون بن عبدالله البزاز حدثنا مكي بن ابرهيم حدثنا عبدالله يعني بن سعيد بن أبي هند عن أبي النضر عن بسربن سعيد عن زيد بن ثابت أنه قال احتجر رسول الله صلعم في المسجد حجرة فكان رسول الله صلعم يخرج من اليل فيصلي فيها قال فصلوا معه لصلاته يعني رجالا وكانوا يأتونه كل ليلة حتى اذا كان ليلة من الليالي لم يخرج إليهم رسول الله صلعم فتنحنحوا ورفعوا أصواتهم وحصبوا بابه قال فخرج إليهم رسول الله صلعم مغضبا فقال ياأيها الناس مازال بكم صنيعكم حتى ظننت أن ستكتب عليكم فعليكم بالصلاة في بيوتكم فإن خير صلاة المرء في بيته إلا الصلاة المكتوبة
“Zaid bin Tsabit berkata, Rasulullah Saw, membuat sebuah ruangan di masjid, beliau keluar pada malam hari dan melakukan shalat padanya. Zaid berkata, kemudian orang-orang melakukan sholat bersama beliau dengan shalat shalat beliau. Mereka datang setiap malam hingga ketika suatu malam, Rasulullah Saw, tidak keluar kepada mereka, kemudian mereka berdehem dan mengeraskan suara mereka, dan melempar pintu beliau menggunakan kerikil. Zaid berkata, kemudian beliau keluar menemui mereka dalam keadaan marah seraya berkata “wahai manusia, masih sajaapa yang kalian lakukan hingga aku mengira shalat tersebut diwajibkan atas kalian, sesungguhnya sebaik-baiknya shalat seseorang adalah dirumahnya kecuali shalat wajib””.
Dalam hadis tersebut ada perubahan huruf dari Ihtajama menjadi Ihtajara, sebab itulah hadis tersebut dinamakan sebagai hadis Mushahhaf.
h.     Hadis Syadz
Hadis Syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqqah, tetapi bertentang dengan hadis yang diriwaytkan oleh orang yang kualitasnya lebih utama.
حدثنا مسلم بن إبرهيم حدثنا شعبة عن سليمان عن عمارة بن عمير عن الاسود بن يزيد عن أبى هريرة مرفوعا إذا صلى احدكم الفجر فليظطجع عن يمينه
“jika seseorang di anatar kalian melakukan shalat fajar, hendaklah berbaring ke sisi sebelah kanannya”.[27]
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas kita dapat kita dapat mengetahui bahwasanya hadits dilihat dari segi kualitasnya terbagi menjadi tiga, yaitu hadis shahih, hadis hasan dan hadis dha’if. Hadis shahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit, tidak ada syadz maupun illat. Hadis hasan adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, bersambung sanad-sanadnya, kurang dhobit, terhindar dari syad maupun illat. Sedangkan hadis dha’if adalah hadis yang yang tidak memiliki salah satu syarat dari hadis-hadis maqbul ( hadis shahih dan hadis hasan ).
Daftar Pustaka
Muhammasd alawi al maliki, Ilmu Ushul Hadits, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Mudasir, Ilmu Hadits, 2007, Bandung:Pustaka Setia.
Ibid.
Nuruddin, Ulum Alhadits, 1994, Bandung:Dar al-Fikr Damaskus.
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, 2010, bogor:Ghalia Indonesia.
Khaeruman, Badri, Ulum Al Hadis, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2006, Ed. 1-4.
Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad & Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
Ichwan, Mohammad Nor, Studi Ilmu Hadis, Semarang: RaSAIL Media Group, 2007.

Revisi:
1.      Tidak ada indikasi copy-paste.
2.      Penulisan footnote perlu diperbaiki lagi, masih salah.
3.      Setiap hadis diberikan terjemah, sebab teman-teman Anda tidak semua mengerti arti hadis.
4.      Mengenai macam-macam hadis dhaif, berikan keterangan penyebab mengapa hadisnya masuk kategori itu.
5.      Pendahuluan lebih dipertajam lagi, sebab masih minim kata-kata.  
6.      Hukum pengamalan masing-masing hadis tolong dicantumkan secara jelas.


[1] Muhammasd alawi al maliki, Ilmu Ushul Hadits, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar
[2] Mudasir, Ilmu Hadits, 2007, Bandung:Pustaka Setia
[3] Ibid
[4] Muhammasd alawi al maliki, Ilmu Ushul Hadits, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar
[5] Mudasir, Ilmu Hadits, 2007, Bandung:Pustaka Setia
[6] Mudasir, Ilmu Hadits, 2007, Bandung:Pustaka Setia
[7] Nuruddin, Ulum Alhadits, 1994, Bandung:Dar al-Fikr Damaskus, hal.23
[8] Nuruddin, Ulum Alhadits, 1994, Bandung:Dar al-Fikr Damaskus, hal.27
[9] Ibid,hal.30
[10] Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, 2010, bogor:Ghalia Indonesia, hal.116
[11]Nuruddin, Ulum Alhadits, 1994, Bandung:Dar al-Fikr Damaskus, hal.40
[12] Khaeruman, Badri, Ulum Al Hadis, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
[13] Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2006, Ed. 1-4.
[14] Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
[15] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad & Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
[16] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad & Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
[17] Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
[18] Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
[19] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad & Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
[20] Ichwan, Mohammad Nor, Studi Ilmu Hadis, Semarang: RaSAIL Media Group, 2007.
[21] Ichwan, Mohammad Nor, Studi Ilmu Hadis, Semarang: RaSAIL Media Group, 2007.
[22] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad & Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
[23] Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
[24] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad & Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
[25] Ichwan, Mohammad Nor, Studi Ilmu Hadis, Semarang: RaSAIL Media Group, 2007.
[26] Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
[27] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad & Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar