Senin, 24 Oktober 2016

Hadis dan Historisitasnya (PBA D Semester III)




HADIS DAN HISTORISITASNYA

Abdullah Wisholul Arham, Jefri Irfani, dan Lely Fathiyatus Sa’diyah
Pendidikan Bahasa Arab Kelas D, UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang
e-mail: arhamwishol99@gmail.com

Abstract:Hadits is one of two heirloom what be legacy for prophet muhammad’s peoples as directive of their lives. It’s the dependent things prophet Muhammad saw; his said, the behavior, the stipulation, or the characteristics of Prophet. Hadits clarificated to any types: building on characteristic, the shape, the quality, and value of aspect hujjah.
   Certainly, All of things that existed long ago has the history as well as hadits. From period to period, hadits has the own history; Muhammad’s period, khulafaur Rasyidin’s period (Abu Bakar As-Siddiq, Umar Ibn Khattab, Utsman Ibn Affan, And Ali Inb Abi Thalib), period of Tabi’in, or period of tabi’ tabi’in.
Keywords:Hadits, Propeth, Types, Histories, difference

Pendahuluan
Padadasarnyahaditsmerupakansumberhukumbagiumat Islam, salahsatusumber yang selalumenjadirujukanpertamabagiumatNabi Muhammad SAW setelah al-Qur’an. Olehkarenaitu, tidaklahberlebihanjikaselamainiumatmuslimtidakhanya mempelajari al-Qur’an saja, tapi jugamempelajarihadits/sunnahNabi saw. Selainmempelajarinyakitajugaharusbisamemahamisemaksimalmungkinkebenarandarihadits-haditstersebut.UpayainisudahmulaidilaksanakansejakzamanNabi Muhammad SAW hinggasaatini. Sudahselayaknyasebagaiumat Islam untukmengetahuiapasebenarnyahadits, macam-macamnya, danbagaimanasejarahdarihaditsitusendiri. Dan salahsatuupayauntukdapatmelaksanakanhaltersebut, sudahmenjadikeharusanbagiumatmuslimuntukdapatmemahamitentanghadits, baikdarisegipengertianmaupunsegi-segi yang lain.
PENGERTIAN HADIS/SUNNAH DAN MACAM-MACAMNYA
Sudahmerupakansuatukelazimandalamsetiappenulisanataupembahasanilmiahdiawalidenganpenjelasantentangpengertiansuatuobjek yang akandibahas. Olehsebabitu, makapembahasantentanghadisdanhistorisitasnyainijugaakandiawalidenganpengertianhadis/sunnah.
Terjadiperbedaanpendapat di kalangan para ulamadalampendefisianantarahaditsdansunnah. Namunmayoritasdiantaramerekasepakatbahwakedua term tersebutadalahsinonim(muradif), artinyakedua term tersebutberbeda, tetapimemilikimakna yang sama. Sedangkansebagianulama lain berpendapatbahwakedua term tersebutmemilikiperbedaan. Jikaditelaahlebihmendalam, perbedaantersebutsebenarnyaperbedaantersebutlebihberorientasiterhadaplingkupmakna yang dikandungolehkedua term yang dimaksud, dimana term haditsmemilikicakupanmakna yang lebihluasdibandingkandengan term sunnah. Dan makna hadits tidak hanya terbatas pada Syari’at Islam, akan tetapi juga mencakup hal-hal yang berada diluar syari’at yang bersumber dari Nabi Muhammad saw.[1]Dan disinikitaakanmembahasnya.
Haditsberasaldaribahasa Arab, al-hadits;bentukjama’nyaadalahal-ahadits, al-hidsan, dan al-hudsan.Secaraetimologihaditsdapatberartial-jadid (sesuatu yang baru), yang merupakanlawandarial-qadim (sesuatu yang lama).Haditsjugadapatberarti al-khabar, yaitukabaratau berita. Haditsdenganmakna yang disebutkanterakhirinisejalandenganfirman Allah sebagaiberikut:
فَلْيَأْ تُوا بِحَدِيثٍ إن كاَنُوا صاَدِقِينَ {34}
“Makahendaklahmerekamendatangkankalimat yang semisal Al-Qur’an itujikamereka orang-orang yang benar”. (QS. Al-Thur/52: 34)
فَلَعَلَّكَ باَخِعٌ نَّفْسَكَ عَلَي آثاَرِ هِمْ إِنْ لَّمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الحَدِيْثِ اَسَفاً {6}
“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al Qur’an)”. (QS. Al-Kahfi/18: 6)
وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ {11}
“danterhadapni’matTuhanmumakahendaklah kamumenyebut-nyebutnya (denganbersyukur)”. (QS. Al-Dhuha/93: 11)
Diantara para ulamaberpendapatbahwahaditsadalahsegalaperkataanNabi saw, danhal-halihwalnya, sementaradiantaralainnyajugaberpendapatbahwahaditsmerupakan segalasesuatu yang bersumberdariNabi saw, baikberupaperkataan, perbuatan, taqrir, maupunsifatnya. Adapun yang berpendapatbahwahadits adalah sesuatu yang disandarkankepadaNabi saw baikberupaperkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya.[2]Berbedadenganulamahadits, definisitentang hadits menurut ulama ushul, yaitu segalaperkataan, perbuatandanketetapan (taqrir) Nabi saw, yang berkaitandengan hokum syara danketetapannya.[3] Adapun dampak dari perluasan definisi hadits berdasarkan fakta-fakta historis, sebagaimana dijelaskan pula pada adanya perbedaan (ikhtilaf) dalam memahami konsep sunnah. Sehingga sunnah sunnah tidak terbatas pada amalan-amalan Nabi saw, tetapi perilaku sahabat,bahkan tabi’in pun tercakup didalamnya.[4]
Adapunbentuk-bentukhadits:



1.     HaditsQauliyah
Yaitusegalaucapanatauperkataan yang disandarkankepadaNabi saw, baik yang berkaitandenganaqidah, syari’ah, akhlak, maupun yang lainnya. DiantaranyahaditsmasalahakhlakriwayatBukhari dariAmmar, sebagaiberikut:
“Ammarberkata: “Barangsiapa yang dapatmengumpulkantigaperkara, makasungguhiatelahmengumpulkaniman yang sempurna, yaitumampumengendalikandiri, memberikansalampadaseluruhalam, danmenginfaqkanapa yang menjadikebutuhanumum”.[5]
2.     HaditsFi’liyah
Merupakanamalan atau perbuatanNabi saw yang berkaitandenganperaturan-peraturansyara’ yang masih global sifatnya, seperticaramelaksanakansholat lima waktu, pelaksanaanmanasik haji, puasa, zakat, dan lain sebagainya. DiantaranyasabdaRasulullahtentangtatacarashalat, sebagaiberikut:

صَلُّوا كَماَ رَأَيْتُمُو نِي أٌصَلِّي

“Shalatlahkamusekaliansebagaimana kamu melihatakushalat”.
3.     HaditsTaqriri
Yaituapasaja yang menjadiketetapanRasulullah saw terhadapberbagaiperbuatansebagian para sahabatnya, baikberupaperkataanmaupunperbuatan.

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ, قَالَ: خَرَجَ رَجُلاَنِ فِيْ سَفَرٍ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ وَ لَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ فَتَيَمَّمَا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا, ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلاَةَ وَ الْوُضُوءَ وَلَمْ يُعِدِ الْآخَرُو ثُمَّ أَتَايَا رَسُولَ الَّله ص مز فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُو فَقَالَ لَلَّذِي لَمْ يُعِدْ: أَصَبْتَ السّنَّةَ, وَقَالَ لِلَّذِي تَوَضَّأَ وَ أَعَادَ: لَكَ الْأَخْرُ مَرَّتَيْنِ

“Dari AbiSa’id al-Khudzriyberkata:  “Ada dua orang laki-laki yang pergimelakukanperjalanan. Ketikatelahdatangwaktushalatdankeduanyatidakmendapati air, makakeduanyabertayamumkemudianmelaksanakanshalat.Kemudiansetelahitukeduanyamenemukan air.Salah seorangdiantaramerekaberwudludanmenguulangishalatnya, sementara yang lainnyatidakmengulanginya. LalukeduanyamendatangiRasulullah saw dan menceritakanapa yang telahmerekalakukan. Terhadap orang yang tidakmengulangi, Rasulullahberkata:  “Engkautelahmengerjakannyamenurutsunnah”. Sementarakepada orang yang melakukanwudludanmengulangishalatnya, beliaubersabda:  “Engkaumendapatkanpahaladua kali”.[6]
4.     HaditsHammi
Merupakansuatupekerjaan yang dicita-citakanNabi saw untukdikerjakan, tetapitidakjadidilakukankarenasebelumbeliausempatmengerjakannya, beliautelah wafat. Contoh haditsnya yang berbunyi:
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّا سِعَا

“Apabila datang tahundepan – insya Allah – makaakuakanberpuasaharikesembilan”.[7]

5.     HaditsAhwali
Adalahhadits yang berupahalihwalNabi saw, baik yang menyangkutsifat-sifatfisikataupunkepribadiannya. Al-Bara’ dalamhaditsriwayat al-Bukharimengatakansebagaiberikut:

عَنْ أَبِي إَسْحَاقَ, قَلَ: سَمِعْتُ الْبَرَاءَ, يَقُولُ: كَانَ رَسُلُ الَّلهِ ص م أحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًا وَأَحْسَنَهُ خَلْقًا لَيْسَ بِالطَّوِيْلِ الْبَائِنِ وَلاَ بِالْقَصِيْرِ
“Dari Abu Ishak, iaberkata:   “akumendengar al-Barra’ berkata:  “Rasulullah saw merupakansebaik-baikmanusiadarisegiwajahdansebaik-baikciptaan (tubuh), keadaanfisiknyatidaktinggidanjugatidakpendek”.[8]
6.     HaditsTarki
Adalahsesuatu yang tidakpernahdikerjakanataudiperintahkanolehRasulullah saw untukmengerjakannya, atausesuatu yang ditinggalkanolehNabi saw.[9]

PERBEDAAN ANTARA HADTS, SUNNAH, ATSAR, DAN KHABAR
            Bagi orang yang baru kenal atau baru mempelajari tentang hadits, tidak heran jika mereka bingung jika disuruh membandingkan arti dari hadits, sunnah, khabar, dan atsar. Kebanyakan mereka hanya mengetahui satu, yaitu hadits, sunnah, khabar, dan atsar ialah sesuati yang berkaitan dengan Nabi. Berikut perbedaan dari keempat istilah tersebut.
1.     SUNNAH
Sunnah menurut etimologi memilik arti “jalan”, sedangkan menurut terminologi ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, baik perkataan, perbuatan, maupun taqrir.
Dalam arti terminologi, sunnah identik dengan pengertian hadis. Menurut pendapat sebagian ulama, bahwa pengertian sunnah dengan hadits itu berbeda; hadits terbatas pada perkataan dan perbuatan Nabi saw, sedang sunnah lebih luas.
2.     KHABAR
Khabar menurut etimologi berarti “berita” , kebalikan dari kata Insya’ yang berarti mengarang. Menurut terminologi, mengenai arti khabar terdapat tiga pendapat, yaitu:
a.       Pengertian khabar identik dengan hadits.
b.      Khabar ialah apa-apa atau sesuatu yang tidak hanya datang selain dari Nabi. Akan tetapi bisa datang dari sahabat beliau, tabi’in, tabi’ tabi’in atau generasi setelahnya[10], sedang hadits ialah sebaliknya. Sehingga, terkenal dengan sebutan “muhaddits” bagi orang-orang yang menggeluti bidang ilmu hadits, dan disebut Ikhbari” bagi orang-orang yang menggeluti bidang ilmu sejarah dan yang sejenisnya.
c.       Pengertian hadits lebih khusus dari pada khabar, sehingga setiap hadits pasti khabar, namun tidak setiap khabar adalah hadits.
3.     ATSAR
Atsar menurut etimologi berarti “sisa-sisa perkampungan”, atau yang sejenisnya. Sedangkan menurut terminologinya ada dua pendapat, yaitu:
a.       Pengertian atsar identik dengan pengertian hadis, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Nawawi, bahwasanya para ahli hadits menyebut hadits marfu’ dan hadits mauquf dengan atsar.
b.      Atsar ialah sesuatu yang datang dari sahabat (baik perkataan maupun perbuatan). Dalam hal ini atsar berarti hadis mauquf. Dan ini barangkali ditinjau dari segi bahasa yang berarti bekas atau peninggalan sesuatu, karena perkataan dan perbuatan merupakan sisa-sisa atau peninggalan-peninggalan dari Nabi saw.[11] Atsar adalah segala yang datang dari selain Nabi. Hanya dari sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in atau generasi setelahnya.[12]
Dari pemaparan masing-masing definisi di atas, kita dapat menarik benang merah bahwa, pada umumnya, inti dari semuanya adalah segala sesuatu yang bersandarkan dari nabi Muhammad saw. Sedangkan yang membedakan antara yang datang dari Rasulullah saw, atau sahabat, atupun tabi’in ialah keterangan-keterangan dalam periwayatnya.[13]

SEJARAH SINGKAT HADITS NABI DARI MASA KE MASA
HADITS PADA MASA RASULULLAH SAW
Rasulullah Muhammad saw  merupakan khotamul ambiya’ yang menyempurnakan ajaran- ajaran sebelumnya dengan mukjizatnya yang paling istimewa yaitu Al- qur’an. Allah swt memerintahkan Rasulullah untuk menyampaikan risalah ketuhanan kepada seluruh umat manusia dengan hikmah, mauidzoh al- hasanah, dan juga musyawarah yang membangun. Dalam menyampaikan risalah-Nya beliau menghabiskan waktu kurang lebih dua puluh tiga tahun, itu merupakan waktu yang tidaklah pendek. Waktu yang panjang itu sekaligus menjadikan pondasi peradaban islam yang luhur, yang telah merubah wujud sejarah dan mengembangkan dalam aspek kehidupan.
Ketika menyampaikan tugas suci yang diemban tersebut beliau mendapatkan banyak coba’an dan rintangan, akan tetapi hal itu dapat dilalui dengan kesabaran dan etika beliau yang luhur. Allah telah membekali beliau dengan ilmu dan budi pekerti yang agung. Sehingga dalam suatu hadist akhlak beliau diidentikkan sebagai al- qur’an.
Metode Rasulullah dalam menjelaskan al- qur’an tersebut, ada kalanya dengan lisan atau perkataan (aqwal), perbuatan (af’al), maupun ketetapan (taqrir). Oleh karenanya segala yang dilihat dari diri beliau menjadi tauladan bagi para sahabat.
1.     Metode (manhaj) Rasulullah saw mengajarkan Hadist
Pada dasarnya, metode yang digunakan Rasulullah saw dalam mengajarkan hadits kepada para sahabatnya tidaklah berbeda dengan metode yang digunakan dalam mengajarkan al- qur’an. Dan dalam menyampaikan hadistnya beliau tidak terpaku pada satu cara saja, namun mempunyai cara yang variatif. Diantaranya dengan lisan, perbuatan, dan juga taqrir.
Menurut penjelasan yang dikemukakan Dr. M. ‘Ajjaj al- Khatib, yang dalam hal ini menguraikannya lebih kepada aspek metodologisnya. Motede yang dimaksud sebagai berikut:
a.       Pengajaran bertahap. metode ini digunakan Rasulullah saw dalam rangka menjelaskan al- qur’an, karena penjelasan beliau baik perkataan, perbuatan, dan ketetapannya merupakan sunnah.
b.      Mendirikan pusat – pusat pengajaran. Dalam hal ini Rasulullah saw menjadikan Dar al-Arqam sebagai pusat dakwah islamiyah. Selain di sini , rumah beliau yang ada di Mekkah juga termasuk dari pusat pengajaran bagi orang- orang yang ingin mempelajari dan menerima al- qur’an dan sunnah.
c.       Lebih mengedepankan etika dalam pengajaran. Rasulullah saw disamping menjadi pendidik, beliau juga menjadi suri tauladan bagi seluruh ummat  teruta,ma para sahabat yang mengikuti perjalanan hidup beliau.
d.      Bervariasi dalam pengajaran.
e.       Menyesuaikan dengan situasi dan kondisi.[14]

2.     Metode (manhaj) Sahabat Menerima Hadist Nabi saw
penerimaan hadist dari Nabi saw kepada para sahabat yaitu dengan dua cara, secara langsung dan tidak langsung. Cara yang secara langsung yaitu di dapat ketika mendengarkan pengajian yang di adakan Rasulullah saw. Dan yang secara tidak langsung didapat oleh para sahabat dari sahabat yang lain. Mengapa demikian karena setiap pengajian yang diadakan Rasulullah saw ketika melihat ada sahabat yang tidak hadir, beliau memerintahkan kepada yang hadir pada waktu itu untuk menyampaikan kepada sahabat yang tidak hadir.
HADIST PADA MASA SAHABAT
Periode kedua sejarah perkembangan hadist adalah masa sahabat, khususnya masa khulafa ar- rasyidin.Yaitu masa khalifah Abu Bakar as- siddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin affan, dan Ali bin Abi Thalib. Pada masa ini terkenal dengan pembatasan periwayatan hadist, hal ini disebabkan karena para sahabat pada masa ini lebih fokus pada pemeliharaan al- qur’an. Akibatnya periwayatan hadist kurang mendapat perhatian.Bahkan mereka bersikap hati- hati dalam meriwayatkan hadist.
Sikap kehati- hatian dalam meriwayatkan hadist ini lebih disebabkan karena ada sikap takut adanya kekeliruan dalam meriwayatkan sebuah hadist. Sebgaimana kita ketahui bersama bahwa hdist merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah al- qur’an.
1.     Abu Bakar al- shiddiq
Pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar kehati- hatian dalam meriwayatkan hadist itu nampak pertama kali.Sikap ketat dan kahati – hatian beliau dalam meriwatyatkan hadist juga ditunjukkan dengan perilaku konkret yaitu dengan membakar catatan hadist yang dimikinya.Tndakan beliau yang seperti itu dilatar belakangi karena merasa khawatir berbuat kesalahan dalam meriwayatkan suatu hadist.
Dengan adanya polemik yang terjadi perkembangan aktifitas periwayatan hadist pada masa khalifah Abu Bakar as- shiddiq masih sangat terbatas dan tidak menonjol.
Karena pada masa ini umat islam banyak dihadapkan pada masalah pemberontakan yang timbul semenjak sepeningal Rasulullah saw.
2.     Umar bin Khatab
Tindakan hati- hati yang dilakukan oleh Abu Bakar juga diikuti oleh pemerintahan Umar bin Khatab .dalam hat ini Umar juga dikenal sebagai orang yang berhati- hati di dalam meriwayatkan sebuah hadist. Beliau tidak mau menerima suatu riwayat apabila tidak disaksikan oleh sahabat yang lain.
 Dapat dipahami bahwa pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar as- shiddiq dan Umar bin Khatab naskah al- qur’an masih sangat terbatas. Meskipun demikian pada masa Umar ini periwayatan hadist telah banyak dilakukan oleh umat islam. Tentu dengan tetap memegang prinsip kehati- hatian.
3.     Usman bin Affan
Pada masa pemerintahan  khalifah Usman bin Affan periwayatan hadist terjadi lebih banyak dibandingkan dari masa pemerintahan yang sebelumnya. Hal ini disebabkan karena memang sifat Usman yang tidak sekeras Umar, jadi para periwayat hadis merasa lebih longgar dalam meriwayatkan hadist.Meskipun demikian Usman selalu mengingatkan para periwayat untuk tetap berhati- hati dalam setiap khotbahnya. Wilayah islam yang semakin luas juga mempengaruhi lebih leluasanya para periwayat, karena jangkauan pengawasan yang semakin sulit.
4.     Ali bin Abi Thalib
Tidak jauh berbeda dengan pemerintahan yang sebelumnya.Masa Ali pun demikian tetap memegang asas kehati- hatian dalam dalam hal periwayatan hadist. Namun perbedaan yang mencolok dari khalifah yang sebelumnya yaitu Ali baru mau menerima suatu riwayat apabila periwayat hadist tersebut mengucapkan sumpah, bahwa hadist yang disampaikan benar- benar berasal dari Nabi saw.
Sumpah yang dilakukan tidak menjadi syarat mutlak dalam pemerintahan Ali, sumpah itu bisa tidak berlaku apabila periwayat memang sudah dipercayai oleh Ali.
Karena perkembangan hadist semakin luas dan banyak juga hadist yang tersebar di masyarakat.Jadi untuk mendapatkan hadist yang shahih perlu dilakukan penelitian yang mendalam pada masa ini.
HADIST PADA MASA TABI’IN
 Pada masa tabi’in tidak begitu jauh beda dengan pemerinthan masa sahabat, Namun persoalan yang dihadapi sedikit berbeda. Karena kekuasaan islam yang di pegang oleh Bani Umayyah pada waktu itu sangat luas dan juga para ahli hadist yang tersebar di seluruh penjuru negeri menjadikan para tabi’in kesulitan menjangkau mereka. Dengan demikian masa ini disebut dengan masa menyebarnya periwayat hadist(intisyar a- riwayat ila al-amsar).
1.     Pusat- pusat pembinaan hadist
Tercatat bebrapa kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan hadist sebagai tempat para tabi’in mencari hadits. Kota- kota tersebiut diantaranya Madinah, Mekkah, Kufah, Basrah ,Syam, Mesir , Maghrib dan Andalus, Yaman dan Khurasan.
Pusat pembinaan hadist pertama yaitu kota Madinah, karena di sinilah Rasulullah saw hijrah dan menggabungkan dua suku jadi satu asuhan yaitu muhajirin dan ashar.
2.     Pergolakan politik dan  pemalsuan hadist
Sebenarnya pergolakan politik sudah muncul dari masa sahabat tepatnya masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Itu mempengaruhi perkembangan hadist berikutnya.Pengaruh langsung yang bersifat negatif munculnya hadist palsu untuk kepentingan polik.Adapun pengaruh yang bersifat positif juga ada yaitu dorongan untuk diadakannya kodifikasi atau tadwin hadist, sebagai upaya untuk menyelamatkan dari pemusnahan dan pemalsuan hadist.
HADIST PADA MASA KODIFIKASI (TADWIN AL- HADIST)
Maksud kodifikasi pada masa ini yaitu kodifikasi secara resmi oleh kepala negara. Pada waktu itu proses kodifikasi terwujud pada masa pemerintahan Umar bin Abdul aziz yang terkenal sangat adil dan bijaksana.Penghimpunan hadist ini dilatar belakangi oleh kekhawatiran akan  hilangnya ilmu dan wafatnya para ulama’. Karena pada masa itu islam sudah menyebar luas yang di dalamnya banyak tumbuh ajaran diluar ajaran islam dan banyak sahabat dan tabi’in yang gugur di medan perang.
Kesimpulan
            Hadits menjadi salah satu pedoman hidup bagi seluruh umat, karena hadits merupakan segala sesuatu yang disandarkan pada Rasulullah, baik itu perkataan, perbuatan, perilaku, sifat-sifat, ataupun ketentun beliau.Hadits memiliki beberapa klasifikasi, yaitu berdasarkan sifat, bentuk, kualitas, dan diniliai dari aspek kehujjahannya yang perlu kita pahami. Tak sedikit masyarakat tahu tentang perbedaan hadits, sunnah, khabar, dan atsar. Maka dari itu kami muat perbedaannya dalam tulisan ini.Hadits yang sudah hidup berabad-abad, tidak luput dari sejarah, dari masa ke masa.
Daftar Pustaka
Ichwan, Mohammad Nor. 2013.Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Semarang: RaSAIL Media Group
Zuhdi, Masjfuk.1985.Pengantar Ilmu Hadits. Surabaya: PT.Bina Ilmu
Al-Maliki, Muhammad Alawi.2005. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Zuhdi,Masjfuk. 1976Pengantar Ilmu Hadits. Surabaya: Pustaka Progressif
Mun'im Salim, Amr Abdul. 1997. Ilmu hadits; untuk pemula. Kairo: Maktabah Ibnu Taymiyah
Nor Ichwan, Mohammad. 2013. membahas ilmu- ilmu hadits. Semarang: Rasail media grup

Revisi:
1.      Tidak ditemukan indikasi copy-paste.
2.      Abstrak satu paragraf saja.
3.      Bagian sejarah hadis dari masa ke masa tidak referensial.
4.      Tata cara penulisan footnote tolong dipelajari lagi, khususnya mengenai cara penulisan referensi yang sudah pernah dicantumkan.
5.      Yang dibold hanya bagian sub-bab saja, tidak sudah semua.
6.      Sejarah hadis dari masa ke masa tolong jangan berhenti pada masa kodifikasi saja, tetapi tolong ditulis dari masa Nabi hingga masa sekarang ini. Tidak perlu panjang-panjang, yang singkat saja tetapi mengena pada inti pembahasan.
7.      Buatlah table perbedaan antara hadis, sunnah, khabar, dan atsar.
8.      Pembahasan tentang hadis dan macam-macamnya, tolong ditambahi tentang hadis marfu’, mauquf, dan maqthu’.


[1]Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis (Semarang: RaSAIL Media Group, 2013), hal 1-2
[2]Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis (Semarang: RaSAIL Media Group, 2013), hal 3-6

[3]Al-Tirmisi, op. Cit., h. 8
[4]Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis (Semarang: RaSAIL Media Group, 2013), hal 12

[5]Lihat Hadits Bukhari, kitab al-Iman. Nama lengkap Ammar adalah ammar bin Yasar bin “Amir bin Malik bin Kinanah bin Qies, Ia adalah salah seorang sahabat dan meninggal pada tahun 37 Hijriyah.
[6]LihatAbu Dawud, kitab al-Thaharah, hadits no. 286; al-Darimiy, kitab al-Thaharah, hadits no.737
[7]Lihat Muslim, kitab al-Shiyam, hadits no. 1916; Abu Dawud, kitab al-Shaum, hadits no. 2089
[8]Lihat Al-Bukhari, kitab al-Munaqib, hadits no. 3285; Muslim, kitab al-Fadhail, hadits no. 4310
[9]Mohammad Nor Ichwan, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis (Semarang: RaSAIL Media Group, 2013), hal 33-47
[10]Amr Abdul Mun'im Salim. 1997.Ilmu hadits; untuk pemula. Kairo.Maktabah Ibnu Taymiyah. Hal 11
[11] Alawi, Muhammad. 2009. Ilmu Ushul Hadis. Yogya; Pustaka Pelajar. Hal 47
[12]Mun'im Salim, Amr Abdul. 1997. Ilmu hadits; untuk pemula. Kairo. Maktabah Ibnu Taymiyah. Hal 11
[13]Alawi, Muhammad. 2009. Ilmu Ushul Hadis. Yogya; Pustaka Pelajar, Hal 47
[14]Nor Ichwan, Mohammad. 2013.membahas ilmu- ilmu hadits.Semarang:Rasail media grup. hal 121

Tidak ada komentar:

Posting Komentar