Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ushul Fiqih
Oleh: Zuhrotun Nisa’ (16110076), Siti Nur Sa’idah (16110201)
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
PAI-B 2016
Email: zuhrotunnisa1@gmail.com
ABSTRACK
Speaking of history, usul fiqih was first born of fiqih. ushul fiqih
is likened to a factory where legal sources are processed by a methodology
which then produces a legal product. The legal product is known as
"fiqh". fiqih is
a product of ijtihad carried out by jumhur ulama.
Keywords: Fiqih, Ushul Fiqih, Methodology, a Legal Product.
Berbicara mengenai sejarah,ushul fiqih lebih
dahulu lahir dari pada ilmu fiqih. ushulfiqih diibaratkan adalah pabrik dimana
sumber hukum diproses dengan metodologi yang kemudian menghasilkan sebuah
produk hukum. Produk hukum tersebut dikenal dengan “fiqih”. fiqih merupakan
suatu produk ijtihad yang dilakukan oleh jumhur ulama.
Kata Kunci: Fiqih, Ushul Fiqih, Metodologi, Produk Hukum.
A.
Pendahuluan
Bisa kita lihat pengertian
ushul fiqih dari dua sisi. Pertama, kita lihat sebagai rangkaian dari
dua kata: ushul dan fiqh. Dan yang kedua, sebagai satu
bidang ilmu dari ilmu syariat. Jika dilihat dari sudut tata bahasa (Arab), rangkaian
kata ushul dan fiqh tersebut dinamakan tarkib idhafi, sehingga dua kata itu
memberi pengertian ushul (اصول) adalah bentuk jamak dari kata ashl ( اصل)
yang berarti “sesuatu yang dijadikan dasar bagi sesuatu yang lain”. Dari
pengertian tersebut, ushul fiqih berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi
fiqh.[1]
Jadi dapat dikatakan bahwa ushul fiqih adalah sesuatu yang menjadi dasar atau
pokok dari sesuatu, bisa kita umpamakan seperti asal dinding, artinya
tepinya/ujung uratnya, yang tetap pada bumi. Maka ushul fiqh atasnya dari fiqh.[2]
B.
Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Ushul Fiqh
a.
Periode
Rasulullah
Periode pertumbuhan ushul fiqh pertama yakni periode Rasulullah. Dimulai sejak kebangkitan (Bi’tsah)
Nabi Muhammad saw. sampai beliau wafat (12 Rabi’ul awwal 11 H/8 juni 632 M).[3]
Ushul fiqh tidak muncul dengan sendirinya, akan tetapi berawal
sejak zaman Rasulullah.
“mengenai ilmu ushul fiqh, ilmu tersebut lahir sejak abad ke 2 H.
ilmu tersebut, pada abad pertama Hijriyah memang tidak diperlukan lantaran
keberadaan Rasulullah SAW masih bisa mengeluarkan fatwa dan memutuskan suatu
hukum berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diilhamkan kepada
beliau.”[4]
Di zaman Rasulullahsaw., sumber
hukum Islam hanya dua, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah. Apabila muncul
satu kasus atau permasalahan, Rasulullah menunggu turunya wahyu yang
menjelaskan hukum kasus tersebut. Jika wahyu tidak turun, maka berliau
menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdnya, yang kemudian dikenal dengan
sebutan Hadits atau Sunnah.
Dalam menetapkan hukum dari suatu kasus, di zaman
Rasulullah yang tidak ada ketentuannya dalam al-Qur’an,para ulama ushul fiqh menyimpulkan ada suatu isyarat
bahwa Rasulullah saw. menetapkannya melalui ijtihad. Hal ini dapat diketahui
melalui sabda Rasulullah saw.”
“Sesungguhnya saya adalah manusia (biasa),
apabila saya perintahkan kepadamu sesuatu yang menyangkut agamamu, maka
ambillah dia. Dan apabila aku perintahkan kepadamu sesuatu yang berasal dari
pendapatku, maka sesungguhnya aku adalah manusia (biasa). (H.R. Muslim dari
Rafi’ ibn Khudaij)”.
Dari ijtihad Rasulullah saw. secara otomatis
menjadi Sunnah sebagai sumber hukum dan dalil bagi umat Islam. Dan qiyas juga
digunakan Rasullullah dalam menjawab pertanyaan para sahabat.[5]
b.
Periode sahabat
Awal Perumusan fiqh dimulai pada periode
sahabat , diawali setelah wafatnya rasulullah, ini disebabkan karena pada masa rasulullah masih hidup, semua persoalan
hukum di serahkan kepada beliau ,walaupun satu dua kasus yang ada siasati oleh
sahabat beliau dengan ijtihad, tetapi
ijtihad itu dikembalikan lagi ke
rasulullah untuk mengetahui segi tepat atau tidaknya ijtihad tersebut, semua
ini di karenakan rasulullah adalah pemegang otoritas kebenaran agama, melalui
wahyu yang diturunkan kepada beliau.
Pada periode sahabat, dalam proses berijtihad
untuk menemukan hukum, pada dasarnya para sahabat menggunakan ushul fiqh
sebagai alat, tetapi pada saat itu ushul fiqh yang di gunakan baru dalam bentuk
yang paling awal dan belum terungkap banyak rumusan-rumusan sebagaimana yang
kita kenal sekarang.[6]Para
sahabat merasa dituntut untuk memberikan jawaban dalam memecahkan sebuah masalah
yakni memberi tafsiran terhadap ayat atau hadits serta memberi fatwa tentang
kasus-kasus yang terjadi pada masa itu, tapi tidak ditentukan hukumnya dalam
nash, denga melakukan ijtihad. Oleh sebab itu, sumber hukum Islam pada masa
sahabat ini bertambah dengan ijtihad sahabat disamping al-quran dan hadits itu
sendiri.[7]
Pada saat melakukan ijtihad, para sahabat
mula-mula mempelajari teks al-quran kemudian sunah rasululah, jika dalam dua
sumber hukum ini tidak di temukan , mereka melakukan ijtihad perseorangan
maupun mengumpulkan para sahabat untuk
bermusyawarah,hasil kesepakatan mereka ini di namai dengan ijma’, di samping
ijtihad dengan metode qiyas, para sahabat berijtihad dengan meode istishlah
yang berdasaar atas maslahah mursalah.
Dengan demikian para sahabat telah
mempraktikan ijma’, qiyas, dan istishlah (maslahah mursalah) bilamana sebuah
hukum tidak di temukan secara tertulis dalam dua sumber hukum,praktik ijtihad
para sahabat ini telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang baru berkembang
waktu itu.[8]
c.
Periode Tabi’in
Dalam melakukan ijtihad, para ahli hukum
generasi ini juga menempuh langkah yang sama dengan yang dilakukan para pendahulu
mereka, tetapi selain merujuk pada alquran dan sunnah , mereka telah memiliki
rujukan tambahan baru, yaitu berupa ijma ,ash-shahabi, ijma’ ahl al-madinah,
fatwa ash-shabi, qiyas dan mashlahah mursalah ,yang dihasilkan oleh generasi
sebelumnya. Terhadaprujukan baru
ini, mereka memiliki kebebasan memilih metode yang dianggap paling sesuai. Oleh karenanya sebagian ulama tabi’in adayang
menggunakan metode qiyas, dan sebagiannya menggunakan metode mashlahah.
Perbedaan yang di tempuh oleh kedua kelompok
ulama ini terutama timbul karena perbedaan pendapat: apakah fatwa ash-shahabi
dapat menjadi dalil hukum?, dan apakah ijma ahl al-madinah merupakan ijma’
sehingga berkedudukan sebagai hujjah qath’iah?.
Adanya kedua kelompokk ini merupakan cikal
bakal lahirnya dua aliran besar dalam ushul fiqh dan fiqh, aliran mutakalimin
atau asy-syafi’iyyah yang di anut matoritas jumhur ulama dan aliran fuqaha atau
hanafiyyah [9]
d.
Periode Imam Mazhab
setelah
periode tabi’in berlalu , perkembangan ushul fiqh dilanjutkan oleh periodeimam
mazhab , adanya perbedaan sejarah yang sangat sigifikan, maka sejarah pada
periode ini lebih dapat dirinci menjadi tiga bagian yaitu:
1)
Masa sebelum imam asy-Syafi’i
masa ini ditandai munculnya Abu Hanifah bin Nu’man, pendiri
mazhab hanafi,dia tingggal dan berkembang di irak ,dibandingkan periode
sebelumnya, metode ijtihad imam abu hanifah sudah jelas polanya, dalam
ijtihadnya dia dikenal banyak menggunakan qiyas dan ihtihsan. Mujtahid lainya ,Imam Malik bin Anas, pendiri mazhab
maliki tinggal serta berkembang di madinah, karena faktor kultur ia sangat ketat berpegang pada tradisi
yang berkembang di masyarakat madinah, hal ini tergambar dari sikapnya yang
menolak periwayatan hadis yang diisbatkan kepada rasulullah yang dinilainya
tidak valid, dia juga mengkritik periwayatan hadis yang bertentangan dengan nash alquran atau perinsip umum ajaran islam.
Apabila abu hanifah menggunakan ihtisan dan qiyas dalam
ijtihadnya, sebaliknya imam malik menggunakan mashlahah mursalah, metode
maslahah imam malik ini semakin berkembang sangat jauh, sehingga salah satu
ulama najmuddin ath-thufi dituduh sesat oleh sebagian ulama dikarenakan
menggunakan metode ini sangat liberal.
2)
Masa Imam asy-syafi’i
Periode kedua dari imam mazhab ketika tampilnya imam
muhammad idris asy-syafi’I ,masa ini berbda dengan masa sebelumnya , dimana
metode ushul fiqh belum tersusun dan belum dibukukan, masa ini ditandai
lahirnya karya imam asy-syafi’i yaitu ar-risalah.
Kitab ar-risalah sendiri awal mulanya bernama al-kitab ii
banyak berisi uraian mengenai metode istinbath hukum , yaitu alquran , sunnah,
ijma , fatwa ash-shahabi serta al-qiyas, kitab ar-risalah asy-syafi’I
menekankan alqiyas sebagai metode ijtihad, bahkan dalam beberapa bagia buku
menegaskan al-qiyas merupakan satu-satunya metode ijtihad.
3)
Masa sesudah Imam asy-syafi’i
Sesudah berlalunya masa imam asy-syafi’I, ilmu ushul fiqh
semakin menunjukakn kesempurnaannya ,dalam masa ini lahir beberapa karya dalam
bidang ushul fiqh ,antara lain:
a.
an-Nasikh wa al-Manshuk, karya Ahmad bin Hanbal (164-241 H), pendiri mahzab
Hanbali
b.
Ibthal al-Qiyas, karya Dawud azh-Zhahiri (200-270 H), pendiri mahzab
azh-Zhahiri.
Kitab terakhir ini merupakan antitesis terhadap pemikiran Imam
asy-Syafi’I yang sangat mengunggulkan qiyas dalam berijtiad.[10]
Puncak dan masa keemasan fiqih Islam terjadi pada abad ketiga
Hijriyyah, karena pada masa itu terjadi suasana perdebatan terbuka dalam ilmu
fiqh sangat menggairahkan, sehingga bermunculan para ulama dalam bidang ilmu
ini. Akan tetapi fatwa sejarah menunjukkan, suasana yang sangat menggembirakan
ini tidak berlangsung lama, karena dicemari oleh pemikiran orang-orang yang
sebenarnya tidak memiliki keahlian dalam bidang fiqih. Mereka melahirkan
fatwa-fatwa hukum yang kontroversial dan membingungkan masyarakat. Hal ini
bukan saja materi fatwa mereka yang saling bertolak belakang dengan fatwa-fatwa
para ulama yang kenamaan, tetapi juga karena fatwa mereka yang pada umumnya
tidak dibangun di atas landasan dalil dan metodologi yang memenuhi standar.
Akibatnya, pada pertengahan abad keempat, mulai terdengar ditutupnya pintu
ijtihad. Rasa percaya diri ulama sudah mulai mengilangyang sebenarnya memiliki
kemampuan berijtihad yang tampil pada masa itu, sehingga mereka tidak berani
secara bebas berijtihad sendiri. Mereka berkeyakinan, setelah imam mahzab empat
(Abu Hanifah, Malik bin Anas, asy-Syafi’I, dan Ahmad bin Hanbal) tidak ada lagi
ulama yang memiliki kapasitas kelmuan sebagai mujtahid mutlak. Di samping itu,
mereka juga berpendapat, semua persoalan fiqh sudah dibahas ulama sebelumnya,
sehingga tidak diperlukan ijtihad baru.
Ketika issue penutupan ijtihad menyebabkan kemunduran dalam
bidang ilmu fiqh. Dampak kemunduran tersebut terlihat dari karya-karya yang
muncul tidak lagi melahirkan mazhab-mazhab fiqh yang baru. Akan tetapi, berbeda
dengan fiqh, ushul fiqh semakin memperlihatkan kesempurnaannya. Pembukuan dan
pensistematisan ushul fiqh yang dilakukan oleh asy-Syafi’I dikembangkan oleh
para ulama selanjutnya. Sebagaimana diketahui, validas fiqh diukur sejauhmana keselarasannya dengan
ushul fiqh sebagai metode ijtihad. Oleh karena pada masa itu, ilmu ini sangat
diperlukan, terutama karena ia berperan menjadi senjata daam
perdebatan-perdebatan ilmiah di bidang fiqih.[11]
v Biografi Mujtahid-mujtahid atau Imam Mazhab
yang terkenal pada saat itu diantaranya:
a)
Imam abu hanifah, seorang alim keturunan persia, lahir di basrah tahun 80
H (699 M) bekerja di kufah dan meninggal
tahun 150 H (767 M) abu hanifah terkenal sebagai ahli al Ra’yu , yaitu banyak
mendasakan pendapatnya kepada ujian pikiran , karena di basrah kurang mendapat
hadis sahih.Murid-muridnya yang terkenal adalah
1. Abu yusuf, yang meninggal tahun 182 H (798 M)
2. Muhammad ibn Hisal al syaibani, meninggal tahun 189 H (804 M)
b)
Imam malik ibn anas, lahir di madinah tahun 93 H (713 M) dan meninggal
tahun 179 H (795 M ) imam malik terkenal sebagai ahli hadis (akl al-hadits)
karena di madinah hadits nabi banyak dikumpullkan pada ahli hadits ,disamping
alquran , hadits beliau ambil sebagi dasar fiqh nya, buku hadits yang
terkenal/termasyhur ialah yang bernama “muwaththa” akhirnya mendirikan mazhab
maliki , pengikutnya terbesar di seluruh daerah islam bagian barat seperti
maroko, aljazair,tunis, tripoli , spanyol mesir dan afrika tengah.
c)
Imam muhammad ibn idris al ayafei.beliau
dilahirkan di palestina tahun 150H (767 M) dan meninggal tahum 204 H
(802 M) dimesir .dia dibesarkan dan belajar di makkah dan dimadinah (pernah
belajr dari imam malik), beliau adalah pendiri mazhab imam syafe’I,
terkenal orng yang besar jasanya , terutama bukunya yang terkenal sampai
sekarang adalah al-umm. Buku al-umm sebagai dasar ilmu yang dikembangkan yang bernama “ushul alfiqh
“ beliau adalah pendiri mazhab syafe’I yang tetap ada sampai sekarang ,pengikut
mazhab terkenal di mesir hilir, afrika tunis, asia tengah, bahrein, arabia
selatan,yaman siam, malaysia dan indonesia.
d)
Imam ahmad ibn hambali, lahir di bagdad tahun 164 H (776 M) dan meninggal
tahun 241 H (855 M) ia terkenal sebagai ahli hadits . bukunya yang terkenal
“musnad ahmad ibn hambal”, yang berisi hampir 30.000 hadits , beliau adalah
pendiri mazhab hambali, yang terdapat di arabia tengah , arabia barat, oman ,
teluk persia, bagdad, asia tengah, syiria, disamping itu ada lagi mazhab syi’ah
yang mempunyai fiqh tersendiri ,mazhab
zhahiriyang mempunyai fiqh sendiri pula , imam imam besar itulah yang telah
menciptakan fiqh masing-masingg, yang masih ditaati penganut islam sampai
sekarang.[12]
C.
Aliran-aliran Ushul Fiqih
Fiqh dalam sejarah perkembangannya dikenal ada
dua aliran ushul fiqh yang berbeda yakni
a.
Aliran jumhur ulama ushul fiqh
Aliran ini dikenal dengan nama aliran syafi’iyah atau mutakallim
dan dikenal dengan sebutan aliran jumhur ulama karena mayoritas ulama
safi’iyah, malikiyah, dan hanabi menganutnya terutama cara penulisan ushul
fiqh. Disebut dengan aliran syafi’iyah karena pencetus aliran ini adalah imam
syafi’i dan dikenal dengan aliran mutakallim karena pakar dibidang ini setelah
imam syafi’i adalah dari kalangan mutakallim (para ahli ilmu kalam).[13]
Aliran syafi’iyyah dalam ushul fiqih ditandai dengan sistematika
pembahasannya yang murni bersifat ushul fiqh. Yang mana dalam melakukan
pembahasan dan pengembangan kaidah-kaidah ushul fiqih.[14]
Merek merumuskan kaidah-kaidah ushul fiqih tanpa peduli apakah mendukung mazhab
fikih yang mereka anut atau justru berbeda, bahkan bertujuan untuk dijadikan
titik ukur bagi kebenaran mazhab fikih yang sudah terbentuk.[15]
Ulama Syafi’iyah dan Ulama Malikiyah adalah ulama yang paling
menguasai keahlian dalam ilmu Ushul Fiqih.[16]
Adapun ulama-ulama yang menyusun kitab-kitab ushul yang sangat termasyhur di
antaranya:
a.
Kitab
al-Mustashfa yaitu karangan Abu Hamid al-Ghozali al-Syafi’i.
b.
Kitab
al-Ahkam, yaitu karangan Abu Hasan al-Amidi al-Syafi’i.
c.
Kitab
al-Minhaj, yaitu karangan al-Baidhowi al-Syafi’i.
Sedangkan kitab
ushul fiqh staandar dalam aliran Syafi’iyyh/Mutakallim yakni:
a.
Al-Risalah,
disusun oleh Imm al-Syafi’i
b.
Kitab
al-Mu’tamad, disusun oleh Abu Husain Muhammad ibn ‘Ali al-Bashri.
c.
Kitab
al-Buhan fi Ushul al-Fiqh, disusun oleh Imam al-Haramain al-Juwaini.
d.
Kitab
al-Mankhul min Ta’liqat al-Ushul, kitab Syifa’ al-Ghalil fi Bayan al-Syabah wa
al-Mukhil wa Masalik al-Ta’il, dan al-Mustashfa fim’Ilm al-Ushul, tiga rangkaian
kitab tersebut disusun oleh Imam Abu Hamid al-Ghazali.
Sekalipun kitab
ushul fiqih dalam aliran Syafi’iyyah/Mutakallim
cukup banyak, hanya saja yang menjadi sumber dan standar dalam aliran
ini adalah kitab ushul fiqh tersebut di atas.[17]
b.
Aliran
Fuqaha atau Aliran Hanafiyah
Aliran ini dikembangkan oleh ulama Hanafiyah. Seperti: al-Karakhi,
Abi Bakr ar-Razi, ad-Dabbusi, al-Baidhawi, dan asy-Syarakhsyi.[18]
Disebut dengan aliran fuqoh (ahli-ahli fiqih) karena dalam sistem penulisannya
banyak diwarnai oleh contoh-contoh fikih.[19]
Aliran ini berusaha menerapkan kaidah-kaidah yang mereka susun terhadap furu’.
Jika sulit untuk diimplikasikan, halini yang dilakukan mereka yakni mengubah
atau membuat kaidah baru supaya bisa diimplikasikan pada masalah furu’
tersebut.[20]
Ushul fiqih yang mereka kembangkan kembangkan berperan sebagai alat
unuk mempertahankan pendapat-pendapat fiqh yang telah dahulu ada. Jadi, berbeda
dengan ushul fiqih aliran asy-Syafi’iyyah yang menjadikan ilmu ushul fiqih
sebagai alat untuk melahirkan hukum-hukum fiqh, maka paa aliran fuqoha inilah
mereka menjadikan hukum-hukum fiqh yang telah ada, terutama hukum-hukum fiqh
hasil ijtihad Imam Abu Hanifah dan para muridnya sebagai pedoman menyusun
kaidah-kaidah ushul fiqh mereka.[21]
Kitab-kitab standar yang disusun dalam aliran ini antara lain:
a)
Kitab
Ta’sis al-Nazhar disusun oleh Abu Zaid Al-Dabbusi.
b)
Kitab
Ushul al-Bazdawi disusun oleh ‘Ali ibn Muhammad al-Bazdawi
c)
Kitab
Ushul-alSyarakhsi disusun oleh Abu Bakar Syams al-Aimmah al-Syarakhshi.[22]
c.
Aliran yang menggabungkan antara dua aliran di atas
Dalam perekembangan selanjutnya, seperti yang disebutkan
oleh Muhammad Abu Zahrah, muncul lagi aliran ketika yang dalam penulisan Ushul
Fiqih menggabungkan antara dua aliran tersebut. Misalnya, kitab Badi’
al-Nizam karya Ahmad bin ‘Ali al-Sa’ati (wafat 694) ahli ushul fiqih dari
kalangan Hanafiyah, yang menggabungkan dua buah kitab, yakni Ushul
al-Bazdawi oleh Ali Ibn Muhammad al-Bazdawi dari aliran Hanafiyah dan
al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam oleh al-Amidi (wafat 631 H) dari aliran Syafi’i,
kitab Jam’u al-Jawami’ oleh Ibnu al-Sibki (wafat 771 H) ahli ushul fiqih
dari kalangan Syafi’iyah, dan kitab al-Tahrir oleh al-Kamal Ibnu al-Humam
(wafat 861) ahli Ushul fiqihdari kalangan Hanafiyah.
Pada ujung abad kedelapan Abu Ishaq al-Syatibi (wafat 780
H), ahli ushu fiqih dari kalangan Malikiyah, mengarang sebuah kitab dengan
judul al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah. Di bandingkan dengan buku-buku ushul
fiqih sebelumya, kitab al-Muwafaqat lebih banyak berbicara tentang maqasid
al-Syari’ah (tujuan hukum) sebagai landasan pembentukan hukum. Kitab ini
dianggap sebagai perkembangan terakhir dari ushul fiqih.[23]
D.
Karya-Karya Dalam Bidang Ushul Fiqih
Dalam penyusunan ushul fiqh terdapat berbagai
aliran, yakni aliran Jumhur Ulama Ushul Fiqh, aliran Hanafiyah serta aliran
yang menggabunggakan antara dua aliran tersebut.
Adapun kitab ushul fiqh yang disusun menurut
aliran jumhur diantaranya:
a)
Al-risalah, disusun oleh Muhammad bin Idris al-Syafi’i.
(150 H-204 H).
Kitab al-Risalah adalah buku pertama Ushul Fiqh. Oleh
karena itu, buku ini menjadi referensi utama dalam studi Ushul Fiqh dan banyak
yang mensyarahnya, antara lain Syarh Abi Bakr al-Shairafi dan Syarh Abu
al-Walid al-Naisaburi Muhammad ibn Abdillah.
b)
Al-burhan fi ushul al-fiqh, disusun oleh Abu al-Ma’ali
Buku ini adalah buku standar dalam ushul fiqih aliran
Jumhur atau Mutakallim.
c)
Al-muhni fi abwab al-tawhid wa al-‘adl, disusun oleh al-Qadi Abdul Jabbar
Beliau adalah seorang tokoh mu’tazilah. Buku ini terdiri
dari 23 jilid yang berbicara tentang berbagi ilmu keislaman. Sedangkan khusus
juz ketujuh belas berbicara tentang ushul fiqh.
d)
Al-mu’tamad fi ushul al-fiqh, oleh Abu al-Husein al-Bashri
Beliau adalah seorang yang ahli ushul fiqh dikalangan
mu’tazilah. Buku ini terdiri dari dua jilid dan terbilang sebagai salah satu
buku standar ushul fiqih aliran jumhur ulama atau syafi’iyah.
e)
Al-mustashfa min ‘ilm al-ushul, oleh Abu Hamid al-Ghazali
Beliau adalah ahli ushul fiqh dari kalangan Syari’iyah.
Seperti halnya setiap karya Al-Ghazali, buku ini terbilang sebagai buku ushul
fiqh yang sangat bermutu dan beredar di dunia Islam sampai sekarang.
f)
Al-mashul fi’illm al-ushul karya Fakhr al-Dien al-Razi
Beliau adalah seorang ahli ilmu kalam, ahli tafsir dan
ahli ushul fiqh dari kalangan Syafi’iyah. Kitab ini merupakan rangkuman dari
empat buah buku ushul fiqh standar aliran mutakallim/Syafi’iyyah di atas.
g)
Al-ihkam fi ushul al-ahkam, karya Syaif al-Dien al-Amidi
Beliau adalah ahli ushul fiqh dari kalangan Syafi’iyyh.
h)
Minhaj al-wusul fi’ilm al-ushul, karya al-Qadi al-Baidawi
Buku ini dicetak antara lain di Mathba’ah Muhammad ‘Ali
Subaih wa awladuhu, Mesir, tanpa menyebutkan tahun.
i)
Al-‘uddah fi ushul al-fiqh, karya Abu ya’la al-Farra’ al-Hanbali
Beliau ahli ushul fiqh dari kalangan Hanbaliyah (pengikut
mahzab Hanbali). Kitab ini terdiri dari tiga jilid dan terkenal di antara buku
standar ushul fiqh dalam mahzab Hanbali.
j)
Raudah al-nazir wa jannahal-munazir, karya Muwaffiq al-Dien ibnu Qudamah al-Maqdisi
Beliau ahli fiqih dan ushul fiqh dalam mahzab Hanali.
k)
Al-musawwadah fi ushul al-fiqh, dikarang oleh tiga ulama besar , Syeikh al-Islam Majd al-Dien Abu al
Barakat al-Harrani dan putranya Syihab al-Dien Abu Abdul-Halim dan seterusnya
oleh cucunya Taqiy al Dien ibnu Taimiyah
l)
A’lam al-muwaqqi’in an rabb al-‘alamin, karya Imam Ayams al-dien Abu Bakr
Beliau ahli ushul fiqh mahzab hanbali. Buku ini berbicara
panjang lebar tentang ushul fiqh mahzab hanbali.
m)
Mukhtashar muntaha al-sul wa al-amal karya Jamal al-dien ibnu al-hajib .
Beliau seorang ahli ushul fiqh dari kalangan malikiyah.
Buku ini lebih dikenal dengan Mukhtashr Ibnu al-Hajib.
Sedangkan kitab-kitab ushul fiqh yang disusun
menurut aliran hanafiyah antara lain;
a.
Taqwim al-adillah, karya imam abu zaid al-dabbusi
b.
Ushul al-syarakhshi, disusun oleh
imm muhammad ibnu ahmad syams al-aimmah al-sarakhshi
c.
Kanz al-wushul ila mu’rift al-ushul, disusun oleh fakhr al-islam al-bazdawi
d.
Manar al-anwar oleh abu al-barakat abdullah ibnu ahmad ibnu
muhammad al-nasafi
Kitab ushul fiqh yang disusun dengan
menggabungkan aliran jumhur dengan aliran hanafiyah antara lain:
a.
Jam’u al-jawami’, karya taj al-dien ibnu al-sibki
b.
Al-tahrir fi ushul al-fiqh karya kamal al-dien ibn al-humam
c.
Musallam al-subut, karya muhibullah ibn abd al-syakur
d.
Al-muwafaqat fi ushul al-syari’ah karya abu ishaq al-syathibi
Buku-buku ‘ilmu ushul fiqh yang disusun pada
abad modern diantaranya:
a.
Irsyad al-fuhul , karya imam muhammad ibn ‘ali al-syaukani
b.
‘ilmu ushul al-fiqh , karya
abdul-wahhab khalaf
c.
Ushul al-fiqh, disusun oleh syekh muhammad abu zahra
d.
Ushul al-tasyri’ al-islami, disusun oleh al-ustadz ali hasaballah
e.
Dlawabit al-maslahah fi al-fiqh al-islami, karya muhammad sa’id ramadan al-buthi
f.
Tafsir al-nusus fi al-fiqh al-islami, disusun oleh Dr. Muhammad adib shaleh
g.
Al-wasit fi ushul al-fiqh al-islami, karya DR. Wahbah al-zuhaili
h.
Nazariyat al-maslahah fi al-fiqh al-islami karya Dr. Husain hamid hassan
i.
Atsar al-ikhtilaf fi al-qowa’id al-ushuliyyah fi ikhtilaf
al-fuqaha karya DR. Mustafa Sa’id al-Khin.
Daftar Pustaka
Koto, Alaiddin. 2006. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Koto, Alaiddin. 2006. Ilmu Fiqih
dan Ushul Fiqh (Sebuah Pengantar). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Koto, Alaiddin. 2014.Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh. Jakarta: Rajawali
Pers.
Bakry, Nazar. 2003. Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Satria Effendi, M. Zein.2005.Ushul
Fiqh. Jakarta:
Kencana.
Dahlan, Abd. Rahman.Ushul
Fiqih. Jakarta: Amzah.
Khallaf, Abdul Wahab. 1996. Kaidah-Kaidah Hukum Islam. PT RajaGrafindo.
Syafe’i, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: CV.
Pustaka Setia.
Haroon, Nasrun. Ushul Fiqih 1. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.
Catatan:
1.
Similarity 43 %.
2.
Abstrak dan pendahuluan seperti ditulis dengan kondisi tidak ikhlas.
3.
Penulisan footnote tidak konsisten.
4.
Tidak ada penutup/kesimpulannya.
Secara umum saya lihat, makalah ini juga masih kacau,
sama seperti makalah pertama. Rupanya penulis makalah ini tidak belajar dari
makalah terdahulu.
[1]Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh (Jakarta: PT
RajaGrafindo),3.
[2]Nazar Bakry, Fiqih dan Ushul Fiqih (Jakarta: PT
RajaGrafindo),19.
[5]Nasrun Haroon, Ushul Fiqih 1 (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu), 7.
[7] Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh Dan Ushul Fiqh (Jakarta:
Rajawali Pers), 15.
[10] Ibid, 27
[12]Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: Raja
Grafindo Persada), 76.
[13] Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana), 23.
[14] Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih (Jakarta: Amzah), 30.
[17]Nasrun Haroon, Ushul Fiqih 1 (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu),13.
[18] Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih (Jakarta: Hamzah), 30.
[19] Satria Effend, M. Zein, Ushul Fiqih (Jakarta: Kencana), 25.
[20]Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh (Bandung: CV. Pustaka
Setia) ,46.
[21] Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih (Jakarta: Hamzah), 30.
[22]Satria Effend, M. Zein, Ushul Fiqih (Jakarta: Kencana), 25.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar