Senin, 06 Mei 2019

Double Movement Fazlurrahman (PAI F Semester Genap 2018/2019)



Azura Nur Azlin (16110103) & Susila Yuli Rahmawati (16110105)
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam
Kelas F Angkatan 2016
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
E-mail :

Abstract
The law of conducting polygamy is a controversy, there are some parties who advocate because textually the recommendations are contained in the Qur'an Al-Nisa verse 3 which states that men can marry more than one wife and give a limit of four wives , for some groups who reject this opinion because for them interpreting the Qur'an cannot be done with textual only, we also need to pay attention to several aspects such as the socio-historical, the purpose of the revelation,etc.
But in practice polygamy is now the reason for a husband to be able to fulfill his desires, without putting forward the attitude of justice in his household. then it becomes a debate how could the Qur'an fight for slaves and equalize the position of men and women but on the other hand advocate the practice of polygamy, which in polygamy women feel they are not as equal as promised?
Fazlur Rahman is an Islamic reformer who lives in Pakistan, in expressing his ideas, Rahman has been a liberal by classical scholars so he gets a strong resistance from his own country, without Rahman starting to despise his career in Chicago, where Rahman can pour his thoughts in several of his works so that Rahman can strive so that historical Islam can be practiced by Muslims so that a moral society is created.
Abstrak
            Hukum melakukan poligami menuai kontrovensi, ada beberapa pihak yang menganjurkan karena secara tekstual anjuran tersebut tertuang dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 3 yang di dalamnya menyebutkan bahwasannya laki-laki dapat menikahi lebih dari satu istri dan memberi batasan sebanyak empat orang istri, adapun beberapa golongan yang menolak pendapat tersebut karena bagi mereka menafsirkan Al-Qur’an tidak dapat dilakukan dengan tekstual saja kita juga perlu memperhatikan beberapa aspek seperti sosio historis, tujuan diturunkannya ayat tersebut dll.
            Namun dalam prakteknya poligami kini menjadi alasan seorang suami agar dapat memenuhi hawa nafsunya, tanpa mengedepankan sikap keadilan di dalam rumah tangganya. lantas yang menjadi perdebatan bagaimana mungkin Al-Qur’an yang memperjuangkan budak serta menyetarakan kedudukan antara laki-laki dengan perempuan namun di sisi lain menganjurkan praktek poligami, yang mana dalam poligami wanita merasa tidak mendapatkan kedudukan yang setara seperti yang dijanjikan tersebut ?
Fazlur Rahman merupakan seorang tokoh pembaharu Islam yang hidup di Pakistan, dalam mengemukakan gagasannya, Rahman diniali telah menjadi seorang yang liberal oleh ulama klasik sehingga mendapatkan perlawanan yang cukup keras dari negaranya sendiri, tanpa putus asa Rahman mulai menitih karirnya di Chicago, disinilah Rahman dapat menuangkan pemikirannya dalam beberapa karyanya shingga Rahman dapat mengupayakan agar Islam historis dapat dipraktekkan umat Islam sehingga terciptalah masyarakat yang bermoral.
A. Pendahuluan
Memiliki istri lebih dari satu merupakan sebuah realita yang terjadi di masa sekarang. Bahkan di zaman dahulu jauh sebelum Islam datang poligami menjadi adat kebiasaan masyarakat. Poligami masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh kalangan ahli fikih. Ada beberapa kelompok yang memperbolehkannya dan ada juga kelompok yang menolak dengan alasan yang mereka pegang masing-masing.
Di Indonesia sendiri poligami mendapat legalitas dari perundang-undangan, namun tidak sedikit tokoh wanita yang menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap poligami. Banyak wanita yang memilih untuk bercerai daripada harus dipoligami oleh suaminya. Berdasarkan fakta yang ada, poligami menjadi suatu kontroversi dalam masyarakat khususnya masyarakat muslim.  Sebagian dari masyarakat menginginkan agar poligami dihapuskan tetapi sebagian yang lain ingin mempertahankan karena poligami merupakan salah satu ajaran syariat Islam.
Hukum poligami pada dasarnya adalah mubah seperti yang dijelaskan Al-Qur’an pada surat An-Nisa’ ayat 3 yang menjelaskan bahwa poligami boleh dijalankan apabila ia mampu berlaku adil. Maka jika syarat ini tidak dapat terpenuhi suami bisa menyakiti istrinya dan ia dihukumi menjadi seorang yang dzalim terhadap hak-hak istrinya. Pendapat golongan mengenai hukum poligami secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian yakni, yang pertama adalah mereka yang membolehkan poligami secara mutlak. Kedua, mereka yang melarang poligami secara mutlak. Dan yang ketiga adalah mereka yang membolehkan poligami dengan syarat dan ketentuan.
Fazlur Rahman merupakan salah satu tokoh yang membahas konsep poligami. Ia merupakan sosok pemikir Islam abad modern yang menawarkan suatu metode yang logis, kritis dan komperhesif, yaitu hermeneutika double movement. Rahman mencoba memahami bahwa sikap adil itu mustahil untuk dilakukan oleh seorang suami terhadap para istrinya. Sedangkan tuntutan berlaku adail merupakan salah satu tuntutan dasar pengajaran yang ada didalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, Fazlur Rahman berpendapat yang dimaksud dari ayat poligami yakni menganjurkan umat muslim untuk monogami. 
B.       Fazlur Rahman dan Pemikirannya
1.      Biografi Fazlur Rahman
Fazlur Rahman lahir pada 21 September tahun 1919 dan wafat pada tanggal 26 Juli 1988. Rahman dibesarkan oleh keluarga yang bermahdzab Hanafi yakni, salah satu mahdzab sunni yang identik dengan pemikiran rasionalnya. Seperti masyarakat muslim pada umumnya, Rahman mempelajari ilmu-ilmu agama di madrasah hingga ia tamat pendidikan menengah. Selain menempuh Pendidikan formal, Rahman juga mempelajari ilmu agama dari ayahnya, Maulana Shihabuddin yang merupakan ulama’ dari salah satu lembaga yang terkenal di India yakni Deoband. Pada tahun 1942, Rahman melanjutkan pendidikannya dalam bidang sastra arab di Departemen Ketimuran Universitas Punjab.[1]
Rahman merupakan seorang yang memiliki pemikiran kritis, hal ini membuat ia berbeda dengan alumni madrasah pada umumnya. Meskipun ia menempuh pelajaran di sekolah tradisional, tetapi Rahman memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikannya di barat yakni tepatnya di Oxvord University, Inggris. Keinginan Rahman melanjutkan studi di barat merupakan awal dari sikapnya yang menunjukkan kontroversi. Karena pada masa itu ulama’-ulama’ Pakistan memandang seorang yang menempuh pendidikan di barat dengan pandangan yang negatif.
Pada masa itu, pendidikan tingkat tinggi di Pakistan belum memiliki guru pengampu riset yang memadai sehingga perkembangan ilmiah tidak dapat berkembang. Sedangkan di barat pemikiran intelektual dalam bidang sains dan filsafat sedang tumbuh dan berkembang. Kemajuan lembaga pendidikan tinggi di barat melahirkan guru-guru yang profesional dalam bidang kajian agama Islam. Inilah salah satu alasan mengapa Rahman mengambil keputusan untuk melanjutkan studi di barat.
Akhirnya di tahun 1946, Rahman berangkat ke Oxvord University. Disana, selain belajar di kelas Rahman juga mempelajari beberapa bahasa asing diantaranya bahasa Latin, Inggris, Jerman, Perancis dan juga Yunani. Penguasaan bahasa asing ini bertujuan agar Rahman lebih mudah dalam menguasai dan memperdalam ilmu pengetahuannya karena kebanyakan referensi buku keislaman ditulis dalam bahasa yang sedang dipelajarinya.[2]
Program doctor ia selesaikan di tahun 1950 dengan mengangkat disertasi mengenai Ibnu Sina. Rahman juga mampu menulis buku yang berjudul “Avisena Psychology” yang  diterbitkan di Oxvord University. Kemudian Rahman mengabdi sebagai dosen setelah menempuh program doktornya sehingga pada masa ini ia menciptakan beberapa karya ilmiah. Perjalanan pendidikan Fazlur Rahman tidak terhenti di Inggris. Rahman pergi ke kanada sebagai Associate Professor dalam bidang Kajian Islam di Institute of Islamic Studies Mc. Gill University Kanada.
Fazlur Rahman kembali ke Pakistan setelah 3 tahun di Kanada. Ia bersama jenderal Ayyub Khan mencoba untuk memperbarui bentuk negara dengan cara memperkenalkan perubahan-perubahan politik dan hukum. Oleh karena itu Fazlur Rahman beranggapan bahwa pendidikan merupakan faktor utama yang mampu membawa pembaharuan, pernyataan inilah yang menjadikan Rahman kritis terhadap sistem pendidikan Islam yang sedang berkembang pada periode kemunduran dan periode awal pembaharuan. Pusat Lembaga Riset Islam mulai dibentuk dan Rahman ditunjuk sebagai Profesor tamu yang kemudian ia ditunjuk sebagai direktur. Selain menjadi direktur Rahman juga menjadi dewan penasihat ideologi Islam, badan pembuat kebijakan yang tertinggi. Inilah kesempatan Rahman untuk melihat kondisi pemerintahan dan kekuasaan secara lebih rinci.[3]
Di dalam usahanya untuk memperbarui sistem pemeritahan, Rahman mendapatkan ancaman politik dan kekuasaan. Partai politik dan kelompok agama yang tidak sejalan dengan pemerintahan Ayyub Khan mempunyai jalan untuk menggagalkan orientasi reformis pemerintah dengan menyerang Fazlur Rahman dengan cara mengkritik, menghujat dan juga mengecam  beberapa isu agama dan fikih yang mengenai status bunga bank, zakat, hukum kekeluargaan dan lain-lain.
2.    Pemikiran Fazlur Rahman
Melalui beberapa karyanya, Fazlur rahman menunjukkan bahwa sangat perlu mempertimbangkan adanya upaya reinterpretasi yang sesuai dengan kondisi   masyarakat pada masa kini. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari secara mendalam tentang hadits tersebut sehingga dapat mengetahui latar belakang situasi munculnya hadits tersebut.
a.    Evolusi Pemikiran Fazlur Rahman
1.    Periode Awal (tahun 1950-an)
Pada era ini pemikiran Rahman lebih terfokus pada konteks historis daripada normatif. Rahman melakukan survey terhadap pemikiran filosofis yang beliau fokuskan pada pemikiran Muhammad Iqbal, menurut Rahman Iqbal satu-satunya filsuf muslim di era modern yang telah berhasil merumuskan metafisika Islam, namun Rahman juga memberi kritikan kepada Iqbal, karena menurutnya Iqbal tidak siap untuk menerima tujuan yang sesungguhnya dalam sebuah realitas sehingga dapat mengancam seseorang untuk melakukan aktivitas secara bebas.
Fazlur Rahman sepakat dengan gagasan Iqbal yang ingin menghidupkan kembali tradisi fisafat dalam masyarakat Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwasannya pada periode ini pemikiran Rahman berkaitan dengan filsafat.[4]
2.        Periode Tengah (Tahun 1960-an)
Pada periode ini Rahman muali terfokus pada Islam normatif, dimana tujuannya yakni memberi interpretasi baru terhadap Al-Qur’an menggunakan metode yang baru, akan tetapi masyarakat masih belum dapat menerima pemikiran Rahman tersebut. Akibatnya, gagasan tersebut ditolak dengan keras oleh ulama klasik.
Maka Rahman mulai menyimpulkan bahwasannya Islam normatif sangat berbeda dengan Islam historis, menurut Rahman Islam normatif ialah nilai-nilai umum yang bersifat lebih idealis, sedangkan Islam historis ialah Islam yang lama menyejarah dan sifatnya empiris. Lalu Rahman mengatakan bahwasannya keduanya perlu dikaji secara seimbang agar Islam historis ini dapat dipraktikkan oleh umat muslim sehingga tercipta masyarakat yang bermoral di dalamnya.[5]
3.        Periode Akhir (tahun 1970-an)
Karena ancaman yang jelas dari ulama klasik di Pakistan, akhirnya Rahman memutuskan untuk hijrah ke chicago, disanalah beliau mulai menulis tentang kajian islam normatif dan historis.
Karya beliau yang pertama ialah The Philosophy of Mulla Shadra (1975), dalam karyanya ini Rahman menyangkal gagasan para sarjana barat modern yang mengemukakan bahwa tradisi filsafat Islam telah punah setelah mendapatkan penyerangan dari Al-Ghazali.  
Karya Rahman yang kedua berjudul Major Themes of The Qur’an (1980), yang berisi kumpulan artikel-artikel Rahman sewaku di Pakistan yang menawarkan penafsiran yang komprehensif dan holistik (berpikir dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin mempengaruhi tingkah laku manusia). Buku ini membahas enam tema antara lain ialah :
a.    Tuhan
b.    Manusia sebagai individu
c.    Manusia sebagai anggota masyarakat
d.   Alam semesta
e.    Kenabian
f.     Wahyu
Menurut Rahman selama ini ahli tafsir menafsirkan Al-Quran tanpa memperhatikan ayat-ayat lain yang terkait, selain itu juga penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan ulama tafsir menurut Rahman dilakukan untuk membela golongan tertentu, maka penulisan buku ini memiliki tujuan yakni mengurangi penilaian yang bersifat subjektifitas dalam penafsiran Al-Qur’an.
Karya Rahman yang selanjutnya berjudul Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition (1982). Karya ini merupakan riset yang dilakukan Rahman di Universitas Chicago, buku ini membahas upaya Rahman dalam menafsirkan Al-Qur’an terutama teori hermeneutika double movement.[6]
b.      Metode Pemikiran Hukum Fazlur Rahman
Perlu bagi kita untuk memahami istilah hermeneutika dalam pemikiran Fazlur Rahman. Kata Hermeneutika berasal dari bahas Yunani yang berarti menafsirkan, sedangkan dari segi istilah hermeneutika memiliki makna penafsiran suatu teks yang berasal dari masyarakat dan latar belakang yang berbeda dengan lingkungan pembaca.[7]
Menurut Fazlur Rahman hermeneutika ini sangat penting karena jika kita memaknai Al-Qur’an tanpa memperhatikan latar belakang sosio historisnya maka kemungkinan besar kita dapat salah tangkap akan makna Al-Qur’an[8]
Fazlur Rahman memiliki pandangan yang hampir sama dengan Muhammad Syahrur tentang makna tafsir, yang memaknai bahwasannya tafsir ialah hasil ijtihad manusia terhadap teks Al-Qur’an yang mana tidak memandang bahwa teks Al-Qur’an bukan suatu hal yang final dalam penetapan hukum, jadi sangat perlu adanya pengkajian ulang sesuai perkembangan zaman.[9]
Hal ini sangat mempengaruhi metodologi yang digunakan Rahman dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam hermeneutikanya Rahman memiliki pandangan  sebagai berikut :
1.    Al-Qur’an merupakan respon Allah SWT terhadap berbagai situasi seperti moral, sosial, dan sejarah pada masa Nabi.
2.    Al-Qur’an merupakan ajaran yang membutuhkan pemahaman secara komprehensif sebagai satu kesatuan yang padu aturan-aturan dan nilai-nilai.
3.    Al-Qur’an merupakan landasan moral yang di dalamnya menekankan pada mnontheisme dan keadilan sosial.
4.    Al-Qur’an merupakan seruan bagi manusia serta mampu menjadi petunju bagi manusia agar dapat memperbaik tingkah lakunya.
Lebih lanjut Rahman menjelaskan hakikat tafsir menggunakan dua kategori :
1.      Tafsir sebagai proses
Rahman berpendapat bahwasannya Al-Qur’an senantiasa dijadikan sebagai landasan moral dalam menjawab masalah sosial keagamaan sepanjang waktu, hal ini beracuan pada pendapat bahwa Al-Qur’an bersifat sholihun likulli zaman wa makan. Dari sinilah kreatifitas mufassir diperlukan dalam mengupayakan penafsiran Al-Qur’an yang dapat menjawab berbagai permasalahan yang ada, mengingat tidak semua permasalahan jawabannya berada di dalam teks Al-Qur’an.
Rahman meyakini bahwa Al-Qur’an akan selalu mampu menjawab tantangan zaman jika saja dimaknai dengan kontekstual, beliau beracuan pada firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 185, yang memiliki arti bahwa Al-Quran merupakan kitab suci yang dijadikan sebagai petunjuk hidup manusia. Menurut Rahman, jika Al-Qur’an dipahami secara komprehensif, holistik dan kontekstual maka permasalahan yang berkembang dapat terjawab.
2.      Tafsir sebagai Produk
Dalam hal ini, Rahman berpendapat bahwa tafsir merupakan sebuah produk pemikiran mufassir, yang mana sah-sah saja jika dikaji ulang. Rahman menggunakan tolok ukur yakni mufassir mampu menangkap makna yang tersirat dalam teks Al-Qur’an serta gagasan moral yang terwujud dalam masyarakat.[10]
Rahman mengemukakan metode dalam menafsirkan AlQur’an yang tergolong menarik yakni metode Double Movement (gerak ganda). Metode ini terumus dalam kalimat dari situasi masa kini ke masa Al-Qur’an diturunkan dan kembali lagi pada masa kini.
Pada metode double movement ini ada dua gerakan yang dilakukan, pada gerak pertama terdiri dari dua langkah yaitu :
1.      Tahap pemahaman
Pada tahap ini suatu ayat dimaknai dengan melakukan kajian situasi atau memahami asbabun nuzulnya.
2.      Tahapan generalisasi
Tahapan ini dilakukan dengan jawaban-jawaban yang spesifik dan menyatakan sebagai sebuah pernyataan yang mempunyai tujuan moral.
Sedangkan pada gerak kedua yaitu dari masa Al-Qur’an diturunkan ke masa kini, hal ini dapat dipahami bahwasannya ajaran yang masih bersifat umum harus dispesifikasikan dalam konteks historis masyarakat masa kini. Jadi, jika saja pada gerak pertama terjadi hal-hal yang spesifik dalam Al-Quran menuju pada penggalian prinsip hukum, serta nilai dan tujuan dalam jangka panjang, maka pada gerakan kedua pandangan yang umum ini harus di spesifikasikan dan direalisasikan pada masa kini, namun pada gerak kedua ini tidak hanya memasukkan hal-hal yang kekinian namun juga dijadikan pengoreksi atas hasil penafsiran pada gerak pertama.[11]
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwasannya gerak pertama akan membawa pada gerak kedua dan pada penerapan metode ini mufassir harussenantiasa memperhatikan setiap makna, hukum dan tujuan dari ayat yang berkaitan sehingga tidak tumpang tindih antara satu ayat dengan ayat yang lain.[12]
Dalam melakukan hermeneutika, Rahman memiliki dasar pemahaman yang hampir sama dengan beberapa tokoh seperti :
1.      Yusuf al-Qardawiy, dalam memahami hadits terdapat beberapa langkah antara lain:
a.       menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam memahami sunnah, atas dasar bahwasannya Al-Qur’an menjadi sumber rujukan yang menempati posisi tertinggi.
b.      Menghimpun beberapa hadits yang memiliki kesamaan topik atau bahasan dengan tujuan hadits dapat dipahami secara menyeluruh.
c.       Memahami latar belakang serta tujuan hadits tersebut sehingga makna-makna tersirat dalam hadits tersebut dapat dipahami
2.      Syuhudi Ismail, dalam memahami hadits lebih menekankan pada perbedaan antara makna tekstual dan kontekstual. Makna tekstual yakni pemahaman hadits yang dilakukan dengan memerhatikan teks hadits yang tertulis sedangkan makna kontekstual ialah pemahaman hadits yang dilakukan dengan memperhatikan asbabul wurudnya dan menemukan makna yang tersirat dalam teks hadits tersebut.
3.      Mohammad Iqbal, dalam memahami hadits beliau lebih menitikberatkan pada pemahaman secara kontekstual yang mana hadits harus ditiliki dari segi sosio-historisnya dan situasi pada masa kini. Beliau tidak memandang hadits sebagai dasar hukum yang fleksibel namun beliau lebih memandang hadits sebagai landasan hukum yang dinamis .
Dari beberapa pemahaman tokoh di atas dapat kita ketahui bahwasannya Rahman memiliki pemikiran yang tidak jauh berbeda dengan mereka, namunRahman lebih mampu memberi penekanan baru pemikiran beliau, karena beliau mendalami tradisi Islam klasik juga tradisi intelektual barat.[13]
Rahman memiliki tujuan tertentu dalam mengemukakan metodenya, tujuan yang ingin ia capai ialah dapat mengungkap kembali prinsip masyarakat islam yang unggul sepanjang sejarah. Maka dari itu, kalam Allah SWT harus dipahami dengan makna yang mendasar bukan sepotong-seporong. Hanya melalui langkah inilah masyarakat masa kini bisa membebaskan diri mereka dari kebodohan yang membelenggu mereka.[14]
            Dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an, Rahman berusaha membahas pesan Al-Qur’an dengan memperhatikan budaya dan peristiwa sejarahnya. Di sini Rahman mengambil tiga tema pokok dalam tafsirannya yaitu : Tuhan, manusia, dan masyarakat. Beliau mulai menjelaskan tentang tujuan utama Al-Qur’an adalah menegakkan tatanan masyarakat yang adil dan bermoral. Rahman menuturkan bahwasannya Al-Qur’an berusaha melakukan perubahan sosial dengan menguatkan pihak-pihak lemah dalam sebuah masyarakat seperti, orang miskin, anak yatim, budak, dan kaum wanita. Dalam hal ini poligami menjadi salah satu perubahan sosial yang diungkapkan oleh Al-Qur’an.[15]
C. Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Poligami
1. Makna poligami
Kata poligami memiliki arti pria yang memiliki istri lebih dari satu orang Dalam Al-Qur’an dijelaskan kebolehan dalam melakukan poligami yang tertuang dalam QS. An-Nisa’ ayat 3 :

وَاِن خِفتُم أَلاَّ تُقۡسِطُوا فِى الۡيَتٰمَى فَاَنۡكِحُوا مَا طَابَ لَكُمۡ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثۡنَى وَثُلٰثَ وَرُبَاعَۖ فَاِنۡ خِفۡتُمۡ أَلاَّ تَعۡدِلُوا فَوٰحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمٰنَكُمۡۚ ذٰلِكَ أَدۡنٰى أَلاَّ تَعُولُوا ۝
Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim,maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga atau empat.Kemudian jika kamu takut tidak  mampu adil maka cukup bagimu seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian lebih dekat dari tidak berbuat aniaya.
     Ayat ini menjelaskan tentang :
1.      Boleh melakukan poligami maksimal empat orang istri.
2.      Boleh melakukan poligami dengan syarat harus mampu berlaku adil
3.      Jika tidak mampu berlaku adil maka sebaiknya menyukupkan diri dengan menikahi seorang istri saja.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Al-Quran senantiasa berbicara tentang keadilan dalam berbagai hal, termasuk dalam kesetaraan gender di dalam Al-Qur’an telah disebutkan bahwa seiring dengan keadilan maka hak-hak istri sama dengan suami (QS. Al-Baqarah ayat 228).
Poligami telah dipraktekkan secara luas oleh masyarakat pra islam. Mereka berpoligami tanpa mengenal batasan jumlah istri, namun mereka juga tidak menerapkan keadilan di antara istri-istrinya.[16]

2. Penafsiran Fazlur Rahman Ayat Poligami Melalui Metode Double Movement
Fazlur Rahman menafsirkan ayat poligami melalui metode double movement dengan mengaplikasikan hermeneutika yang digagasnya. Disini Rahman berusaha memberikan pandangan Al-Qur’an yang bersumber pada Allah yang mengandung pesan-pesan yang selaras dengan fitrah dan nalar manusia.
Secara umum ulama Pakistan memperbolehkan beristri empat, pandangan inilah yang menyebabkan ajaran Islam dinilai membingungkan di samping memperbolehkan poligami juga menjunjung tinggi kesetaraan gender. Maka dari itu perlu adanya pemahaman Al-Qur’an secara keseluruhan.
Ayat poligami yang tertuang dalam surat An-Nisa’ ayat 3 jika tidak dimaknai secara menyeluruh maka akan di dapat kesimpulan bahwasannya poligami itu dianjurkan, akan tetapi jika dipahami secara menyeluruh dengan memperhatikan kondisi masyarakat Arab kala itu, maka ideal moral yang ingin dicapai ialah sikap adil terhadap anak yatim dan para istri.
Rahman menjelaskan bahwasannya poligami yang dibicarakan Islam dalam konteks perlakuan gadis yatim, yang mana para walinya tidak ingin mengembalikan harta anak yatim tersebut, mereka juga berfikir untuk menikahi gadis yatim tersebut agar tetap dapat menikmati hartanya jika tidak mereka akan menyampuradukan harta mereka dengan harta anak yatim tersebut sehingga tidak mungkin untuk dikembalikan. Dalam hal ini Al-Qur’an menjelaskan dalam Qs. An-Nisa’ ayat 2 yang berbunyi :
 وَءَاتُواالۡيَتٰمَى أَمۡوَالَهُمۡۖ وَلَا تَتَبَدَّلُواالۡخَبِيثَ بِالطَّيِّبِۖ وَلَا تَأۡكُلُوۤا أَمۡوٰلَهُمۡ اِلٰى أَمۡوٰلِكُمۡۚ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا ۝
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim yang sudah baligh harta mereka, janganlah kamu menukar sesuatu hal yang baik dengan hal yang buruk dan jangan pula kamu memakan harta mereka bersamamu. Sesungguhnya tindakan tersebut merupakan dosa besar.
Ayat ini menjelaskan bahwa Al-Qur’an melarang seorang wali memakan harta anak yatim dengan jalan yang tidak baik sehingga Allah SWT mengizinkan poligami guna mengurangi kejahatan mereka dalam menggunaan harta anak yatim dengan jalan yang tidak sah.[17]
Namun Al-Quran juga  memberi ketentuan yakni dengan syarat mampu berlaku adil sebagaimana tertuang dalam Qs. An-Nisa’ ayat 129 yang berbunyi :
 وَلَنتَسۡتَطِيعُوۤاأَنۡ تَعۡدِلُوا بَيۡنَ النِّسَاۤءِ وِلَوۡ حَرَصۡتُمۡۖ فَلَا تَمِلُوا كُلَّ الۡمَيۡلِ فَتَذَرُوهَا كَالۡمُغَلَّقَةِۚ وَاِنۡ تُصۡلِحُوۡا وَتَتَّقُوۡا فَاِنَّ اللهَ كَانَ غَفُوۡرًا رَّحِيۡمًا۝
Dan kamu tidak akan mampu berlaku adil di antara istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat itu, karenanya janganlah kamu terlalu cenderung pada salah satu istri yang kamu cintai, sehingga kamu membiarkan yang lain terlunta-lunta. Dan jika kamu melakukan kebaikan dan menghindari kecurangan, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat ini menjelaskan syarat bagi seseorang yang melakukan poligami yakni berlaku adil kepada perempuan-perempuan yang dinikahinya, namun untuk berlaku adil kepada para istrinya merupakan hal yang mustahil karena sudah pasti suami akan condong kepada seorang istri sehingga yang lain akan merasa suami mereka tidak adil.[18] Maka dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 3 dijelaskan bahwasannya jika tidak mampu berlaku adil lebih baik mencukupkan diri untuk menikahi satu orang saja.[19]
Rahman berpendapat bahwa izin dalam melakukan poligami merupakan suatu hukum yang memiliki sanksi yakni memegang nilai keadilan serta moral. [20] konsekuensi secara keseluruhan dalam permasalahan poligami ini adalah adanya larangan melakukan poligami dalam situasi normal, namun poligami memang diakui secara hukum.[21]
Namun yang kita ketahui pada praktek poligami pada masa kini yang mana kebanyakan seorang suami melakukan poligami atas dasar nafsu semata, dimana mereka akan melakukan segala cara demi melakukan poligami seperti melakukan nikah sirri tanpa sepengetahuan istri, atau menggunakan identitas palsu sang istri agar dapat melakukan poligami. lantas tidak bedanya kecurangan tersebut dengan sebuah perselingkuhan.
Dalam karyanya, Rahman mengemukakan bahwa setiap pernyataan yang legal dalam Al-Qur’an selalu disertai dengan alasan diberlakukan hukum tersebut dan latar belakang sosio historis nya. Menurut Rahman jika suatu ketika dalam prakteknya seseorang tidak mampu merealisasikannya tidak benar maka hukum tersebut harus diganti.[22]   
Dari keterangan di atas maka sudah jelas bahwa Al-Qur’an tidak mudah memberikan izin melakukan poligami kepada siapa saja. Rahman menambahkan bahwa yang baik adalah boleh beristri lebih dari satu namun dengan gadis yatim dan janda untuk melindungi mereka dan bukan dengan perempuan lain. Karena dengan begitu anak-anak yatim dapat mendapatkan hak-hak mereka seperti pendidikan dan ekonomi dan meringankan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh seorang janda. Inilah praktek poligami yang terhormat karena tujuannya adalah untuk kemanusiaan.[23]
Jadi maksud yang sesungguhnya ialah Al-Qur’an tidak menganjurkan seorang laki-laki untuk memiliki empat orang istri, dan lebih menganjurkan melakukan monogami atau menikahi seorang istri saja.



D.      PENUTUP
Fazlur Rahman salah satu tokoh yang membahas konsep poligami, sosok pemikir Islam abad modern yang menawarkan suatu metode yang logis, kritis dan komperhesif, yaitu hermeneutika double movement.
double movement yang digagas oleh Fazlur Rahman ialah teori yang terumus dalam kalimat dari situasi masa kini ke masa Al-Qur’an diturunkan dan kembali lagi pada masa kini. Menurut Rahman memaknai Al-Qur’an tidak cukup dilakukan dengan tekstual, memahami Al-Qur’an diperlukan memahaminya secara komprehensif dan holistik.
Melalui teori ini Rahman memaknai surat An-Nisa’ ayat 3 bahwa sesungguhnya moral ideal yang ingin dicapai Al-Qur’an ialah pernikahan monogami pada zaman sekarang, karena jika ditilik dari kacamata sejarah turunnya ayat tersebut dikarenakan pada zaman dahulu terdapat berbagai kedzoliman yang dilakukan para wali atas anak yatim, Allah menurunkan ayat ini guna mengurangi memakan harta anak yatim dengan jalan yang tidak sah.
Dalam ayat tersebut juga dijelaskan bahwasannya dalam melakukan poligami sang suami dituntut untuk menjadi adil, namun hal itu bisa dikatakan mustahil pada zaman sekarang, karena pada prakteknya poligami dilakukan untuk menguntungkan pihak suami.















DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Fazlur. 2001. Gelombang perubahan dalam Islam, Terj. Aam Fahmia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
A. Mas’adi,Ghufron. 1997.Metodologi Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Mustaqim,Abdul. 2010. Epistimologi Tafsir Kontemporer. Yogyakarta : LkiS.
Nadia,Zunly. 2017. Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah : Jurnal Studi Islam. Vol. 2 No. 1.
Fatmawati,Elly.2017. Tesis,  Konsep Poligami dalam Pemikiran Fazlur Rahman dan Muhammad Syahrur Perspektif Teori Keadilan John Rawls. Malang : UIN Press.
Zaman,Badru. 2018. Skripsi, Penafsiran Olok-Olok Terhadap Al-Qur’an dengan Menggunakan Metode Double Movement. Jakarta : Uin Syarif Hidayatullah.
HAM, Musahadi. 2009. Hermeneutika Hadis-Hadis Hukum Mempertimbangkan Gagasan Fazlur Rahman. Semarang : Walisongo Press.
Sulthoni,Yachya. 2018. Skripsi, Aktualisasi Teks Al-Qur’an Li Kulli Zaman wa Makan Pendekatan Double Movement Fazlur Rahman. Ponorogo : IAIN Ponorogo.
Ali Engineer,Asghar. 2003.Pembebasan Perempuan. Yogyakarta : LkiS
Rahman,Fazlur. 2010. Islam, Terj. Ahsin Mohammad. Bandung : Pustaka.

Catatan:
1.      Similarity 8%
2.      Abstrak seharusnya cuma satu paragraf saja
3.      Footnote perlu diperbaiki
4.      Dalam menulis, harus berhati-hati memahami antara pemikiran tokoh yang dikaji oleh sebuah buku dan gagasan penulis bukunya.





[1] Fazlur Rahman, Gelombang perubahan dalam Islam,Terj. Aam Fahmia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 1.
[2]Ghufron A. Mas’adi, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997). Hlm. 18-19.
[3]Fazlur Rahman, Gelombang perubahan dalam Islam, Terj. Aam Fahmia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 3-4
[4] Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta : LkiS, 2010), hlm. 97-98
[5]Ibid, hlm. 98-99
[6]Ibid,  hlm. 99-102.
[7] Zunly Nadia, Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah : Jurnal Studi Islam. Vol. 2 No. 1, Desember 2017, hlm. 206.
[8] Elly Fatmawati, Tesis,  Konsep Poligami dalam Pemikiran Fazlur Rahman dan Muhammad Syahrur Perspektif Teori Keadilan John Rawls (Malang : UIN Press, 2017)) hlm. 35
[9] Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta : LkiS, 2010), hlm. 117-118.
[10]Ibid, hlm. 118-129
[11] Zunly Nadia, Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah : Jurnal Studi Islam. Vol. 2 No. 1, Desember 2017, hlm. 206-210
[12] Badru zaman, Skripsi, Penafsiran Olok-Olok Terhadap Al-Qur’an dengan Menggunakan Metode Double Movement, (Jakarta : Uin Syarif Hidayatullah, 2018), hlm. 26
[13] Musahadi HAM, Hermeneutika Hadis-Hadis Hukum Mempertimbangkan Gagasan Fazlur Rahman, (Semarang : Walisongo Press, 2009), hlm. 152-159
[14] Yachya Sulthoni, Skripsi, Aktualisasi Teks Al-Qur’an Li Kulli Zaman wa Makan Pendekatan Double Movement Fazlur Rahman, (Ponorogo : IAIN Ponorogo, 2018), hlm, 65.
[15] Zunly Nadia, Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah : Jurnal Studi Islam. Vol. 2 No. 1, Desember 2017, hlm.214
[16] Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta : LkiS, 2003), hlm.  110-111
[17] Zunly Nadia, Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah : Jurnal Studi Islam. Vol. 2 No. 1, Desember 2017, hlm.221
[18] Badru zaman, Skripsi, Penafsiran Olok-Olok Terhadap Al-Qur’an dengan Menggunakan Metode Double Movement, (Jakarta : Uin Syarif Hidayatullah, 2018), hlm. 29
[19] Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta : LkiS, 2003),  hlm. 121
[20] Zunly Nadia, Membaca Ayat Poligami bersama Fazlur Rahman, Mukaddimah : Jurnal Studi Islam. Vol. 2 No. 1, Desember 2017, hlm. 221
[21] Fazlur Rahman, Islam, Terj. Ahsin Mohammad, (Bandung : Pustaka, 2010), hlm. 44
[22]Ibid
[23] Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta : LkiS, 2003),  hlm. 121

Tidak ada komentar:

Posting Komentar