Sabtu, 02 Desember 2017

Fiqih dan Hukum Positif di Indonesia (PAI E Semester Ganjil 2017/2018)




Orlof, Siti Nur Saidah, dan Hikmatul Laili
PAI E Angkatan 2016
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Abstract
Artikel ini membicarakan fiqih dan hukum positif di indonesia. Adapun cabang bahasannya meliputi: hubungan fiqih dan hukum positif indonesia, pengaruh fiqih dalam legislasi hukum islam di indonesia, dan matrei hukum islam yang masuk dalam legislasi nasional. Ilmu fiqih tidak tumbuh dengan sendirinya, tapi sudah lahir sejak zaman Rasulullah dan para sahabat. fiqih adalah fiqih adalah  istilah lain yang digunakan untuk menyebut hukum islam. Fiqih merupakan himpunan norma ataupun peraturan yang mengatur tingkah laku baik berasal adri al-qur'an dan sunnah nabi atau dari hasil ijtihad para ahli hukum islam. Hukum Islam dianggap sebagai bahan pokok dari ajaran agama islam, denagn demikian hukum islam merupakan ruang ekspansi pengalaman agama yang utuh.
Abstrak
This article discusses fiqh and positive law in Indonesia. As for caabng discussions include: the relationship of jurisprudence and positive law of Indonesia, The influence of jurisprudence in the legislation of Islamic law in Indonesia, and matrei of Islamic law included in the national legislation. The science of fiqih does not grow by itself, but has been born since the time of the Prophet and the Companions. Fiqih is another term ayng used to call Islamic law. Fiqih is set of norms or rules that menagtur good behavior comes from al-qur'an and sunnah prophet or from the results of ijtihad Islamic jurists. Islamic law is regarded as the main ingredient of Islamic religious teachings, so Islamic law is a space of expansion of a complete religious experience.
 
Keywords : fiqih, hukum Islam,pengaruh fiqih dalam legislasi hukum Islam.
A.    PENDAHULUAN
Hukum islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingakh laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku untuk semua umat yang beragama Islam. Seacar singkat bisa dikatakan bahwa hukum Islam adalah hukum yang berdasarkan wahyu Allah. Sehingag hukum Islam menurut ta’rif mencakup hukum syari’ah dan hukum fiqih, karena arti syara’ fdan fiqih terkandung di dalamnya.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa kalau ada yang mengatakan bahwa hukum Islam itu tidak berubah dan tetap maka yang dimaksudkan dengan kata hukum islam disini adaalh bermakna syari’ah atau hukum syara’.
Hukum Islam masuk ke Indonesia bersama-sam dengan masuknya agama Islam di Indonesia. Mausknya Islam telah masuk Indonesia pada abad pertama tahun 1963, agaam Islam telah masuk Indonesia pada abad pertama Hijriyah, abad ketujuh/kedelapan Miladiyah. Meskipun demikian, daalm sejarahnya, hukum Islam yang bagi umat muslim adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan beragama itu, mengalami berbagai kendaal untuk akhirnya tertuang didalam peraturan perundang-undangan.

B.     HUBUNGAN FIQIH DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA
A.    Pengertian Hukum Islam, fiqih, dan
System hukum dikalangan masyarakat mempunyai sifat, watak, dan sudut pandang tersendiri. Sama juga dengan system hukum didalam ajaran agama Islam. Islam mempunyai system hukum sendiri dengan julukan hukum Islam. Ada berbagai macam istilah yang berhubungan dengan materi hukum Islam, yakni syariat, fiqih, ushul fiqih, dan hukum Islam sendiri.
Istilah syariat, fiqih, dan hukum Islam sangat terkenal di antara para penguji hukum Islam di Indonesia. Tetapi, dari ketiga istilah tersebut kerap kali dimaknai secara tidak benar, jadi tak heran istilah ketiganya kerap kali tertukar. Untuk menjelaskan ketiga istilah tersebut dan hubungan antar ketiganya, terutama hubungan antara syariat dan fiqih. Ada satu lagi istilah yang termasuk dengan materi hukum Islam yaitu usul fiqih.
Pada dasarnya hukum Islam bersumber dari wahyu ilahi, yaitu al-Qur’an, yang selanjutnya diartikan lebih detail oleh Nabi Muhammad SAW., perrantara sunnah dan hadisnya. Wahyu tersebut menentukan norma-norma dan konsep-konsep dasar hukum Islam yang langsung merubah aturan atau norma yang telah mentradisi di tengah-tengah kalangan masyarakat. Tetapi, hukum Islam juga sudah menyediakan berbagai macam aturan dan tradisi yang tidak berbantahan dengan aturan-atuiran dalam wahyu Illahi tersebut.[1]
1.      Hukum Islam
Istilah hukum Islam bermula dari dua kata dasar, yakni hukum dan islam. Dalam kamus Besar Indonesia kata hukum di jelaskan dengan : 1) peraturan atau adat yang secara sah dianggap mengikat; 2) undang-undang, perturan, dll. Untuk mengatur sosialisasi hidup masyarakat; 3) patokan, terkait kejadian tertentu; 4) keputusan yang sudah ditentukan oleh hakim atau vonis. Secara sederhana hukum bisa di maknai untuk peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur attitude manusia dalam kalangan masyarakat, baik peraturan atau norma tersebut berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat ataupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan dilaksanakan oleh pemimpin. Semula kata hukum berwal dari bahasa Arab al-hukm yaitu isim mashdar dari fi’il (kata kerja) hakama-yahkumu yang artinya “memimpin”, “memerintah”, “memutuskan”, “menetapkan”, atau “mengadili”, jadi kata al-hukm bermakna “putusan”, “ketetapan”, “kekuasaan”, atau “pemerintahan”. Di dalam wujudnya, hukum ada yang tertulis dalam bentuk undang-undang sebagai hukum modern (hukum barat) dan ada yang tidak tertulis sebagai hukum adat dan hukum Islam.
Sedangkan kata kedua yakni Islam memiliki arti yang umum, Islam adalah agama Allah yang diturunkan oleh Nabi Muhammad saw. lalu disampaikan kepada umat muslim untuk mencapai jalan yang benar dalam hidupnya baik di dunia ataupun di akhirat kelak.
Dari gabungan dua kata tersebut hukum dan Islam terdapat istilah hukum Islam. Kesimpulannnya dari pengertian diatas, bisa kita fahami bahwa hukum Islam adalah seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah swt. dan Nabi Muhammad saw. untuk mengatur attitude manusia ditengah-tengah masyarakatnya. Pengertian yang lebih singkat, hukum Islam bisa di maknai sebagai hukum yang bersumber dari ajran Islam.[2]
2.      Syariat
Secara lughowi kata syariat berasal dari kata berbahasa Arab al-syari’ah  yang artinya “jalan ke sumber air” atau jalan yang wajib diikuti, yaitu ke arh sumber poko bagi kehidupan. Bangsa Arab menerapkan istilah tersebut khususnya pada jalan setapak menuju palung air yang tetap dan diberi tanda yang jelas terlihat mata. Syariat dimaknai jalan air karena siapa saja yang mengikuti syariat akan mengalir dan bersih jiwanya. Allah menjadikan air sebagai sebab kehidupan makhluk ciptaannya berupa tumbuh-tumbuhan dan binatang sebagaimana Dia menjadiakn syariat sebagai sebab kehidupan hambanya.
Syariat juga mencakup hukum-hukum Allah bagi setiap perbuatan manusia, yaitu berupa halal, haram, makruh, sunnah, dan mubah. Kajian yang terakhir ini disebut fiqih. Demikian, bisa disimpulkan dan difahami, bahwa awalnya syariat mempunyai arti luas yang mencakup akidah (teologi Islam), prinsip-prinsip moral (etika dan karakter Islam, akhlak), dan peraturan-peraturan hukum (fiqih Islam).[3]
3.      Fiqih
Secara etimologis kata “fiqih” berawal dari kata bahasa Arab al-fiqh yang bermakna pemahaman atau pengetahuan tentang sesuatu. Maksudnya ialah kata “fiqih” identik dengan kata fahm atau ‘ilm yang mempunyai arti sama. Dalam bangsa Arab kata fiqih bermula dipakai untuk seseorang yang ahli dalam mengawinkan unta, yang mampu membedakan unta betina dan unta betina yang sedang bunting. Dari ungkapan tersebut fiqih selanjutnya dimaknai “pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu hal”.
Seperti halnya syariat, fiiqh awalnya tidak dipisahkan dengan ilmu kalm hingga masa al-Ma’mun (meninggal 218 H) dari Bani Abbasiah. Sampai abad ke-2 H fiiqh mencakup masalah-masalah teologis maupun masalah-masalah hukum.
Adapun secara terminologis fikih diartikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum syarak yang bersifat amaliah yang digali dari dalil-dalil terperinci. Adapun yang menjadi objek kajian ilmu fiiqih ialah perbuatan yang mukalaf.[4]
4.      Hubungan antara Hukum Islam, Syariat, dan Fiqih
Dari penjabaran diatas tentang hukum islam, syariat dan fiiqh, maka bisa difahami bahwa hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari ajaran Islam.
Istilah hukum Islam tidak ditemukan dalam al-Qur’an, sunnah, maupun literature Islam. Jadi, peril dicari perpaduan istilah hukum Islam ini dalam literature Islam. Andai hukum Islam difahami sebagai hukum yang bersumber dari ajaran Islam, maka sulit dicari perpaduan yang dalam literature Islam sama persis dengan istilah tersebut. Ada dua istilah yang bisa diperpadukan dengan istilah hukum Islam, yakni syariat dan fiqih. Dua istilah tersebut, sebagaimana sudah diuraikan diatas, adalah dua istilah yang berbeda tetapi tidak bisa dipisahkan, karena keduanya sangat terkait erat. Sehingga memahami kedua sitilah tersebut denagn berbagai macam karaketristik, dapat disimpulkan bahwa hukum Islam itu tidak sama persis dengan syariat dan sekaligus tidak sama persis dengan fiqih. Namun, tidak dipungkiri bahwa hukum Islam berbeda sama sekali dengan syarit dan fiqih. Maksudnya adalah pengertian hukum Islam itu memuat pengertian syariat dan fiqih, karena hukum Islam yang difahami di Indonesia ini terkadang dalam bentuk syariat dan terkadang dalam bentuk fiqih, jadi seumpama seseorang mengatakan hukum Islam, harus dicari dulu kepastian maksudnya,apakah yang berbentuk syariat atau yang berbentuk fiqih. Hal inilah yang tidak difahami oleh sebagian besar bangsa Indonesia, termasuk sebagian besar kaum muslim, sehingga mengakibatkan hukum Islam difahami dengan penalran yang salah.
Hubungan antara syariat dan fiqih sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Syariat adalah sumber atau landasan fiqih, sedangkan fiqih adalah pemahaman terhadap syariat
Bahwa hukum-hukum fiqih adalah refleksi dari perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi zamnnya.
5.      Ushul fiqih
Istilah ushul fiqih sesungguhnya adalah gabungan dari kata usul dan kata fiqih yang sudah dipaparkan di atas baik menurut istilah dan juga menurut bahasa. Secara etimologis, fikih dimaknai “paham”, dan secara terminologis fiqih dimaknai ilmu yang membahas hukum-hukum syarak yang bersifat praktis yang digali dari dalil-dalil yang terperinci dari al-Qur’an dan sunnah. Sedangakn kata usul berasal dari bahasa Arab al-ushul yakni isim jamak dari kata dasar “al-ashl” yang mempunyai makna “poko”, “sumber”, “asal”, “dasar”, “pangkal”, dan lain seterusnya.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari ilmu usul fiqih ialah agar bisa menerapkan kaidah-kaidah dari dalil-dalil syarak yang terperinci supaya sampai kepada hukum-hukum syarak yang bersifat amali yang ditunjuk oleh dalil-dalil itu.[5]
B.     Ruang Lingkup Hukum Islam
1.      Pengertian Ruang Lingkup Hukum Islam
Ruang lingkup hukum Isalam ialah objek kajian hukum Islam atau bidang-bidang hukum yang menjadi bagian dari hukum Islam. Hukum Islam tersebut ada dua yaitu syariat dan fiqih. Hukum Islam sangat berbeda dengan hukum Barat yang membedakan hukum menjadi hukum privat (hukum perdata) dan hukum public. Seiring dengan hukum adat di Indonesia, hukum Islam tidak membedakan hukum privat dan hukum public. Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam lebih di fokuskan pada bentukl kegiatan manusia dalam melakukan hubungan.
2.      Ibadah
Secara etimologis kata ibadah berasal dari bahasa Arab al-ibadah ialah masdar dari kata kerja abada-ya’budu yang dimaknai “menyembah” atau “mengabdi”. Sedngkan secara terminologis ibadah dimaknai dengan “perbuatan orang mukallafyang tidak didasari hawa nafsunya dalam rangka mengagungkan Tuhannya.
3.      Muamalah
Secara etimoligis kata Muamalah berasal dari bahasa Arab al-mu’amalah yang berpangkal pada dasar ‘amila-ya’malu-‘amalan yang bermakna membuat, berbuat, bekerja, atau bertindak. Sedangakn secara terminologis muamalah berarti bagian hukum amaliah selain ibadah yang mengatur hubungan orang-orang mukalaf antara yang satu dengan lainnya baik secara pribadi, dalam keluarga, ataupun di masyarakat.
Dalam bidang muamalah berlaku asas umum, yaitu pada dasarnya semua akad dan muamalah boleh dilaksanakan, kecuali ada dalil yang membatalkan dan melarangnya.
Ruang lingkup hukum Islam dalam bidang muamlah menurut Abdul Wahab Khallaf sebagai berikut :
a.       Hukum Perdata (Islam) :
1.      Ahkam al-ahwal al-syakshiyah, yang mengkaji masalah keluarga, yakni hubungan suami istri dan antar manusia satu dengan yang lain. Jika dibandingkan dengan tata hukum di Indonesia, maka bagian tersebut meliputi hukum perkawinan Islam dan hukum kewarisan Islam.
2.      Al-ahkam al-madaniyah, yang mengatur hubungan antar individu yang mengakaji jual beli, hutang piutang, sewa-menyewa, petaruh, dan lain-lain. Hukum tersebut dalam tata hukum Indonesia di juluki dengan hukum benda, hukum perjanjian, dan hukum perdata khusus.
b.      Hukum Publik (Islam) :
1.      Al-ahkam al-jinayyah, yang menkaji pelanggaran-pelamggaran yang dilakukan oleh orang mukalaf dan hukuman-hukuman baginya. Di Indonesia hukum ini popular dengan hukum pidana.
2.      Ahkam al-murafa’at, yang mengkaji masalah peradilan, saksi, dan sumpah untuk menegakkan keadilan. Di Indonesia hukum ini lebih popular dengan hukum acara.
3.      Al-ahkam al-dustriyyah, yang berhubungan dengan aturan hukum dan dasar-dasarnya, seperti ketentuan antara hakim dengan yang dihakimi, menetukan hak-hak individu dan social.
4.      Al-ahkam al-duwaliyyah, yang berelasi dengan hubungan keuangan antara Negara Islam dengan Negara lain dan relasi keuangan antara Negara Islam dengan Negara lain dan relasi masyarakat non muslim dengan Negara Islam. Di Indonesia hukum ini popular dengan sebutan hukum internasional.
5.      Al-ahkam al-iqtishadiyyah wa al-maliyyah, yang terkait dengan hak orang miskin terhadap harta orang kaya, dan mengatur sumber penghasilan dan sumber pengeluarannya. Maksudnya ialah aturan relasi keuangan antara yang kaya dengan fakir miskin dan antara Negara dengan individu.[6]
Sedangkan menurut al-ahkam al-khuluqiyahyang mengatur norma-norma didal kehidupan social umat Islam, sesungguhnya tidak penting bagi materi fiqih yang memfokuskan dari segi hukum, karena orientasi akhlaq lebih ke kualitas norma-norma hukum. Adapun bidang-bidang fiqih sebagi berikut:
1.      Fiqih Ibadah ialah memahami dasar-dasar hukum yang berhubungan dengan pengabdian seorang mukallaf kepada Allah sebagai Tuhan-Nya, sebagi hasil penelaahan yang mendasar dari dalil-dalil tafsil yang ada di dalm al-Qur’an dan as-Sunnah.
2.      Fiqih Muamalah ialah terdapat kepentinagn keuntungan material dalam prosese akad dan kesepakatannya. Berbeda dengan fiiqh ibadah yang dilakukan semaat-mata daalm rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah tanpa kepentingan material. Jual beli tidak selamanya dilakukan langsung, yaitu penyerahan uang dan penerimaan barang dilakukan dalam satu waktu yang sama. Ada juga dengan cara pemesanan, yaitu uang pembelian di kasihkan dahulu sementara barang belum ada, namun si pembeli mengatakan cirri-ciri barang yang dininginkan atau dipesan.
3.      Al-ahwal al-syakhsyiyah ialah bagian dari lingkup materi fiqih Islam, yang sejara jelasnya mengkaji tentang ketentuan-ketentuan hukum islam terkait ikatan keluarga dari masa terbentuknya sampai proses impilkasinya, proses harta waris, dan terakhir menagtur hubungan kekeratan antar keluarga satu dengan yang alin.
4.      Fiqih Siyasah ialah memahami proses hukum terkait masalah-masalah politik yang dibahas dari dalil-dalil yang terperinci di daalm al-Qur’an dan al-Sunnah. Menkaji perlu atau tidaknya Negara bagi umat muslim, syarat-syarat seorang pemimpin, mekanisme pemilihan pemimpin Negara, tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin dan relasi pemerinath dengan rakyatnya.
5.      Hubungan antara Fiqih Ibadah dengan yang Lainnya, maksudnya satu kelebihan dari norma-norma hukum islam ialah bahwa ketentaun ubudiah mempunyai hikmah yang terkait dengan aspek-aspek social, semisla pelaksanaan ibadah shalat yang dilaksanakan secara berjama’ah, dalam aktivitas tersebut, umat Islam bisa melakukan sosialisasi antar umat muslim satu dengan yang lain tanpa membedaakn perbedaan.[7]

C.     Kaidah-kaidah Fiqih yang umum (Al-Qawaid Al-Fiqhiyah Al-Ammah)
1.      Kaidah-kaidah Khusus di Bidang Ibadah Mahdhah ialah realsi manusia dengan Tuhan-Nya, yakni realsi yang akrab dan suci antara seoarng muslim dengan Allah swt. yang bersifat ritual, contohnya, shalat, puasa, zaakt, haji.
Banyak kaidah yang terkait dengan bidang fiqih ibadah mahdah sewbagi berikut:
Ø   hukum asal daalm ibadah,
Ø  suci adri hadas tidak ada batas waktu,
Ø  percampuran ibadah wajib menyempunakannya,
Ø  dalam satu jenis benda tidak wajib dua kali zakat
Ø  dan lain sebagainya.
2.       Kaidah-kaidah fiqih khusu dibidang al-Ahwal al;-syakhshiyah ialah kaidah yang khususu membahas hukum keluarga menjadi pokok karena titik focus sumber hukum islam yakni al-Qur’an dan al-Hadis ke permasalahan keluarga yang sangat luas dan mendalam. Hukum Islam sebagi berikut: pernikahan, wasiat, waris, hibah di kalangan keluarga, dan terakhir wakaf dzurri.
Kaidah-kaidah daalm bidangnya sebagi berikut:
Ø  Hukum asal pada masalah seks daalm haram,
Ø  Akad nikah tidak rusak dengan rusaknya mahar,
Ø  Wali yang muslim tidak boleh menikahkan wanita yang kafir
Ø  Setiap anggota tubuh yang haram dilihat, maka lebih-lebih haram pula dirabanya,
Ø  Setiap perceraian karena talak atau fasakh sesudah campur, maka wajib ‘iddah.
3.      Kaidah-kaidah fiqih khusus di bidang muaamalah atau transaksi ialah manusia diberi kebebasan berusaha di muka bumi ini, contohnya jual beli. Untuk mensejahterakan umat manusia sebagi khalifah fi al-ardh harus kreatif, inofatif, kerja keras tanpan pantang mundur.
Berikut bidangnya:
Ø  hukum asal dalam semua bentuk muamalah ialah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya,
Ø  dasar dari akad ialah keridhaan kedua belah pihak,
Ø  akad yang batal tidak menjadi sah karena dibolehkan
Ø  mafaat suatu benda merupakan factor pengganti kerugian,
Ø  risiko itu disertai manfaat,
4.      Akidah-kaidah fiqih yang khusus di bidang jinayah ialah hukum islam yang mengkaji tentang aturan berbagai kejahatan dan sanksinya, membahas pelaku kejahatan dan perbuatannya.
Kaidah-kaidahnya sebagai berikut:
Ø  Tidak ada jarimah dan tidak ada hukuman tanpa nash.
Ø  Hindari hukuman had karena ada syubhat
Ø  Sanksi ta’zir tergantung kepada kemaslahatan,
Ø  Yang berbuat langsung bertanggung jawab kecuali disertai kesengajaan,
Ø  Tindakan jahat binatang tidak dikenai sanksi
Ø  Aturan pidana itu tidak berlaku surat.
5.      Kaidah-kaidah Fiqih yang khusus di bidang Fiqih Qadha (peradilan dan hukum acara. Lembaga peradialn saat ini sudah berkembang lebih ajuh lagi, baik daalm bidangnya, seperti ada Mahkamah Konstitusi, ataupun tingkatannya muali dari daerah sampai ke Mahkamah Agung. Dalam Islam, hal tersebut sah-sah saja selama sesaui dengan perkembangan uamt manusia.
Kaidah-kaidah dibidang fiqih sebagi berikut:
Ø  Hukum yang diputuskan oleh hakim daalm masalah-masalah ijtiahad menghialngakn perbedaan pendapat.
Ø  Membelanjakan harta atas perinath hakim seperti membelanjakannya atas perintah pemilik.
Ø  Kesalahan seorang hakim di tanggung oleh Bait al-Mal,
Ø  Bukti wajib diberikan oleh penggugat dan sumpah wajib diberikan oleh yang mengingkari.
Ø  Pertanyaan itu terulang dalam jawaban,
Ø  Orang yang dipercaya, perkataannya di benarkan dengan sumpah,
Ø  Seseorang dituntut karena penagkuannya,
Ø  Dari mana kamu dapatkan ini.
6.      Kaidah-kaidah fiqih yang harus di bidang siyasah ialah hukum Islam yang objek kajiannya tentang kekuasaan. Meliputi hukum tata Negara, administrasi Negara, hukum ekonomi, dan terakhir hukum internasional.
Beberapa kaidahnya di bidang fiqih sebagai berikut:
Ø  Kebijakn seorang pemimpin terhadap rakyatnay bergantung kepada kemaslahatan
Ø  Perbuaatn khianat itu tidak terbagi-bagi
Ø  Kekuasaan yang khusus lebih kuat daripada kekuasaan yang umum.
Ø  Tidak diterima di negri Muslim, pernyataan tidak tahu hukum,
Ø  Hukum asal dalam hubungan antarnegara adalah perdamaian,
Ø  Pungutan harus disertai dengan perlindungan.[8]
C.    PENGARUH FIQIH DAlAM MATERI LEGISLASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Hukum kerap kali di juluki sebagai produk yang lahir dari dianmika kehidupan manusia. Ubi societas ibi ius, bermakna “di mana ada masyrakat di sana ada hukum”. Oleh seba itu, sector hukum harus selalu mengikuti irama perkembangan masyarakat, maksudnya, di dalam masyarakat yang maju dan modern, harus memiliki hukum yang maju dan modern pula.
1.      Deideologisasi Islam
Berbeda dengan agama lainnya, Islam memanglrbih mementingkan mengkaji keimanan dan kejujuran moral. Selain mengajarkan kejujuran, Islam mengajarkan pentingnya dokumen tertulis dalam transaksi, sebagaimana yang terdapat dalam  firman Allah (QS. Al-Baqarah ayat 282) yan artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendektekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah, atau tidak mampu mendektekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi, agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila diapnggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan, maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertkawalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. Selain itu mengajarkan keharusan bertindak adil sebagaimana telah dijelaskan firman Allah di (QS. An-Nisaa’ ayat 3) yang artinya “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap perempuan yatim, maka nikahilah perempuan yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim. Peentingnya musyawarah daalm menentukan kepintangan bersama terdapat dalam firman Allah (QS. As-Syuura ayat 38) yang artinya “Lalu  dikumpulkanlah para pesihir pada waktu pada hari yang telah ditentukan”.. perlunya budaya kritik dan perlunya system pajak (zaka) untuk mengupayakan pemerataan. Demekian penjabaran diatas, sudah dipraktikkan dengan sempurna sesuai kebutuhan periode, langsung oleh Rasul yang membawakannya.
Selanjutnya, lebih dari hanya ajaran spiritual dan moral yang bersifat subjektif dan personal, Islam sekaligus hadir dengan system social yang objektif dan impersonal. Namun kesempurnaan Islam ini yang membuat sedikit orang terlalu bernafsu dan tidak sadar mereduksikannya sebagai ideology. Semua macam-macamnya dan terutama justru yang paling formal dan permukaan, cenderung diabsolutkan. Seperti halnya, ideology bentuk formal yang serupa system social yang rinci dengan segaal symbol dan idiom-idiomnya tersebut menjadikan batas demarkasi, antara orang dalam dan orang luar. Masyrakat atau Negara yang secara ortodok mengikuti sistem social yang dipercontohkan Nabi, atau setidaknya yang disebutkan sebagai umat Islam, sedangkan yang tidak, dengan sendirinya tidak Islami.
2.      Legislasi Hukum Islam dan Integrasi Nasional
Menerapkan hukum Islam dalam konteks social politik Indonesia pada saat ini selalu mengundang polemic. Polemic tersebut tidak hanya sekedar berputar pada perkara teknis yuris belaka. Berikut adalah factor penyebab persoalan :
Pertama, hukum Islam hanya focus antara paradigma agama dan paradigm Negara. Namun pada saat yang sama, hukum Islam juga menjadi bagian dari paradigm Negara yang mempunyai sisitemnya sendiri. Hal tersebut dilakukan, supaya membuat kelompok non-Islam tetap mengidentifikasikan dirinya dengan Negara. Yaitu sector public diurus oleh Negara, sedangkan sector privat diberkan kepada agama.
Kedua, hukum Islam hanya fokus pada ketegangan antara agama tu sendiri. Untuk menjaga komitmen pada pluralitas agama itu, ketuhaanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi mereka pemeluknya.
Adapun untuk hukum perdata, seperti perkawinan dan harta waris, diberikan kepada pemeluk Islam supaya tunduk pada hukum Islam.
3.      Kendala Kultural dan Politik dalam Proses Legislasi.
Langkah pembaruan diatas ialah pembaruan melalui kebijakan legislative, yakni dengan mengundangkan peraturan hukum yang baru. Namun, untuk waktu selama 45 tahun sejak tahun 1945, kedua produk hukum tersebut sangat sedikt. Namun, memang bisa disadari bahwa proses kelahiran kedua undang-undang tersebut ternyata tidak mulus. Baik kelahiran UU No. 1 Tahun 1974 ataupun UU No. 7 Tahun 1989,  lama-lama di  dahului oleh kontrovesi politik yang demikian panasnya sehingga bisa menyebabkan terjadi goncangan politik yang mengganggu stabilitas nasional.
Adapun secara internal, para pendukung Sistem Hukum Islam yakni : a) juga belum tentu beranggapan bahwa Hukum islam adaalh system hukum yang memang perlu kerangka daalm kajian hukum nasional, b) masih dianggap bahwa Hukum Islam adalah system hukum yang final dan dikembangkan dengan kondisi dan syarat baru sebagai bahan memahami tentang sisitem hukum Islam tersebut.
4.      Peranan Hakim; Sebuah Peluang Pembaruan Hukum Islam
Sebagai profesi intelektual, semua hakim dalam melaksanakan tugas perlu adaptasi diri dengan dunia ilmu pengetahuan. Hakim wajib bersosialisasi dalam dunia yang sederajat dengan kaum intelektual yang biasa mengemabngkan the profesor’s law yang sebenarnya lebih dikenal dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
Di Masa Rasulullah dan Khulafau Al-Rasyidin, kedua jenis hukum yang terakhir, bersatu dalam fungsi kepemimipinan rasul dan para khalifah, ditambah para pejabat di daerah-daerah yang berjauhan. Setelah periode  Rasulullah,, contoh yang paling tegas ialah di zaman Khalifah Umar bin Khattab. Proses penerapan dan penegakan hukum melalui peradilan secara langsung didukung oleh kekuasaan politik yang actual. Oleh sebabnya, model fiqih di periode umar ini kerap kali dijuluki fiqih penguasa.[9]
Seiring berjalannnya waktu, perkembangan hukum Islam yang dianmis dan kreatif masa awal lalu berubah ke dalam bentuk yang baru. Hukum Islam berubah statis dan kurang apresiatif terhadap perubahan zaman di masyarakat, khususnya setelah terjadi kristalisasi mazhab-mazhab fiqih.[10]

D.    MATERI HUKUM ISLAM YANG MASUK DAALM LEGISLASI HUKUM NASIONAL
1.      Kontribusi Hukum islam daalm Pembangunan Hukum Nasional
Hukum Islam ialah hukum yang bersifat universal karena bagian dari ajaran Islam. Maksudnya huykum Islam berlaku bagi umat muslim dimana saja berada, apa pun keadaannya. Hukum nasional ialah hukum yang berlaku untuk bangsa tertentu di masing-masing Negara. Daalm kasus Indonesia hukum nasional ialah hukum yang dibagun bangsa Indonesia merdeka dan berlaku untuk rakyat Indonesia dfan para penguasa terdahulu. Hukum nasional Indonesia yakni semua norma-norma hukum masyarakat yang bermual dari unsure-unsur hukum Islam, hukum adat, dan hukum Barat.
Ada tuga bentuk daalm produk undang-undang yang mengkaji hukum Islam yaitu :
1.      Hukum Islam yang formal ataupun menggunakan corak dan pendekatan ke Islaman
2.      hukum Isalm dalam proses taqnin diwujudkan sebagai sumber-sumber yang mengakaji muatan hukum yang asas-asas dan prinsipnya membidangi setiap produk peraturan dan undang-undang.
3.      Hukum Islam yang formal dan material di bagikan secara teratur dan terperinci.
Sampai sekarang, kedudukan hukum isalm dalam system hukum di Indonesia semakin dapat pengakuan yuridis. Pengakuan berlakunya hukum Islam daalm bentuk peraturan dan undang-undang yang berimplikasi kearah pranata-pranata social, culture, politik, dan hukum.[11]
Sebagai bentuk pembinaan dan pembangunan hukum nasioanal, hukum Isalm sudah memberikan kontribusi yang besar. Pernyataan trsebut diperkuat oleh lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-[poko Agraria, jo peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah milik, Undang-Undang Nomo0r Tahun 1970 Tentang Poko-pokok Kekuasaan Kehakiman yang sudah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 yang sudah dirubah lagi denagn Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinanjo Peraturan Pemerinath Nomor 9 Tahun 1975. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Bank Syari’ah jo Peraturan Pemerinath Nomor 72 Tahun 1992 Tenatng Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, Undang Nomor 41 tahun 2005 Tentang Wakaf dan Komplikasi Hukum Islam yang diberalkukan berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 yang sekarang sedang digagas untuk ditingakatkan menjadi hukum terapan dikalangan Peradilan Agama.
Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang dipedomani dan ditaati oleh mayoritas penduduk dan masyraakt Indonesia ialah hukum yang sudah hidup daalm masyarakat, dan sebagian dari ajaran Hukum Nasional, serta untuk bahan daalm pembinaan dan pengembangannya.[12]
2.      Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional
Produk pemikiran hukum islam daalm sejarah perilaku umat Islam daalm melaksanakan hukum Islam di Indonesia, seiring pertumbuhan dan perkembangannya yakni :
1.      Syariah ialah jalan hidup yang wajib ditempuh oleh semua umat muslim. Syariah mengkaji ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik berupa perinatah ataupun larangan. Meliputi semua aspek hidup dan kehidupan manusia, manusia dengan Tuhan-Nya.
2.      Fiqih ialah hukum Islam yang bersumber dari dalil, ayat, nash al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad kemudia diamalkan kesemua manusia,
3.      Fatwa ialah hukum Islam yang dijadikan jawaban seseorang atau lembag atas adanya pertanyaan yang diberikan.
4.      Kepurusan Penagdilan Agama ialah kepurusan yang dikeluarkan oleh Penagdilan Agama atas adanya permohonan ketetapan atau gugatan yang diberiakn oleh sesorang atau lebih dan lembaag kepadanya.
5.      Perundang-undnag Indonesia ialah bersifat terikat menurut hukum ketatanegaraan, bahkan daya ikatnya lebih luas seakale. Misalnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan.[13]
3.      Hukum Islam sebagai Sumber Hukum Nasional
Menjelang proklamasi kemerdekaan REpublik Indonesia, para pejuang dan pahlawan bangsa Indinesia sudah merumuskan bentuk, dasar, dan tujuan Negara Replik Indonesia.
Dalam  proses sejarah ketatanegraan Indonesia, konstitusi yang berlaku di negri ini mengalami berbagai kali pergantian. UUd 1945 yang disahklan paada tnggal 18 Agustus 1945hanya berlaku sampai tanggal 27 Desember 1949, selanjutnya berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) smapai tanggal 17 Agustus 1950. UUD 1945 masa itu cuma berlaku di Negara bagian Republik Indonesia, yang wilayahnya yaitu senagian Pulau Jawa dan Sumatra dengn Ibukota Yogyakarta.[14]
4.      Kedudukan Hukum Islam daalm Sistem Hukum Nasional
Menurut hukum atta Negara Indonesia, pembukaan, konsiderans, bahkan penjelasan peraturan perundangan memiliki kedudukan hukum. Pembukaan UUD ialah rangkaian kesatuan suatu konstitusi.
Politik Hukum terliaht dari Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960, yang mengatakan bahwa pensempurnaan huykum perkawinan dan hukum waris sebelumnya memperhatikan faktor-faktor agama.[15]





















Daftar Putaka

Marzuki.2013. Pengantar Studi Hukum Islam.Yogyakarta. Ombak
Mustafa dan Abdul Wahid. 2009. Hukum Islam dan Kontemporer. Jakarta. Sinar Grafika.
Abdul halim,dkk.2006. Hukum Islam.Yogyakarta. Pustaka Belajar
Mardami. 2010. Hukum Islam, pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta. Pustaka belajar
Taufi,dkk. 1998. Hukum islam dalam tatanan masyarakat Indonesia.Ciputat. PT Logos Wacaan Ilmu
Dzamali Abdul.2002. Hukum Islam. Bandung. Mandar Maju 
Zainuddin. 2006. Hukum Islam. Jakarta. Sinar Grafika
Ahmad Amrullah. 1996. Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta. Gema Insani Press
Rosyada Dede. 1996. Hukum Islam dan Pranata Sosial.Jakarta. Raja Grafindo
Djazuli. 2011. Kaidah-kaidah Fiqih.Jakarta. Kencana Prenada Media

Catatan:
1.      Similarity makalah ini 33%, cukup tinggi.
2.      Ada beberapa pengulangan data dalam makalah ini.
3.      Perujukan cukup minim.
4.      Tidak ada penutup
5.      Pembahasan kurang greget, tidak membangun logika penulisan yang bagus, Bahkan, dalam pembahasa materi tidak diberikan contoh-contoh yang konkret bagaimana materi fiqih (hukum Islam) yang masuk pada materi hukum positif.








[1] Marzuki. Pengantar Studi Hukum Islam. (Yogyakarta: ombak). Hal.10
[2] Ibid. Hal. 11-12
[3] Ibid. Hal.14-16
[4] Ibid. hal. 18-20
[5] Ibid. hal25-26
[6] Ibid. hal.27-34
[7] Dede Rosyada. HukumIslamdan Pranata Sosial. (Jakarta: Raja Grafindo Persada). 1996. Hal. 63-98
[8][8] Djazuli. Kaidah-kaidah Fiqih.(Jakarta: Kencana Prenada Media Group). 2011. Hal. 113-153
[9] Mustafa dan Abdul Wahid. Hukum Islam Kontemporer.(Jakarta: Sinar Grafika). 2009. Hal. 125-142
[10] Abdul Hakim dkk. Hukum Islam. (Yogyakarta: Pustaak Belajar). 2006. Hal. 135
[11] Marzuki. Pengantar Studi Hukum Islam. (Yogyakarta: ombak). Hal.318-319

[12] Mardani. Hukum Islam,Penagntar Ilmu Hukum islam di Indonesia. (Yogyakarta : Pustaka Belajar). 2010. Hal. 170-171
[13] Zainuddin. Hukum islam. (Jakarta: Sinar Grafika). 2006. Hal. 87-89
[14] Mustafa dan Abdul Wahid. Hukum Islam Kontemporer.(Jakarta: Sinar Grafika). 2009. Hal.157-158
[15] Amrullah Ahmad. Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional. (Jakarta: Gema Insani Press). 1996. Hal 129-130

1 komentar: